• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERBANDINGAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TENTANG PENYIMPANGAN SEKSUAL TERHADAP BINATANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PERBANDINGAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TENTANG PENYIMPANGAN SEKSUAL TERHADAP BINATANG"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Oleh:

Sri Astuti Ana Darwis NIM: 10300117027

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2021

(2)

ii

Nim : 10300117027

Tempat/Tgl Lahir : Watampone, 21 April 1999

Jurusan : Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas : Syariah dan Hukum

Alamat : Jalan Yos Sudarso, Kab. Bone

Judul : Analisis Perbandingan Hukum Islam dan Hukum Positif Tentang Penyimpangan Seksual Terhadap Binatang

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar dan hasil karya sendiri, jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau keseluruhannya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh batal demi hukum.

Demikian surat peryataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Samata, 12 Juli 2021 Penyusun

Sri Astuti Ana Darwis 10300117027

(3)

iii

dan Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, telah diuji dan dipertahankan dalam sidang Munaqasyah yang diselenggarakan pada hari Rabu, tanggal 4 Agustus 2021 M, bertepatan dengan 25 Zulhijjah 1442 H, dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum.

Makassar, 4 Agustus 2021 M 25 Zulhijjah 1442 H DEWAN PENGUJI

Ketua : Dr. Muammar Muh. Bakry, Lc., M.Ag ( ... ) Sekretaris : Dr. Hj. Rahmatiah HL, M.Pd. ( ... ) Munaqasy I : Dr. Zulhas’ari Mustafa , S.Ag.,M.Ag (………..) Munaqasy II : Dr. H. Abdul Syatar, Lc.,M.H.I (……….) Pembimbing I : Dr. Abdul Wahid Haddade, Lc., M.Ag. ( ... ) Pembimbing II: Dr.H.A. Muhammad Akmal, S.Ag., M.H.I ( ... )

Disahkan oleh

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar

Dr. Muammar Muh. Bakry, Lc., M.Ag NIP.197311222000121002

(4)

iv

menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Perbandingan Hukum Islam dan Hukum Positif Tentang Penyimpangan Seksual Terhadap Binatang”

dalam rangka memenuhi dan melengkapi persyaratan untuk merahi gelar Sarjana Hukum pada jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad saw. yang telah memabawa manusia dari buruk menjadi baik dan sebagai contoh teladan yang baik. Dalam proses penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa semua proses ini tidak terlepas dari tuntutan dan bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Hamdan Juhannis, M.A, Ph.D., selaku Rektor UIN Alauddin Makassar beserta jajarannya.

2. Bapak Dr. H. Muammar Muhammad Bakry, Lc. M.Ag., sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar beserta jajarannya.

3. Ketua Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum Ayahanda Dr.

Achmad Musyahid, M.Ag., dan Sekertaris Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum ayahanda Dr. Abdi Wijaya, S.S., M.Ag., yang telah banyak memberikan ilmunya kepada mahasiswa didiknya serta staf jurusan ibu Maryam, S.E dan kakanda Mulham Jaki Asti, S.H, yang telah banyak membantu dalam pengurusan akademik.

(5)

v

awal bimbingan hingga proses penyelesaian skripsi.

5. Bapak Dr. Zulhas'ari Mustafa, S.Ag., M.Ag. selaku Penguji I dan bapak Dr. Abdul Syatar, Lc., M.H.I selaku Penguji II, yang telah banyak memberikan kritikan dan masukkan demi kesempurnaan skripsi penulis.

6. Seluruh bapak dan ibu Dosen Perbandingan Mazhab dan Hukum yang telah mendidik Penulis dari semester I sampai semester VIII sehingga Penulis mampu menyelesaikan studi dengan baik dan senantiasa memberikan ilmu yang bermanfaat dan berguna bagi penulis baik Formal maupun non Formal.

7. Kepada orang yang paling penulis sayangi, kagumi, dan penulis banggakan kepada orang tua penulis. Ayahanda Drs. H. Muhammad Darwis Arief dan ibunda HJ. Rosnaeni, S.Pd yang telah ikhlas memberikan do`a yang terbaik kepada penulis untuk tercapainya kesuksesan penulis mendapatkan gelar Sarjana Hukum (S.H).

terimakasih atas kepercayaan yang telah diberikan selama perkuliahan.

Kepada saudara Kandung penulis Rosmidar, S.Hut. dan Agustiawaty, S.Pd., M.Pd serta saudara Sepupu Agussalim dan Dewi Ratnasari, S.H.

dan keponakan tercinta Andi Tenri Aura Azzahra dan Andi Muh.

Abidzar Al Farisi Yang telah ikhlas mendoakan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi. Kepada Om dan Tante tercinta Mansur dan Hj. Maya serta Kepada nenek tercinta Penulis yang selalu mendengarkan keluh kesah penulis Hj. Marhumi. Penulis sangat

(6)

vi

8. Kepada sahabat dan teman-teman penulis PMH A 017 yang selalu mendoakan dan menyemangati penulis untuk menyelesaiakan skripsi penulis.

9. Kepada saudariku, teman kamarku, teman seperjuanganku Noranisa meski tidak satu rahim namun selalu ada, membantu, memotivasi, serta selalu mendengar keluh kesah penulis.

10. Kepada Sahabat Nunung Nurfajri Ainun, Husnul Akmalia, Febrianti, Sri Tantini, Mita Mulasari, Risnawati dan Yuliani Safitri selalu mendoakan dan menyemangati penulis untuk menyelesaiakan skripsi penulis.

11. Kepada sahabat PMII Rayon Syariah dan Hukum dan Seluruh sahabat PMII Komisariat UIN Alauddin Makassar selalu mendoakan dan menyemangati penulis untuk menyelesaiakan skripsi penulis.

12. Kepada Teman Kost terkhusus Mita Ayu Lestari dan Zulfa Ridayanti terimakasih selalu mengingatkan waktu bimbingan.

13. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah dengan tulus dan ikhlas memberikan doa dan motivasi sehingga dapat terselesaikan skripsi ini.

Atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis dengan rendah hati penulis mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya semoga Allah swt. yang akan membalas semuanya dan diberikan kesehatan. Amin.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak pada umumnya. Penulis sepenuhnya menyadari selama penulisan skripsi ini terdapat

(7)

vii

Gowa, 17 Juni 2021

Penulis

(8)

viii

PENGESAHAN SKRIPSI ...iii

KATA PENGANTAR ...iv

DAFTAR ISI ...viii

PEDOMAN LITERASI ...x

ABSTRAK ...xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...7

C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ...7

D. Tinjauan Pustaka ...9

E. Metode Penelitian ...11

F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...13

BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Hukum Islam ...14

B. Hukum Positif ...23

BAB III TINJAUAN UMUM PENYIMPANGAN SEKSUAL A. Penyimpangan Seksual ...29

B. Sejarah Penyimpangan Seksual ...30

C. Jenis-jenis Penyimpangan Seksual ...32

D. Faktor-faktor Penyimpangan Seksual ...35

E. Dampak Penyimpangan Seksual ...37

F. Dasar Hukum Penyimpangan Seksual ...40

(9)

ix

A. Tinjauan Hukum Islam tentang Penyimpangan Seksual terhadap Binatang

...49

B. Tinjauan Hukum Positif tentang Penyimpangan Seksual terhadap Binatang ...55

C. Analisis Perbandingan Hukum Islam dan Hukum Positif tentang Penyimpangan Seksual terhadap Binatang ...60

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...63

B. Saran ...65

DAFTAR PUSTAKA ...67

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...70

(10)

x

ا Alif Tidak dilambangkan tidak dilambangkan

ب Ba B Be

ت Ta T Te

ث Sa ṡ es (dengan titik di atas)

ج Jim J Je

ح Ha ḥ ha (dengan titk di

bawah)

خ Kha Kh ka dan ha

د Dal D De

ذ Zal Ż zet (dengan titik di atas)

ر Ra R Er

ز Zai Z Zet

س Sin S Es

ش Syin Sy es dan ye

ص Sad ṣ

es (dengan titik di bawah)

ض Dad ḍ

de (dengan titik di bawah)

ط Ta ṭ

te (dengan titik di bawah)

ظ Za ẓ

zet (dengan titk di bawah)

ع „ain „ apostrof terbalik

(11)

xi

ك Kaf K Ka

ل Lam L El

م Mim M Em

ن Nun N En

و Wau W We

ه Ha H Ha

ء Hamzah , Apostof

ي Ya Y Ye

Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apapun. Jika ia terletak ditengah atau di akhir maka ditulis dengan tanda (’) 2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Vokal tungggal bahasa Arab.

yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut:

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf yaitu:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

ا Fathah A A

ا Kasrah I I

ا Dammah U U

3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu :

(12)

xii yā‟

ى kasrahanyā‟ I i dan garis di atas

ىو ḍammahdan wau Ū u dan garis di atas

4. Ta Marbutah

Transliterasi untuk tā’ marbūṭah ada dua, yaitu: tā’ marbūṭahyang hidup atau mendapat harkat fatḥah, kasrah, dan ḍammah, yang transliterasinya adalah [t]. Sedangkan tā’ marbūṭahyang mati atau mendapat harkat sukun transliterasinya adalah [h].

Kalau pada kata yang berakhir dengan tā’ marbūṭahdiikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka tā’

marbūṭah itu transliterasinya dengan (h).

5. Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda tasydid ( ّ ), dalam transliterasinya ini dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah. Jika huruf ىber- tasyid diakhir sebuah kata dan didahului oleh huruf kasrah ( ّ ى), maka ia ditransliterasikan seperti huruf maddah menjadi (i).

6. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf (لا alif lam ma’arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti biasa, al-, baik ketika ia di ikuti oleh huruf syamsiah maupun huruf qamariah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan

(13)

xiii

hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

8. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia

Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata,istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi diatas. Misalnya kata Al-Qur’an (dari al-Qur’ān), alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka mereka harus ditransliterasi secara utuh.

9. Lafẓ al-Jalālah

Kata “Allah” yang didahului partake huruf jarr dan huruf lainnya atau berkedudukan sebagai muḍāf ilaih (frase nominal), ditransliterasi tanpa huruf hamzah.

Adapun tā’ marbūṭahdi akhir kata yang disandarkan kepadalafẓ al-Jalālah ditransliterasi dengan huruf [t].

10. Huruf Kapital

Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All caps), dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama dari (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak

(14)

xiv

maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR).

(15)

xv

Judul Skripsi : Analisis Perbandingan Hukum Islam dan Hukum Positif Tentang Penyimpangan Seksual Terhadap Binatang

Skripsi ini membahas tentang “Analisis Perbandingan Hukum Islam dan Hukum Positif tentang Penyimpangan Seksual Terhadap Binatang”. Adapun Rumusan masalah yang akan diselesaikan peneliti yaitu (1) Bagaimana tinjauan hukum Islam tentang penyimpangan seksual terhadap binatang ? (2) Bagaimana tinjauan hukum positif tentang penyimpangan seksual terhadap binatang ? (3) Bagaimana analisis perbandingan hukum Islam dan hukum positif tentang penyimpangan seksual terhadap binatang?. Adapun tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui dan memahami tinjauan hukum Islam tentang penyimpangan seksual terhadap binatang. (2) Mengetahui dan memahami tinjauan hukum positif tentang analisis penyimpangan seksual terhadap binatang (3) Mengetahui dan memahami perbandingan hukum Islam dan hukum positif tentang penyimpangan seksual terhadap binatang.

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, yang berisi uraian tentang teori, temuan dan bahan penelitian yang di peroleh dari bahan acuan untuk dijadikan landasan kegiatan penelitian. Jenis pendekatan penelitian deskriptif perbandingan. Deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara akurat ciri-ciri individu, kondisi, gejala atau kelompok tertentu dan mencakup frekuensi atau distribusi gejala tertentu/frekuensi hubungan antara gejala dan gejala lain yang timbul dalam masyarakat. Sedangkan perbandingan adalah upaya membandingkan ciri-ciri penting dari objek kajian sampai menjadi jelas. Sebagai perbandingan, perbedaan dapat didefinisikan dengan jelas sehingga esensi objek dapat dipahami lebih jelas yang diperoleh dari data primer dan sekunder.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan pendapat antara hukum Islam dan hukum positif mengenai penyimpangan seksual terhadap binatang. Berdasarkan dari pandangan hukum Islam memiliki pendapat yang sama dalam menanggapi hal tersebut. sedangkan dari segi hukum positif mengatakan bahwa peristiwa tersebut harus dikenakan sanksi dan denda.

Adapun Impikasi penelitian yakni (1) Salah satu bentuk pengetahuan penyimpangan seksual terhadap binatang berdasarkan hukum Islam dan hukum positif, (2) umat muslim dapat menjauhi penyimpangan seksual terhadap binatang sehingga tidak terjadi perbuatan mudarat, (3) Diharapkan mampu memberikan kebebasan dalam memilih pendapat yang menurutnya paling kuat untuk diamalkan.

(16)

1

Hukum Islam merupakan suatu sistem hukum yang sesuai dengan manusia, karena pembentukannya senantiasa memperhatikan kemaslahatan manusia dalam menghadapi berbagai masalah dan tantangan kehidupannya. Hal ini disebabkan Allah mengetahui hakikat jiwa manusia dan kemampuannya dalam membentuk akhlak. Akhlak yang diajarkan Islam bukan hanya memuat larangan dan pencegahan, tetapi juga dorongan untuk mewujudkan kepribadian yang bertaqwa kepada Allah.1

Hukum positif adalah kumpulan asas dan aturan hukum tertulis dan tidak tertulis yang berlaku saat ini dan mengikat secara umum atau khusus dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan di Indonesia.

Penekanannya adalah, karena secara ilmiah rechtwefenschap, pengertian hukum positif diperluas. Bukan hanya yang sedang terjadi, tetapi juga termasuk hukum- hukum yang pernah terjadi di masa lalu. Perkembangan ini muncul karena dalam definisi hukum positif yang konklusif, unsur-unsur tersebut berlaku pada waktu dan tempat tertentu.2

Kendati Islam telah mengatur hubungan biologis yang halal dan sah, penyimpangan tetap saja terjadi, baik berupa delik perzinahan, lesbian, homoseks, maupun bestiality (hubungan seksual dengan binatang). Ini semua terjadi karena adanya biologis yang tidak terkontrol dengan baik, yang disebabkan kurangnya memahami serta menjalankan ajaran agama. Naluri seks itu sendiri merupakan

1 Taufik, Dinamika Hukum Islam Indonesia (Cet.I; Yogyakarta: Deepublish, 2016), h.1

2 Irfan Hardiansyah, Tata Hukum Positif Indonesia (Cet.I; Pekanbaru: Hawa dan Ahwa), h.217

(17)

naluri yang paling kuat, yang menuntut penyaluran, dan jika penyaluran tidak memuaskan maka orang akan mengalami kegoncangan dan kehilangan control untuk mengendalikan nafsu birahinya dan timbullah hubungan seks di luar ketentuan hukum seperti bestiality.

Berdasarkan Qs. Ali Imran/3:14

ِّبَهَّذلا َنِّم ِّة َرَطْنَقُمْلا ِّرْيِّطاَنَقْلا َو َنْيِّنَبْلا َو ِّءۤاَسِّ نلا َنِّم ِّت ٰوَهَّشلا ُّبُح ِّساَّنلِّل َنِّ ي ُز هَدْنِّع ُ هاللّٰ َوۗ اَيْنُّدلا ِّةوٰيَحْلا ُعاَتَم َكِّلٰذ ۗ ِّث ْرَحْلا َو ِّماَعْنَ ْلْا َو ِّةَم َّوَسُمْلا ِّلْيَخْلا َو ِّةَّضِّفْلا َو

3

ِّبٰاَمْلا ُنْسُح

Terjemahnya :

Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.

Berdasarkan tafsir Jalalain (dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada syahwat) yakni segala yang disenangi serta diingini nafsu sebagai cobaan dari Allah atau tipu daya dari setan (yaitu wanita-wanita, anak- anak dan harta yang banyak) yang berlimpah dan telah berkumpul (berupa emas, perak, kuda-kuda yang tampan) atau baik (binatang ternak) yakni sapi dan kambing (dan sawah ladang) atau tanam-tanaman. (Demikian itu) yakni yang telah disebutkan tadi (merupakan kesenangan hidup dunia) di dunia manusia hidup bersenang-senang dengan hartanya, tetapi kemudian lenyap atau pergi (dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik) yakni surga, sehingga itulah yang seharusnya menjadi idaman dan bukan lainnya.

Ada ayat sebelumnya dijelaskan akibat yang akan diperoleh ketika seseorang terbujuk/tertipu (ghurur) oleh dunia dan anak. Sedangkan ayat ini menjelaskan tentang ragam dari pembujuk itu serta penyebabnya. Tujuan ayat ini

3 Kementerian Agama, Al Quran dan Terjemahan, ( Semarang: CV Toha Putra, 1989) h.43

(18)

adalah untuk mengingatkan manusia agar tidak menuruti syahwat dan melupakan perbuatan yang akan menghantarkan kepada kebahagiaan akhirat. Syahwat, menurut M. Quraish Shihab, adalah kecenderungan hati yang sulit terbendung terhadap suatu yang bersifat material. Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaili, dalam tafsir al-Munir, menyebutkan dua pendapat tentang siapa subyek dalam ayat ini.

Pendapat pertama mengatakan bahwa yang menjadikan indah adalah Allah. Ini karena kecintaan terhadap dunia adalah fitrah pemberian dariNya. Tujuan dari Allah adalah untuk menguji manusia. Sedang pendapat kedua, yang menjadikan indah adalah syetan. Tujuan setan adalah untuk menyesatkan manusia.

Bestiality adalah tindakan untuk mencari kepuasan seksual dengan jalan berhubungan dengan binatang. Walaupun kasusnya jarang sekali terjadi, namun gejalanya tetap ada. Pada zaman dahulu perbuatan ini lebih banyak dilakukan oleh kaum pria dibandingkan wanita. Akan tetapi pada saat ini keadaan terbalik, kaum wanita justru lebih banyak melakukan perbuatan ini dibandingkan pria, khususnya di Negara-negara Barat. Hewan yang banyak digunakan untuk melakukan hubungan ini adalah anjing, sebab selain pintar, populasi hewan ini justru lebih banyak dibandingkan dengan yang lain.4

Agama Islam sendiri telah diterapkan bagaimana seorang suami isteri itu melakukan hubungan seksual yang wajar. Di dalam sebuah ikatan perkawinan, penyaluran kebutuhan biologis tidak hanya dipandang sebagai pemenuhan hak dan kewajiban semata antara suami dan isteri. Melainkan juga bernilai ibadah di sisi Allah swt. Perbuatan ini bernilai ibadah ketika pelaksanaan hubungan seksual sesuai dengan aturan dan anjuran yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw.

Sejalan dengan perkembangan dan perubahan zaman (peradaban), banyak umat Islam yang lupa akan anjuran Nabi Muhammad saw., ketika mereka melakukan

4 Neng Djubaedah, Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam (Jakarta:

Kencana,2016), h.56

(19)

aktivitas seksual dengan pasangannya. Banyak dari umat Islam menganggap bahwa aktivitas ini hanyalah sebuah bentuk rutinitas saja, tanpa bernilai ibadah.

Sehingga mereka melakukannya dengan sesuka hati mereka. Padahal Nabi Muhammad saw., telah menegaskan bahwa hubungan seksual antara suami dan isteri akan mendapatkan pahala yang sangat besar di sisi Allah swt., ketika dilakukan sesuai aturan.5

Dorongan seksual adalah sebuah fitrah kemanusiaan, tentu keinginan untuk menurutinya merupakan sesuatu hal yang kodrati dan sejalan dengan maksud normatif agama. Agama hanya melarang jika dorongan seksual itu mengarah pada hubungan seksual yang menyimpang dari fitrah kemanusiaan dan akal sehat, atau mengarah pada yang kita sebut penyimpangan seksual (sexual deviation). Hal ini karena menurut ajaran agama, hubungan seksual bukan sekedar cara untuk menuruti dorongan seksual atau jalan memperoleh kepuasan seksual, tetapi lebih dalam maknanya dari itu berkaitan dengan kebutuhan manusia untuk berkembang biak.6

Jelas bahwa seks adalah kebutuhan biologis manusia yang tidak dapat dipisah-pisahkan dalam kehidupan manusia. Dari kenyataan ini, seks merupakan faktor yang sangat penting untuk dipelajari agar kebutuhan seks berjalan dengan wajar. Jika naluri seks manusia, anugerah Tuhan ini diselewengkan menurut hawa nafsu. Tentu insting manusia untuk mempertahankan kelangsungan keturunan tidak akan berhasil, bahkan sebaliknya akan punah. Untuk menghindari hal-hal seperti itu perlu sekali diterapkan moral agama dalam seks. Moral berarti ajaran mengenai baik dan buruknya tingkah laku manusia.7 Jika moral agama diterapkan

5 Mohd. Idris Ramulyo, Asas-asas Hukum Islam: Sejarah Timbul dan Berkembangannya Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia, h.87

6 Neng Djubaedah, Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam, h.56

7 Masjfuk Zuhdi, Masai Fiqhiya (Jakarta: CV. Mas Agung, 1998), h. 53

(20)

dalam seks, niscaya agama akan membimbing tingkah laku hubungan seks yang baik. Seks yang berjalan sesuai dengan moral agama, pasti akan berjalan dengan baik, wajar tanpa menodai harkat dan martabat manusia. Di sini letak kepentingan pendidikan seks, yaitu suatu pendidikan mengenai seks yang sesuai dan sejalan dengan tuntunan agama.

Berdasarkan Qs. Al Isra 17/32:

هَّنِّا ٓىٰن ِّ زلا اوُب َرْقَت َلْ َو ًلْيِّبَس َءۤاَس َوۗ ًةَش ِّحاَف َناَك ٗ

Terjemahnya :

Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.8

Berdasarkan tafsir Jalalain (Dan janganlah kalian mendekati zina) larangan untuk melakukannya jelas lebih keras lagi (sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji).

Maksud dari ayat di atas adalah larangan mendekati lebih dalam daripada larangan melakukan, karena hal ini menunjukkan dilarang pula segala yang mengantarkan kepadanya. Yakni perkara yang dianggap keji baik oleh syara’, akal maupun fitrah manusia, karena di dalamnya terdapat sikap berani terhadap larangan yang terkait dengan hak Allah, hak wanita, hak keluarganya atau suaminya, merusak kasur, mencampuradukkan nasab dan mafsadat lainnya.

Pengetahuan manusia semakin maju, kemajuan ini dilihat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyaknya kelebihan dari teknologi informasi salah satunya adalah tersebar seluruh pelosok negeri, tetapi memiliki kekurangan di antaranya menurunkan moral manusia.

Pornografi sebagai contoh terbesar yang tersebar di seluruh media cetak dan media elektronik. Dilihat dari tampilan perilaku yang menyimpang seperti hubungan seksual sesama perempuan, selain makhluk orang, yang menjadi korban

8 Kementerian Agama, Al Quran dan Terjemahan, ( Semarang: CV Toha Putra, 1989) h.76

(21)

dari pelaku kejahatan itu juga makhluk lain, yaitu binatang atau hewan, karena ternyata VCD porno tidak hanya memvisualisasikan hubungan seksual antara manusia dengan manusia saja, baik secara heteroseksual maupun homoseksual, tetapi juga memvisualkan hubungan seksual antara manusia dan binatang.9

Pornografi sebagai contoh terbesar yang tersebar di seluruh media cetak dan media elektronik. Dilihat dari tampilan perilaku yang menyimpang seperti hubungan seksual sesama perempuan, selain makhluk orang, yang menjadi korban dari pelaku kejahatan itu juga makhluk lain, yaitu binatang atau hewan, karena ternyata VCD porno tidak hanya memvisualisasikan hubungan seksual antara manusia dengan manusia saja, baik secara heteroseksual maupun homoseksual, tetapi juga memvisualkan hubungan seksual antara manusia dan binatang.

Melihat banyaknya bentuk penyimpangan seksual yang terjadi dan pengaruh negatif yang ditimbulkan terhadap masyarakat dan dapat dikatakan bahwa dengan banyaknya permasalahan yang ditimbulkan akibat pengaruh timbal balik kesadaran hukum masyarakat terutama setelah berlakunya kembali Kompilasi Hukum Islam. Peneliti menjadi tertarik untuk menjadikan masalah tersebut sebagai latar belakang dari dipilihnya judul tentang “Analisis Perbandingan Hukum Islam dan Hukum Positif Tentang Penyimpangan Seksual Terhadap Binatang”.

9 Neng Djubaedah, Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam, h.59

(22)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka pokok masalah dalam skripsi ini adalah bagaimana Analisis Perbandingan Hukum Islam dan Hukum Positif Tentang Penyimpangan Seksual Terhadap Binatang yang dijabarkan dalam 3 sub masalah yaitu :

1. Bagaimana tinjauan hukum Islam tentang penyimpangan seksual terhadap binatang ?

2. Bagaimana tinjauan hukum positif tentang penyimpangan seksual terhadap binatang ?

3. Bagaimana analisis perbandingan hukum Islam dan hukum positif tentang penyimpangan seksual terhadap binatang ?

C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Penelitian

No. Fokus Penelitian Deskripsi Fokus 1. Hukum Islam dan Hukum

Positif

Hukum Islam adalah hukum yang berasal dari dan diturunkan dari hukum syariah Islam yang termuat dalam al-Qur'an dan sunnah Nabi Muhammad, yang dikembangkan melalui ijtihad oleh para ulama hukum Islam yang memenuhi syarat untuk melakukan ijtihad dengan cara yang telah ditentukan.10

Hukum positif adalah kumpulan prinsip dan peraturan hukum tertulis dan tidak tertulis yang saat ini berlaku dan mengikat secara umum atau khusus dan

10 Taufik, Dinamika Hukum Islam Indonesia, h.1

(23)

dikuatkuasakan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan di negara Indonesia.11

2. Penyimpangan Seksual terhadap binatang

Penyimpangan seksual yang dilakukan dengan binatang dikenal dengan istilah bestiality, merujuk pada aktivitas seksual dengan hewan non manusia (kebinatangan), keinginan untuk melakukannya atau ke paraphilia (gairah atipikal).

3. Analisis Perbandingan Hukum Islam dan Hukum Positif tentang Penyimpangan Seksual terhadap Binatang

- Dengan adanya hukuman berdasarkan hukum Islam dan hukum Positif menciptakan Efek jerah terhadap pelaku.

- Dengan adanya sanksi dan denda dapat melindungi kepentingan masyarakat agar tidak terganggu.

- Terhindar dari mudarrat

11 Irfan Hardiansyah, Tata Hukum Positif Indonesia, h.217

(24)

D. Tinjauan Pustaka

Adapun sumber teori yang digunakan penulis untuk mengurai tulisan ini yaitu: Al-Quran, Hadis dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, serta artikel-artikel yang terkait dengan materi hukum konsumsi hewan yang telah disetubuhi manusia Selanjutnya, akan digunakan beberapa literatur atau buku yang ada kaitanya dengan tulisan ini. Di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Disertasi yang disusun oleh Abdurahman dengan judul desertasi yaitu Pengaturan Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Hewan dalam Hukum Pidana Indonesia. Pengaturan tindak pidana persetubuhan terhadap hewan dalam hukum pidana Indonesia belum diatur secara konkrit dan jelas baik didalam KUHP serta beberapa peraturan lainnya yang berkaitan dengan hewan. diantaranya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang perubahan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan.

2. Tesis yang disusun oleh Nadillah Maudi dengan judul tesis yaitu kriminalisasi perilaku penyimpangan seksual terhadap hewan. Pasal 341 Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana tersebut telah mengatur bahwa setiap orang yang melakukan hubungan seksual dengan hewan kemudian harus dipidana. Akan tetapi, jika dilihat dari segi kejiwaannya seseorang melakukan hubungan seksual dengan hewan dipastikan mengalami gangguan kesehatan yang dapat disebut dengan bestiality.

(25)

3. Skripsi yang disusun oleh Liga Saplendra Ginting dengan judul skripsi yaitu perbandingan tindak pidana penyimpangan seksual menurut hukum positif di Indonesia dan Hukum Islam. Di dalam Hukum positif di Indonesia belum ada aturan hukum khusus yang mengatur larangan maupun ketentuan hukuman bagi orang yang melakukan hubungan seksual dengan hewan. Namun apabila penyimpangan seksual ini dilakukan di muka umum maka dapat dikaitkan dengan pasal 281 KUHP tentang kejahatan terhadap kesopanan.

4. Raden Fadhil Firdaus dalam jurnal “Sanksi Tindak Pidana Penyimpangan Seksual Terhadap Hewan dalam Hukum Pidana Islam”.

Jurnal ini membahas tentang sanksi pidana penyimpangan seksual terhadap hewan. Penyimpangan seksual merupakan salah satu bentuk perilaku yang menyimpang karena melanggar norma-norma yang berlaku. Penyimpangan seksual dapat juga diartikan sebagai bentuk perbuatan yang mengabaikan nilai dan norma yang melanggar, bertentangan atau menyimpang dari aturan-aturan hukum.

5. Neng Djubaedah, dalam bukunya berjudul “Pornografi Pornoaksi ditinjau dari Hukum Islam”. Buku ini membahas tentang isu di berbagai lapisan masyarakat, namun pro dan kontra isu ini sulit mencapai titik temu final, bahkan dikalangan umat Islam sendiri masih sering terjadi silang pendapat mengenai batasan, kriteria dan hal lain yang terkait dengan pornografi dan pornoaksi. Dapat ditinjau dari sudut tujuan (maqasid) hukum Islam, bahwa hukum Islam bertujuan memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.

(26)

6. Adnan Tharsyah dalam bukunya berjudul “Yang Disenangi Nabi saw dan yang Tidak Disukai”. Buku ini membahas tentang menyetubuhi hewan dan penulis buku ini berpendapat bahwa hewan tersebut dibunuh karena jangan sampai melahirkan hewan dalam rupa manusia dan tidak menjadi suatu keaiban bagi pemiliknya di dunia karena terus memeliharanya. Dan ada pula mengatakan bahwa hewan tersebut jika termasuk hewan yang halal dimakan, maka hukumnya harus dibunuh.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara untuk menyelesaikan masalah ataupun cera mengembangkan ilmu pengetahuan dengan menggunakan metode ilmiah.

Adapun metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

1. Jenis Penelitian

Jenis kajian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif adalah penyelidikan yang menafsirkan peristiwa atau fenomena.

Deskriptif kualitatif digunakan untuk mencari makna bagi suatu fenomena dengan menggunakan teknik analisis mendalam yang meneliti masalah. Yaitu dengan meneliti analisis perbandingan hukum Islam dan hukum positif mengenai hukum memakan hewan yang telah melakukan hubungan seks dengan manusia.

2. Metode Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan deskriptif perbandingan. Deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara akurat ciri-ciri individu, kondisi, gejala atau kelompok tertentu dan mencakup frekuensi atau distribusi gejala tertentu/frekuensi hubungan antara gejala dan gejala lain yang timbul dalam masyarakat. Sedangkan perbandingan adalah upaya membandingkan ciri-ciri penting dari objek kajian sampai menjadi jelas. Sebagai perbandingan, perbedaan dapat didefinisikan dengan jelas sehingga esensi objek dapat dipahami lebih jelas.

(27)

3. Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah kepustakaan (Library Research), yaitu sumber data yang diperoleh dari tinjauan beberapa literatur dan sumber bacaan lain yang dapat mendukung penulisan penelitian ini.

Sumber data adalah primer, sekunder dan tersier. Sifat primer adalah bahan hukum yang mengikat atau membuat manusia taat pada hukum seperti Al- Qur'an dan Hadist. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku, artikel, pendapat ahli dan sebagainya. Data tersier adalah data yang memberikan penjelasan tentang data primer dan data sekunder.

4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara yang digunakan untuk mengumpulkan data. Adapun teknik yang digunakan yaitu:

a. Teknik Kepustakaan yaitu mengumpulkan beberapa literature yang relevan dengan penelitian.

b. Teknik Kutipan yaitu pinjaman kalimat atau pendapat seseorang baik berupa tulisan (buku, artikel dll) maupun secara lisan yang berkaitan dengan penulisan ini.

5. Pengelohan Data / Analisis Data

Setelah data terkumpul, data tersebut kemudian diolah dengan menggunakan teknik analisis data yaitu dengan mengkaji dan menelaah data, menginterpretasikan data yang terkumpul sehingga fenomena tersebut dapat digambarkan sebagai fenomena yang sedang dipelajari. Kemudian data tersebut diolah menggunakan metode komparatif dengan menganalisis Perbandingan Hukum Islam dan Hukum Positif tentang penyimpangan seksual terhadap hewan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan akhir yang jelas.

(28)

F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk:

a. Mengetahui dan memahami tinjauan hukum Islam tentang penyimpangan seksual terhadap binatang

b. Mengetahui dan memahami tinjauan hukum positif tentang penyimpangan seksual terhadap binatang

c. Mengetahui dan memahami perbandingan hukum Islam dan hukum positif tentang penyimpangan seksual terhadap binatang.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan peneliatian ini yaitu:

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang ilmu pengetahuan khususnya di bidang hukum Islam dan hukum positif. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sarana penelitian selanjutnya dan menjadi sumber referensi dalam mempelajari ilmu pengetahuan khususnya penyimpangan seksual terhadap binatang secara lebih mendalam untuk kepentingan keilmuan lainnya.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca dan masyarakat yang belum memahami analisis perbandingan hukum Islam dan hukum positif tentang penyimpangan seksual terhadap binatang.

(29)

14 1. Pengertian Hukum Islam

Hukum yang berlaku bagi semua yang memeluk agama Islam, di manapun mereka berada. Seperti halnya hukum hindu maka hukum Islam pun merupakan hukum masyarakat Islam dan bukan penduduk sebuah negara. Sejarah umat Islam di Indonesia pada hakikatnya adalah sosok dari bangsa karena jumlah umat Islam yang mayoritas, dominan, seharusnya menentukan pola berpikir dan pola pembentukan hukum bangsa Indonesia.

Secara teori hanya ada satu hukum Islam yang berlaku disemua wilayah tempat bermukim kaum muslimin. Namun telah ada sejak berabad-abad, beberapa aliran lokal. Hukum Islam bukan merupakan suatu ilmu pengetahuan melainkan salah satu aspek agama.1 Hal ini meliputi teologi yang menetapkan dogma, yakni apa yang dipedomani sebagai kepercayaan kaum muslimin dan syariat yang memberikan ketentuan kepada orang beriman meliputi apa yang dilakukan dan apa yang wajib ditinggalkan. Dalam mempelajari hukum Islam, orang tidak bisa melepaskan diri dari mempelajari sepintas lalu agama Islam. Karena hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis Rasulullah saw., merupakan bagian dari agama Islam, dalam arti luas (yang akan dijelaskan kelak dalam membicarakan sumber-sumber hukum Islam).2

1 Zainuddin Ali, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008) h. 45

2 Al-Mansor, Ansory. 48 Macam Perbuatan Dosa. (Cet. II; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h.170

(30)

Al-Quran dan literatur Islam sama sekali tidak menyebutkan kata hukum Islam sebagai salah satu istilah. Yang ada di dalam kata Al-Quran adalah kata syari’ah.Fiqh, hukum Allah, dan yang seakar dengannya, istilah hukum Islam merupakan terjemahan dari Islamic law dalam literature Barat. Istilah ini kemudian menjadi popular. Untuk memberikan kejelasan tentang makna hukum Islam maka perlu diketahui lebih dahulu arti masing-masing kata. Hakama- yahkumu yang kemudian bentuk mashdar-nya menjadi hukman. Lafadz al- hukmuh adalah bentuk tunggal dari bentuk jamak al-ahkam3.

Hukum Islam mencakup berbagai dimensi. Dimensi abstrak, dalam wujud segala perintah dan larangan Allah dan Rasul-Nya dan dimensi konkret , dalam wujud perilaku pola yang bersifat tetap dikalangan orang Islam sebagai upaya untuk melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya itu. Lebih konkret lagi dalam wujud perilaku manusia (amaliah), baik individual maupun kolektif. Hukum Islam juga mencakup substansi yang terinternalisasi ke dalam berbagai pranata sosial.

Hukum Islam adalah hukum yang berasal dari Al-Qur’an . Di Indonesia, hukum Islam belum bisa ditegakkan secara menyeluruh, karena akan bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam hukum Islam, hukuman pencuri adalah potong tangan,sedangkan di Indonesia, hukumannya adalah penjara.4

Istilah hukum Islam merupakan istilah khas di Indonesia, sebagai terjemahan dari Al- fiqh Al Islamy atau dalam keadaan konteks tertentu dari as- syariah al Islamy.5

Adapun pengertian hukum Islam dalam makna hukum fiqih Islam, adalah hukum yang bersumber dan disalurkan dari hukum syariat Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad, dikembangkan melalui ijtihad

3 Zainuddin Ali, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, h. 49

4 Mohammad Daud, Hukum Islam, (Jakarta : Rajawali Pers, 1998), h.23

5 Ishaq, Pengantar Hukum Indonesia (Cet. IV; Depok: Rajawali Pers, 2017), h. 307

(31)

oleh para ulama ahli hukum Islam yang memenuhi syarat untuk berijtihad dengan cara-cara yang telah ditentukan.6

Kemudian menurut Mohd Idris Ramulyo menjelaskan, bahwa hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan disalurkan dari hukum syariat Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an Sunnah nabi Muhammad saw., dan dikembangkan melalui ijtihad dari para ulama.7

Berdasarkan pengertian hukum Islam tersebut, dapatlah dijelaskan bahwa hukum Islam itu bersumber dari wahyu Allah (Al-Qur’an) ,sunnah Rasul (Hadis) dan ijtihad para ulama. Dengan demikian , dapat dipahami bahwa hukum Islam itu adalah hukum yang lebih tinggi bila dibandingkan dari hukum positif lainnya, seperti hukum pidana, hukum perdata, hukum agraria sebab hukum ini bersumber dari akal budi (rasio) manusia. Sedangkan hukum Islam bersumber dari wahyu Allah swt yaitu Al – Qur’an , hadis, dan ijtihad.8

Hukum Islam adalah hukum yang mengatur pergaulan hidup kaum muslimin.9 Pada abad ke-19, politik pemerintahan Belanda sendiri sangat berharap agar segera dapat menghilangkan pengaruh Islam dari sebagian besar orang Indonesia dengan berbagai cara, di antaranya melalui proses kristenisasi. Harapan itu sebagian besar didasarkan pada anggapan tentang superioritas agama Kristen terhadap agama Islam di pedesaan Jawa akan memudahkan orang Islam di ajak memeluk agama Kristen daripada mereka yang berada di negara-negara muslim lainnya.

6 Ishaq, Pengantar Hukum Indonesia, h. 307

7 Ishaq, Pengantar Hukum Indonesia, h. 307

8 Ishaq, Pengantar Hukum Indonesia, h. 307

9 Amiruddin Pabbu dan Rahman Syamsuddin, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2014), h.177

(32)

Walaupun secara teoritis hukum Islam menjadi dasar bagi semua aspek bagi setiap pemeluk agama Islam, namun karena pengaruh kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi, dalam kenyataannya hukum Islam itu masih memperjuangkan tempatnya dalam masyarakat, yang lebih ironis lagi memperjuangkan tempatnya dalam masyarakat Islam itu sendiri.

Hukum Islam hanya sebagai kumpulan peraturan yang berasal dari corpus jurisprudence Islam yang terbentuk secara historis di zaman lampau, kita akan terjebak kepada pandangan yang pesimis dan melihat hukum Islam sebagai peninggalan masa lalu yang telah memosil. Namun, haruslah diingat bahwa hukum Islam tidak hanya kumpulan peraturan hukum konkret dalam corpus fiqih.

Hukum Islam terdiri atas tiga lapisan norma yang meliputi : (1) norma-norma dasar (al-qiyam al asasiyyah), (2) asas-asas umum (al-usul al-kuliyyah), dan (3) peraturan-peraturan konkret (al-ahkam al-far”iyyah). Dalam asas hukum Islam sendiri ditegaskan bahwa tidak dingkari perubahan hukum karena perubahan zaman. Ada tiga syarat perubahan peraturan hukum, yaitu (1) ada tuntunan untuk melakukan perubahan, (2) peraturan tersebut tidak menyangkut substansi ibadah, dan (3) perubahan baru itu tertampung oleh nilai dan asas syariah lainnya.10

Menurut Hazairin, ahli hukum dari Universitas Indonesia, menegaskan bahwa pasal-pasal UUD 1945 mengandung prinsip-prinsip, antara lain tidak boleh dibuat peraturan yang bertentangan dengan kaidah-kaidah agama dan negara berkewajiban menjalankan syariat agama-agama, yaitu syariat Islam bagi umat Islam, syariat Hindu bagi umat Hindu, dan syariat Nasrani bagi umat Nasrani.11

10 Mohammad Daud, Hukum Islam, h.23

11 Irfan, Gratifikasi dan Kriminalitas Seksual dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta:

Amzah,2014). h.21

(33)

Atas dasar itu haruslah dipahami bahwa hukum Islam tidak hanya kumpulan peraturan konkret dari zaman lampau, melainkan juga harus dilihat sebagai asas-asas umum dan nilai-nilai universal yang dapat direijtihad di dalam berbagai kondisi yang berubah. Di Indonesia hukum Islam merupakan salah satu sumber pengembangan hukum nasional, di samping hukum adat dan hukum Barat. Dalam tata hukum Indonesia, hukum Islam memiliki peluang konstitusional yang jelas.

2. Sumber Hukum Islam

Sumber hukum Islam adalah segala sesuatu yang dijadikan pedoman atau yang menjadi sumber syariat Islam yaitu Al-Qur’an, Hadist nabi Muhammad (Sunnah Rasulullah saw.), Ijma, dan Qiyas.12

a. Sumber utama hukum Islam adalah Al-Qur’an. Al-Qur’an menurut bahasa berarti bacaan. Menurut istilah, Al-Qur’an adalah himpunan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. untuk disampaikan kepada manusia sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Al-Qur’an diturunkan sejak kenabian Muhammad saw secara berangsur-angsur dalam masa kurang lebih 21 tahun (perhitungan bulan syamsiyah) atau kurang lebih 22,5 tahun (perhitungan tahun Qamariyah), yakni sejak beliau berusia 40 tahun hingga beberapa waktu menjelang beliau wafat. Al-Qur’an diturunkan scara bertahap hingga terhimpun dengan baik dan sempurna. Di antara hikmah diturunkan Al-Qur’an secara bertahap adalah untuk memudahkan penerimaan, pencatatan, penghafalan, pemahaman maksud dan kandungan isinya serta memudahkan untuk dihayati dan diamalkan oleh kaum muslimin, Sebab apabila diturunkan secara sekaligus, akan menyulitkan

12 Mohammad Daud, Hukum Islam, h.27

(34)

dalam penghafalan, penulisan, penghayatan, dan pengamalannya .13 b. Al Hadis

Al Hadis menurut bahasa adalah Khabar atau berita. Menurut istilah, Al Hadis adalah segala berita yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw., meliputi sabda, perbuatan beliau dan perbuatan para sahabat yang beliau diamkan dalam arti membenarkannya.14

Hazim lazim pula disebut sunnah atau sunnah Rasulullah saw sedangkan menurut bahasa sunnah berarti kelakuan, perjalanan, pekerjaan atau cara. Hadis Nabi saw. dapat diketahui dari riwayat yang berantai, yang dimulai dari sahabat Nabi saw. yang langsung menyaksikan perbuatan Nabi saw. atau mndengar sabdanya. Para sahabat yang meliputi berita itu menyampaikannya kepada orang lain, baik kepada para sahabat lain maupun kepada para generasi setelah sahabat dan proses itu berlangsung sampai kepada para penulis Hadis seperti Bukhari Muslim, Abu Daud, At Tirmidzi, Ahmad An Nasa’i, Ibnu Majah, Daruquthni, Ibnu Hibbn dan sebagainya.15

c. Ijmak

Ijmak merupakan sumber hukum Islam yang ketiga. Ijmak menurut bahasa, artinya kesapakatan. Adapun menurut istilah, ijmak berarti pendapat para mujtahidin pada suatu masa dalam menetapkan suatu hukum yang tidak ditemukan dalilnya secara tegas dalam Al-Qur’an atau Hadis.16

Sunnatullah dalam perkembangan zaman senantiasa ditemui masalah- masalah baru dalam kehidupan manusia yang perlu diketahui kedudukan

13 Amroeni Drajat, Ulumul Quran, (Jakarta, Kencana, 2017),h.6

14 Manna Al Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis, (Jakarta Timur, Pustaka Al Kausar, 2013), h.22

15 Manna Al Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis, h.26

16 Amroeni Drajat, Ulumul Quran, h.8

(35)

hukumnya. Apabila para ulama mujtahidin sepakat dalam menetapkan hukumnya, berarti lahirlah ijmak / kesepakatan (konsensus) para ulama.

Meskipun ijmak menangani masalah-masalah yang tidak ada dalil hukumnya secara tegas dan jelas dari Al-Qur’an dan Hadis, namun prosesnya tidak boleh lrpas dari landasan Al-Qur’an dan Hadis, yaitu berpegang kepada kaidah dasar agama. Tidak boleh ada ijmak yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadis yang merupakan sumber kaidah dasar agama. Andai kata ada ijmak yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadis, ijmak tersebut otomatis batal.

d. Qiyas

Qiyas merupakan sumber hukum Islam yg keempat. Qiyas menurut bahasa artinya ukuran. Menurut istilah Qiyas adalah hukum yang telah tetap dalam suatu benda atau perkara, kemudian diberikan pula kepada suatu benda atau perkara lain yg dipandang memiliki asal, cabang, sifat dan hukum yang sama dengan suatu benda atau perkara yang telah tetap hukumnya.17

3. Tujuan Hukum Islam

Secara umum sering dirumuskan bahwa tujuan hukum Islam adalah kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat kelak, dengan jalan mengambil (segala) yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang mudarat, yaitu yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan. Dengan kata lain, tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan hidup manusia, baik rohani maupun jasmani, individual dan sosial. Kemaslahatan itu tidak hanya untuk kehidupan di dunia ini saja, tetapi juga untuk kehidupan yang kekal di akhirat kelak.18

Abu Ishaq Al Shatibi merumuskan lima tujuan hukum Islam, yakni memelihara (1) agama, (2) jiwa, (3)akal, (4) keturunan dan (5) harta, yang

17 Retnowulandari, Wahyuni, Hukum Islam dan Tata Hukum di Indonesia, (Jakarta : Trisakti, 2009), h.45

18 Irfan, Gratifikasi dan Kriminalitas Seksual dalam Hukum Pidana Islam, h.34

(36)

kemudian di sepakati oleh ilmuwan hukum Islam lainnya. Kelima tujuan hukum Islam itu di dalam kepustakaan disebut Al-Maqasid Al- Khamsah atau Al- Maqasid Al-Shariah (baca al-maqasidis syariah, kadang-kadang disebut al- maqadis syar’iyah) (tujuan-tujuan hukum Islam).19

Tujuan hukum Islam tersebut dapat dilihat dari dua segi, yakni (1) segi pembuat hukum Islam,yaitu Allah dan Rasul-Nya (2) segi manusia yang menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam itu. Kalau dilihat (1) pembuat Hukum Islam, tujuan Islam itu adalah pertama, untuk memenuhi keperluan hidup manusia yang bersifat primer, sekunder dan tersier yang dalam kepustakaan hukum Islam masing-masing disebut dengan istilah daruriyyat, hajjiyat dan tahsiniyyat. Kedua, tujuan hukum Islam adalah untuk ditaati dan dilaksanakan oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Ketiga, supaya dapat ditaati dan dilaksanakan dengan baik dan ebnar manusia wajib meningkatkan kemampuannya untuk memahami hukum Islam dengan mempelajari usul al-fiqh, yakni dasar pembentukan dan pemahaman hukum Islam sebagai metedologinya.20

Dengan kata lain, tujuan hakiki hukum Islam jika dirumuskan secara umum adalah tercapainya keridaan Allah swt. dalam kehidupan manusia di dunia dan di akhirat kelak.

4. Karakteristik Hukum Islam

Ada beberapa karakteristik Hukum Islam yaitu : a. Takāmul

Takāmul adalah lengkap, sempurna, dan bulat, berkumpul padanya aneka pandangan hidup”.21

19 Jaslin Bin Muhammad, Seks Islami, (Jakarta : PT Al Mawardi Prima, 2006), h.54

20 Jaslin Bin Muhammad, Seks Islami, h.57

21 M. Hasbi Ash-Shiddieu, Falsafah Hukum Islam (Cet. V, Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 105.

(37)

b. Bersifat universal

Hukum Islam bersifat universal, mencakup seluruh manusia di dunia tidak dibatasi oleh faktor geografis atau batasan teori.22

c. Moralitas (Akhlaqi)

Moral dan akhlak sangat penting dalam pergaulan dunia ini. Oleh karena itu, Allah sengaja mengutus Nabi untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.

Sebagaimana juga Allah memerintahkan untuk mengambil contoh teladan dari moral Nabi. Relasi antara moral dan hukum adalah karakteristik terpenting dari kajian hukum Islam. Dalam hukum Islam antara keduanya tidak ada pemisahan, jadi pembahsan hukum Islam juga termasuk di dalamnya pembahasan moralitas.

Berbeda halnya dalam kajian hukum Barat, yang jelas-jelas memisahkan dengan tegas antara hukum dan moral.23

d. Sempurna

Syariat Islam diturunkan dalam bentuk yang umum dan garis besar permasalahan. Oleh karena itu, hukum-hukumnya bersifat tetap, tidak berubah- rubah sebab perubahan masa dan tempat. Untuk hukum yang lebih rinci, syariat Islam hanya menetapkan kaidah dan memberikan patokan umum. Penjelasan dan rinciannya diserahkan pada ijtihad ulama dan cendekiawan.24

e. Elastis dan sistematis

Hukum juga berfiat elastis, ia meliputi segala bidang dan lapangan kehidupan manusia. 25

22 M. Hasbi As-Shiddiegy, Falsafah Hukum Islam , h. 108

23 M. Hasbi Ash-Shiddieu, Falsafah Hukum Islam, h. 109.

24 M. Hasbi Ash-Shiddieu, Falsafah Hukum Islam, h. 109.

25 M. Hasbi Ash-Shiddieu, Falsafah Hukum Islam, h. 110.

(38)

f. Harakah

Dari segi harakah, hukum Islam mempunyai kemampuan bergerak dan bekembang, mempunyai daya hidup, dapat membentuk diri sesuai dengan perkembangan, mempunyai daya hidup dapat membentuk diri sesuai dengan perkembangan dan kemajuan. Hukum Islam dengan pola pemikirannya dapat membentuk dirinya sesuai dengan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat, karena pola pemikiran Islam berdiri diatas dasar perimbangan sesuai dengan mafhum fitrah dan terdaapat hubungan erat antara ilmu, kebudayaan, dan falsafah dalam hukum Islam. Pola pemikiran Islam tidak membatasi gerak manusia tetapi mengarahkan dan menyaurkan. Manusia merdeka tetapi kemerdekaanya memiliki berbagai ketentuan.26

Hukum Islam dengan pola pemikirannya dapat membentuk dirinya sesuai dengan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat, karena pola pemikiran Islam berdiri diatas dasar perimbangan sesuai dengan mafhum fitrah dan terdaapat hubungan erat antara ilmu, kebudayaan, dan falsafah dalam hukum Islam. Pola pemikiran Islam tidak membatasi gerak manusia tetapi mengarahkan dan menyaurkan.Manusia merdeka tetapi kemerdekaanya memiliki berbagai ketentuan.

B. Tinjauan Umum Tentang Hukum Positif

Setiap bangsa di dunia mempunyai hukumnya sendiri-sendiri yang bisa berbeda dengan hukum bangsa lain. Seperti telah disinggung bahwa kata

“tata”menurut kamus bahasa Indonesia berarti aturan, susunan, cara menyusun, sistem. Tata hukum atau susunan hukum adalah hukum yang berlaku pada waktu tertentu dalam suatu wilayah negara tertentu yang di sebut hukum positif, dalam bahasa latinnya Ius Constitutum lawannya ius constituendum atau hukum yang

26 Achmad Musyahid Idrus, Melacak Aspek-Aspek Sosiologis dalam Penetapan Hukum Islam, Cet.I, (2012) http://scholar.google.co.id/. Mengutip dari jurnal, diakses19 Januari 2021

(39)

dicita-citakan / hukum yang belum membawa akibat hukum.

Pada dasarnya tata hukum sama dengan sistem hukum yaitu suatu cara atau sistem dan susunan yang membentuk keberlakuan suatu hukum di suatu wilayah tertentu dan pada waktu tertentu. Tata hukum suatu negara ,hukum positif adalah tata hukum yang diterapkan atau disahkan oleh negara itu. Dalam kaitannya di Indonesia, yang ditata itu adalah hukum positif yang berlaku di Indonesia. Hukum yang sedang berlaku artinya apabila ketentuan-ketentuan hukum itu dilanggar maka bagi si pelanggar akan dikenakan sanksi yang datangnya dari badan atau lembaga berwenang.

Dengan demikian, tata hukum Indonesia adalah hukum (peraturan- peraturan hukum) yang sekarang berlaku di Indonesia. Dengan kata lain, tata hukum Indonesia itu menata, menyusun, mengatur tertib kehidupan masyarakat Indonesia (Negara Republik Indonesia).27

Hukum positif (Bahasa latin : ius positum) adalah hukum yang dibuat oleh manusia yang mewajibkan atau menetapkan suatu tindakan. Istilah ini juga mendeskripsikan penetapan hak-hak tertentu untuk suatu individu atau kelompok.28

Konsep hukum positif merupakan konsep yang berlawanan dengan konsep yang berlawanan dengan konsep hukum alam. Dalam konsep ini, hak-hak diberikan lewat undang-undang, tetapi oleh “Tuhan alam atau nalar”. Hukum positif juga dideskripsikan sebagai hukum yang berlaku pada waktu tertentu (masa lalu atau sekarang) dan ditempat tertentu. Hukum ini terdiri dari hukum tertulis atau keputusan hakim asalkan hukum tersebut mengikat. Hukum positif merupakan sederet asas dan kaidah hukum yang berlaku saat ini, berbentuk

27 Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. (Cet.

IX; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h.67

28 Zainal Asikin, Pengantar Ilmu Hukum, (Cet.IV; Depok: Rajawali Pers, 2017), h.86

(40)

kedalam lisan maupun tulisan yang keberlakuan hukum tersebut mengikat secara khusus dan umum yang ditegakkan oleh lembaga peradilan atau pemerintahan yang hidup dalam suatu negara.29

Hukum positif adalah kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis dan tidak tertulis yang pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secara umum atau khusus dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara Indonesia. Penekanan pada saat ini sedang berlaku, karena secara keilmuan rechtwefenschap, pengertian hukum positif diperluas. Bukan saja yang sedang berlaku sekarang, melainkan termasuk juga hukum yang pernah berlaku di masa lalu. Perluasan ini timbul karena dalam definisi kelimuan mengenai hukum positif dimasukkan unsur berlaku pada waktu tertentu dan waktu tertentu.30

Hukum positif yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.31 Hukum yang pernah berlaku adalah juga hukum yang berlaku pada waktu tertentu dan tempat tertentu, sehingga termasuk pengertian hukum positif, walaupun di masa lalu. Memasukkan hukum yang pernah berlaku sebagai hukum positif dapat pula dikaitkan dengan pengertian keilmuan yang membedakan antara ius constitutum dan ius constituendum . Ius constituendum lazim didefinisikan sebagai hukum yang diinginkan atau yang dicita-citakan yaitu, hukum yang telah didapati dalam rumusan-rumusan hukum tetapi belum berlaku berbagai rancangan peraturan perundang-undangan adalah contoh-contoh dari ius constituendum . Termasuk juga Ius constituendum adalah peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan tetapi belum berlaku.32

29 Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, (Jakarta : Rieneka Cipta, 1982), h.21

30 Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, h.28

31 Zainal Asikin, Pengantar Ilmu Hukum, h.89

32 Bisri, Pilar-pilar Penelitian Hukum Islam dan Pranata Sosial. Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2004.

(41)

Dipihak lain ada Ius constituendum yaitu hukum yang berlaku atau disebut hukum positif. Hukum yang pernah berlaku adalah ius constitution walaupun tidak berlaku lagi, karena tidak mungkin dimasukkan sebagai Ius constituendum.33

Selain unsur pada saat sedang berlaku didapati pula unsur-unsur lain dari hukum positif yaitu :

a. Hukum positif yang mengikat secara umum atau khusus

Mengikat secara umum adalah aturan hukum yang berlaku umum yaitu peraturan perundang-undangan, hukum adat, yurisprudensi dan hukum agama yang dijadikan atau diakui sebagai hukum positif seperti hukum perkawinan.

Khusus bagi yang beragama Islam ditambah dengan hukum waris, wakaf dan beberapa bidang hukum lainnya.34

Mengikat secara khusus adalah hukum yang mengikat subjek tertentu atau objek tertentu saja yaitu yang secara keilmuan (Ilmu Hukum administrasi Negara) dinamakan beschikking. Termasuk juga keputusan presiden yang menetapkan pengangkatan atau pemberhentian pejabat-pejabat alat kelengkapan negara.35

Selanjutnya, hukum khusus termasuk juga ketetapan MPR mengangkat presiden atau wakil presiden. Berbagai keputusan konkrit ini dimasukkan juga sebagai hukum positif karena mengikat. Secara langsung mengikat yang bersangkutan. Secara tidak langsung mengikat pula pihak lain.

Dapat pula dimasukkan kedalam hukum positif yang khusus adalah hukum yang lahir dari suatu perjanjian. Dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) didapati asas bahwa suatu perjanjian yang dibuat sesuai dengan undang- undang, merupakan undang-undang bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut (pasal 1338).

33 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta; PT. Rineka Cipta, 1993), h.98

34 Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, (Jakarta : Sinar Grafika 2005), h.34

35 Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, h.35

(42)

b. Hukum positif yang ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan

Manusia hidup dan diatur, serta tunduk pada berbagai aturan. Selain aturan umum atau khusus yang telah disebutkan diatas, manusia juga diatur dan tunduk pada aturan adat-istiadat (hukum kebiasaan), hukum agama (sepanjang belum menjadi hukum positif), hukum moral. Hukum kebiasaan, hukum agama, hukum moral mempunyai daya ikat yang kuat bagi seseorang atau suatu kelompok tertentu. Jadi merupakan hukum bagi mereka, tetapi tidak merupakan (bukan) hukum positif.

Hukum positif ditegakkan atau dipertahankan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan. Ciri ini menimbulkan paham bahwa hukum positif adalah aturan yang mempunyai sifat memaksa. Hukum positif menurut ciri Kelsen adalah a coercive order atau suatu tatanan yang memaksa. Meskipun sanksi diakui Kelsen sebagai unsur aturan hukum positif, tetapi tidak dianggapnya sebagai ciri atau karakteristik hukum positif. Menurut Kelsen semua tatanan sosial mempunyai sanksi, dan sanksi tidak hanya berupa hukuman , tetapi dapat juga berupa ganjaran.36

Memberikan sanksi sebagai karakteristik aturan hukum positif, tidak sesuai dengan kenyataan : Pertama, seperti diakui Bentham dan Kelsen, tatanan sosial selain aturan hukum positif juga mengandung sanksi. Perbedaannya hanya pada pengenaan sanksi dan cara penindakannya. Pada tatanan sosial di luar aturan hukum positif, sanksi tidak berupa perampasan secara langsung atas nyawa, kebebasan atau harta benda, melainkan dalam bentuk sanksi sosial (misalnya diasingkan dari pergaulan) atau sanksi moral seperti dicap sebagai orang tidak baik. Kedua, banyak sekali aturan hukum positif yang tidak mencantumkan suatu

36 Asikin, Zainal. Pengantar Ilmu Hukum. (Cet. IV; Depok: Rajawali Pers, 2017), h.54

(43)

sanksi atau sifat memaksa tertentu atau suatu akibat ketidaktahuan, atau kelalaian atau menghadapi overmacht dari pihak lain, dan ketentuan yang berkaitan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan. Suatu hubungan hukum atau kesusilaan diancam batal demi hukum. Aturan hukum positif di bidang ketenagakerjaan dan sewa menyewa dalam KUHPerdata (BW) banyak memuat ketentuan sifat memaksa (tidak dapat dikesampingkan).37

c. Hukum positif berlaku dan ditegakkan di Indonesia

Unsur ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa, hukum positif adalah suatu aturan hukum yang bersifat nasional, bahkan mungkin lokal. Selain hukum positif Indonesia, akan didapati hukum positif Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand dan lain-lain negara atau suatu masyarakat hukum tertentu. Adanya hukum positif yang bersifat supra nasional atau regional, asalkan dipenuhi syarat ada badan pada tingkat supra nasional atau regional yang bersangkutan yang menegakkan aturan hukum tersebut apabila ada pelanggaran.

Ditinjau dari lingkungan teritorial sebagai tempat berlaku, di Indonesia ada dua macam hukum positif yaitu hukum yang positif yang berlaku di seluruh wilayah Negara Indonesia (nasional) dan ada yang berlaku untuk daerah atau lingkungan masyarakat hukum tertentu atau dapat disebut sebagai hukum positif lokal.

Hukum positif lokal dapat dibedakan antara hukum positif yang lahir atau dibuat dan berlaku dalam lingkungan pemerintahan otonomi berupa peraturan daerah, atau keputusan-keputusan lainnya. Hukum positif lokal ini termasuk juga peraturan hukum yang dibuat pada tingkat nasional tetapi hanya berlaku untuk daerah atau wilayah tertentu.

37 Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung : Sinar Baru, 1984), h.112

(44)

29 BAB III

TINJAUAN UMUM PENYIMPANGAN SEKSUAL A. Pengertian Penyimpangan Seksual

Penyimpangan seksual adalah segala bentuk penyimpangan seksual, baik arah, minat, maupun orientasi seksual. Penyimpangan adalah gangguan atau kelainan. Sementara perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis.

Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya juga dapat berupa orang lain, diri sendiri, maupun objek dalam khayalan.1

Penyimpangan seksual merupakan salah satu bentuk perilaku yang menyimpang karena melanggar norma-norma yang berlaku. Penyimpangan seksual dapat juga diartikan sebagai bentuk perbuatan yang mengabaikan nilai dan norma yang melanggar, bertentangan atau menyimpang dari aturan-aturan hukum.2 Secara umum, penyebab terjadinya penyimpangan seksual adalah multifaktoral, mencakup gejala-gejala di dalam dan di luar pribadi (gejala intrinsik dan ekstrinsik) yang saling berkaitan. Faktor intrinsik adalah faktor herediter atau keturunan, misalnya seorang perempuan dengan sindrom adreno genital, yaitu dengan jumlah hormon androgen adrenal yang terlalu banyak atau berlebihan yang diproduksi selama janin ada dalam rahim, cenderung menjadi wanita tomboy yang kelaki-lakian. Sedangkan faktor ekstrinsik mencakup adanya kerusakan- kerusakan fisik dan psikis disebabkan oleh pengaruh-pengaruh luar, atau oleh

1 Firdha Yunita Ramli, “Perilaku Seksual Menyimpang Tokoh Novel 86 Karya Okky Madasari Berdasarkan Teori Seks Sigmund Freu’’, skripsi (Makassar: Fakultas Bahasa Dan Sastra,Universitas Negeri Makassar 2018), h.45

2 Ficki Fadila Filardi, “Perilaku Penyimpangan Seksual Pada Tokoh Freddie Mercury Dalam Film Bohemian Rhapsody Karya Bryan Singer”, skripsi (Purwokerto: Fakultas Dakwah, Institut Agama Islam Negeri Purwokerto, 2019), h.87

Gambar

Tabel Perbandingan Bestialitas:

Referensi

Dokumen terkait

Pandangan Hukum Positif Terhadap Tindakan Pengabaian Fisik physical neglect dan Kekerasan Mental Terhadap Anak Oleh Kedua Orang Tua Kandung Anak memiliki peran strategis terhadap