• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup wilayah penelitian adalah DAS Citarum Wilayah Hulu (Sub DAS Saguling, Sub DAS Cirata dan Sub DAS Jatiluhur) yang terdiri dari wilayah hulu, tengah dan hilir. Wilayah hulu merupakan wilayah konservasi, produsen atau supplier jasa lingkungan. Wilayah tengah merupakan wilayah transisi hulu-hilir, distributor jasa lingkungan, wilayah budidaya dan permukiman. Wilayah hilir umumnya merupakan wilayah budidaya, industri, permukiman dan pengguna atau demander jasa lingkungan.

Analisis biofisik dan kimia dilakukan terhadap penutup lahan dan perubahannya tahun 1992 dan 2002, kuantitas dan kualitas air dan perubahannya (debit, sedimen, fisik, kimia dan biologi) di Waduk Saguling, Cirata, Jatiluhur, PDAM Purwakarta dan PT. Thames PAM Jaya. Analisis ekonomi meliputi aktor–

aktor ekonomi, pengguna air komunitas hulu dan komunitas hilir. Pengguna air komunitas hulu adalah pengguna air yang berada paling dekat dengan sumber air, sedangkan pengguna air komunitas hilir adalah pengguna air yang berada paling jauh dengan sumber air. Penilaian ekonomi pengaruh perubahan kualitas lingkungan terhadap biaya produksi dan efisiensi ekonomi PLTA dan PDAM menggunakan harga bayangan (shadow price) dengan teknik valuasi replacement cost.

Penelitian yang dilakukan merupakan analisis pengaruh kualitas lingkungan DAS Citarum terhadap biaya eksternalitas terhadap penggunaan sumberdaya air oleh PLTA (Saguling, Cirata, Jatiluhur) dan PDAM (Purwakarta, DKI Jakarta). Air yang dimaksud adalah air yang terdapat, mengalir di Sungai Citarum dan ketersediaannya baik dalam jumlah maupun mutu. Aspek ekonomi yang dikaji didasarkan besarnya tambahan biaya yang harus dikeluarkan pengguna air di wilayah hilir sebagai akibat degradasi kualitas jasa lingkungan yang dihasilkan oleh wilayah hulu. PLTA dan PDAM adalah merupakan konsumen jasa lingkungan dan wilayah (masyarakat) hulu adalah penyedia. Analisis data dan informasi diarahkan untuk menentukan besarnya biaya tersebut untuk setiap unit output produksi dengan menggunakan metode atau teknik valuasi biaya pengganti.

Keterbatasan penelitian ini terutama berkaitan kurangnya data dan informasi tentang hubungan antara penutup lahan dengan karakteristik hidrologis DAS luasan besar pada kerangka waktu (time frame) yang lama, misalnya 30–50 tahun. Kecuali itu, keterbatasan lainnya adalah minim-nya data-data teknis berkaitan dengan hubungan antara debit, volume air, sedimentasi serta kualitas air terhadap peralatan dan produksi PLTA dan PDAM, sehingga menyulitkan dalam menganalisis kecenderungan (trend analysis) yang terjadi. Keterbatasan lain penelitian ini adalah ketersedian waktu dan dana yang terbatas serta keterbatasan pengetahuan khususnya bidang ketehnikan kelistrikan dan pengolahan air, sehingga menyulitkan dalam melakukan analisis dan pembahasan yang lebih mendalam dan menyeluruh.

Menurut Undang-Undang RI No. 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air pasal 1 ayat 11, daerah aliran sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batasnya di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Daerah aliran sungai merupakan satu kesatuan ekosistem alam yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) dan membentuk tatanan hidro-orologis yang spesifik. Pada dasarnya, daratan Indonesia habis dibagi dalam wilayah DAS. Departemen Kehutanan (1990) menetapkan 61 DAS kritis yang terdiri dari 39 Satuan Wilayah Pengelolaan (SWP) DAS prioritas dan 22 SWP DAS super prioritas dan termasuk di dalamnya DAS Citarum.

Umumnya, DAS dibagi menjadi tiga wilayah yaitu hulu, tengah dan hilir. Asdak (2004) mencirikan bagian hulu sebagai daerah konservasi, berkerapatan drainase tinggi, memiliki kemiringan topografi besar. Bagian hilir dicirikan sebagai daerah pemanfaatan, kerapatan drainase rendah, kemiringan lahan kecil, dan sebagian diantaranya merupakan daerah banjir. Bagian tengah merupakan transisi di antara hulu dan hilir. Masing-masing bagian tersebut saling berkaitan, bagaian hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS. Hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biogeofisik melalui daur hidrologi. Hubungan antara masukan dan keluaran dari DAS yang bersangkutan dapat dipakai untuk menganalisis dampak suatu aktivitas terhadap lingkungan, terutama pengaruhnya di daerah hilir.

Sebagai suatu ekosistem, DAS dapat menghasilkan produk berupa barang dan jasa lingkungan, baik yang dapat diukur (tangible) maupun yang tidak terukur (intangible). Oleh karenanya dalam pengelolaan DAS diperlukan adanya keseimbangan antara kepentingan ekologi dan ekonomi sehingga bisa

memberikan manfaat secara optimal dan berkelanjutan (sustainable). Analisis biaya-manfaat sering digunakan sebagai alat bantu kebijakan dalam pengelolaan lingkungan (Pearce, et al 1994).

Tideman (1996) menyatakan bahwa pengelolaan DAS adalah pemanfaatan secara rasional sumberdaya lahan dan air untuk produksi maksimum dengan resiko kerusakan minimum terhadap sumberdaya alami. Setiap masukan ke dalam DAS mengalami proses interaksi dan berlangsung dalam ekosistem. Sebagai contoh, curah hujan, bahan terlarut kimiawi dan erosi merupakan masukan ke dalam ekosistem DAS, sedangkan debit air, sedimen dan limbah cair merupakan keluarannya. Vegetasi, tanah dan saluran air atau sungai merupakan komponen DAS yang berfungsi sebagai prosesor. Pengelolaan DAS bertujuan untuk dapat menghasilkan produk air atau tata air yang baik bagi kepentingan pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perindustrian dan masyarakat, seperti air minum, irigasi, industri, tenaga listrik dan pariwisata. Untuk itu, pengelolaan bertujuan melakukan pengelolaan sumberdaya alam secara rasional agar dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkesinambungan dan diperoleh kondisi tata air yang berkualitas (Manan, 1977). Kondisi DAS bagian hulu yang baik sangat diperlukan karena berbagai alasan (PJT II, 2002) diantaranya:

1. Bagi PLTA

Pencemaran air sungai yang terus meningkat akan menyebabkan korosi pada mesin turbin dan peralatan dari bahan logam lainnya, sehingga menurunkan produktivitas energi listrik, menurunkan umur pakai dan menimbulkan biaya pemeliharaan yang besar. Erosi, banjir dan tanah longsor menyebabkan pendangkalan pada waduk, sehingga menurunkan kapasitas terpasang turbin (daya dorong air rendah), menurunkan umur pakai waduk, menimbulkan biaya pengerukan yang tinggi dan juga akan menurunkan produksi energi listrik. 2. Bagi PDAM

Pencemaran air sungai (sumber air baku) akan meningkatkan kebutuhan bahan kimia, kebutuhan akan peralatan pengolahan (water treatment plant) yang lebih canggih dan menimbulkan biaya yang besar. Kondisi ini akan

menaikkan harga jual, menurunkan margin keuntungan dan di sisi lain menurunkan pangsa pasar (market share) konsumen air.

3. Bagi irigasi

Pertanian sangat membutuhkan sistem irigasi yang memadai dan dapat mengalirkan air dalam jumlah, kualitas dan kontinuitas yang terjamin, sehingga memberikan kepastian penentuan musim tanam, peningkatan masa budidaya (indeks pertanaman) dan prakiraan hasil panennya.

4. Bagi perikanan

Pencemaran air sungai sangat merugikan usaha perikanan terutama perikanan jaring apung di waduk. Kerugian terbesar umumnya disebabkan naiknya air dalam ke permukaan (upwelling) sebagai akibat banjir dari hulu dan terjadinya denitrifikasi.

5. Bagi pariwisata

Waduk yang luas dan air yang bersih merupakan tempat wisata yang sangat menarik dan dapat dijadikan sebagai fasilitas olahraga air. Keadaan ini memberikan nilai ekonomi yang cukup besar bagi pengelola waduk.

Menurut Alikodra (2000), pengelolaan DAS secara terpadu merupakan jawaban atas permasalahan yang dihadapi, yaitu dengan :

1. Menyiapkan sumberdaya manusia (SDM) dan institusi pengelola,

2. Integrasi dengan pemerintah daerah, mengembangkan data dasar (database) dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders),

3. Menggunakan sumberdaya air dan sumberdaya alam lainnya secara berkelanjutan,

4. Melindungi air dari pencemaran dan mempertahankan debit air sungai sesuai daya dukung optimalnya,

5. Mempertahankan keanekaragaman biota perairan sungai, 6. Menerapkan pola produksi bersih,

7. Mempertahankan kawasan lindung yang berfungsi sebagai daerah resapan air. Sungai Citarum memiliki panjang 300 km dari dataran Bandung hingga Bekasi, mengalir sepanjang wilayah DAS Citarum dengan luas 450.000 ha merupakan sumberdaya air bagi PLTA Saguling, PLTA Cirata, PLTA Jatiluhur,

PDAM Purwakarta, PT. Thames PAM Jaya Jakarta, irigasi pertanian dan perikanan. Peta Wilayah Administrasi DAS Citarum disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Peta Wilayah Administrasi DAS Citarum.

Ada tiga pokok penting dalam pengelolaan DAS (Sheng, 1968), yang berinteraksi satu dengan yang lain secara terpadu dan menghasilkan kesejahteraan bagi masyarakat sebagai titik sentralnya. Ketiga faktor itu adalah air, lahan dan pengelolaan. Interaksi ketiga faktor tersebut secara optimal akan menghasilkan air dan tata air yang cukup sepanjang waktu baik kuantitas maupun kualitas. Oleh karena itu, indikator dalam menilai interaksi dalam sistem pengelolaan DAS adalah :

1. Indikator ekonomi, yaitu pengelolaan yang mampu mendukung produktivitas optimal bagi hajat hidup dan kepentingan orang banyak.

2. Indikator sosial, yaitu pengelolaan yang mampu memberikan manfaat secara merata bagi kepentingan hidup orang banyak.

3. Indikator lingkungan, yaitu pengelolaan yang mampu mempertahankan kondisi lingkungan untuk tidak terdegradasi.

4. Indikator teknologi, yaitu pengelolaan yang mampu memberikan nilai tambah bagi penggunaan sumberdaya alam.