• Tidak ada hasil yang ditemukan

Repelit a Wahyu Oet omo

4. Rancangan Pemanfaatan Dan Pengembangan Yang Ditawarkan

Salah satu upaya pengembangan kepariwisataan adalah dengan memanfaatkan potensi kepariwisataan. Adapun untuk menemukan potensi kepariwisataan di suatu daerah harus mengacu pada apa yang dicari oleh wisatawan. Umumnya modal atraksi yang menarik kedatangan wisatawan antara lain adalah: alam, kebudayaan, dan manusia itu sendiri.

Arti kata wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik

wisata. Adapun pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang

tersebut. Dalam pariwisata diperlukan modal kepariwisataan (tourism assets) atau disebut

juga sumber kepariwisataan (tourism resources) (Soekadijo, 2000). Suatu daerah akan dapat

menjadi daerah tujuan wisata apabila memiliki modal dan sumber itu sehingga dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata.

Untuk itu, hal yang perlu diperhatikan adalah mengenali modal kepariwisataan yang terdapat di daerah sehingga dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata, yang mampu menangkap dan menahan wisatawan untuk berlama-lama, dan untuk datang kembali di kemudian hari. Pembangunan pariwisata harus disesuaikan dengan modal andalan suatu wilayah, dan disesuaikan dengan tipe wisatawan yang akan menjadi sasarannya. Modal utama pariwisata di kawasan Padang Lawas yang dapat dikembangkan menjadi atraksi penangkap adalah komplek percandian, sedangkan atraksi penahannya adalah kegiatan dayung/berperahu.

Modal utama sektor pariwisata di Kawasan Padang Lawas (Kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara) adalah pariwisata sejarah. Di kedua kabupaten tersebut terdapat cukup banyak tinggalan arkeologis berupa kompleks percandian ataupun situs-situs permukiman kuno yang terletak di daerah aliran sungainya. Latar belakang pembangunan candi di lokasi tersebut karena peran penting sungai yang merupakan jalur transportasi utama yang menghubungkan beberapa daerah di kawasan Padang Lawas. Bangunan candi tersebut sebagai tempat ibadah masyarakat atau pun pada pedagang yang datang ke kawasan itu. Lokasi pemukiman kuno umumnya di daerah perbukitan, tidak jauh dari daerah aliran sungai. Hal ini kemungkinan didasarkan pada faktor kesuburan dan tidak terlalu terik. Selanjutnya hasil-hasil alam dari daerah perbukitan dibawa oleh penduduk di permukiman tersebut ke tepi sungai. Kegiatan perekonomian/perdagangan berlangsung di daerah aliran sungai, tidak jauh dari areal percandian, untuk kemudian diangkut dan diperdagangkan antar-wilayah, antar-pulau atau bahkan antar-negara.

Daya tarik yang melekat pada obyek arkeologis di kawasan Padang Lawas merupakan kekuatan dari obyek pariwisata yang ditawarkan. Unsur-unsur yang melekat pada obyek arkeologi antara lain adalah keunikan/kelangkaan, keaslian, nilai sejarah /arkeologis yang terkandung, variasi dan keutuhan merupakan kekuatan yang mampu memberi warna pada potensi pariwisata yang ditawarkan. Modal tersebut harus dikembangkan sehingga mampu menahan wisatawan untuk berlama-lama mengunjunginya dan tetap dapat dinikmati sampai berkali-kali.

Pemanfaatan dan pengembangan wisata di Padang Lawas yang ditawarkan adalah wisata budaya yang dipadukan dengan wisata alam. Komponen utama berupa situs-situs percandian merupakan tujuan utama wisatawan yang ditawarkan. Dalam UU Nomor 9 Tahun 1990 pasal 29 tentang kawasan wisata. Dalam pasal 29 disebutkan bahwa kawasan wisata adalah usaha yang kegiatannya membangun dan mengelola kawasan dengan luasan tertentu yang pembangunannya untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. Di dalam kawasan pariwisata dapat dibangun prasarana dan sarana serta obyek dan daya tarik wisata.

Untuk menjangkau

lokasi-lokasi situs akan lebih efektif melalui jalur sungai. Hal ini lebih efektif mengingat apabila menggunakan jalur darat maka lokasi wisata tersebut akan

terkendala dengan

jarak jangkau menuju areal percandian yang relatif lebih jauh dan

kondisi jalan yang

rusak.

Wisatawan diajak berwisata menyusuri sepanjang ketiga aliran sungai tersebut sembari mengenang perjalanan pada masa lampau. Kunjungan dari lokasi sejak awal melalui dermaga yang ditentukan lokasinya. Selanjutnya wisatawan akan ditunjukkan lokasi-lokasi candi-candi tersebut beserta selintas sejarahnya. Demikian seterusnya sampai para wisatawan puas mengunjungi situs-situs tersebut. Hal ini tentu akan lebih menarik karena tidak banyak dilakukan di daerah lain.

Konsep ini pernah ditawarkan dalam seminar namun kendala yang harus dihadapi adalah berkurangnya debit air sungai pada saat musim kemarau, sebaliknya, pada musim penghujan air meluap. Disarankan, kapal atau perahu yang digunakan adalah perahu-perahu berukuran tidak terlalu besar atau perahu yang menggunakan dasar rata sehingga mampu menjangkau areal-areal dangkal. Perahu-perahu berukuran sedang akan lebih menguntungkan karena

mengangkut wisatawan dengan jumlah terbatas sehingga kelebihan muatan dapat dilayani dengan beberapa perahu. Dengan demikian semakin banyak masyarakat pemilik perahu yang terlibat dalam usaha wisata ini. Penurunan debit air berpengaruh juga terhadap tinggi rendahnya permukaan air dibanding dengan keletakan situs. Permasalahan ini dapat diatasi

dengan membangun dermaga-dermaga ponton yang ketinggiannya mampu menyesuaikan

dengan permukaan air. Selain itu perbedaan ketinggian permukaan air dengan areal situs dapat juga dijangkau dengan membangun sarana penghubung berupa jalan setapak atau anak tangga mengingat umumnya bangunan-bangunan percandian tersebut dibangun lebih tinggi dari permukaan air. Diharapkan konsep pembangunan yang akan dilakukan tetap mengacu pada konsep-konsep bangunan tradisionil mengingat tujuan wisatawan yang datang adalah untuk menikmati suasana/romantisme masa lalu.

Sarana dan Prasarana Pendukung

Sampai sejauh ini tinggalan-tinggalan arkeologis yang terdapat di Padang Lawas hanya sebagian saja yang mendapat kesempatan untuk dipugar, sebagian lainnya masih menunggu giliran. Pada umumnya kondisi bangunan candi tersebut dalam keadaan memprihatinkan. Yang tersisa hanya bagian dasar dan sebagian badan candi. Namun bagaimanapun kondisinya, kita tetap harus memperhatikan karena bekas bangunan tersebut merupakan bagian dari perjalanan sejarah bangsa yang cukup panjang ini. Beberapa informasi berhasil dihimpun dari sepenggal reruntuhan itu, yang diharapkan mampu menyusun dan merekatkan kembali sejarah perjalanan bangsa melalui tinggalan-tinggalan arkeologis di Padang Lawas.

Untuk menampilkan fragmen-fragmen sejarah perjalanan bangsa ini, bangunan percandian tersebut tetap disajikan sebagaimana adanya sehingga lebih menarik minat pengunjung. Kondisi terakhir di beberapa situs, mengingat keberadaannya hanya sebatas bagian dasar dan badan, kurang menarik pihak berwenang untuk menampilkannya. Bangunan-bangunan candi dibiarkan terbenam dalam tanah. Seharusnya, bangunan tersebut tetap harus ditampilkan, mengingat bagaimanapun kondisinya tetap akan mampu menggambarkan

keadaannya pada masa lalu. Bangunan-bangunan candi tersebut seharusnya

ditampakungkapkan, dibersihkan untuk selanjutnya ditampilkan sebagai bagian dari objek tujuan wisata sejarah dan budaya. Peminat sejarah dan budaya akan lebih memahami kondisi apa adanya sebagai perjalana sejarah budaya masa lalu, tanpa perlu merekayasa keutuhan bangunan candi tersebut. Untuk mempertahankan kelestarian bangunan-bangunan tersebut di beberapa bagian perlu diperkuat, sehingga tetap akan dapat dinikmati pengunjung dalam waktu yang relatif lebih lama. Penelitian mengenai aspek-aspek kesejarahan dari bangunan-bangunan tersebut juga perlu dilakukan untuk memberi informasi latar belakang bangunan tersebut kepada para pengunjung.

Untuk mendukung informasi kesejarahannya diperlukan pemandu wisata yang telah dipersiapkan sebelumnya. Hal ini diperlukan dengan tujuan untuk memberikan informasi yang menarik dan benar tentang latar belakang kesejarahan bangunan tersebut. Untuk itu diperlukan buku-buku yang akan digunakan sebagai acuan untuk memandu para wisatawan. Pemerintah Daerah dengan Balai Arkeologi perlu bekerjasama untuk melakukan penelitian dan menerbitkan hasil-hasilnya untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan acuan. Kerjasama penelitian antara Balai Arkeologi dan Pemerintah Daerah melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata juga diperlukan untuk mengetahui zona-zona yang dianggap aman sebagai wilayah pendukung bagi pengembangan pariwisata di sekitar areal percandian. Hal ini untuk menghindari dikorbankannya areal sebuah situs untuk mengembangkan situs tersebut. Pada zona-zona tertentu, yang dianggap aman atau berada di luar kompleks percandian perlu dibangun sarana dan prasarana yang digunakan untuk mendukung pengembangan pariwisata antara lain adalah pembuatan kamar kecil atau tempat-tempat duduk. Selain itu diperlukan sarana pendukung lain yaitu akses jalan setapak yang baik. Penataan taman yang baik disertai dengan penanaman tanaman peneduh dan bunga-bunga untuk memperpanjang jam kunjungan wisatawan di suatu tempat. Penanaman tanaman sebagai peneduh akan sangat bermanfaat, selain menambah keindahan, areal percandian akan bertambah sejuk sehingga dapat dinikmati oleh pengunjung. Hal ini tentu

akan sangat menarik minat wisatawan. Selain itu, wisatawan juga akan diajak untuk

menikmati agrowisata. Tentu saja jenis-jenis tanaman harus disesuaikan dengan zona aman dimana tanaman tersebut ditanam. Di zona inti untuk menghindari kerusakan tanahnya maka jenis tumbuhan yang ditanam tidak memiliki akar tunjang.

Sampai saat ini di sekitar areal percandian belum dilakukan penataan di lingkungan percandian sehingga obyek-obyek arkeologis tersebut masih kurang layak untuk ditampilkan ke khalayak. Di lingkungan situs atau areal yang diperkirakan akan dilalui wisatawan perlu ditata sedemikian rupa sehingga cukup menarik untuk dikunjungi.

Tahap selanjutnya yang tidak kalah penting adalah pembangunan kios-kios pedagang di luar kawasan percandian namun masih dapat dijangkau pengunjung. Atraksi wisata juga sangat mungkin dikembangkan di daerah tersebut antara lain adalah atraksi monyet-monyet yang terdapat di kompleks Candi Bahal. Hal ini akan sangat menarik wisatawan mengingat di lingkungan tersebut cukup banyak monyet-monyet liar yang saat ini keberadaannya menggangu kebun-kebun masyarakat. Penanganan yang tepat dengan cara pemberian makanan berulang-ulang monyet-monyet tersebut akan merasa betah yang selanjutnya akan

menjadi tontonan menarik bagi pengunjung. Demikian juga dengan pengembangan obyek-obyek arkeologis lain di sepanjang aliran sungai tersebut. Diharapkan pemerintah daerah ataupun masyarakat setempat mampu menggali unsur-unsur khas apa yang terdapat di daerah masing-masing yang memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata di lingkungan masing-masing.

Pemerintah daerah perlu memfasilitasi masyarakat dalam upaya pengembangan pariwisata air yang merupakan potensi wisata yang cukup menonjol di daerah tersebut. Ceramah-ceramah, pengarahan dilakukan untuk menginformasikan program-program kerja kepada masyarakat yang akan terlibat langsung dengan pariwisata di daerah tersebut.

Anggaran yang dialokasikan untuk tujuan ini tentu akan sangat besar. Untuk itu diperlukan kerjasama antar beberapa instansi di daerah selain itu jalinan kerjasama juga perlu dilakukan antar kabupaten (Padang Lawas dan Padang Lawas Utara) sehingga kerja besar ini dapat terealisir.

5. Penutup

Keberadaan beberapa tinggalan arkeologis yang cukup banyak di sepanjang aliran sungai tersebut ditambah lagi dengan potensi alam, flora, fauna seharusnya dikembangkan secara optimal. Potensi alam berupa sungai-sungai besar yang tidak pernah surut dan perbukitan yang masih relatif subur dapat dikembangkan sebagai obyek pariwisata alam. Pengembangan obyek-obyek arkeologis tersebut akan lebih menarik apabila didukung juga dengan atraksi fauna khas di daerah tersebut seperti keberadaan kera-kera yang selama ini merupakan musuh manusia kerana merupakan hama perusak pohon-pohon karet. Selain itu di sepanjang aliran sungai tersebut beberapa tahun yang lalu masih sering ditemukan buaya senyulong dan biawak-biawak yang apabila dikembang-biakkan merupakan obyek tontonan yang sangat menarik. Pengembangan dapat dilakukan dengan cara penangkaran kembali buaya-buaya tersebut di habitat aslinya, sehingga tidak perlu meresahkan masyarakat.

Pemanfaatan obyek arkeologis sebagai obyek tujuan wisata seharusnya dimaksimalkan, baik dalam rangka pemugarannya maupun ketersediaan sarana dan prasarananya. Pemugaran terhadap bangunan-bangunan percandian perlu dilakukan terutama pada bangunan candi yang masih dapat direkonstruksi. Tentu saja pemugaran yang dilakukan tetap memegang teguh peraturan-peraturan tentang pemugaran, sehingga tidak perlu merekayasa bangunan apabila tidak didapatkan struktur bangunan aslinya. Beberapa bangunan saat ini kondisinya memprihatinkan, sehingga tidak dapat direkonstruksi lagi karena bahan-bahan aslinya sudah

tidak ada lagi. Upaya yang perlu dilakukan adalah menampakungkapkan bangunan tersebut kepada masyarakat sebagaimana adanya. Selanjutnya bangunan-bangunan tersebut diamankan. Cara-cara pengamanan antara lain adalah dengan memberi pagar pembatas dan penutup bangunan sehingga masyarakat masih tetap dapat menyaksikan tanpa harus menyentuhnya. Pemerintah pusat telah memberikan perhatian kepada bangunan-bangunan tersebut, antara lain adalah dengan memberi juru pelihara. Peran juru pelihara dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin, antara lain selain menjaga kebersihan di lokasi percandian tersebut juru pelihara juga berperan aktif menjaga kelestaraian bangunan candi beserta lingkungannya.

Kepustakaan

Bosch, FDK. 1930. “Verslag van Een Reis Doon Sumatera”, dalam Oudheidkundige Verslag. Albrecht & Co. hal : 78 - 104

Utomo, Bambang Budi. 1996. “Kompleks Percandian Padang Lawas: Sebuah Kompleks Pusat Upacara Agama Buddha Wajrayana”, dalam Jurnal Arkeologi Malaysia. Selangor Darul Ihsan: Ikatan Ahli Arkeologi Malaysia, Universiti Kebangsaan Malaysia. Hal: 60 - 93

Schitger, F.M. 1937. The Archaeology of Hindoo Sumatera. Leiden: E.J. Brill

Siahaan, E.K. 1982. Monografi Kebudayaan Angkola-Mandailing di Kabupaten Tapanuli Selatan. Medan: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Soekadijo, RG, 2000. Anatomi Pariwisata. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama

Susetyo, Sukawati dan Bambang Budi Utomo. 2002. Penelitian Permukiman Kuna Kompleks Percandian Padang Lawas di Tepian Daerah Aliran Sungai Sirumambe, Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi, Tidak diterbitkan

Susetyo, Sukawati. 2010. Kepurbakalaan Padang Lawas, Sumatera Utara: Tinjauan Gaya Seni Bangun, Seni Arca Dan Latar Belakang Keagamaan (Tesis). Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi Arkeologi, Tidak diterbitkan