• Tidak ada hasil yang ditemukan

FILUM KELAS SUB KELAS ORDO

2.5 Reproduksi dan Siklus Hidup Karang

benang-benang mesenteris (mesenterial filament) dengan ujung yang lepas ke dalam rongga tubuh yang disebut acontia. Urutan organ tersebut secara fisiologis membantu dalam proses pencernaan makanan (Miller dan Harley, 2001)

2.5 Reproduksi dan Siklus Hidup Karang

Hewan karang dapat melakukan reproduksi baik secara seksual maupun aseksual. Reproduksi aseksual pada hewan karang melibatkan sejumlah proses dimana pembentukan koloni baru terjadi melalui pemisahan atau pelepasan sebagian jaringannya melalui fragmentasi dan polip bailout. Reproduksi secara seksual sangat komplek dan meliputi berbagai kejadian mulai dari produksi sel gamet jantan dan betina, proses pembuahan dan pembentukan embrio sebagai planula yang berenang bebas (Richmond, 1997)

2.5.1 Reproduksi Aseksual

Sebagian besar hewan karang adalah biota berkoloni terdiri dari ratusan sampai ribuan polip yang saling berhubungan satu sama lainnya. Polip-polip ini tumbuh dan bertambah banyak melalui proses secara aseksual tunas (budding). Pertunasan secara ekstratentakular terjadi jika penambahan polip baru muncul dari jaringan yang terdapat di antara dua polip yang berdekatan. Sedangkan pertunasan secara intratentakular terjadi bila tunas polip baru muncul dari dinding tubuh polip yang sudah ada, kemudian memisah menjadi menjadi polip baru. Kejadian pembentukan dan penambahan polip-polip bukan termasuk dalam reproduksi aseksual karang batu karena sebenarnya tidak ada pembentukan koloni hewan karang baru (Sorokin, 1993 ; Richmond dan Hunter, 1990 ; Richmond, 1997 ; Veron, 2000 ; Suharsono, 2008).

Pembentukan koloni karang baru melalui reproduksi aseksual dapat dilakukan dengan beberapa cara. Fragmentasi adalah cara reproduksi aseksual paling umum terutama pada karang bercabang dan berbentuk lembaran tipis (foliose). Fragmen atau potongan jaringan hewan karang yang terlepas dari koloni induk akibat berbagai kejadian seperti arus dan gelombang yang kuat, ikan predator atau faktor fisik lainnya akan jatuh pada dasar perairan. Bila fragmen tepat berada di atas permukaan substrat yang keras, jaringan karang akan menempel dan mulai tumbuh mejadi koloni karang baru melalui pertunasan

(Sorokin, 1993 ; Richmond, 1997). Sering pembentukan koloni baru hewan karang dari fragmen gagal terjadi akibat terlepas kembali oleh arus atau gelombang yang kuat (Knowlton et al, 1981).

Pada kondisi tertentu beberapa jenis hewan karang jaringan atau polip yang ada pada fragmen karang dapat terlepas dan berenang bebas atau terbawa arus sampai menemukan substrat yang tepat untuk menempel dan tumbu membentk koloni baru. Kejadian ini dikenal dengan polyp bailout yang selalu aktif melepaskan diri dari jaringan/skleton induk. Pada cara yang sama, sebagian hewan karang dapat melepaskan bola-bola jaringan hidupnya dari sekitar skleton yang telah mati atau pelepasan ooze dari kalis polip yang kemudian terdifferensiasi menjadi polip baru yang tumbuh menjadi koloni hewan karang baru (Highsmith, 1982 ; Krupp et al, 1993). Reproduksi aseksual hewan karang dapat juga terjadi dari larva yang dihasilkan dari telur yang tidak dibuahi melalui proses partenogenesis (Stoddart, 1983). Mekanisme rperodukasi sperti ini banyak terjadi pada tumbuhan dan hewan-hewan dalam bentuk koloni.

Koloni karang dari hasil reproduksi aseksual secara genetic akan identik dengan induknya. Pada kondisi lingkungan yang sama koloni-koloni ini akan berkembang baik seperti indukya. Namun pada kenyataannya kondisi lingkungan sangat bervariasi dan selalu berubah setiap saat. Pada kejadian lingkungan ekstrim seperti kenaikan suhu air laut akibat El-Nino akan menimbulkan berbagai perubahan seperti munculnya predator dengan kesukaan makan yang baru, muncul serangan penyakit, atau muncul kompetitor baru. Pada kondisi seperti ini koloni-koloni hewan karang dari hasil reproduksi aseksual tidak dapat bertahan hidup karena tidak adanya variasi genetik yang dimiliki. Selain itu reproduksi secara aseksual ini sangat membatasi kemampuan pemencaran koloni karang yang penting bagi kesuksesan populasinya (Richmond, 1997).

2.5.2 Reproduksi Seksual

Beda dengan reproduksi secara akseksual, reproduksi seksual dihasilkan dari pembuahan gamet jantan dan gamet betina. Koloni hewan karang hasil reperoduksi seksual memilki kombinasi dan variasi genetik yang diturunkan dari kedua induknya melalu sel sperma dan telur. Hasil pembuahan berkembang

17   

menjadi planula karang yang berenang bebas atau hanyut terbawa arus. Adaptasi planula seperti ini sangat membantu pemencaran hewan karang pada tempat-tempat yang baru atau pada terumbu yang berada jauh dari induknya (Richmond, 1997)

Beradasarkan asal usul dan tipe produksi sel gamet, reproduksi seksual dibedakan atas gonochorics species dan hermaphrodite species. Gonochorics species memproduksi gamet jantan dan betina pada individu yang berbeda atau dikenal juga dengan diaceous species. Sedangkan pada hermaphrodite species gamet jantan dan betina diproduksi pada satu individu yang sama. Diperkirakan sekitar 25% hewan karang termasuk gonochorics species sisanya adalah hermaphrodite (Harrison dan Wallace, 1990). Pada kenyataanya kedua tipe ini sulit dibedakan, dimana dalam proses gametogenesis sering produksi telur lebih lama dibanding sperma. Akibatnya dapat disimpulkan koloni seperti ini termasuk betina, namun beberapa waktu kemudian menghasilkan sel sperma juga (Chonersky dan Peters, 1987 ; Harrison dan Wallace, 1990 ; Veron 1995).

Hermaphrodite simultaneous terjadi pada hewan karang yang menghasilkan sperma dan telur pada waktu yang bersamaan. Pada kejadian lain koloni awal jantan kemudian setelah itu berkembang menjadi betina atau dikenal juga dengan protandry dengan inisial menjadi betina. Pada kasus lain sebaliknya dapat berkembang menjadi jantan kembali atau dikenal juga dengan protagyny dengan inisial hermaphrodite. Hampir sebagain besar koloni hewan karang adalah hermprodite simultaneous dan sedikit yang sekuensial hermaphrodite (Veron, 1995 ; Richmond, 1997).

Hewan karang memperlihatkan tipe reproduksi berbeda didasarkan pada cara terjadinya pembuahan. Pada tipe brooding spesies, pembuahan telur terjadi secara internal dan hasil pembuahan dalam bentuk larva planula berkembang dalam rongga tubuh polip karang. Hasil pembuahan ditetaskan dalam bentuk larva planula yang komplit dan berenang bebas ata hanyut terbawa arus. Tipe lain adalah spawning spesies dimana telur dilepaskan ke dalam kolom air dan dibuahi oleh sperma secara eksternal. Hasil pembuahan berkembang sampai terbentuknya planula dalam kolom air. Keberhasilan kedua tipe reproduksi ini sangat ditententuk oleh aspek bio-ekologi termasuk masuknya algae simbion ke dalam

jaringan planula, kompetensi planula (kesuksesan penempelan dan metamorfosis), pola sebaran dan variasi genetik. Bagaimanapun tipe spawning spesies melepaskan telur yang mengapung di atas permukaan air untuk waktu tertentu sehingga sangat retan terhadap polutan dan pemangsaan (Richmond dan Jokiel, 1984 ; Richmond, 1997) .

Karang dengan tipe brooding spesies lebih kompeten yaitu lebih sukses menempel dan bermetamorfosis. Ukuran planula yang dihasilkan brooding spesies lebih besar dibanding spawning spesies serta telah memiliki alga simbion zooxhantella yang ditransfer selama perkembangan dalam tubuh induknya. Pada tingkatan ini zooxhantella telah berkontribusi dalam proses metabolisme planula dan menambah energi selama masa pemencarannya. Brooding spesies dengan melihat planula sebagi hasilnya terjadi hanya pada sedikit jenis hewan karang, yaitu sekita 15%. Jenis Pocillopora damicornis melepas planula pada siklus bulanan sepanjang tahun di terumbu Mikronesia dan Hawaii, namun hanya pada bulan-bulan tertentu di terumbu Okinawa dan Australia bagian barat (Fadlallah, 1983 ; Richmond dan Hunter, 1990). Hal yang berbeda pada jenis yang sama Pocillopora damicornis menunjukan spawning spesies di terumbu Pasifik bagian Timur dan juga Australia bagian Barat (Glynn et al., 1991 ; Ward, 1992). Pelepasan larva Pocillopora damicornis terjadi setiap bulan (bulan gelap dan terang) dan mencapai puncaknya pada musim kering (dry monsoon) pada perlakuan outdoor dengan sistem air mengalir di Pulau Panjang, Jawa Tengah Indonesia (Munasik et al., 2008)

Lebih dari 250 jenis hewan karang yang telah diteliti (85%) umunya adalah spawning spesies yang memijah massal pada periode tertentu setiap tahun. Di Okinawa sebagain besar spawning spesies melepaskan gamet selama lebih dari 5-8 hari pada malam hari bulan purnma Mei dan Juni setiap musim panas (Hayashibara et al., 1993). Di Guam, Mikronesia puncak pemijahan terjadi 7-10 hari setelah bulan purnama di bulan Juli (Richmond dan Hunter, 1990). Pemijahan karang terjadi beberapa bulan dalam setahun antara lain Maret, April dan Mei di pulau-pulau kecil sekitar Palau ( Kenyon, 1995). Di terumbu Australia pemijahan massal terjadi selama November (Harrison et al., 1984).

19   

Dokumen terkait