• Tidak ada hasil yang ditemukan

Regulasi Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Indonesia

BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

A. Pengaturan Hukum Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah 1. Tinjauan Historis

2. Regulasi Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Indonesia

Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 pasca amandemen menegaskan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Penegasan ketentuan konstitusi ini bermakna, bahwa segala aspek kehidupan dalam kemasyarakatan, kenegaraan dan pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum.

Untuk mewujudkan negara hukum salah satunya diperlukan perangkat hukum yang digunakan untuk mengatur keseimbangan dan keadilan di segala bidang kehidupan dan penghidupan rakyat melalui peraturan perundang-undangan dengan tidak mengesampingkan fungsi yurisprudensi. Hal ini memperlihatkan bahwa peraturan perundang-undangan mempunyai peranan yang penting dalam negara hukum Indonesia. Tidak terkecuali juga terkait pengadaan barang dan jasa, segala aspek pemberlakuannya juga berdasarkan atas hukum.

Pengadaan barang dan jasa pada dasarnya melibatkan dua pihak yaitu pihak pengguna barang/jasa dan pihak penyedia barang/jasa, tentunya dengan keinginan/kepentingan yang berbeda, bahkan dapat dikatakan bertentangan. Pihak pengguna barang/jasa menghendaki memperoleh barang dan jasa dengan harga semurah-murahnya, sedang pihak penyedia barang/jasa dalam menyediakan barang/jasa sesuai kepentingan pengguna barang/jasa ingin mendapatkan keuntungan yang setinggi-tingginya. Dua kepentingan ini akan sulit dipertemukan kalau tidak ada saling pengertian

dan kemauan untuk mencapai kesepakatan. Untuk itu perlu adanya etika dan norma yang harus disepakati dan dipatuhi bersama.52

Agar tujuan pengadaan barang/jasa dapat tercapai dengan baik, maka semua pihak yang terlibat dalam proses pengadaan harus mengikuti norma yang berlaku. Suatu norma baru ada apabila terdapat lebih dari satu orang, karena norma pada dasarnya mengatur tata cara bertingkah laku seseorang terhadap orang lain atau terhadap lingkungannya.53 Dalam rangka akuntabilitas pengadaan barang dan jasa pemerintah, maka proses pengadaan barang dan jasa pemerintah perlu diatur dalam suatu peraturan yang dapat menjamin kepastian hukum dan menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas. Di samping itu, pembiayaan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, penggunaannya perlu dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Disamping itu, pentingnya pengaturan pengadaan barang dan jasa diberlakukan mengingat bahwa Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 yang dalam ketentuan Pasal 9 UNCAC tersebut dibahas mengenai manajemen keuangan dan pengadaan barang dan/atau jasa untuk sektor publik dan mengingat begitu panjangnya rantai kegiatan pelaksanaan

52 Ibid. h. 9

53 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan, Dasar-dasar dan Pembentukannya, (Jakarta: Kanisius, 1998) h. 23

pengadaan barang dan jasa pemerintah yang menggunakan anggaran belanja Negara/daerah yang harus dipertanggungjawabkan penggunaannya.

Menurut Adi Susila54 terdapat 7 (tujuh) alasan pentingnya pengaturan pengadaan barang dan jasa yaitu :

1. Dalam rangka memajukan kesejahteraan umum yang merupakan salah satu tujuan negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, diperlukan fasilitas dan pelayanan publik yang memadai.

2. Pengaturan pengadaan barang dan jasa dibutuhkan dalam bentuk undang-undang untuk memastikan agar pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah mencapai tujuan, yakni efisien dan efektif.

Dengan demikian diperoleh hasil pengadaan barang dan jasa yang memenuhi spesifikasi teknis dan kualitas tertentu dengan harga atau biaya yang wajar.

3. Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Khususnya Pasal 9 yang membahas manajemen keuangan dan pengadaan barang dan jasa di sektor publik.

4. Mewujudkan tujuan penyelenggaraan negara diperlukan sarana dasar yaitu: uang, pegawai, dan barang. Supaya mempunyai kedudukan sebagai payung hukum bagi dasar pelaksanaannya, sebaiknya pengaturan ketiga sarana tersebut disejajarkan dalam bentuk undang-undang. Urusan keuangan negara diatur dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara sedangkan urusan kepegawaian diatur dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 jo Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

Sementara, untuk urusan pengadaan barang dan jasa sampai saat ini belum memiliki payung hukum berupa undang-undang.

5. Pengaturan pengadaan barang dan jasa untuk pelayanan publik bertujuan agar para pihak yang terkait dapat mengetahui secara akurat proses dan prosedur serta berbagai persyaratan dalam pengadaan barang dan jasa.

6. Pengaturan pengadaan barang dan jasa dimaksudkan sebagai tindakan preventif terhadap praktik koruptif dan kolutif. Di

54 Adi Susila, Mencermati RUU Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Jurnal AKP, Vol. 1, No. 1, Februari 2012, h. 43-44

samping itu, pengaturan ini dimaksudkan juga sebagai upaya represif jika terjadi penyimpangan dalam proses pengadaan barang dan jasa.

7. Pengaturan pengadaan barang dan jasa untuk menjamin perlindungan hukum bagi para pihak dan memberikan kepastian agar tercipta iklim usaha yang sehat.

Pengaturan yang mengatur secara spesifik mengenai tata cara dan teknis pelaksanaan dalam hal Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sejatinya telah melalui jalan yang panjang dalam hal penerapan regulasinya.

Melalui penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan studi kepustakaan55, terdapat begitu banyak regulasi yang mengaturnya dan juga telah beberapa kali mengalami perubahan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan pembahasan, maka dapatlah dibagi regulasi Pengadaan Barang dan Jasa ke dalam 3 (tiga) bagian besar, yakni:

a. Periode Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan perubahannya.

b. Periode Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan perubahannya

c. Periode Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

55 Studi ini dilakukan peneliti sebagai usaha untuk mendapatkan berbagai informasi, yang erat kaitannya dengan regulasi Pengaturan Barang dan Jasa dengan cara menggali berbagai informasi yang bersumber dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis, disertasi, jurnal, peraturan-peraturan dan sumber lainnya secara tertulis maupun dari media elektronik.

Ketiga bagian besar regulasi tersebut diatas masing-masing telah mengalami perubahan-perubahan kecuali Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pengaturan hukum pengadaan barang dan jasa pemerintah berdasarkan peraturan tersebut diatas, maka dapatlah diterangkan sebagai berikut:

a. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Pengadaan barang dan jasa bagai instansi pemerintah adalah merupakan kegiatan rutin bagi pemerintah yang mendapatkan alokasi anggaran baik dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara maupun Anggaran Belanja Pendapatan Daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran. Kegiatan tersebut dilaksanakan bagi instansi pemerintah yang mendapatkan alokasi anggaran untuk kegiatan belanja modal dan barang, yang antara lain untuk kegiatan pembangunan, pengadaan sarana dan prasarana. Oleh karena itu diperlukan tata cara pengadaan yang menjadi pedoman bagi instansi pemerintah sebagai pihak pengguna anggaran atau pengguna barang, salah satu sarananya dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang beberapa kali telah mengalami perubahan, yakni:

1. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;

2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2005 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah;

3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2005 tentang Perubahan Ketiga Atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003, tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah;

4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat Atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003, tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah;

5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2006 tentang Perubahan Kelima Atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003, tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah;

6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2006 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Republik

Indonesia Nomor 80 Tahun 2003, tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah;

7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003, tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah;

Tujuan diberlakukannya Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 adalah agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai APBN/APBD dilakukan secara efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel. Adapun yang dimaksud terbuka dan bersaing berarti pengadaan barang/jasa harus terbuka bagi penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan. Transparan berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang/jasa yang berminat serta bagi masyarakat luas pada umumnya.

Keputusan Presiden ini menetapkan bahwa ruang lingkup berlakunya Keputusan Presiden tersebut tidak hanya pada pengadaan yang murni

dibiayai oleh APBN/APBD, melainkan juga pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari pinjaman/hibah luar negeri (PHLN) yang sesuai atau tidak bertentangan dengan pedoman dan ketentuan pengadaan barang/jasa dari pemberi pinjaman/hibah bersangkutan, serta juga pengadaan barang/jasa untuk investasi di lingkungan BI, BHMN, BUMN, BUMD, yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD.56

Pada periode ini diperkenalkan metode pengadaan barang/jasa pemerintah melalui dua cara yakni dengan menggunakan penyedia barang/jasa atau dengan cara swakelola. Metode Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dengan menggunakan penyedia barang/jasa adalah kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai dengan APBN/APBD dengan cara memilih badan usaha atau perseorangan yang kegiatan usahanya menyediakan barang/layanan jasa. Pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan pengadaan yang dilaksanakan penyedia barang/jasa adalah:57

1. Pengguna Barang/Jasa

Pengguna Barang/Jasa adalah kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/pemimpin bagian proyek/pengguna anggaran Daerah/pejabat yang disamakan sebagai pemilik pekerjaan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa dalam lingkungan unit kerja/proyek tertentu.58

56 Pasal 7 Keppres 80/2003

57 Pasal 9 sampai Pasal 11 Keppres 80/2003

58 Pasal 1 angka (2) Keppres 80/2003

Untuk dapat diangkat sebagai Pengguna Barang/Jasa harus memenuhi berbagai persyaratan sebagai berikut:59

a. memiliki integritas moral;

b. memiliki disiplin tinggi;

c. memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya;

d. memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah;

e. memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan, bertindak tegas dan keteladanan dalam sikap dan perilaku serta tidak pernah terlibat KKN.

2. Panitia/Pejabat Pengadaan

Panitia Pengadaan adalah tim yang diangkat oleh pengguna barang/jasa untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa dengan nilai diatas Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), sementara Pejabat adalah personil yang diangkat oleh pengguna barang/jasa untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa dengan nilai sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);

3. Penyedia Barang/Jasa

Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang kegiatan usahanya menyediakan barang/layanan jasa.

59 Pasal 10 Keppres 80/2003

Namun dalam Perubahan Kedua yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006, istilah pengguna barang/jasa dan panitia/pejabat pengadaan dihapuskan, sebagaimana disebut dalam penjelasan Pasal 1 angka (1) Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006, yang menyebutkan:

“ Dengan perubahan pada Pasal 1 sebagaimana dimaksud dalam angka 1 ini, maka semua istilah di dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2005 yang berbunyi:

a. Pengguna barang/jasa atau pejabat yangdisamakan sebagai pemilik pekerjaan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa" untuk selanjutnya dibaca “Pejabat Pembuat Komitmen”;

b. Pejabat/Panitia Pengadaan" untuk selanjutnya dibaca “Pejabat / Panitia Pengadaan / Unit Layanan Pengadaan (Procurement Unit)”.

Melalui Perubahan Kedua yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 ini juga diperkenalkan istilah untuk pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah yaitu, pengguna anggaran dan kuasa pengguna anggaran, sehingga berdasarkan keseluruhan perubahan Keppres 80/2003, pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah adalah:60

1. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran 2. Pejabat Pembuat Komitmen

3. Pejabat/Panitia Pengadaan/Unit Layanan Pengadaan 4. Penyedia Barang dan Jasa

60 Dondy Setya, Konsolidasi Keppres 80 Tahun 2003 dan Perubahannya, (Jakarta: LKPP, 2008) h. 17

Pada periode ini, pengaturan perihal bentuk Pengadaan Barang/ Jasa di Indonesia dijabarkan kedalam 4 (empat) bentuk pengadaan, yakni :61

a. Pengadaan Barang;

b. Pengadaan jasa;

c. Pengadaan jasa lainnya;

d. Pengadaan Barang/ Jasa melalui Swakelola

Pada prinsipnya pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya dilakukan dengan metode pelelangan umum. Metode ini merupakan metode pemilihan yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.62

Adapun pemilihan penyedia barang/ jasa pemborongan/ jasa lainnya dapat dilakukan dengan menggunakan metode pelelangan terbatas, dengan syarat (1) jumlah penyedia barang/ jasa yang mampu melaksanakan diyakini terbatas, dan (2) mengerjakan pekerjaan yang kompleks. Pada prinsipnya, proses pelelangan terbatas sama dengan pelelangan umum kecuali, dalam pengumuman pelelangan terbatas dicantumkan kriteria peserta dan nama-nama penyedia barang/jasa yang akan diundang.63

61 Dearma Sinaga, Tanggung Jawab Kuasa Pengguna Anggaran Terhadap Keuangan Negara Dalam Proses Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah (Studi Kasus Pengadaan Alat Kesehatan Di RSU Dr.F.L. Tobing Sibolga). Tesis. (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2015) h. 51

62 Ibid.

63 Ibid.

PENGADAAN BARANG/JASA

PENYEDIA BARANG/JASA

SWAKELOLA

Pengadaan Barang/ Jasa Pemborongan/

Pelelangan Umum Pelelangan

Terbatas Pemilihan Langsung

Penunjukan Langsung

Seleksi Umum Seleksi Terbatas Seleksi Langsung

Penunjukan Langsung Pengadaan Jasa

Lainnya

Sumber: Dearma Sinaga, 2015

Untuk mengetahui lebih ringkas bentuk dan metode Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden 80 Tahun 2003 beserta perubahannya dapatlah digambarkan dalam bagan berikut ini:

Bagan 1.

Metode Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Berdasarkan Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003

b. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 merupakan kulminasi dari Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 yang telah mengalami begitu banyak perubahan. Menurut I Made Suwandi64, dalam pelatihan audit barang dan jasa pemerintah menyebutkan bahwa masih banyak kelemahan-kelemahan dalam Keppres 80/2003 diantaranya berbagai multi-tafsir yang belum jelas, belum sepenuhnya mewujudkan persaingan sehat. Keppres 80/2003 juga dipandang belum mampu mendorong terjadinya inovasi, tumbuh suburnya ekonomi kreatif serta kemandirian industri strategis. Yang paling banyak dialami oleh daerah adalah bahwa Keppres 80/2003 belum mampu mendorong percepatan pelaksanaan Belanja Barang dan Belanja Modal dalam APBN/APBD.

Terbitnya Perpres ini dimaksudkan dengan harapan dapat meningkatkan iklim investasi yang kondusif, efisiensi belanja negara, dan percepatan pelaksanaan APBN/APBD. Selain itu, Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang berpedoman pada Peraturan Presiden ini ditujukan untuk meningkatkan keberpihakan terhadap industri nasional dan usaha kecil, serta menumbuhkan industri kreatif, inovasi, dan kemandirian bangsa dengan mengutamakan penggunaan industri strategis dalam negeri. Selanjutnya, ketentuan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam Peraturan Presiden ini diarahkan untuk meningkatkan ownership Pemerintah Daerah terhadap proyek/kegiatan yang

64 Made Suwandi, Latar Belakang Perubahan Keppres 80/2003 menjadi Perpres Nomor 54 TAhun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

http://serbaserbikabmagelang.blogspot.com/2011/05/latar-belakang-perubahan-keppres-802003.html diakses pada tanggal 30 April 2019 pukul 21.06 WIB

pelaksanaannya dilakukan melalui skema pembiayaan bersama (co-financing) antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.65

Langkah-langkah kebijakan yang akan ditempuh Pemerintah dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini, meliputi:66

a. Peningkatan penggunaan produksi Barang/Jasa dalam negeri yang sasarannya untuk memperluas kesempatan kerja dan basis industri dalam negeri dalam rangka meningkatkanketahanan ekonomi dan daya saing nasional;

b. Kemandirian industri pertahanan, industri alat utama sistem senjata (Alutsista) dan industry alat material khusus (Almatsus) dalam negeri;

c. Peningkatan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, koperasi kecil dan kelompok masyarakat dalam Pengadaan Barang/Jasa;

d. Perhatian terhadap aspek pemanfaatan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup secara arif untuk menjamin terlaksananya pembangunan berkelanjutan;

e. Peningkatan penggunaan teknologi informasi dan transaksi elektronik;

f. Penyederhanaan ketentuan dan tata cara untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dalam Pengadaan Barang/Jasa;

g. Peningkatan profesionalisme, kemandirian, dan tanggung jawab para pihak yang terlibat dalam perencanaan dan proses Pengadaan Barang/Jasa;

h. Peningkatan penerimaan negara melalui sektor perpajakan;

i. Penumbuhkembangan peran usaha nasional;

j. Penumbuh-kembangan industri kreatif inovatif, budaya dan hasil penelitian laboratorium atau institusi pendidikan dalam negeri;

k. Memanfaatkan sarana/prasarana penelitian dan pengembangan dalam negeri;

l. Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk di Kantor Perwakilan Republik Indonesia; dan

m. Pengumuman secara terbuka rencana dan pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di masing-masing Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Pemerintah Daerah/Institusi lainnya kepada masyarakat luas.

65 Penjelasan Umum Perpres 54 Tahun 2010

66 Ibid.

Perpres ini diundangkan pada tanggal 06 Oktober 2010 yang juga dilengkapi dengan 6 (enam) buah lampiran, yaitu: Lampiran I : Perencanaan Umum Pengadaan Barang/Jasa; Lampiran II : Tata Cara Pemilihan Penyedia Barang; Lampiran III : Tata Cara Pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi;

Lampiran IVA: Tata Cara Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi Berbentuk Badan Usaha; Lampiran IVB : Tata Cara Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi Berbentuk Perorangan; Lampiran V : Tata Cara Pemilihan Penyedia Jasa Lainnya; dan Lampiran VI : Tata Cara Swakelola.

Menurut Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah, arah perubahan yang dikemukakan dalam sosialisasi Perpres 54/2010 ada beberapa poin. Arah perubahan itu diantaranya, yang pertama adalah menciptakan iklim kondusif bagi persaingan usaha yang sehat. Tujuannya adalah efisiensi dan optimalisasi belanja Negara (debottlenecking). Untuk mewujudkannya, peraturan ini dilengkapi dengan aturan mengenai lelang/aturan sederhana, aturan mengenai pengadaan langsung, unit layananan pengadaan, kontrak payung, dan lain sebagainya.67

Hal menarik dari Perpres ini adalah diperkenalkannya suatu bentuk jabatan yang disebut unit layanan pengadaan. Dalam organisasi pemerintah, unit layanan pengadaan itu penting. Unit layanan pengadaan adalah unit khusus yang tugas dan fungsinya melakukan proses pengadaan, dari mulai

67 Sikowiyanto, Kisah Klasik Pengadaan Barang Jasa Pemerintah.

https://www.kompasiana .com/sikowiyanto/553003766ea83442088b456a/kisah-klasik-pengadaan-barangjasa-pemerintah diakses pada tanggal 3 Mei 2019, pukul 07.57 WIB

penentuan kualifikasi barang, lelang, survei, sampai kontrak ditandatangai oleh pejabat pembuat komitmen. Sementara hal baru lainnya dalam Perpres ini adalah Kontrak Payung, yang mana kontrak yang harganya sudah ditentukan, tapi volumenya belum ditentukan. Hal ini karena tidak bisa ditentukan seperti pengadaan alat tulis kantor. Kebutuhan kertas misalnya, sifatnya habis pakai dan tidak bisa pasti (tentative).68

Arah perubahan yang kedua adalah mendorong terjadinya inovasi, tumbuh suburnya ekonomi kreatif serta kemandirian industri strategis. Aturan yang dibuat untuk menunjangnya adalah melalui swakelola serta metode kontes/sayembara. Kontes adalah pengadaan dengan mempertunjukkan barang kepada panitia pengadaan. Sedangkan sayembara adalah cara pengadaan yang belum ada barangnya. Panitia hanya menentukan spesifikasi barang yang diminta. Dalam hal ini juga diharuskan bahwa pengadaan alutsista TNI dan atmatsus POLRI sebisa mungkin dilakukan oleh industri dalam negeri.69

Arah perubahan yang ketiga adalah peluang terciptanya pembiayaan bersama Pusat-Daerah (co-financing). Ketentuan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam Peraturan Presiden ini diarahkan untuk meningkatkan ownership Pemerintah Daerah terhadap proyek/ kegiatan yang pelaksanaannya dilakukan melalui skema pembiayaan bersama (co-financing)

68 Ibid.

69 Khalid Mustafa, Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, 2011) h. 3

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.70 Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 22 ayat (2) Perpres 54/2010:

“Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. kegiatan dan anggaran Pengadaan Barang/Jasa yang akan dibiayai oleh K/L/D/I sendiri;dan/atau

b. kegiatan dan anggaran Pengadaan Barang/Jasa yang akan dibiayai berdasarkan kerja sama antar K/L/D/I secara pembiayaan bersama (co-financing), sepanjang diperlukan.”

Arah perubahan yang keempat adalah klarifikasi aturan terhadap jenis – jenis pengadaan, besaran uang muka, kelengkapan data administrasi, penggunaan metode evaluasi, kondisi kahar (force majeur), penyesuaian harga (price adjustment). Melalui Perpres ini kelengkapan data administrasi lebih sederhana, meminimalkan penggunaan bea materai. Arah perubahan yang kelima adalah memperkenalkan aturan, sistem, metoda dan prosedur yang lebih sederhana dengan tetap memperhatikan good governance. Ada yang khas dalam point ini yakni adanya announcement, e –procurement, e-catalogue. Proses pengadaan sekarang mengarah ke sistem elektronik, dengan demikian banyaknya penyelewengan yang timbul melalui proses manual dapat ditekan.71

Arah perubahan keenam adalah memperkenalkan sistem reward dan punishment yang adil. Peraturan ini mengupayakan insentif yang wajar kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)/anggota Unit Layanan Pengadaan (ULP).

Memberikan honor panitia pengadaan dalam batas wajar dapat meminimalisir

70 Ibid.

71 Ibid., h. 4

terjadinya suap, gratifikasi dan korupsi. Selanjutnya adalah memberlakukan jaminan sanggahan banding serta memberikan penegasan kapan aparat hukum seyogyanya masuk dalam kasus pengadaan.72

Selain perubahan diatas, juga terdapat perbedaan ruang lingkup yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 dibanding Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003. Perbedaan tersebut yakni memberikan ruang kepada para pihak penerima dan pemberi Pinjaman/ Hibah Luar Negeri (PHLN) untuk menyepakati tata cara pengadaan yang akan dipergunakan apabila terdapat perbedaan antara Peraturan Presiden ini dengan ketentuan Pengadaan Barang/ Jasa yang berlaku bagi pemberi PHLN. Namun apabila perbedaan tersebut dipandang tidak prinsipil oleh para pihak, maka peraturan

Selain perubahan diatas, juga terdapat perbedaan ruang lingkup yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 dibanding Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003. Perbedaan tersebut yakni memberikan ruang kepada para pihak penerima dan pemberi Pinjaman/ Hibah Luar Negeri (PHLN) untuk menyepakati tata cara pengadaan yang akan dipergunakan apabila terdapat perbedaan antara Peraturan Presiden ini dengan ketentuan Pengadaan Barang/ Jasa yang berlaku bagi pemberi PHLN. Namun apabila perbedaan tersebut dipandang tidak prinsipil oleh para pihak, maka peraturan