• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka pokok masalah dalam skripsi ini adalah bagaimana Analisis Perbandingan Hukum Islam dan Hukum Positif Tentang Penyimpangan Seksual Terhadap Binatang yang dijabarkan dalam 3 sub masalah yaitu :

1. Bagaimana tinjauan hukum Islam tentang penyimpangan seksual terhadap binatang ?

2. Bagaimana tinjauan hukum positif tentang penyimpangan seksual terhadap binatang ?

3. Bagaimana analisis perbandingan hukum Islam dan hukum positif tentang penyimpangan seksual terhadap binatang ?

C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Penelitian

No. Fokus Penelitian Deskripsi Fokus 1. Hukum Islam dan Hukum

Positif

Hukum Islam adalah hukum yang berasal dari dan diturunkan dari hukum syariah Islam yang termuat dalam al-Qur'an dan sunnah Nabi Muhammad, yang dikembangkan melalui ijtihad oleh para ulama hukum Islam yang memenuhi syarat untuk melakukan ijtihad dengan cara yang telah ditentukan.10

Hukum positif adalah kumpulan prinsip dan peraturan hukum tertulis dan tidak tertulis yang saat ini berlaku dan mengikat secara umum atau khusus dan

10 Taufik, Dinamika Hukum Islam Indonesia, h.1

dikuatkuasakan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan di negara Indonesia.11

2. Penyimpangan Seksual terhadap binatang

Penyimpangan seksual yang dilakukan dengan binatang dikenal dengan istilah bestiality, merujuk pada aktivitas seksual dengan hewan non manusia (kebinatangan), keinginan untuk melakukannya atau ke paraphilia (gairah atipikal).

3. Analisis Perbandingan Hukum Islam dan Hukum Positif tentang Penyimpangan Seksual terhadap Binatang

- Dengan adanya hukuman berdasarkan hukum Islam dan hukum Positif menciptakan Efek jerah terhadap pelaku.

- Dengan adanya sanksi dan denda dapat melindungi kepentingan masyarakat agar tidak terganggu.

- Terhindar dari mudarrat

11 Irfan Hardiansyah, Tata Hukum Positif Indonesia, h.217

D. Tinjauan Pustaka

Adapun sumber teori yang digunakan penulis untuk mengurai tulisan ini yaitu: Al-Quran, Hadis dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, serta artikel-artikel yang terkait dengan materi hukum konsumsi hewan yang telah disetubuhi manusia Selanjutnya, akan digunakan beberapa literatur atau buku yang ada kaitanya dengan tulisan ini. Di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Disertasi yang disusun oleh Abdurahman dengan judul desertasi yaitu Pengaturan Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Hewan dalam Hukum Pidana Indonesia. Pengaturan tindak pidana persetubuhan terhadap hewan dalam hukum pidana Indonesia belum diatur secara konkrit dan jelas baik didalam KUHP serta beberapa peraturan lainnya yang berkaitan dengan hewan. diantaranya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan.

2. Tesis yang disusun oleh Nadillah Maudi dengan judul tesis yaitu kriminalisasi perilaku penyimpangan seksual terhadap hewan. Pasal 341 Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana tersebut telah mengatur bahwa setiap orang yang melakukan hubungan seksual dengan hewan kemudian harus dipidana. Akan tetapi, jika dilihat dari segi kejiwaannya seseorang melakukan hubungan seksual dengan hewan dipastikan mengalami gangguan kesehatan yang dapat disebut dengan bestiality.

3. Skripsi yang disusun oleh Liga Saplendra Ginting dengan judul skripsi yaitu perbandingan tindak pidana penyimpangan seksual menurut hukum positif di Indonesia dan Hukum Islam. Di dalam Hukum positif di Indonesia belum ada aturan hukum khusus yang mengatur larangan maupun ketentuan hukuman bagi orang yang melakukan hubungan seksual dengan hewan. Namun apabila penyimpangan seksual ini dilakukan di muka umum maka dapat dikaitkan dengan pasal 281 KUHP tentang kejahatan terhadap kesopanan.

4. Raden Fadhil Firdaus dalam jurnal “Sanksi Tindak Pidana Penyimpangan Seksual Terhadap Hewan dalam Hukum Pidana Islam”.

Jurnal ini membahas tentang sanksi pidana penyimpangan seksual terhadap hewan. Penyimpangan seksual merupakan salah satu bentuk perilaku yang menyimpang karena melanggar norma-norma yang berlaku. Penyimpangan seksual dapat juga diartikan sebagai bentuk perbuatan yang mengabaikan nilai dan norma yang melanggar, bertentangan atau menyimpang dari aturan-aturan hukum.

5. Neng Djubaedah, dalam bukunya berjudul “Pornografi Pornoaksi ditinjau dari Hukum Islam”. Buku ini membahas tentang isu di berbagai lapisan masyarakat, namun pro dan kontra isu ini sulit mencapai titik temu final, bahkan dikalangan umat Islam sendiri masih sering terjadi silang pendapat mengenai batasan, kriteria dan hal lain yang terkait dengan pornografi dan pornoaksi. Dapat ditinjau dari sudut tujuan (maqasid) hukum Islam, bahwa hukum Islam bertujuan memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.

6. Adnan Tharsyah dalam bukunya berjudul “Yang Disenangi Nabi saw dan yang Tidak Disukai”. Buku ini membahas tentang menyetubuhi hewan dan penulis buku ini berpendapat bahwa hewan tersebut dibunuh karena jangan sampai melahirkan hewan dalam rupa manusia dan tidak menjadi suatu keaiban bagi pemiliknya di dunia karena terus memeliharanya. Dan ada pula mengatakan bahwa hewan tersebut jika termasuk hewan yang halal dimakan, maka hukumnya harus dibunuh.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara untuk menyelesaikan masalah ataupun cera mengembangkan ilmu pengetahuan dengan menggunakan metode ilmiah.

Adapun metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

1. Jenis Penelitian

Jenis kajian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif adalah penyelidikan yang menafsirkan peristiwa atau fenomena.

Deskriptif kualitatif digunakan untuk mencari makna bagi suatu fenomena dengan menggunakan teknik analisis mendalam yang meneliti masalah. Yaitu dengan meneliti analisis perbandingan hukum Islam dan hukum positif mengenai hukum memakan hewan yang telah melakukan hubungan seks dengan manusia.

2. Metode Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan deskriptif perbandingan. Deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara akurat ciri-ciri individu, kondisi, gejala atau kelompok tertentu dan mencakup frekuensi atau distribusi gejala tertentu/frekuensi hubungan antara gejala dan gejala lain yang timbul dalam masyarakat. Sedangkan perbandingan adalah upaya membandingkan ciri-ciri penting dari objek kajian sampai menjadi jelas. Sebagai perbandingan, perbedaan dapat didefinisikan dengan jelas sehingga esensi objek dapat dipahami lebih jelas.

3. Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah kepustakaan (Library Research), yaitu sumber data yang diperoleh dari tinjauan beberapa literatur dan sumber bacaan lain yang dapat mendukung penulisan penelitian ini.

Sumber data adalah primer, sekunder dan tersier. Sifat primer adalah bahan hukum yang mengikat atau membuat manusia taat pada hukum seperti Al-Qur'an dan Hadist. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku, artikel, pendapat ahli dan sebagainya. Data tersier adalah data yang memberikan penjelasan tentang data primer dan data sekunder.

4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara yang digunakan untuk mengumpulkan data. Adapun teknik yang digunakan yaitu:

a. Teknik Kepustakaan yaitu mengumpulkan beberapa literature yang relevan dengan penelitian.

b. Teknik Kutipan yaitu pinjaman kalimat atau pendapat seseorang baik berupa tulisan (buku, artikel dll) maupun secara lisan yang berkaitan dengan penulisan ini.

5. Pengelohan Data / Analisis Data

Setelah data terkumpul, data tersebut kemudian diolah dengan menggunakan teknik analisis data yaitu dengan mengkaji dan menelaah data, menginterpretasikan data yang terkumpul sehingga fenomena tersebut dapat digambarkan sebagai fenomena yang sedang dipelajari. Kemudian data tersebut diolah menggunakan metode komparatif dengan menganalisis Perbandingan Hukum Islam dan Hukum Positif tentang penyimpangan seksual terhadap hewan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan akhir yang jelas.

F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk:

a. Mengetahui dan memahami tinjauan hukum Islam tentang penyimpangan seksual terhadap binatang

b. Mengetahui dan memahami tinjauan hukum positif tentang penyimpangan seksual terhadap binatang

c. Mengetahui dan memahami perbandingan hukum Islam dan hukum positif tentang penyimpangan seksual terhadap binatang.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan peneliatian ini yaitu:

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang ilmu pengetahuan khususnya di bidang hukum Islam dan hukum positif. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sarana penelitian selanjutnya dan menjadi sumber referensi dalam mempelajari ilmu pengetahuan khususnya penyimpangan seksual terhadap binatang secara lebih mendalam untuk kepentingan keilmuan lainnya.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca dan masyarakat yang belum memahami analisis perbandingan hukum Islam dan hukum positif tentang penyimpangan seksual terhadap binatang.

14 1. Pengertian Hukum Islam

Hukum yang berlaku bagi semua yang memeluk agama Islam, di manapun mereka berada. Seperti halnya hukum hindu maka hukum Islam pun merupakan hukum masyarakat Islam dan bukan penduduk sebuah negara. Sejarah umat Islam di Indonesia pada hakikatnya adalah sosok dari bangsa karena jumlah umat Islam yang mayoritas, dominan, seharusnya menentukan pola berpikir dan pola pembentukan hukum bangsa Indonesia.

Secara teori hanya ada satu hukum Islam yang berlaku disemua wilayah tempat bermukim kaum muslimin. Namun telah ada sejak berabad-abad, beberapa aliran lokal. Hukum Islam bukan merupakan suatu ilmu pengetahuan melainkan salah satu aspek agama.1 Hal ini meliputi teologi yang menetapkan dogma, yakni apa yang dipedomani sebagai kepercayaan kaum muslimin dan syariat yang memberikan ketentuan kepada orang beriman meliputi apa yang dilakukan dan apa yang wajib ditinggalkan. Dalam mempelajari hukum Islam, orang tidak bisa melepaskan diri dari mempelajari sepintas lalu agama Islam. Karena hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis Rasulullah saw., merupakan bagian dari agama Islam, dalam arti luas (yang akan dijelaskan kelak dalam membicarakan sumber-sumber hukum Islam).2

1 Zainuddin Ali, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008) h. 45

2 Al-Mansor, Ansory. 48 Macam Perbuatan Dosa. (Cet. II; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h.170

Al-Quran dan literatur Islam sama sekali tidak menyebutkan kata hukum Islam sebagai salah satu istilah. Yang ada di dalam kata Al-Quran adalah kata syari’ah.Fiqh, hukum Allah, dan yang seakar dengannya, istilah hukum Islam merupakan terjemahan dari Islamic law dalam literature Barat. Istilah ini kemudian menjadi popular. Untuk memberikan kejelasan tentang makna hukum Islam maka perlu diketahui lebih dahulu arti masing-masing kata. Hakama- yahkumu yang kemudian bentuk mashdar-nya menjadi hukman. Lafadz al-hukmuh adalah bentuk tunggal dari bentuk jamak al-ahkam3.

Hukum Islam mencakup berbagai dimensi. Dimensi abstrak, dalam wujud segala perintah dan larangan Allah dan Rasul-Nya dan dimensi konkret , dalam wujud perilaku pola yang bersifat tetap dikalangan orang Islam sebagai upaya untuk melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya itu. Lebih konkret lagi dalam wujud perilaku manusia (amaliah), baik individual maupun kolektif. Hukum Islam juga mencakup substansi yang terinternalisasi ke dalam berbagai pranata sosial.

Hukum Islam adalah hukum yang berasal dari Al-Qur’an . Di Indonesia, hukum Islam belum bisa ditegakkan secara menyeluruh, karena akan bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam hukum Islam, hukuman pencuri adalah potong tangan,sedangkan di Indonesia, hukumannya adalah penjara.4

Istilah hukum Islam merupakan istilah khas di Indonesia, sebagai terjemahan dari Al- fiqh Al Islamy atau dalam keadaan konteks tertentu dari as-syariah al Islamy.5

Adapun pengertian hukum Islam dalam makna hukum fiqih Islam, adalah hukum yang bersumber dan disalurkan dari hukum syariat Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad, dikembangkan melalui ijtihad

3 Zainuddin Ali, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, h. 49

4 Mohammad Daud, Hukum Islam, (Jakarta : Rajawali Pers, 1998), h.23

5 Ishaq, Pengantar Hukum Indonesia (Cet. IV; Depok: Rajawali Pers, 2017), h. 307

oleh para ulama ahli hukum Islam yang memenuhi syarat untuk berijtihad dengan cara-cara yang telah ditentukan.6

Kemudian menurut Mohd Idris Ramulyo menjelaskan, bahwa hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan disalurkan dari hukum syariat Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an Sunnah nabi Muhammad saw., dan dikembangkan melalui ijtihad dari para ulama.7

Berdasarkan pengertian hukum Islam tersebut, dapatlah dijelaskan bahwa hukum Islam itu bersumber dari wahyu Allah (Al-Qur’an) ,sunnah Rasul (Hadis) dan ijtihad para ulama. Dengan demikian , dapat dipahami bahwa hukum Islam itu adalah hukum yang lebih tinggi bila dibandingkan dari hukum positif lainnya, seperti hukum pidana, hukum perdata, hukum agraria sebab hukum ini bersumber dari akal budi (rasio) manusia. Sedangkan hukum Islam bersumber dari wahyu Allah swt yaitu Al – Qur’an , hadis, dan ijtihad.8

Hukum Islam adalah hukum yang mengatur pergaulan hidup kaum muslimin.9 Pada abad ke-19, politik pemerintahan Belanda sendiri sangat berharap agar segera dapat menghilangkan pengaruh Islam dari sebagian besar orang Indonesia dengan berbagai cara, di antaranya melalui proses kristenisasi. Harapan itu sebagian besar didasarkan pada anggapan tentang superioritas agama Kristen terhadap agama Islam di pedesaan Jawa akan memudahkan orang Islam di ajak memeluk agama Kristen daripada mereka yang berada di negara-negara muslim lainnya.

6 Ishaq, Pengantar Hukum Indonesia, h. 307

7 Ishaq, Pengantar Hukum Indonesia, h. 307

8 Ishaq, Pengantar Hukum Indonesia, h. 307

9 Amiruddin Pabbu dan Rahman Syamsuddin, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2014), h.177

Walaupun secara teoritis hukum Islam menjadi dasar bagi semua aspek bagi setiap pemeluk agama Islam, namun karena pengaruh kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi, dalam kenyataannya hukum Islam itu masih memperjuangkan tempatnya dalam masyarakat, yang lebih ironis lagi memperjuangkan tempatnya dalam masyarakat Islam itu sendiri.

Hukum Islam hanya sebagai kumpulan peraturan yang berasal dari corpus jurisprudence Islam yang terbentuk secara historis di zaman lampau, kita akan terjebak kepada pandangan yang pesimis dan melihat hukum Islam sebagai peninggalan masa lalu yang telah memosil. Namun, haruslah diingat bahwa hukum Islam tidak hanya kumpulan peraturan hukum konkret dalam corpus fiqih.

Hukum Islam terdiri atas tiga lapisan norma yang meliputi : (1) norma-norma dasar (al-qiyam al asasiyyah), (2) asas-asas umum (al-usul al-kuliyyah), dan (3) peraturan-peraturan konkret (al-ahkam al-far”iyyah). Dalam asas hukum Islam sendiri ditegaskan bahwa tidak dingkari perubahan hukum karena perubahan zaman. Ada tiga syarat perubahan peraturan hukum, yaitu (1) ada tuntunan untuk melakukan perubahan, (2) peraturan tersebut tidak menyangkut substansi ibadah, dan (3) perubahan baru itu tertampung oleh nilai dan asas syariah lainnya.10

Menurut Hazairin, ahli hukum dari Universitas Indonesia, menegaskan bahwa pasal-pasal UUD 1945 mengandung prinsip-prinsip, antara lain tidak boleh dibuat peraturan yang bertentangan dengan kaidah-kaidah agama dan negara berkewajiban menjalankan syariat agama-agama, yaitu syariat Islam bagi umat Islam, syariat Hindu bagi umat Hindu, dan syariat Nasrani bagi umat Nasrani.11

10 Mohammad Daud, Hukum Islam, h.23

11 Irfan, Gratifikasi dan Kriminalitas Seksual dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta:

Amzah,2014). h.21

Atas dasar itu haruslah dipahami bahwa hukum Islam tidak hanya kumpulan peraturan konkret dari zaman lampau, melainkan juga harus dilihat sebagai asas-asas umum dan nilai-nilai universal yang dapat direijtihad di dalam berbagai kondisi yang berubah. Di Indonesia hukum Islam merupakan salah satu sumber pengembangan hukum nasional, di samping hukum adat dan hukum Barat. Dalam tata hukum Indonesia, hukum Islam memiliki peluang konstitusional yang jelas.

2. Sumber Hukum Islam

Sumber hukum Islam adalah segala sesuatu yang dijadikan pedoman atau yang menjadi sumber syariat Islam yaitu Al-Qur’an, Hadist nabi Muhammad (Sunnah Rasulullah saw.), Ijma, dan Qiyas.12

a. Sumber utama hukum Islam adalah Al-Qur’an. Al-Qur’an menurut bahasa berarti bacaan. Menurut istilah, Al-Qur’an adalah himpunan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. untuk disampaikan kepada manusia sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Al-Qur’an diturunkan sejak kenabian Muhammad saw secara berangsur-angsur dalam masa kurang lebih 21 tahun (perhitungan bulan syamsiyah) atau kurang lebih 22,5 tahun (perhitungan tahun Qamariyah), yakni sejak beliau berusia 40 tahun hingga beberapa waktu menjelang beliau wafat. Al-Qur’an diturunkan scara bertahap hingga terhimpun dengan baik dan sempurna. Di antara hikmah diturunkan Al-Qur’an secara bertahap adalah untuk memudahkan penerimaan, pencatatan, penghafalan, pemahaman maksud dan kandungan isinya serta memudahkan untuk dihayati dan diamalkan oleh kaum muslimin, Sebab apabila diturunkan secara sekaligus, akan menyulitkan

12 Mohammad Daud, Hukum Islam, h.27

dalam penghafalan, penulisan, penghayatan, dan pengamalannya .13 b. Al Hadis

Al Hadis menurut bahasa adalah Khabar atau berita. Menurut istilah, Al Hadis adalah segala berita yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw., meliputi sabda, perbuatan beliau dan perbuatan para sahabat yang beliau diamkan dalam arti membenarkannya.14

Hazim lazim pula disebut sunnah atau sunnah Rasulullah saw sedangkan menurut bahasa sunnah berarti kelakuan, perjalanan, pekerjaan atau cara. Hadis Nabi saw. dapat diketahui dari riwayat yang berantai, yang dimulai dari sahabat Nabi saw. yang langsung menyaksikan perbuatan Nabi saw. atau mndengar sabdanya. Para sahabat yang meliputi berita itu menyampaikannya kepada orang lain, baik kepada para sahabat lain maupun kepada para generasi setelah sahabat dan proses itu berlangsung sampai kepada para penulis Hadis seperti Bukhari Muslim, Abu Daud, At Tirmidzi, Ahmad An Nasa’i, Ibnu Majah, Daruquthni, Ibnu Hibbn dan sebagainya.15

c. Ijmak

Ijmak merupakan sumber hukum Islam yang ketiga. Ijmak menurut bahasa, artinya kesapakatan. Adapun menurut istilah, ijmak berarti pendapat para mujtahidin pada suatu masa dalam menetapkan suatu hukum yang tidak ditemukan dalilnya secara tegas dalam Al-Qur’an atau Hadis.16

Sunnatullah dalam perkembangan zaman senantiasa ditemui masalah-masalah baru dalam kehidupan manusia yang perlu diketahui kedudukan

13 Amroeni Drajat, Ulumul Quran, (Jakarta, Kencana, 2017),h.6

14 Manna Al Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis, (Jakarta Timur, Pustaka Al Kausar, 2013), h.22

15 Manna Al Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis, h.26

16 Amroeni Drajat, Ulumul Quran, h.8

hukumnya. Apabila para ulama mujtahidin sepakat dalam menetapkan hukumnya, berarti lahirlah ijmak / kesepakatan (konsensus) para ulama.

Meskipun ijmak menangani masalah-masalah yang tidak ada dalil hukumnya secara tegas dan jelas dari Al-Qur’an dan Hadis, namun prosesnya tidak boleh lrpas dari landasan Al-Qur’an dan Hadis, yaitu berpegang kepada kaidah dasar agama. Tidak boleh ada ijmak yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadis yang merupakan sumber kaidah dasar agama. Andai kata ada ijmak yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadis, ijmak tersebut otomatis batal.

d. Qiyas

Qiyas merupakan sumber hukum Islam yg keempat. Qiyas menurut bahasa artinya ukuran. Menurut istilah Qiyas adalah hukum yang telah tetap dalam suatu benda atau perkara, kemudian diberikan pula kepada suatu benda atau perkara lain yg dipandang memiliki asal, cabang, sifat dan hukum yang sama dengan suatu benda atau perkara yang telah tetap hukumnya.17

3. Tujuan Hukum Islam

Secara umum sering dirumuskan bahwa tujuan hukum Islam adalah kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat kelak, dengan jalan mengambil (segala) yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang mudarat, yaitu yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan. Dengan kata lain, tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan hidup manusia, baik rohani maupun jasmani, individual dan sosial. Kemaslahatan itu tidak hanya untuk kehidupan di dunia ini saja, tetapi juga untuk kehidupan yang kekal di akhirat kelak.18

Abu Ishaq Al Shatibi merumuskan lima tujuan hukum Islam, yakni memelihara (1) agama, (2) jiwa, (3)akal, (4) keturunan dan (5) harta, yang

17 Retnowulandari, Wahyuni, Hukum Islam dan Tata Hukum di Indonesia, (Jakarta : Trisakti, 2009), h.45

18 Irfan, Gratifikasi dan Kriminalitas Seksual dalam Hukum Pidana Islam, h.34

kemudian di sepakati oleh ilmuwan hukum Islam lainnya. Kelima tujuan hukum Islam itu di dalam kepustakaan disebut Al-Maqasid Al- Khamsah atau Al- Maqasid Al-Shariah (baca al-maqasidis syariah, kadang-kadang disebut al- maqadis syar’iyah) (tujuan-tujuan hukum Islam).19

Tujuan hukum Islam tersebut dapat dilihat dari dua segi, yakni (1) segi pembuat hukum Islam,yaitu Allah dan Rasul-Nya (2) segi manusia yang menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam itu. Kalau dilihat (1) pembuat Hukum Islam, tujuan Islam itu adalah pertama, untuk memenuhi keperluan hidup manusia yang bersifat primer, sekunder dan tersier yang dalam kepustakaan hukum Islam masing-masing disebut dengan istilah daruriyyat, hajjiyat dan tahsiniyyat. Kedua, tujuan hukum Islam adalah untuk ditaati dan dilaksanakan oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Ketiga, supaya dapat ditaati dan dilaksanakan dengan baik dan ebnar manusia wajib meningkatkan kemampuannya untuk memahami hukum Islam dengan mempelajari usul al-fiqh, yakni dasar pembentukan dan pemahaman hukum Islam sebagai metedologinya.20

Dengan kata lain, tujuan hakiki hukum Islam jika dirumuskan secara umum adalah tercapainya keridaan Allah swt. dalam kehidupan manusia di dunia dan di akhirat kelak.

4. Karakteristik Hukum Islam

Ada beberapa karakteristik Hukum Islam yaitu : a. Takāmul

Takāmul adalah lengkap, sempurna, dan bulat, berkumpul padanya aneka pandangan hidup”.21

19 Jaslin Bin Muhammad, Seks Islami, (Jakarta : PT Al Mawardi Prima, 2006), h.54

20 Jaslin Bin Muhammad, Seks Islami, h.57

21 M. Hasbi Ash-Shiddieu, Falsafah Hukum Islam (Cet. V, Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 105.

b. Bersifat universal

Hukum Islam bersifat universal, mencakup seluruh manusia di dunia tidak dibatasi oleh faktor geografis atau batasan teori.22

c. Moralitas (Akhlaqi)

Moral dan akhlak sangat penting dalam pergaulan dunia ini. Oleh karena

Moral dan akhlak sangat penting dalam pergaulan dunia ini. Oleh karena