• Tidak ada hasil yang ditemukan

FILUM KELAS SUB KELAS ORDO

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4 Rekrutmen Karang Gugus Pulau Pari

Dukungan kondisi perairan dan bentuk fisik terumbu Gugus Pulau Pari sangat memungkinkan rekrutmen karang dapat terjadi dengan optimal. Gerakan massa air (arus) yang melewati Gugus Pulau Pari membantu pemencaran larva karang dari berbagai lokasi. Disamping itu berdasarkan tutupan karang

45   

hidupnya, Gugus Pulau Pari termasuk kategori sedang dengan ketersedian sumber larva dan substrat alami cukup tinggi bagi penempelan larva dan perkembangannya. Penempelan larva dan perkembangannya adalah tahapan rekrutmen karang setelah terjadinya spawning dan pemencaran (Lamare dan Barker 2001). Pada penelitian Rudi (2006) di Utara Gugus Pulau Pari dengan menggunakan substrat buatan diperoleh kepadatan penempelan larva karang berkisar antara 12 – 22 koloni/m2.

Struktur populasi rekrutmen karang setelah penempelan penting dalam memprediksi pembentukan komunitas terumbu karang dan menjadi salah satu indikator pemulihan terumbu setelah mengalami kerusakan. Kelusan hidup rekrutmen karang sangat menentukan kesuksesan kedua proses di atas. Perkembangan rekrutmen karang setelah penempelan sangat ditentukan oleh kondisi bentik terumbu disekitarnya. Dua peran utama bentik terumbu adalah sebagai sumber larva dan penyedia substrat untuk perkembangan rekrutmen dan menjadi pembatas pertumbuhan oleh adanya kompetitior terutama dari karang dewasa dan biota bentik terumbu lainnya (Moorsel, 1989).

Tabel 3. Struktur populasi rekrutmen karang pada kedua stasiun penelitian di Gugus

Pulau Pari Kepulauan Seribu, Jakarta

No

Taxa ST1-pari ST2-tikus

Jumlah Kepadatan H' Jumlah Kepadatan H'

I Acroporidae 1 Acropora 2 0,67 0,20 0 0 0 II Poritidae 2 Porites 11 3,67 0,36 1 0,33 0,12 3 Goniopora 2 0,67 0,20 0 0 0 III Faviidae 4 Montastrea 2 0,67 0,20 0 0 0 5 Cyphastrea 2 0,67 0,20 0 0 0 6 Caulastrea 3 1 0,25 0 0 0 7 Favites 0 0 0 2 0,67 0,19 8 Platygyra 0 0 0 4 1,33 0,29 IV Fungidae 9 Fungia 2 0,67 0,20 4 1,33 0,29 V Agariciidae 10 Pavona 1 0,33 0,13 0 0 0 Pachyseris 0 0 0 2 0,67 0,20 VI Pectiniidae 11 Oxypora 1 0,33 0,13 0 0

VII Merulinidae 12 Hydnopora 0 0 0 3 1 0,25 VIII Mussidae 13 Lobophyllia 0 0 0 1 0,33 0,13 IX Pocilloporidae 14 Pocillopora 0 0 0 1 0,33 0,13 Total 26 8,67 1,85 18 6 1,59 Indeks Keseragaman 0,84 0,77

Struktur populasi diantaranya dapat dilihat dari total jumlah taksa dan jumlah koloni pada masing-masing stasiun penelitian. Total genus di lokasi penelitian mencapai 15 genus dari 10 famili dengan jumlah genus pada kedua stasiun tidak terlalu berbeda yaitu 9 genus pada Stasiun ST1-pari, dan 8 genus pada Stasiun ST2-tikus.

Jumlah genus dari Famili Faviidae yaitu 5 genus ditemukan lebih banyak dibanding jumlah genus dari famili lainnya. Rekrutmen karang dari Genus

Porites dan Fungia ditemukan pada kedua stasiun, hal ini menunjukan tingginya frekuensi kehadiran kedua genus tersebut pada lokasi penelitian. Rekrutmen karang dengan bentuk koloni massive lebih banyak ditemukan dibanding bentuk koloni lainnya. Total koloni rekrutmen karang yang ditemukan di lokasi penelitian cukup tinggi. Total koloni keseluruhan pada kedua stasiun adalah 44 koloni dengan kepadatan 7,3 koloni/m2. Jumlah koloni pada Stasiun ST1-pari lebih tinggi yaitu 26 koloni dengan kepadatan yaitu 8,7 koloni/m2, dibanding Stasiun ST2-tikus yaitu 18 koloni dengan kepadatan 6 koloni/m2. Variasi jumlah koloni pada kedua stasiun untuk setiap genus berkisar antara 1- 11 koloni dan jumlah tertinggi dari genus Porites.

Kekayaan genus pada Stasiun ST1-pari terlihat sedikit lebih tinggi dibanding Stasiun ST2-tikus, namun indeks keanekaragaman cenderung sama yaitu masing-masingnya 1,85 dan 1,60. Hal ini dapat dipahami bahwa pada kedua stasiun tidak menunjukan adanya genus yang mendominasi terhadap genus lainnya. Sebaran koloni antar genus yang berbeda ditunjukan oleh nilai indeks keseragaman yaitu Stasiun ST1-pari 0,84 lebih tinggi dibanding ST2-tikus yaitu 0,77. Hal ini menunjukan bahwa keanekaragaman genus rekrutmen karang pada lokasi penelitian cukup tinggi dan cenderung stabil.

47   

Gambar 9. Kondisi bentik terumbu perairan pada kedua stasiun penelitian

Hasil pengukuran bentik terumbu menunjukan bahwa tutupan patahan karang mati sangat mendominasi pada kedua stasiun yaitu 52% pada ST1-pari dan 64% pada ST2-tikus. Tutupan kelompok karang hidup dan algae cukup rendah masing-masingnya 20% pada ST1-pari dan 23 pada ST2-tikus. Kenyataan ini menunjukan bahwa kondisi bentik terumbu lebih mendukung perkembangan rekruitmen karang setelah penempelan namun terbatas sebagai sumber larva.

4.5 Kelulusan Hidup Rekrutmen Karang

Pengukuran kelulusan hidup menunjukan kemampuan rekruitmen karang untuk bertahan hidup setelah penempelan. Banyak variabel untuk mengukur kelulusan hidup karang salah satunya adalah dengan laju kelulusan hidup (survival rate) setelah tejadinya penempelan. Rekruitmen karang setelah penempelan terlihat sebagai karang muda dengan ukuran koloni relative kecil dengan ukuran maksimal tertentu dan dibagi dalam beberapa kelas ukuran.

Laju kelulusan hidup rekrutmen karang pada kedua stasiun selama pengamatan menunjukan kecenderungan menurun. Penurunan ini terlihat signifikan mulai bulan Maret puncaknya pada bulan Juni sampai November yaitu 76,6 % pada ST2-tikus dan 46,6% pada ST1-pari (r hit ST1-pari = 0,976 dan r hit

ST2-tikus = 0,946 pada tingkat kesalahan 5%). Kondisi ini menunjukan bahwa rekrutmen karang sangat terpengaruh oleh musim yaitu mulai menurun pada awal

Musim Timur kemudian meningkat saat Musim Timur yaitu Mei – Agustus. Hal ini disebabkan oleh perubahan musim yang berdampak terhadap kondisi fisik perairan seperti kecepatan arus. Pada saat Musim Timur arus di Kepulauan Seribu bergerak dari arah Tenggara menuju Barat di sepanjang Pesisir Utara Jawa dengan kecepatan lemah dan relatif keruh sehingga berdampak terhadap kelulusan hidup rekrutmen karang.

Gambar 10. Laju Kelulusan Hidup Rekrut Karang pada kedu stasiun penelitian

Hasil pengukuran laju kelulusan hidup rekrutmen karang pada Stasiun ST1-pari lebih rendah dibanding Stasiun ST2-tikus. Kondisi fisik lokal kedua stasiun sangat memungkin terjadinya perbedaan tingkat kelulusan hidup rekrutmen karang yaitu arus dan posisi terumbu. Arus di Stasiun ST2-tikus relatif lebih dinamis oleh adanya perairan lebih dalam di antara selat kecil antara Pulau Tikus dan Pulau Payung. Disamping itu pada saat Musim Barat gerakan massa air dari laut lepas dan gelombang yang relatif lebih besar pada Stasiun ST2-tikus sangat memungkinkan terjadinya pertukaran massa air dan pencucian sedimen secara terus-menerus di stasiun ini.

Pengukuran terhadap laju kemampuan bertahan hidup recruitment karang dibedakan dalam tiga kelas ukuran koloni yaitu small (< 3 cm), medium (3-6 cm) dan large (> 6 cm) serta dua bentuk koloni yang berbeda yaitu massive dan

49   

branching. Hasil pengukuran pada Stasiun ST1-pari menunjukan bahwa kemampuan bertahan hidup recruitment karang dengan bentuk massive lebih tinggi dibanding bentuk branching untuk semua kelas ukuran kecuali ukuran

large yaitu sama-sama 40%. Koloni dengan ukuran small pada bentuk koloni

massive memiliki kemampuan bertahan hidup lebih tinggi dibanding ukuran lainnya yaitu mencapai 80%, sedangkan paling rendah adalah ukuran large yaitu 40%. Berbeda dengan bentuk branching kemampuan bertahan hidup paling tinggi adalah 40% yaitu masing-masing pada ukuran small dan paling rendah adalah 20% pada ukuran medium.

ST1-pari ST2-tikus Gambar 11. Persentasi kelulusan hidup rekrutmen karang berdasarkan kelas

ukuran dan bentuk koloni pada kedua stasiun penelitian

Pada Stasiun ST2-tikus kemampuan bertahan hidup rekruitmen karang dengan bentuk koloni mssive lebih tinggi dibanding bentuk koloni bercabang kecuali pada ukuran small. Pada bentuk koloni massive rekruitmen karang dengan ukuran large memiliki kemampuan bertahan hidup lebih tinggi yaitu mencapai 100% sedang ukuran small dan middle sama-sama 80%. Sebaliknya pada bentuk koloni bercabang kemampuan betahan hidup paling tinggi mencapai 50% masing-masing pada ukuran small dan large sedangkan ukuran middle paling rendah yaitu 60%.

Secara umum kemampuan bertahan hidup rekrutiemn karang pada kedua stasiun brdasarkan bentuk koloni hampir menunjukan pola yang sama yaitu bentuk koloni massive lebih tinggi dibanding branching. Bentuk koloni massive

pada Stasiun1-pari memiliki kemampauan bertahan hidup lebih tinggi yaitu > 50% dibanding ST2-tikus yaitu < 50%. Berbeda dengan bentuk koloni branching, pada Stasiun ST1-pari memiliki kemampuan bertahan hidup lebih rendah yaitu <50% dengan kisaran 20-40% sedangkan Stasiun ST2-tikus >50% dengan kisaran 60-80%.

Kemampuan bertahan hidup pada kedua stasiun berdasarkan kelas ukuran menunjukan kondisi yang berbeda untuk koloni massive dan relative sama pada koloni branching. Pada koloni massive di Stasiun ST1-pari, kelas ukuran small memiliki kemampuan hidup paling tinggi diikuti ukuran middle dan paling rendah large, berbeda dengan Stasiun ST2-tikus kemampuan bertahan hidup paling tinggi adalah ukuran large berikutnya middle dan terendah small. Pada koloni branching kemampuan bertahan hidup menunjukan pola yang sama yaitu paling rendah ada pada ukuran middle.

Dokumen terkait