TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORUPSI PENGADAAN ALAT KESEHATAN RSUD
SIDIKALANG
(Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 61/Pid.Sus- TPK/2016/PN-MDN)
T E S I S
OLEH:
R E N D R A A L F O N S O S I T O R U S 177005034/HK
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2019
TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORUPSI PENGADAAN ALAT KESEHATAN RSUD
SIDIKALANG
(Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 61/Pid.Sus TPK/2016/PN-MDN)
TESIS
Diajukan Sebagai Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi Ilmu Hukum
Pada Sekolah Pascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH
RENDRA ALFONSO SITORUS 177005034/HK
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2019
Telah diuji pada Tanggal 29 Juli 2019
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH. M.Hum Anggota : 1. Dr Mahmul Siregar, SH. M.Hum
2. Dr. M. Ekaputra, SH. M.Hum 3. Dr Edi Yunara, SH. M.Hum 4. Prof. Dr. M. Yamin, SH. MS. CN
ABSTRAK
Bank Indonesia mengatakan bahwa ada 3 (tiga) permasalahan yang menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pertama adalah ketertinggalan infrastruktur, kedua adalah inefisiensi birokrasi yang ada, dan yang ketiga adalah korupsi. Korupsi menjadi prioritas utama yang harus diatasi bersama oleh bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan karena korupsi di Indonesia terjadi secara sistemik dan meluas, sehingga bukan saja merugikan kondisi keuangan Negara tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Praktik tindak pidana korupsi bisa berlangsung dimanapun, dilembaga negara, lembaga privat, hingga dikehidupan sehari-hari. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat hingga tahun 2016, kerugian negara akibat korupsi pada sektor pengadaan barang dan jasa nilainya mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Salah satu daerah yang melaksanakan pengadaan barang dan jasa adalah Kabupaten Dairi melalui pengadaan alat-alat kesehatan di RSUD Sidikalang, Dairi, yang berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Medan dengan Nomor Perkara 61/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn dinyatakan telah terjadi penyimpangan yang menyebabkan kerugian Negara sebesar Rp. 551.357.374,-
Permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah mengenai pengaturan hukum terkait dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia, membahas kedudukan dan kewenangan pihak- pihak terkait dalam Pengadaan Alat-Alat Kesehatan di RSUD Sidikalang serta selanjutnya menganalisis pertimbangan hukum dalam tindak pidana korupsi pada pengadaan alat-alat kesehatan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 61/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang sifatnya deskriptif dengan teknik pengumpulan data dengan cara penelusuran kepustakaan (library research) lalu kemudian menganalisis data secara kualitatif yang menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah berdasarkan putusan yang diteliti.
Penelitian yang dilakukan menunjukkan hasil bahwa pengaturan hukum terkait pengadaan barang dan jasa pemerintah di Indonesia terbagi ke dalam 3 (tiga) bagian besar, yakni: (a) Periode Keppres Nomor 80 Tahun 2003 dan perubahannya.
(b) Periode Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan perubahannya (c) Periode Perpres Nomor 16 Tahun 2018. Kedudukan dan kewenangan pihak-pihak terkait dalam Pengadaan Alat-Alat Kesehatan di RSUD Sidikalang adalah Direktur RSUD Sidikalang sebagai Pengguna Anggaran memiliki wewenang sebagai pemegang kewenangan penggunaan anggaran. NM selaku PPK pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa. Pertimbangan hukum dalam tindak pidana korupsi pada pengadaan alat-alat kesehatan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 61/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn dilakukan dengan membedakan terlebih dahulu unsur “melawan hukum” pada pasal 2 ayat (1) UU PPTK dan unsur
“menyalahgunakan wewenang” pada pasal 3 UU PPTK. Namun dalam pertimbangan hakim selanjutnya tidak menjelaskan secara rinci dan cermat kualifikasi perbuatan terdakwa, sehingga dengan demikian sulit rasanya menerima logika hukuman yang dijatuhkan namun di satu sisi Majelis Hakim gagal menunjukkan peranan terdakwa
yang menuimbulkan pertanyaan, apakah hukuman yang dijatuhkan setimpal dengan kesalahan dan peran terdakwa dalam perkara a quo meskipun putusan hakim lebih ringan dari Tuntutan Jaksa.
Kata Kunci : Tindak Pidana Korupsi, Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dan Pertanggungjawaban Pidana.
ABSTRACT
Bank Indonesia states that there are 3 (three) problems inhibiting the economic growth in Indonesia. Firstly, Indonesia lags behind in infrastructure; secondly, there is inefficiency in bureaucracy; and thirdly, corruption. Highest priority has been put on corruption to be overcome by Indonesians. Since the corruption in Indonesia has been systematical and widespread, not only does it financially harm the financial condition of the country, but it also extensively violates people’s social and economic rights. The practice of corruption may take place anywhere, such as in the public institutions, private institutes, and in daily life. KPK (the Corruption Eradication Committee) has recorded that the country has endured financial loss more than IDR 1 trillion due to corruptions in good and serviceprocurement. One of the regencies that procures goods and service is Dairi Regency i.e. the medical equipment procurement in Sidikalang Hospital, Dairi, pursuant to the Ruling of Medan District Court with Case No.61/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn pronounced to have financially harmed the country for IDR 551,357,374.-
The research problems are about the legal regulations on government’s procurement of goods and service pursuant to the laws and regulations prevailing in Indonesia, the legal status and authority of related parties in the procurement of medical equipment in Sidikalang Hospital, and analysis of legal consideration in the criminal act of corruption in procurement of medical equipment based on the Ruling of Medan District Court Number 61/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn. Descriptive normative juridical method is used in research and library research method is used to collect the data. The analysis is made qualitatively based on the research problems.
The results of the research demonstrate that the legal regulations on procurement of goods and service in Indonesia are divided into 3 (three) large parts, namely: (a) the Period of the Presidential Decree Number 80/2003 and its amendments, (b) the Period of Presidential Regulations Number 54/2010 and its amendments, and (c) the Period of Presidential Regulations Number 16//2018. The Legal status and authority of related parties in the Procurement of the Medical Equipment in Sidikalang Hospital is that the Director of Sidikalang Hospital as the Budget User is authorized to use the budget. NM as the Commitment Making Officer is liable for the execution of the procurement of goods/service. The legal consideration in the criminal act of corruption in the procurement of the medical equipment in Sidikalang Hospital based on the Ruling of Medan District Court Number 61/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn is that the decision is made after firstly distinguishing the element of “against the law” in article 2 paragraph (1) of Law on Acting Technical Implementation Officer from the element of “power abuse” in article 3 of Law on Acting Technical Implementation Officer. However, in the judge’s consideration, the qualificationof the defendant is not specified and accurate, so that it is difficult to accept the logic of the sentence. On the other hand, the panel of Judges has failed to present the defendant’s role which raises a question; whether the sentence is worth the faults and the defendant’s role in a quo case even though the judge pronounces lighter sentence than the prosecutors’ demands.
Keywords: Criminal Act of Corruption, Government’s Good/Service Procurement, Penal Liabilities
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IdentitasPribadi
NamaLengkap : Rendra Alfonso OctavianusSitorus Tempat / TanggalLahir : Surabaya / 16 Oktober 1979
Agama : Kristen Protestan
Alamat : JalanBuku No 49, Medan
II. Keluarga
Nama Ayah : Bonar TodoSitorus
NamaIbu : Magda Hasibuan
III. Pendidikan
SD : Tahun 1986 -Tahun 1992
SD Katolik Santo Mikael Surabaya
SMP : Tahun 1992 -Tahun 1995
SMP Negeri 38 Surabaya
SMA : Tahun 1995 -Tahun 1999
SMA Katolik Stella Maris Surabaya PerguruanTinggi / S1 : Tahun 2003 – Tahun 2007
UniversitasKartini Surabaya PerguruanTinggi / S2 : Tahun 2017 – Tahun 2019
SekolahPascaSarjanaIlmuHukumUnive rsitasSumatera Utara
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulispanjatkanpujian dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang memberikan kasih dan rahmatNya yang begitu besar kepada penulis sehingga tesis ini dapat selesai dengan judul “TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORUPSI PENGADAAN ALAT KESEHATAN RSUD SIDIKALANG (StudiPutusanPengadilanNegeri Medan No. 61/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn)”. Tesis ini ditulis sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi guna memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Studi Magister Ilmu Hukum, Universitas Sumatera Utara.
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan disana-sini, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis terbuka atas segala saran dan kritik yang sifatnya membangun guna perbaikannya di kemudian hari.
Dalam penyelesaian tesis ini, penulis telah banyak memperoleh bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi- tingginya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum.,selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas pelayanan serta fasilitas yang diberikan untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara;
3. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara;
4. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini sejak tahap seminar proposal sampai ujian tesis;
5. Bapak Prof. Dr. SyafruddinKalo, S.H., M.Hum.,selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini sejak tahap seminar proposal sampai ujian tesis;
6. Bapak Dr. M. Ekaputra, S.H., M.Hum.,selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini sejak tahap seminar proposal sampai ujian tesis;
7. Bapak Prof. Dr. M. Yamin, S.H, MS. CN., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis ini;
8. Bapak Dr. Edi Yunara, S.H., M.Hum, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis ini;
9. Seluruh Dosen Universitas Sumatera terkhusus kepada Bapak dan Ibu Guru Besar serta staff pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya selama penulis mengikuti proses perkuliahan;
10. Seluruh karyawan dan staff akademik di sekretariat yang telah banyak membantu penulis dalam hal pengurusanterkaitadministrasiakademik;
11. Terkhusus kepada kedua orangtua penulis yang terkasih Ayahanda BT Sitorus dan Ibunda M Hasibuan yang telah memberikan dukungan kepada penulis baik secara moril maupun materiil sejak masa perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini;
12. Rekan-rekan mahasiswa, teman seperjuangan di Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara terkhusus buat kelas Paralel AdankelasPIDANA.
Terimakasih untukhari-hariperjuangandankenangankitaselama2 tahun;
13. Terkhususjuga kepada istri saya yang terkasih Elida Bintang Hasibuan, SE yang telah memberikan dukungan kepada penulis baik secara moril maupun materiil sejak masa perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini;
14. Terkhusus juga kepada anak saya yang terkasih Rafael David Geovan Sitorus yang telah memberikan dukungan moril dan penyemangat sehingga saya dapat menyelesaikan perkuliahan Magister Hukum di Universitas Sumatera Utara inidenganbaik.
Akhirnya, penulis berharap semoga tesis dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan serta dapat memperkaya khasanah Ilmu Hukum di masa mendatang.
Semoga Tuhan memberkahi kita semua.
Terima kasih.
Medan, Juli 2019
Penulis,
Rendra Alfonso Sitorus, SH
DAFTAR ISI
Halaman
Abstrak…….. ... i
Abstract... ii
Daftar Riwayat Hidup... iii
Kata Pengantar…... iv
Daftar Isi ……….. viii
Daftar Tabel ... x
Daftar Bagan ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 12
D. Manfaat Penelitian ... 12
E. Keaslian Penelitian ... 13
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 15
1. Kerangka Teori ... 15
2. Kerangka Konsepsi ... 19
G. Metode Penelitian ... 22
1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 22
2. Sumber Data ... 23
3. Teknik Pengumpulan Data... 24
4. Analisis Data ... 25
BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DENGAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA ... 26
A. Pengaturan Hukum Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ... 26
1. Tinjauan Historis... 26
2. Regulasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Indonesia ... 34
a. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 ... 38
b. Keputusan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 ... 46
c. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 ... 61
B. Urgensi Pengaturan Barang/Jasa Menjadi Undang-Undang ... 68
C. Modus Operandi dalam Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah ... 77
BAB III KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN PIHAK-PIHAK TERKAIT DALAM PENGADAAN ALAT-ALAT KESEHATAN DI RSUD SIDIKALANG ... 84
A. Tinjauan mengenai Kedudukan dan Kewenangan ... 84
B. Gambaran Umum RSUD Sidikalang ... 88
C. Pihak-Pihak Yang Berwenang Dalam Pengadaan Alat-Alat
Kesehatan di RSUD Sidikalang ... 91
1. Garis Besar Pengadaan Alat-Alat Kesehatan di RSUD Sidikalang ... 91
2. Pihak Berwenang Dalam Pengadaan Alat-Alat Kesehatan di RSUD Sidikalang... 100
a. Pengguna Anggaran ... 108
b. Pejabat Pembuat Komitmen ... 113
c. Pejabat Pengadaan Barang/Jasa ... 123
d. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan ... 127
BAB IV PERTIMBANGAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PADA PENGADAAN ALAT-ALAT KESEHATAN BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN NOMOR 61/PID.SUS-TPK/2016/PN.MDN ... 134
A. Gambaran Umum Kasus ... 134
1. Kasus Posisi ... 134
2. Pasal yang didakwakan ... 140
3. Tuntutan ... 143
4. Putusan ... 144
B. Analisis Dasar Pertimbangan Hukum ... 146
1. Analisis Dakwaan Primair ... 146
a. Tentang Unsur Setiap Orang ... 147
b. Tentang Unsur Secara Melawan Hukum ... 148
2. Analisis Dakwaan Subsidair ... 156
a. Tentang Unsur Setiap Orang ... 157
b. Tentang Unsur Dengan Tujuan Menguntungkan Diri Sendiri atau Orang Lain atau Suatu Korporasi ... 159
c. Tentang Unsur Menyalahgunakan Wewenang, Kesempatan atau Sarana yang Ada Padanya Karena Jabatan atau Kedudukan ... 167
d. Tentang Unsur Yang Dapat Merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara ... 180
e. Tentang Unsur Mereka Yang Melakukan, Yang Menyuruh Melakukan, atau Turut Serta Melakukan Perbuatan ... 182
C. Analisis Tuntutan ... 188
D. Analisis Putusan ... 190
BAB V PENUTUP ... 194
A. Kesimpulan ... 194
B. Saran ... 196 Daftar Pustaka
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1. Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Profesi/Jabatan
Tahun 2011-2018 ... 4 2. Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Jenis Perkara Tahun 2011-2018…...
5
3. Karakteristik Sayembara dan/atau Kontes ...
53
4. Modus Operandi Dalam Tahap Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah………... 80 5. Peran LPSE Dalam Mengatasi Modus Operandi
Dalam Tahap Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah……...
81
6. Dana Alokasi Kesehatan Subbidang Pelayanan Kesehatan Rujukan TA. 2012 di Provinsi Sumatera Utara
………... 94
7. Jadwal Pelaksanaan Alat Kesehatan RSUD
Sidikalang………... 135
8. Daftar Peserta Lelang …………...
137
DAFTAR BAGAN
No. Judul Halaman
1. Metode Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Berdasarkan
Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 ………....45
2. Metode Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Berdasarkan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 …..………...52
3. Perjalanan Regulasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ... .67
4. Garis Besar Proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ... 96
5. Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Melalui Swakelola ... 97
6. Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Melalui Penyedia Barang dan Jasa ... 100
7. Organisasi Pengadaan dalam Pengadaan Alat Kesehatan Di RSUD Sidikalang ... 107
8. Tugas dan Wewenang PPK ………...119
9. Alur Kerja P/PPHP ………... 133
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Fenomena korupsi telah ada sejak lama namun baru menarik perhatian dunia sejak berakhirnya perang dunia kedua, dapat dikatakan bahwa korupsi sudah menjadi masalah bangsa dari masa ke masa dalam rentang waktu yang cukup lama. Korupsi juga sudah ada sejak Indonesia belum merdeka, yang dibuktikan dengan adanya upeti oleh beberapa golongan masyarakat kepada penguasa setempat. Setelah perang dunia kedua, muncul era baru yakni gejolak korupsi di Negara-negara yang sedang berkembang.1
Suatu fenomena sosial yang dinamakan korupsi tersebut adalah realitas perilaku manusia dalam interaksi sosial yang dianggap menyimpang serta membahayakan masyarakat dan Negara. Perilaku tersebut dalam segala bentuk dicela oleh masyarakat, bahkan termasuk oleh para koruptor itu sendiri sesuai dengan ungkapan “maling teriak maling”. Pencelaan masyarakat terhadap korupsi menurut konsepsi yuridis dimanifestasikan dalam rumusan hukum sebagai bentuk tindak pidana yang perlu didekati secara khusus dan diancam pidana yang cukup berat.2
Bank Indonesia mengatakan bahwa ada 3 (tiga) permasalahan yang menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pertama adalah ketertinggalan infrastruktur, kedua adalah inefisiensi birokrasi yang ada, dan yang ketiga adalah
1 Efi Laila Kholis, Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi, (Jakarta: Solusi Publishing, 2010), h. 5.
2 Elwi Danil, Korupsi (Konsep, Tindak Pidana, dan Pemberantasannya), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 1.
korupsi. Lebih lanjut Bank Indonesia menegaskan bahwa korupsi menjadi prioritas utama yang harus diatasi bersama oleh bangsa Indonesia.3 Hal ini disebabkan karena korupsi di Indonesia terjadi secara sistemik dan meluas, sehingga bukan saja merugikan kondisi keuangan Negara tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas.
Korupsi bukanlah suatu bentuk kejahatan baru dan bukan pula suatu kejahatan yang hanya berkembang di Indonesia. Istilah tindak pidana korupsi itu sendiri telah digunakan sejak diberlakukannya Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/Peperpu/012/1950. Hal ini menunjukkan bahwa korupsi itu sendiri telah ada dan terjadi sejak waktu lampau.4
Menurut Mochtar Lubis, korupsi akan selalu ada dalam budaya masyarakat yang tidak memisahkan secara tajam antara hak milik pribadi dan hak milik umum.
Pengaburan hak milik masyarakat dan hak milik individu secara mudah hanya dapat
3 Klik Positif.com, http://finansial.klikpositif.com/baca/19711/bank-indonesia-beberkan-tiga- faktor-penghambat-ekonomi-indonesia?page=1 diakses pada tanggal 18 Desember 2018
4 Berbagai upaya pemberantasan korupsi dilakukan oleh pemerintah sejak kemerdekaan, baik dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yang ada maupun dengan bentuk peraturan perundang-undangan baru yang secara khusus mengatur mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi. Di antara peraturan perundang-undangan yang pernah digunakan intuk memberantas tindak pidana korupsi adalah: (a) delik korupsi dalam KUHP; (b) Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/Peperpu/012/1950; (c) UU No 24 (PRP) tahun 1960 tentang Tindak Pidana Korupsi; (d) Undang-Undang No.3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; (e) TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. (f) Undang-Undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; (g). Undang-Undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (h) Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (i) Undang-undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (j) Undang-undang No. 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) 2003; (k) Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Peranserta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan (l) Instruksi Presiden No. 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. (Diolah dari berbagai sumber)
dilakukan oleh para penguasa. Para penguasa di berbagai belahan dunia oleh adat istiadat, patut untuk meminta upeti, sewa dan sebagainya pada masyarakat, karena secara turun temurun semua tanah dianggap sebagai milik mereka. Jadi korupsi berakar dari masa tersebut ketika kekuasaan bertumpu pada “birokrasi patrimonial”
yang berkembang dalam kerangka kekuasaan feodal. Dalam struktur seperti inilah penyimpangan, korupsi, pencurian mudah berkembang.5 Korupsi sejatinya adalah manifestasi dari ketidakjujuran personal, absennya integritas, dan lemahnya karakter individu. Absennya nilai budaya baik dan jujur ditengarai muncul dalam situasi di mana penyerapan anggaran negara justru lebih menguntungkan swasta dibanding kesejahteraan pejabat negara terkait, di mana kemudian muncullah godaan untuk melakukan korupsi.
Oleh karena itu muncul istilah baru, „korupsi sebagai budaya baru di Indonesia‟. Dikatakan demikian karena praktik korupsi sudah begitu mengakar dalam diri seseorang, seolah-olah hal itu merupakan kebiasaan baik yang perlu dipertahankan dan karena itu sulit diubah kembali.6 Istilah dalam bahasa Bugis,
“Llele bulu’ tellele abiasang” (gunung dapat berpindah tetapi kebiasaan tidak, kata lain mengubah kebiasaan lebih sulit daripada memindahkan sebuah gunung)7
Praktik tindak pidana korupsi bisa berlangsung dimanapun, dilembaga negara, lembaga privat, hingga dikehidupan sehari-hari. Untuk itu pemberantasan tindak pidana korupsi memerlukan penanganan dan penanggulangan secara terpadu dengan memfungsikan sistem hukum yang ada misalnya perangkat perundang-undangan dan
5 Mochtar Lubis dan James Scott, Bunga Rampai Korupsi, (Jakarta: LP3ES, 1985), h. XVI.
6 Antonius Sudirman, Eksistensi Hukum dan Hukum Pidana dalam Dinamika Sosial: Suatu Pendekatan Teori dan Praktik di Indonesia. (Semarang: UNDIP Press, 2009) h. 136-137.
7 Ibid.
kelembagaan hukum di dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system).8 Sebagaimana statistik yang dipublikasikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, dalam rentang waktu tahun 2011 hingga saat ini, tindak pidana korupsi dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat seperti diterangkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 1.
Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Profesi/Jabatan Tahun 2011-2018
Profesi/Jabatan 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 Jumlah Anggota
DPR/DPRD 5 16 8 9 19 23 20 85 185
Kepala Lembaga/
Kementerian 0 1 4 9 3 2 0 1 20
Duta Besar 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Komisioner 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Gubernur 0 0 2 3 3 1 1 2 12
Walikota/Bupati
dan Wakil 3 3 3 12 4 9 13 20 67
Eselon I/II/III 15 8 7 2 7 10 43 17 109
Hakim 2 2 3 2 3 1 3 2 18
Jaksa 2 0 0 0 0 3 1 0 6
Polisi 0 1 1 0 0 0 0 0 2
Pengacara 0 0 0 0 2 1 0 3 6
Swasta 10 16 24 16 18 28 28 32 172
Korporasi 0 0 0 0 0 0 1 3 4
Lainnya 1 2 8 8 3 21 13 12 68
Keseluruhan 38 49 60 61 62 99 123 177 669
Sumber: https://acch.kpk.go.id
Tabel di atas menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi mengalami peningkatan yang sangat signifikan setiap tahunnya. Tindak pidana korupsi selama rentang tahun 2011 sampai saat ini didominasi oleh anggota DPR/DPRD diikuti oleh tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pihak swasta dengan 172 kasus. Hal ini
8 Barda Nawawi Arief, Pokok-pokok Pikiran Kebijakan Pembaharuan Undang-undang Pemberantasan Korupsi, (Puerwakarto, 1999), h. 29.
menggambarkan bahwa korupsi tidak hanya kerap dilakukan oleh pemerintah melainkan juga melibatkan sektor swasta.
Selanjutnya berdasarkan statistik yang juga dipublikasikan oleh KPK pada tahun 2018, diketahui tindak pidana korupsi dilakukan melalui berbagai sektor, sebagaimana yang tergambar dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.
Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Jenis Perkara Tahun 2011-2018
Jenis Perkara 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 Jumlah Pengadaan
Barang/Jasa 10 8 9 15 14 14 15 9 94
Perijinan 0 0 3 5 1 1 2 0 12
Penyuapan 25 34 50 20 38 79 93 111 450
Pungutan 0 0 1 6 1 1 0 0 9
Penyalahgunaan
Anggaran 4 3 0 4 2 1 1 0 15
TPPU 0 2 7 5 1 3 8 4 30
Merintangi Proses
KPK 0 2 0 3 0 0 2 2 9
Sumber: https://acch.kpk.go.id
Berdasarkan data yang ada pada tabel di atas terdapat beberapa macam tindak pidana korupsi berdasarkan jenis perkara yang ditangani oleh KPK, diantaranya:
penyuapan, pengadaan barang/jasa, penyalahgunaan anggaran, perijinan, pungutan, TPPU, serta perkara yang merintangi proses KPK. Masih berdasarkan data yang sama, penyuapan dan pengadaan barang/jasa merupakan jenis perkara korupsi yang paling banyak ditangani oleh KPK. Meskipun berdasarkan data yang ada pada tabel 2 di atas menunjukkan penyuapan sebagai jenis perkara yang paling banyak ditangani
oleh KPK, namun korupsi pada sektor pengadaan barang dan jasa merupakan penyumbang terbesar atas kerugian Negara. Pelaksana Tugas Direktur Penelitian dan Pengembangan KPK, Cahya Harefa menyatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat hingga tahun 2016, kerugian negara akibat korupsi pada sektor pengadaan barang dan jasa nilainya mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Keadaan ini diakibatkan ketidakefektifan anggaran dan adanya dugaan persekongkolan pada pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah.9 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kauffman, sektor pengadaan barang dan jasa adalah aktivitas pemerintah yang dianggap paling rentan terhadap korupsi, dan ini terjadi dimanapun di seluruh dunia.10
Pengadaan barang dan jasa untuk kepentingan pemerintah sejatinya merupakan salah satu alat untuk menggerakkan roda perekonomian dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional guna terciptanya kesejahteraan rakyat dan peningkatan mutu sumber daya manusia.11 Dalam bagian konsiderans Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyebutkan bahwa pengadaan barang/jasa pemerintah mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional untuk peningkatan pelayanan publik dan pengembangan perekonomian nasional dan daerah. Pengadaan barang/jasa
9 Kompas.com. Negara Rugi Hampir Rp 1 Triliun dari Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa https://nasional.kompas.com/read/2016/06/27/17234861/negara.rugi.hampir.rp.1.triliun.dari.korup si.pengadaan.barang.dan.jasa. Diakses pada tanggal 18 Desember 2018
10 Kauffman dalam OECD. 2007. “Integrity on Public Procurement, Good Practices from A to Z”. Paris. http://www.oecd.org/development/effectiveness/38588964.pdf>
11 Musa Darwin Pane, “Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah: Suatu
Tinjauan Yuridis Peraturan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah”. Jurnal Media Hukum Vol. 24 No.
2/ Desember 2017
dimaksudkan dapat memberikan pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya dan kontribusi dalam peningkatan peran usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah serta pembangunan berkelanjutan.12
Pengadaan barang/jasa atau yang lebih dikenal dengan lelang (procurement) telah banyak dilakukan oleh semua pihak baik dari pemerintah atau swasta.
Pengadaan barang/jasa pemerintah diadakan untuk memperoleh barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa. Pemerintah mengatur mengenai tata kelola pengadaan barang/jasa pemerintah didalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (selanjutnya disebut Perpres 16/2018) yang diundangkan pada bulan Maret 2018. Peraturan ini diterbitkan sebagai pengganti dari Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 dan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010.13 Aturan ini diharapkan dapat mempercepat dan mempermudah dan memberikan value for money, serta mudah dikontrol dan diawasi.
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diatur dalam Perpres 16/2018 meliputi barang, pekerjaan konstruksi, jasa konsultasi, dan jasa lainnya.
Dalam penjelasannya diuraikan bahwa yang termasuk pengadaan barang meliputi
12 Konsiderans Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
13 Ketentuan Peralihan Perpres 16/2018 mengatur Pengadaan Barang/Jasa yang persiapan dan pelaksanaan dilakukan sebelum tanggal 1 Juli 2018 dapat dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Bara.ng/Jasa Pemerintah.
namun tidak terbatas pada bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi/peralatan dan makhluk hidup. Pekerjaan konstruksi adalah pekerjaan yang berhubungan dengan pelaksanaan konstruksi bangunan seperti pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal dan lainnya, serta pembuatan wujud fisik lainnya. Sementara itu jasa konsultasi diantaranya meliputi jasa rekayasa, jasa perencanaan, perancangan, dan jasa keahlian profesi.14
Salah satu daerah yang melaksanakan pengadaan barang dan jasa adalah Kabupaten Dairi. Pengadaan barang/jasa yang dimaksud adalah Pengadaan Alat-Alat Kedokteran Kebidanan dan Penyakit Kandungan atau dikenal dengan istilah medis yaitu PONEK (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif) pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sidikalang. Pendanaan pengadaan barang/jasa tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Dairi Tahun Anggaran 2012 dengan pagu dana sebesar Rp. 2.304.434.000,- (dua milyar tiga ratus empat juta empat ratus tiga puluh empat ribu rupiah) sesuai dengan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) Tahun Anggaran 2012 Nomor: 1.02.1.02.02.26.31.5.2.
Selanjutnya Bupati Dairi berdasarkan Surat Keputusan Nomor 903/1133/XII/2011 tertanggal 30 Desember 2011 menetapkan Direktur RSUD Sidikalang yang bernama dr. Lomo Daniel Parulian Sianturi, M.Kes sebagai Pengguna Anggaran. Setelah itu Direktur RSUD Sidikalang selaku Pengguna Anggaran menetapkan NM sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) RSUD
14 Penjelasan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Sidikalang berdasarkan Surat Keputusan Nomor 445.01/482/SK/III/2012 tertanggal 21 Maret 2012, dan MLM sebagai Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa berdasarkan Surat Keputusan Nomor 663/SK/IV/2012 tertanggal 02 April 2012.
Pada tanggal 17 Juli 2012, Panitia Pengadaan Barang/Jasa mengumumkan pelelangan dengan metode pascakualifikasi satu file dengan sistem gugur. Nilai pagu paket pengadaan adalah sebesar Rp. 2.304.434.000 (dua milyar tiga ratus empat juta empat ratus tiga puluh empat ribu rupiah), dan nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang dibuat oleh PPK adalah sebesar Rp. 2.288.983.600,- (dua milyar dua ratus delapan puluh delapan juta sembilan ratus delapan puluh tiga ribu enam ratus rupiah).
Hasil proses pelelangan umum yang dilakukan Panitia Pengadaan Barang/Jasa diumumkan pada tanggal 02 Agustus 2012 dengan menetapkan CV. Rizky Abadi Lestari sebagai pemenang lelang dengan nilai penawaran terkoreksi sebesar Rp.
2.130.510.800,- (dua milyar seratus tiga puluh juta lima ratus sepuluh ribu delapan ratus rupiah). Setelah ditetapkan sebagai pemenang lelang, PPK menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) Nomor: 15/PKK-PONEK//VIII/2012 dengan menunjuk Idham Koeshendartono, SE selaku Direktur CV. Rizky Abadi Lestari sebagai pihak penyedia yang berhak dalam pelaksanaan kegiatan pengadaan sarana dan prasarana PONEK RSUD Sidikalang.
Pelaksanaan kegiatan pengadaan sarana dan prasarana PONEK RSUD Sidikalang diselesaikan oleh CV. Rizky Abadi Lestari melalui 3 (tiga) tahap yakni penyerahan barang tertanggal 29 Oktober 2012, 02 November 2012, dan 05 November 2012. Dan pembayaran dilakukan pada tanggal 29 November 2012
berdasarkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) Nomor: 1136/LS/2012 yang diterbitkan oleh Annasrawi Bancin selaku Kuasa Bendahara Umum Daerah, dengan rincian sebagai berikut:
- Nilai SP2D yang diminta pembayaran Rp 2.130.510.800 - Potongan:
- PPN Rp 193.682.800
- PPH Rp 29.052.420
Jumlah Potongan Rp 222.735.220
- Jumlah yang dibayarkan Rp 1.907.775.580
Selanjutnya setelah pengadaan tersebut selesai, pihak kepolisian melakukan penyidikan atas dugaan penyimpangan yang menimbulkan kerugian keuangan Negara. Dengan berdasarkan surat dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Propinsi Sumatera Utara dengan nomor: SR- 25/PW02/5/2015 tertanggal 06 April 2015 ditemukan bahwa telah terjadi penyimpangan yang menimbulkan kerugian keuangan Negara sebesar Rp.
551.357.374,- (lima ratus lima puluh satu juta tiga ratus lima puluh tujuh ribu tiga ratus tujuh puluh empat rupiah).
Berdasarkan hasil penyidikan dari kepolisian, ditetapkan sebagai tersangka, yakni NM selaku PPK. Setelah itu berkas perkara dilimpahkan kepada Kejaksaan dan diajukan ke muka Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan dan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Medan dengan Nomor Perkara 61/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn dinyatakan telah melanggar ketentuan Pasal 3 jo.
Pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2), (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) Ke- 1e
KUHPidana yakni “melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama” dengan menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa atas nama NM selama 2 (dua) tahun 10 (sepuluh) bulan dan denda sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah)
Bertitik tolak dari latar belakang tersebut di atas, menarik untuk diketahui dan diteliti lebih jauh mengenai penerapan hukum dalam pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana korupsi pengadaan alat-alat kesehatan di RSUD Sidikalang berdasarkan putusan yang telah diuraikan di atas.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka ditemukan beberapa permasalahan yang menarik untuk dikaji. Permasalahan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan hukum terkait dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia?
2. Bagaimana kedudukan dan kewenangan pihak-pihak terkait dalam Pengadaan Alat-Alat Kesehatan di RSUD Sidikalang?
3. Bagaimana pertimbangan hukum dalam tindak pidana korupsi pada pengadaan alat-alat kesehatan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 61/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang diutarakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa tujuan dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengkaji dan menganalisis pengaturan hukum terkait dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah berdasarkan peraturan perundang- undangan di Indonesia
2. Untuk mengkaji dan menganalisis kedudukan dan kewenangan pihak-pihak yang berwenang dalam Pengadaan Alat-Alat Kesehatan di RSUD Sidikalang
3. Untuk mengkaji dan menganalisis pertimbangan hukum dalam tindak pidana korupsi pengadaan alat-alat kesehatan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor Perkara 61/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn.
D. Manfaat Penelitian
Selain tujuan-tujuan tersebut di atas, penulisan tesis ini juga diharapkan bermanfaat untuk berbagai hal, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis
a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran secara teoritis bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya.
b. Memperkaya khazanah pengetahuan ilmu hukum mengenai penerapan hukum terhadap tindak pidana korupsi terutama dalam pengadaan alat kesehatan.
2. Secara praktis
a. Bagi pemerintah, diharapkan dapat memberi masukan dan bahan pertimbangan mengenai tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
b. Bagi aparat penegak hukum, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan terkait upaya-upaya preventif yang dapat dilakukan dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi khususnya dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
c. Bagi calon peneliti, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan sumbangan pemikiran dalam penelitian- penelitian sejenis.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini memiliki keaslian dan tidak dilakukan plagiat dari hasil karya penelitian lain. Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian dengan judul “Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Korupsi Pengadaan Alat Kesehatan RSUD Sidikalang (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 61/Pid.Sus-TPK/2016/PN- MDN)” belum pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu lingkungan Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Namun pada tahun 2005, Nelson Siagian pernah melakukan penelitian mengenai tindak pidana korupsi dengan judul “Analisis Terhadap Penerapan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 566/Pid.B/2000/PN.Jak.Sel dan Putusan Mahkamah Agung RI No. 380K/Pid/2001 yang membahas mengenai:
1. Bagaimana pertimbangan hukum hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sehingga membebaskan terdakwa PNL dari tindak pidana korupsi pada kasus PT. Bank Bali?
2. Apakah Mahkamah Agung telah benar dalam menerapkan hukum tindak pidana korupsi terdakwa PNL pada kasus PT. Bank Bali?
Pada tahun 2012, Sesy Septiana Sembiring juga pernah melakukan penelitian dalam tesis yang berjudul “Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh CV pada Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Kota Binjai (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tipikor No. 05/Pid.SusK/2011/PN.Medan, yang dalam permasalahannya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah bentuk-bentuk tindak pidana korupsi dalam praktek pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah?
2. Bagaimanakah tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pihak CV pada pengadaan barang/jasa pemerintah di Kota Binjai?
3. Siapa saja yang dimintai pertanggungjawaban dalam pengadaan barang/jasa pemerintah menurut Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010?
Berdasarkan permasalahan di atas, tidak terdapat persamaan mengenai permasalahan yang diteliti dengan penelitian ini. Untuk itu penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas saran-saran yang membangun sehubungan dengan pendekatan dan permasalahan.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Kerangka Teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoritis yang mungkin ia dapat disetujui atau tidak15. Teori yang digunakan nanti akan dijadikan sebagai pisau analisis dalam menguraikan permasalahan-permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.16
Menurut Kaelan, landasan teori pada suatu penelitian merupakan dasar- dasar operasional penelitian. Landasan teori dalam suatu penelitian adalah bersifat strategis artinya memberikan realisasi pelaksanaan penelitian.17 Oleh sebab itu, kerangka teori bagi suatu penelitian mempunyai kegunaan sebagai berikut:
a. Teori tersebut berguna untuk mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.
15 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian (Medan: Softmedia, 2012) h. 129.
16 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993) h. 35.
17 Kaelan M.S, “Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat ( Paradigma bagi Pengembangan Penelitian Indisiliner Bidang Filsafat, Budaya, Sosial, Semiotika, Sastra, Hukum dan Seni)”, (Yogyakarta: Paradigma, 2005), h. 239.
b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan defenisi-defenisi.
c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtiar dari hal-hal yang diteliti.
d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksinya fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa- masa yang akan datang.18
Teori yang digunakan sebagai alat analisis dalam penelitian ini adalah Teori Pertanggungjawaban Pidana. Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut juga Teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan pelaku dengan maksud untuk menentukan seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana yang terjadi atau tidak. Pertanggungjawaban pidana itu sendiri adalah diteruskannya celaan yang objektif yang ada pada tindak pidana.19 Mempertanggungjawabkan pelaku tindak pidana dalam Hukum Pidana diperlukan syarat-syarat untuk dapat mengenakan sanksi terhadap pelaku, karena melakukan tindak pidana tersebut. Dengan demikian selain telah melakukan tindak pidana, pertanggungjawaban pidana hanya dapat dituntut apabila tindak pidana tersebut dilakukan dengan kesalahan. Artinya, pertanggungjawaban pidana ditentukan berdasarkan pada kesalahan pembuat
18 Soerjono Soekanto, “Pengantar Penelitian Hukum”, (Jakarta : UI Press, 1986) h. 21.
19 Mahmud Mulyadi dan Feri Antoni Surbakti, Politik Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Korporasi (Jakarta, Softmedia, 2010) h. 34.
(liability based on fault).20 Ruslan Saleh mengatakan bahwa tidaklah mungkin dapat dipikirkan tentang adanya kesengajaan atau kealpaan, apabila orang itu tidak mampu bertanggungjawab oleh karenanya tidak dapat dipikirkan mengenai alasan pemaaf, apabila orang itu tidak mampu bertanggungjawab dan tidak pula ada kesengajaan atau kealpaan.21
Mempertanggungjawabkan seseorang dalam hukum pidana bukan hanya berarti sah menjatuhkan pidana terhadap orang itu, tetapi juga sepenuhnya dapat diyakini bahwa memang pada tempatnya meminta pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana yang dilakukan. Pertanggungjawaban pidana bukan hanya berarti “rightfully sentences” melainkan “rightfully accused”.22 Pertanggungjawaban pidana pertama-tama merupakan keadaan yang ada pada diri pembuat ketika melakukan tindak pidana dan menghubungkan antara keadaan pembuat tersebut dengan perbuatan dan sanksi yang sepatutnya dijatuhkan.23
Pertanggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindak pidana. Moeljatno mengatakan,”orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana.24 Kemampuan bertanggungjawab merupakan unsur
20 Ruslan Saleh, Pokok-Pokok Pikiran Pertanggungjawaban Pidana, (Jakarta: Aksara, 1983) h. 11.
21 Ibid.
22 Alf Ros dalam Hidayat. “Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Suap Dalam Tindak Pidana Korupsi”. Jurnal Edutech Vol. 3 No. 2 September 2017 (Medan: UMSU) h. 8.
23 Mahmud Mulyadi dan Feri Antoni Surbakti. Op.Cit. h. 36.
24 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana (Jakarta: Bina Aksara, 1987) h. 155.
kesalahan, maka untuk membuktikan adanya kesalahan unsur tadi harus dibuktikan lagi. Mengingat hal ini sukar untuk dibuktikan dan memerlukan waktu yang cukup lama, maka unsur kemampuan bertanggungjawab dianggap diam-diam selalu ada karena pada umumnya setiap orang normal batinnya dan mampu bertanggungjawab, kecuali jika ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa terdakwa mungkin jiwanya tidak normal. dalam hal ini, hakim memerintahkan pemeriksaan yang khusus terhadap keadaan jiwa terdakwa sekalipun tidak diminta oleh pihak terdakwa.
Pada penelitian ini teori pertanggungjawaban pidana dipandang tepat untuk digunakan sebagai pisau analisis dengan pertimbangan bahwa pengadaan alat-alat kesehatan pada Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaannya, seperti Direktur RSUD sebagai Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Panitia Pengadaan dan Pemenang Tender Pengadaan, sehingga dipandang perlu untuk mengurai pertanggungjawaban pidana dari pihak tersebut dengan menggunakan teori ini.
2. Kerangka Konsepsi
Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal yang berbentuk khusus disebut
Definisi operasional.25 Suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu.26 Konsepsi pada penelitian ini mempunyai beberapa variabel yakni:
a. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:
1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut;
2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan;
3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.27
b. Pertanggungjawaban Pidana:
- Menurut Konsep KUHP Nasional 2018 adalah diteruskannya celaan yang objektif yang ada pada tindak pidana dan secara subjektif kepada seseorang yang memenuhi syarat untuk dapat dijatuhi pidana karena perbuatannya itu.28
25 Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998) h. 31.
26 Burhan Ashofa, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Rhineka Cipta, 1996) h. 19.
27 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993) h. 1
28 Pasal 36 Konsep KUHP Nasional 2018
- Menurut Evi Hartanti adalah suatu kewajiban untuk membayar pembalasan yang akan diterima pelaku dari seseorang yang telah dirugikan, tidak hanya menyangkut mengenai masalah hukum melainkan juga terkait masalah nilai-nilai moral ataupun kesusilaan dalam masyarakat.29
c. Tindak Pidana Korupsi adalah perbuatan seseorang yang dengan atau karena melakukan sesuatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau sesuatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara atau perekonomian negara atau daerah atau merugikan suatu badan keuangan atau daerah dan badan hukum lain, yang mempergunakan modal atau kelonggaran-kelonggaran dari masyarakat.30
d. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan pengadaan barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa.31
e. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang
29 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi (Jakarta: Sinar Grafika, 2005) h. 7
30 Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan Pembuktian Terbalik dalam Delik Korupsi.
(Bandung: Mandar Maju, 2001) h. 14
31 Pasal 1 angka (1) Peraturan Presiden Nomor 16/2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.32
G. Metode Penelitian
Pada penelitian hukum ini menjadikan bidang ilmu hukum sebagai landasan ilmu pengetahuan induk. Penelitian hukum atau suatu kegiatan ilmiah didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau segala hukum dengan jalan menganalisanya.33 Metodologi yang dimaksud berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis berdasarkan suatu sistem dan konsisten berarti tidak bertentangan dengan suatu kerangka tertentu.34
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Dengan demikian objek penelitian adalah norma hukum yang terwujud dalam kaidah-kaidah hukum yang dibuat dan ditetapkan oleh pemerintah dalam sejumlah peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang terkait secara langsung dengan penerapan hukum dan pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana korupsi.
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.35 Penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Kajian-kajian ilmu hukum
32 Pasal 1 angka (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1191/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan
33 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001) h. 42
34 Ronny Hanitijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988) h. 10
35. Lihat Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1996) h. 51
beserta kaedah-kaedahnya yang berlaku di masyarakat kemudian mendeskripsikan fenomena yang ada dan menganalisanya secara sistematis dengan menitikberatkan pokok kajian pada penerapan hukum dalam pertanggungjawaban pidana tindak pidana korupsi pengadaan alat-alat kesehatan di RSUD Sidikalang berdasarkan putusan-putusan pengadilan terkait. Ditinjau dari segi sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif36, deskriptif berarti menggambarkan serta menjelaskan seteliti mungkin secara tepat, akurat, dan sistematis gejala-gejala hukum tentang pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana korupsi pengadaan alat-alat kesehatan di RSUD Sidikalang.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang ditulis. Akumulasi data dilakukan dengan studi kepustakaan. Dengan studi kepustakaan maka sumber data didasarkan pada sumber bahan hukum primer, sekunder, dan tersier sebagai bahan data dasar, meliputi hal berikut:
a. Bahan Hukum Primer meliputi seluruh peraturan perundang- undangan yang relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitan diantaranya Undang-Undang Dasar 1945, KUHPidana, Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
36 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum: Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001) h. 36. Penelitian Deskriptif pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat – sifat, karakteristik-karakteristik atau faktor-faktor tertentu.
Nomor 20 Tahun 2001, Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012, Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa, Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 61/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn
\serta peraturan-peraturan lain yang terkait dengan pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana korupsi.
b. Bahan Hukum Sekunder berupa buku-buku teks, kamus-kamus hukum dan jurnal-jurnal hukum yang bukan merupakan dokumen resmi yang relevan dengan materi yang diteliti.
c. Bahan Hukum Tersier berupa kamus, ensiklopedia dan bahan hukum yang memberi petunjuk tentang bahan hukum primer dan sekunder.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik studi kepustakaan (library research) dan studi dokumen dari berbagai sumber yang dipandang relevan. Data yang diperoleh berupa data sekunder ditabulasi kemudian disistematisasikan dengan memilih perangkat-perangkat hukum yang relevan denga objek penelitian. Keseluruhan data ini kemudian digunakan untuk mendapatkan landasan teoritis berupa bahan hukum positif, pendapat-pendapat atau tulisan para ahli atau pihak lain berupa informasi baik dalam bentuk formal maupun melalui naskah resmi.37
37 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986) h. 55
4. Analisis Data
Data tersebut diatas berupa bahan-bahan hukum dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif38 yang dilakukan dengan beberapa langkah. Pertama, menginventarisir dan mengidentifikasi bahan hukum baik bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang relevan. Kedua, melakukan sistematisasi keseluruhan bahan hukum, asas-asas hukum, teori -teori, konsep- konsep, dan bahan rujukan lainnya dengan cara melakukan seleksi bahan hukum kemudian melakukan klasifikasi menurut penggolongan bahan hukum dan menyusun data hasil penelitian secara sistematis yang dilakukan secara logis dengan menghubungkan dan mengaitkan antara bahan hukum yang satu dengan bahan hukum lainnya.
Selanjutnya, analisis bahan hukum yang telah dikumpulkan dilakukan menurut cara-cara analisis dan penafsiran gramatikal serta sistematis di mana interpretasi dilakukan dengan menafsirkan undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan dengan menghubungkannya dengan undang-undang lain secara logis/sistematis.39 Keempat, hasil penelitian yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif. Kelima, penarikan kesimpulan dilakukan secara deduktif yaitu pemikiran dimulai dari hal yang umum kepada hal yang khusus.
38 Analisis Kualitatif merupakan proses penelitian yang sistematis, karena dimulai dari pengumpulan data, pengkategorian, penyatuan, dan penafsiran data. Meskipun demikian, peneliti kualitatif dapat menggunakan beberapa teknik pengembangan yang berbeda, sesuai dengan kreativitasnya.
39 Hadin Muhjad & Nunuk Nuswardani, Penelitian Hukum Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2012), h. 163.
BAB II
PENGATURAN HUKUM TERKAIT DENGAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH
BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
A. Pengaturan Hukum Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah 1. Tinjauan Historis
Pada awalnya Pengadaan Barang dan Jasa dimulai dengan transaksi jual-beli barang di pasar. Cara atau metode pengadaan barang dan jasa dalam transaksinya dilakukan dengan tawar menawar secara langsung antara pembeli (pengguna) dan penjual (penyedia barang), termasuk ketika sudah tercapai kesepakatan harga, proses transaksinya juga dilakukan secara langsung. Proses tersebut tanpa didukung oleh dokumen-dokumen pembelian, pembayaran dan penerimaan barang.
Dalam perkembangannya menjadi jual beli berjangka waktu pembayaran, disertai dokumen pertanggungjawaban antara pembeli dan penjual. Banyaknya jumlah dan jenis barang yang akan dibeli membutuhkan waktu lama bila harus tawar menawar. Biasanya pengguna membuat daftar jumlah dan jenis barang yang akan dibeli secara tertulis. Kemudian diserahkan kepada penyedia barang agar menawarkan secara tertulis pula.
Daftar barang yang disusun secara tertulis itu merupakan asal usul dokumen pembelian, sedangkan penawaran harga yang dibuat secara tertulis merupakan asal usul dokumen penawaran.
Perkembangan selanjutnya, pihak pengguna menyampaikan daftar barang yang akan dibeli tidak hanya kepada satu, namun kepada beberapa penyedia barang. Melalui penawaran kepada mereka, pengguna dapat memilih harga penawaran termurah. Cara tersebut merupakan cikal bakal pengadaan barang dengan cara lelang. Pengadaan barang tidak terbatas pada barang yang berwujud, namun juga barang tidak berwujud. Barang tidak berwujud pada umumnya adalah jasa. Misalnya jasa pelayanan kesehatan, jasa pelayanan pendidikan, jasa konsultasi, jasa supervisi, jasa manajemen, dan sebagainya.40
Pemerintah dalam menyelenggarakan kehidupan bernegara harus berupaya mewujudkan kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial bagi seluruh masyarakatnya sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dalam mewujudkan hal tersebut pemerintah memiliki kewajiban untuk menyediakan kebutuhan masyarakatnya yang salah satu diantaranya adalah dalam bentuk barang maupun jasa.
Fandy Tjiptono41 mengartikan barang sebagai suatu benda atau produk yang berwujud fisik sehingga bisa dapat dilihat, dirasa, diraba, disentuh, disimpan, dan perlakuan fisik lainnya. Sementara jasa diartikan sebagai setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan
40 Adrian Sutedi, Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa dan Pembaruannya dalam Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan berbagai permasalahannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012) h.
1-3
41 Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran, (Yogyakarta: Andi Offset, 1999) h. 12
perpindahan kepemilikan apapun. Produksi jasa mungkin berkaitan dengan produk fisik maupun tidak.42
Sementara itu, Zethaml dan Bitner43 memberikan batasan pengertian tentang jasa, sebagai berikut:
“Service is all economic activities whose output is not a physical or construction is generally consumed at that time it is product, and provides added value in forms (such as convinience, amusement, comfort or health)” *Terjemahan bebas: “Jasa merupakan semua aktivitas ekonomi yang hasilnya bukan berbentuk produk fisik atau konstruksi, yang umumnya dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan serta memberikan nilai tambah (misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau kesehatan) konsumen”+
Pengadaan barang dan jasa pada hakikatnya adalah upaya pihak pengguna barang dan jasa untuk mendapatkan atau mewujudkan barang dan jasa yang diinginkan, tak terkecuali juga pengguna barang dan jasa yang dalam hal ini adalah pemerintah. Istilah pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan pemerintah pada umumnya disebut government procurement. Procurement muncul karena adanya kebutuhan barang atau jasa yang diartikan meluas, mencakup penjelasan dari tahap persiapan, penentuan dan pelaksanaan, atau administrasi tender untuk pengadaan barang, lingkup pekerjaan atau jasa lainnya. Pengadaan barang dan jasa tidak sebatas pada pemilihan rekanan proyek dengan bagian pembelian (purchasing) atau perjanjian resmi kedua belah pihak, namun mencakup seluruh proses sejak awal perencanaan, persiapan, perijinan, penentuan
42 Rambat Lupiyoadi, Manajemen Pemasaran, (Jakarta: Salemba Empat, 2001) h. 7
43 Zethaml dan Bitner dalam Rambat Lupiyoadi, Ibid. h. 7
pemenang tender, tahap pelaksanaan dan proses administrasi dalam pengadaan barang dan jasa.44
Pola hubungan para pihak dalam procurement melibatkan pihak pengguna (pembeli) dan pihak penyedia (penjual). Pembeli atau pengguna barang dan jasa adalah pihak yang membutuhkan barang dan jasa. Pihak pengguna adalah pihak yang meminta atau memberi tugas kepada pihak penyedia untuk memasok, membuat barang atau melaksanakan pekerjaan tertentu.45
Dalam kegiatan publik khususnya pemerintahan maupun privat (usaha swasta) selalu diperlukan barang/jasa baik untuk keperluan operasional yang bersifat rutin seperti bahan baku, bahan penolong (supplies), suku cadang, barang jadi, dan barang modal (kapital) seperti bangunan, mesin dan peralatan lainnya. Kebutuhan barang/jasa tidak dapat dihindarkan untuk menjaga kelancaran operasional dan untuk menjamin pertumbuhan, dimana untuk mendapatkannya tidak dapat diperoleh secara instan, tetapi diperlukan tenggang waktu. Tenggang waktu tersebut dimulai dari saat melakukan pemesanan, waktu untuk memproduksinya, waktu
44 Ibid., h. 40-41
45 Ibid., h. 6-7