• Tidak ada hasil yang ditemukan

Risiko-risiko yang berkaitan dengan Bisnis Perusahaan

Dalam dokumen INDOSAT AR2011 bahasa (Halaman 109-116)

Kami menjalankan usaha dalam keadaan dimana hukum dan perundang-undangan sedang mengalami reformasinyang signifikan. Reformasi ini menyebabkan semakin ketatnya persaingan yang dapat mengakibatkan, antara lain, berkurangnya marjin dan pendapatan usaha, yang seluruhnya ini dapat memberikan dampak material yang negatif bagi kami

Reformasi peraturan di sektor telekomunikasi Indonesia yang dilakukan oleh Pemerintah sejak tahun 1999 telah mendorong liberalisasi industri telekomunikasi sampai pada titik tertentu, termasuk di antaranya kemudahan bagi para pemain baru untuk masuk ke sektor industri telekomunikasi dan perubahan struktur persaingan industri telekomunikasi. Akan tetapi, beberapa tahun terakhir ini, perubahan peraturan tersebut menjadi sedemikian banyak dan rumit sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Selain itu, seiring dengan terus berlangsungnya reformasi di sektor telekomunikasi Indonesia, para pesaing dengan sumber daya yang mungkin lebih besar dari kami mulai memasuki sektor telekomunikasi Indonesia dan bersaing dengan kami dalam menyediakan layanan telekomunikasi. Sebagai contoh, sejak Januari 2007, Pemerintah, melalui Kementrian Komunikasi dan Informasi (“Menkominfo”), telah bertanggung jawab untuk menetapkan tarif untuk layanan interkoneksi. Lihat Butir 3 : Informasi Penting – Faktor-Faktor Risiko - “Risiko-risiko yang berkaitan dengan

Bisnis Perusahaan —Kami bergantung pada perjanjian interkoneksi terkait dengan penggunaan jaringan selular dan jaringan telepon tetap milik para pesaing kami.” Menkominfo menetapkan tarif interkoneksi untuk penyelenggara telekomunikasi dominan berdasarkan “biaya”, berdasarkan Daftar Penawaran Interkoneksi (“DPI”) yang diajukan oleh penyelenggara telekomunikasi dominan. Sebaliknya, penyelenggara telekomunikasi yang tidak masuk dalam klasifikasi penyelenggara dominan dapat hanya memberitahukan kepada Menkominfo mengenai tarif mereka dan menerapkan tarif tersebut kepada pelanggan tanpa persetujuan Menkominfo. Perbedaan perlakuan terhadap penyelenggara telekomunikasi dominan dan non-dominan dapat menciptakan peluang bagi pemain baru di bidang indutri telekomunikasi, memperbesar keleluasan bagi mereka dalam menetapkan tarif yang rendah dan menawarkan harga yang lebih rendah kepada pelanggannya. Sebagai tambahan, tarif DPI kami telah menurun dalam beberapa tahun terakhir, dan kami memperkirakan penurunan ini akan berlanjut. Penurunan biaya interkoneksi ini dapat menurunkan pendapatan kami dan juga biaya trafik antar-operator.

Lebih lanjut, pada tanggal 12 Desember 2011, Pemerintah, melalui BRTI, menerbitkan surat No. 262/BRTI/XII/2011 dimana tarif SMS akan berubah dari basis “sender keeps all” kepada skema berbasis biaya, yang akan berlaku efektif sejak 1 Juni 2012. Dengan skema berbasis biaya, kami akan mencatat pendapatan dari tarif interkoneksi yang dibayar oleh operator lain kapanpun salah satu dari pelanggan kami mengirimkan SMS kepada penerima di jaringan lain. Apabila salah satu pelanggan kami mengirimkan SMS kepada seorang penerima di jaringan lain, kami akan mencatatkan pendapatan sebesar tarif SS yang dikenakan terhadap pelanggan kami dan akan mencatatkan beban atas tarif interkoneksi yang dibayarkan kepada operator jaringan lain. Kami tidak dapat memastikan bahwa Perusahaan dapat menutup seluruh biaya interkoneksi yang dikeluarkan oleh Perusahaan, dan sebagai akibatnya, kami dapat mengalami penurunan pendapatan usaha dari jasa selular.

Di masa mendatang, Pemerintah akan mengumumkan atau memberlakukan perubahan peraturan lainnya, seperti perubahan kebijakan interkoneksi atau tarif yang dapat memberikan dampak negatif bagi bisnis atau ijin yang kami miliki saat ini. Kami tidak dapat memberikan kepastian kepada anda bahwa kami akan berhasil bersaing dengan para penyelenggara telekomunikasi dalam negeri maupun asing atau bahwa pergantian, perubahan atau penafsiran peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini atau di kemudian hari oleh Pemerintah tidak akan memberikan dampak negatif yang material bagi bisnis, keadaan keuangan, hasil usaha dan prospek kami.

Kami mungkin tidak mampu untuk membiayai

pengeluaran barang modal yang dibutuhkan untuk tetap bersaing dalam industri telekomunikasi di Indonesia.

Penyelenggaraan layanan telekomunikasi bersifat padat modal. Agar dapat bersaing, kami harus terus melakukan perluasan, modernisasi dan pembaharuan teknologi infrastruktur telekomunikasi kami, yang memerlukan investasi modal dalam jumlah yang besar. Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2009, 2010 dan 2011, total pengeluaran barang modal konsolidasi aktual kami mencapai masing-masing Rp11.584,5 miliar, Rp 5.515,0 miliar dan Rp 6.315,3 miliar (US$696,4 juta). Selama 2012, kami berencana untuk mengalokasikan sekitar Rp 6.722,1 miliar (US$ 741,3 juta) untuk pengeluaran barang modal baru, yang apabila dihitung bersamaan dengan hasil estimasi pengeluaran modal aktual yang ditingkatkan untuk tahun 2012 untuk komitmen-komitmen pengeluaran modal pada periode-periode sebelumnya, akan menghasilkan nilai kurang lebih sebesar Rp 7.638,9 miliar (US$ 842,4 juta) sebagai total pengeluaran modal aktual pada 2012. Kemampuan kami untuk membiayai pengeluaran barang modal di masa yang akan datang akan bergantung pada kinerja operasi kami di masa yang akan datang, yang bergantung pada keadaan ekonomi, tingkat suku bunga dan faktor keuangan, bisnis dan faktor-faktor lainnya, yang berada di luar kekuasaan kami, dan juga terhadap kemampuan kami untuk memperoleh tambahan pendanaan eksternal. Kami tidak dapat memastikan

bahwa pendanaan tambahan akan tersedia, atau apabila ada, dapat diterima secara komersial. Sebagai tambahan kami hanya dapat mendapatkan pendanaan tambahan sesuai dengan ketentuan perjanjian hutang kami. Sebagai akibatnya, kami tidak dapat memastikan bahwa kami akan memiliki sumber dana yang mencukupi untuk meningkatkan atau memperluas teknologi infrastruktur telekomunikasi atau memperbaharui teknologi kami yang lainnya yang diperlukan agar dapat tetap bersaing di pasar telekomunikasi Indonesia. Kegagalan kami untuk melakukan hal tersebut dapat memberikan dampak negatif yang material bagi bisnis, keadaan keuangan, hasil usaha dan prospek kami.

Kami bergantung pada perjanjian interkoneksi terkait dengan penggunaan jaringan selular dan jaringan telepon tetap milik para pesaing kami

Kami bergantung pada perjanjian interkoneksi terkait dengan penggunaan jaringan selular dan jaringan telepon tetap milik para pesaing kami dan infrastruktur terkait agar pengoperasian bisnis Perusahaan berhasil. Apabila terjadi perselisihan mengenai perjanjian interkoneksi, baik yang disebabkan kegagalan pihak lainnya untuk melaksanakan kewajiban kontraktual atau karena alasan lainnya, maka satu atau lebih layanan kami dapat terhambat, terganggu atau berhenti sama sekali, kualitas layanan kami dapat menurun, churn pelanggan kami dapat meningkat atau tarif interkoneksi kami dapat meningkat. Perselisihan yang melibatkan perjanjian interkoneksi kami saat ini, dan juga kegagalan kami untuk menandatangani atau memperbaharui perjanjian interkoneksi dapat memberikan dampak negatif bagi bisnis, keadaan keuangan, hasil usaha dan prospek kami.

Kami dapat menjadi subyek pembatasan kepemilikan asing dalam bidang usaha jasa telekomunikasi

Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 (”Peraturan Presiden”) menetapkan jenis industri dan bidang usaha dalam mana investasi asing dilarang, dibatasi atau harus memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana diatur oleh institusi Pemerintah yang terkait (“Daftar Negatif

Investasi”). Industri telekomunikasi adalah salah satu industri yang diatur dalam Daftar Negatif Investasi, dan oleh karena itu investasi asing dalam industri telekomunikasi Indonesia tunduk pada pembatasan dan ketentuan yang berlaku. Daftar Negatif Investasi dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (“BKPM”). Pembatasan yang berlaku bagi industri telekomunikasi bergantung pada jenis usaha telekomunikasi yang dilakukan. Pembatasan yang berbeda berlaku tergantung pada apakah usaha tersebut terkait dengan jaringan atau layanan telekomunikasi. Batasan terhadap kepemilikan saham oleh asing dalam perusahaan yang bergerak di bidang usaha jaringan telekomunikasi berkisar dari 49,0% sampai dengan 65,0%, dan batasan pada kepemilikan saham oleh asing pada perusahaan Indonesia yang bergerak dalam penyediaan jasa multimedia (termasuk komunikasi data seperti jasa

wireless broadband), berkisar dari 49,0% sampai dengan 95,0%. Berdasarkan Pasal 8 dari Peraturan Presiden, pembatasan yang diatur dalam Peraturan tersebut tidak berlaku bagi investasi yang telah disetujui sebelum berlakunya Peraturan Presiden; sesuai dengan persetujuan investasi yang dikeluarkan oleh BKPM kecuali pembatasan tersebut lebih menguntungkan bagi investasi. Peraturan Presiden tidak mengubah pembatasan kepemilikan asing di dalam usaha kami.

Pada tanggal 22 Juni 2008, Qatar Telecom (Qtel) Q.S.C. (”Qtel”), melalui anak perusahaannya, Qatar South East Asia Holding S.P.C. membeli seluruh saham yang ditempatkan dan disetor dari masing-masing Indonesia Communications Limited (”ICLM”), dan Indonesia Communications Pte. Ltd. (”ICLS”) dari Asia Mobile Holdings Pte.Ltd. (”AMH”), sebuah perusahaan yang didirikan di Singapura. Setelah akuisisi ini, perubahan pengendalian terjadi di Perusahaan dan mewajibkan Qtel untuk melakukan penawaran tender. Sehubungan dengan penawaran tender, pada tanggal 23 Desember 2008, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Kementrian Keuangan Republik Indonesia (”Bapepam-LK”), mengeluarkan surat (i) menyatakan bahwa Bapepam-LK telah menerima surat dari BKPM tertanggal 19 Desember 2008, dimana BKPM mengkonfirmasikan bahwa jumlah maksimal kepemilikan

saham asing di Perusahaan adalah 65,0%, dan bahwa Perusahaan masih tetap dapat melakukan kegiatan operasional jaringan selularnya dan usaha jaringan tetap lokal dan (ii) memberikan ijin kepada Qtel untuk melakukan penawaran tender. Menyusul keluarnya surat tersebut, Qtel melakukan penawaran tender untuk membeli hingga 1.314.466.775 Saham Seri B, mewakili kira-kira 24,19% dari total Saham Seri B yang telah ditempatkan dan disetor (termasuk Saham Seri B dalam bentuk ADS).

Sebagai perseroan terbuka, kami percaya bahwa Daftar Negatif Investasi tidak berlaku bagi kami. Apabila pihak regulator yang berwenang hendak memberlakukan Daftar Negatif Investasi terhadap Perusahaan, terlepas dari status Perusahaan sebagai perseroan terbuka, pemegang saham pengendali dan/atau pemegang saham asing lain kami dapat diminta untuk mengurangi kepemilikan sahamnya pada Perusahaan, hal mana dapat mempengaruhi penurunan harga perdagangan saham Perusahaan. Hal ini dapat membawa pengaruh negatif yang material terhadap usaha, kondisi keuangan, hasil usaha dan prospek kami. Kami juga dapat diharuskan untuk memisahkan bidang usaha kami menjadi dua bagian, jaringan bergerak atau selular dan jaringan tetap, agar dapat memenuhi ketentuan yang berlaku. Pemisahan bidang usaha kami ke dalam dua sektor dapat dilakukan melalui pengalihan kegiatan jaringan tetap atau jaringan bergerak atau selular kami kepada anak Perusahaan atau pihak ketiga, yang dapat mempengaruhi kegiatan usaha kami secara material dan dapat mengakibatkan penurunan pada pendapatan usaha kami. Sebagai tambahan, apabila pihak regulator yang berwenang menetapkan bahwa kepemilikan asing di Perusahaan masih melebihi batasan yang ditetapkan dalam Daftar Negatif Investasi, regulator yang berwenang mungkin melarang kami untuk mengikuti tender atau untuk memperoleh izin lain atau spektrum tambahan. Apabila hal ini terjadi, usaha, peluang, kondisi keuangan dan hasil usaha kami menjadi terpengaruh secara negatif.

Kegagalan untuk melanjutkan pengoperasian jaringan, beberapa sistem utama, gateway menuju jaringan kami atau jaringan para operator lainnya dapat memberikan dampak yang negatif bagi bisnis, keadaan keuangan, hasil usaha dan prospek Perusahaan

Dalam menyediakan layanan kami, Perusahaan sangat bergantung pada lancarnya pengoperasian jaringan. Misalnya, Perusahaan bergantung pada akses ke PSTN untuk terminasi dan sumber panggilan selular ke dan dari telepon dengan jaringan tetap, dan sebagian besar dari trafik sambungan selular dan sambungan jarak jauh internasional Perusahaan disalurkan melalui PSTN. Terbatasnya fasilitas interkoneksi PSTN yang tersedia untuk Perusahaan telah memberikan dampak negatif bagi bisnis kami pada masa lalu dan dapat memberikan dampak negatif bagi bisnis kami di masa mendatang.

Oleh karena adanya hambatan kapasitas interkoneksi, para pelanggan selular kami sesekali mengalami kesulitan dalam melakukan panggilan. Kami tidak dapat memberikan kepastian bahwa fasilitas interkoneksi ini akan ditingkatkan atau dipertahankan pada level saat ini.

Perusahaan juga bergantung pada beberapa sistem informasi manajemen atau sistem lainnya yang canggih dalam hal teknologi, seperti sistem tagihan pelanggan, yang memungkinkan kami dapat menjalankan kegiatan operasionalnya. Selain itu, kami cukup bergantung pada interkoneksi ke jaringan operator telekomunikasi lainnya yang menghubungkan sambungan telepon para pelanggan kami ke para pelanggan operator telepon jaringan tetap dan para operator selular lainnya baik di dalam maupun di luar Indonesia. Jaringan kami, yang meliputi sistem informasi, teknologi informasi dan infrastruktur, dan jaringan para operator lainnya dengan mana para pelanggan kami berinterkoneksi, sangat rentan terhadap kerusakan dan gangguan operasi akibat berbagai hal seperti gempa bumi, kebakaran, banjir, putusnya aliran listrik, tidak berfungsinya perangkat, cacat pada software

jaringan, gangguan kabel transmisi atau peristiwa-peristiwa yang serupa. Misalnya, pusat pengendali telekomunikasi dan fasilitas back-up teknologi informasi kami sangat berkonsentrasi di kantor pusat dan principal operating and tape back-up storage facilities di dua tempat di Jakarta.

Setiap kegagalan yang mengakibatkan gangguan pada operasional kami atau penyediaan salah satu layanan, baik akibat gangguan operasional, bencana alam atau lainnya, dapat menghambat kami dalam menarik dan mempertahankan pelanggan, yang mana hal ini dapat menyebabkan para pelanggan menjadi sangat tidak puas dan memberikan dampak negatif bagi bisnis, keadaan keuangan, hasil usaha dan prospek Perusahaan.

Kegagalan kami untuk tanggap terhadap perubahan teknologi yang sangat cepat dapat memberikan dampak negatif bagi bisnis kami

Industri telekomunikasi terbentuk dengan adanya perubahan teknologi yang sangat cepat dan signifikan. Kami dapat menghadapi persaingan yang semakin ketat dari segi teknologi yang saat ini sedang dikembangkan atau yang mungkin dikembangkan di kemudian hari. Perkembangan atau penerapan teknologi, layanan atau standar baru atau alternatif di masa mendatang memerlukan perubahan besar terhadap model bisnis Perusahaan, pengembangan produk baru, penyediaan layanan tambahan dan

investasi baru dalam jumlah yang besar. Sebagai contoh, perkembangan teknologi konvergensi telepon tetap selular yang dapat membuat sambungan telepon yang berasal dari selular tidak melalui jaringan selular, tetapi sebaliknya melalui jaringan telepon tetap, dapat memberikan dampak negatif bagi bisnis Perusahaan. Pengembangan produk dan layanan baru membutuhkan biaya yang tinggi dan dapat mengakibatkan lahirnya pesaing baru di pasar. Kami tidak dapat secara akurat memperkirakan bagaimana perubahan teknologi yang baru muncul dan yang akan ada di kemudian hari dapat mempengaruhi operasional atau daya saing layanan kami. Kami tidak dapat memberikan kepastian bahwa teknologi kami tidak akan menjadi usang, atau tidak akan bersaing dengan teknologi baru di masa mendatang, atau bahwa kami akan dapat memperoleh teknologi baru yang diperlukan, dengan ketentuan- ketentuan yang dapat diterima secara komersial, untuk dapat bersaing di situasi yang telah berubah. Kegagalan kami untuk tanggap terhadap perubahan teknologi yang cepat dapat mempengaruhi usaha, keadaan keuangan, hasil usaha dan prospek kami secara merugikan.

Pelanggaran jaringan atau keamanan informasi memiliki efek buruk pada usaha Perusahaan

Serangan cyber atau pelanggaran lain terhadap jaringan atau keamanan teknologi informasi (TI) dapat menyebabkan gangguan peralatan atau operasional kami. Gangguan tersebut, bahkan untuk jangka waktu terbatas, dapat mengakibatkan biaya signifikan dan/ atau kehilangan pangsa pasar dari penyedia komunikasi lainnya. Secara khusus, frekuensi, ruang lingkup dan bahaya potensial serangan cyber baik yang gagal maupun berhasil telah meningkat terhadap perusahaan- perusahaan untuk beberapa tahun terakhir. Biaya yang terkait dengan serangan cyber terhadap kami mencakup insentif mahal yang ditawarkan kepada pelanggan dan mitra bisnis yang ada saat ini untuk mempertahankan bisnis mereka, meningkatkan pengeluaran untuk langkah- langkah keamanan cyber, kehilangan pendapatan akibat gangguan usaha, litigasi dan kerusakan terhadap reputasi Perusahaan.

Selanjutnya, beberapa kegiatan usaha kami, termasuk layanan infrastruktur dan cloud untuk pelanggan bisnis, dapat terpengaruh secara negatif jika kemampuan kami untuk melindungi jaringan kami sendiri dipertanyakan sebagai akibat dari serangan cyber. Selain itu, jika kami tidak dapat memberikan keamanan yang cukup untuk melindungi informasi berharga seperti data keuangan, informasi sensitif mengenai Perusahaan dan hak atas kekayaan intelektual, atau jika kami tidak dapat melindungi privasi data rahasia pelanggan dan karyawan terhadap pelanggaran jaringan atau TI keamanan, maka hal ini dapat mengakibatkan kerusakan pada reputasi Perusahaan, yang dapat berdampak negatif terhadap kepercayaan pelanggan dan investor. Setiap kejadian-kejadian ini dapat menimbulkan dampak yang negatif dan material pada hasil operasi dan kondisi keuangan kami.

Pemerintah merupakan pemegang saham mayoritas dari para pesaing utama kami, yaitu Telkom dan Telkomsel. Pemerintah dapat memberikan prioritas pada bisnis Telkom dan Telkomsel daripada Perusahaan

Per tanggal 31 Desember 2011, Pemerintah memiliki saham sebanyak 14,29% di Perusahaan, termasuk satu

saham Seri A, yang memiliki hak suara istimewa dan hak veto atas beberapa hal strategis sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar Perusahaan, termasuk keputusan untuk pembubaran, likuidasi dan mengajukan kepailitan dan memperbolehkan Pemerintah untuk menominasikan satu Direktur dari Direksi dan satu Komisaris dari Dewan Komisaris.

Per tanggal 31 Desember 2011, Pemerintah juga memiliki saham sebanyak 52,85% di Telkom, yang merupakan pesaing utama kami di sektor jasa telepon tetap SLI. Per tanggal yang sama, Telkom memiliki saham sebanyak 65,0% di Telkomsel, salah satu dari dua pesaing utama kami dalam penyelenggaraan jasa selular. Persentase kepemilikan saham Pemerintah di Telkom jauh lebih besar dibandingkan di Perusahaan. Kami tidak dapat memberikan kepastian bahwa kebijakan-kebijakan dan rencana-rencana Pemerintah akan banyak mendukung bisnis Perusahaan atau bahwa Pemerintah akan memperlakukan kami sama kepada Telkom dan Telkomsel ketika memberlakukan keputusan-keputusan di kemudian hari, atau ketika menggunakan wewenang regulasinya terhadap industri telekomunikasi Indonesia. Jika Pemerintah memberikan prioritas kepada kegiatan usaha Telkom atau Telkomsel daripada Perusahaan, hal ini dapat menimbulkan dampak negatif bagi usaha, keadaan keuangan, hasil usaha dan prospek perusahaan kami.

Kepentingan para pemegang saham pengendali kami dapat berbeda dengan kepentingan para pemegang saham lainnya

Per tanggal 31 Desember 2011, Qatar Telecom (Qtel Asia) Pte. Ltd. (“Qtel Asia”), memiliki sekitar 65,0% saham yang telah ditempatkan dan disetor kami. Qtel Asia saat ini seluruhnya dimiliki dan dikendalikan oleh Qtel, yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Qatar dan pihak terkaitnya. Qtel Asia dan pemegang saham pengendalinya dapat menggunakan kendalinya atas bisnis Perusahaan dan dapat membuat kami mengambil tindakan- tindakan yang tidak berhubungan dengan, atau dapat berbenturan dengan, kepentingan terbaik kami ataupun para pemegang saham lainnya dari Perusahaan, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan manajemen dan kebijakan

kami. Meskipun orang-orang yang ditunjuk oleh Qtel Asia memegang jabatan baik di dalam Dewan Komisaris maupun Direksi Perusahaan, kami tidak dapat memberikan kepastian bahwa pemegang saham pengendali kami akan menunjuk direksi dan komisaris atau mempengaruhi usaha kami dengan cara yang menguntungkan para pemegang saham lainnya.

Kami mengandalkan personil manajemen inti, dan bisnis kami dapat terkena dampak negatif apabila tidak mampu mempekerjakan, melatih, mempertahankan dan memberikan motivasi pada personil inti

Kami yakin bahwa tim manajemen kami saat ini telah memberikan kontribusi pengalaman dan keahlian yang besar dalam mengelola bisnis Perusahaan. Keberhasilan bisnis kami yang berkelanjutan dan kemampuan kami dalam melaksanakan strategi-strategi bisnis kami di masa mendatang sangat bergantung pada upaya-upaya yang dilakukan oleh personil inti kami. Personil yang terampil di sektor industri telekomunikasi di Indonesia tidak banyak jumlahnya dan kelangkaan ini mungkin akan terus terjadi. Oleh karena itu, persaingan untuk mendapatkan personil ahli tertentu menjadi semakin tinggi. Selain itu, seiring dengan masuknya para pemain baru di pasar yang mulai menjalankan atau memperluas bisnisnya di Indonesia, beberapa karyawan inti kami dapat meninggalkan jabatannya saat ini. Ketidakmampuan kami dalam mempekerjakan, melatih, mempertahankan dan memberikan motivasi pada personil inti dapat memberikan dampak negatif yang material bagi usaha, keadaan keuangan, hasil usaha dan prospek Perusahaan.

Apabila Komisi Pengawas Persaingan Usaha memutuskan bahwa kami terbukti bersalah melakukan penetapan harga dan gugatan class action, kami dapat dikenakan sanksi yang cukup besar sehingga dapat menurunkan pendapatan kami dan berdampak pada bisnis, reputasi dan keuntungan kami

Pada tanggal 1 November 2007, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (”KPPU”), telah mengeluarkan putusan mengenai pemeriksaan awal terhadap kami dan delapan perusahaan telekomunikasi lainnya dengan tuduhan penetapan harga SMS dan pelanggaran Pasal 5 Undang-

Undang Anti Monopoli (”UU No. 5/1999”). Pada 18 Juni 2008, KPPU menetapkan bahwa PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (“Telkom”), PT Telekomunikasi Selular (“Telkomsel”), PT XL Axiata Tbk (”XL”), PT Bakrie Telecom Tbk (”Bakrie Telekom”), PT Mobile-8 Telecom Tbk (”Mobile-8”, dan selanjutnya sejak Maret 2011, “Smartfren”), dan PT Smart Telecom (“Smart Telecom”) secara bersama-sama telah melanggar Pasal 5 UU No. 5/1999. Mobile-8 mengajukan keberatan atas putusan ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dimana Telkomsel, XL, Telkom, Perusahaan, PT Hutchison CP Telecommunication (”Hutchison”), Bakrie Telecom, Smart Telecom, PT Natrindo Telepon Selular (”Natrindo”) dipanggil untuk menghadap sebagai turut terlapor dalam perkara ini, sedangkan Telkomsel mengajukan keberatan terhadap putusan ini kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Walaupun KPPU memutuskan bahwa kami tidak bersalah terhadap tuduhan penetapan harga SMS, kami tidak dapat memberikan kepastian bahwa Pengadilan Negeri akan menguatkan putusan KPPU. Pada tahun 2011, Mahkamah Agung Republik Indonesia mengeluarkan fatwa yang menunjuk Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk memeriksa keberatan yang diajukan dalam rangka banding terhadap putusan KPPU. Pengadilan Negeri akan mempertimbangkan keberatan yang diajukan terhadap putusan KPPU berdasarkan pemeriksaan kembali terhadap putusan KPPU dan berkas perkara yang disampaikan oleh KPPU. Jika Pengadilan Negeri mengeluarkan putusan yang bertentangan dengan kepentingan Perusahaan, kami dapat diharuskan untuk membayar denda, yang jumlahnya akan

Dalam dokumen INDOSAT AR2011 bahasa (Halaman 109-116)