• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Positif tentang Penyimpangan Seksual terhadap Binatang

BAB III TINJAUAN UMUM PENYIMPANGAN SEKSUAL

B. Tinjauan Hukum Positif tentang Penyimpangan Seksual terhadap Binatang

atau penetapan penguasa mengenai perbuatan-perbuatan tertentu yang oleh masyarakat atau golongan-golongan masyarakat dianggap sebagai perbuatan yang dapat dipidana menjadi perbuatan pidana atau membuat suatu perbuatan menjadi perbuatan kriminal dan karena itu dapat dipidana oleh pemerintah dengan cara kerja atas namanya.15 Terdapat beberapa asas yang terkandung dalam konsep kriminalisasi yang sangat perlu diperhatikan oleh pembentuk undang-undang dalam menetapkan suatu perbuatan menjadi tindak pidana dan dalam menerapkan sanksi pidananya, yaitu:

1. Asas Legalitas

Asas legalitas memiliki enam fungsi yang terkandung didalamnya, yaitu : a. Pada hakikatnya, asas legalitas dirancang untuk memberi maklumat kepada

publik seluas mungkin tentang apa yang dilarang oleh hukum pidana sehingga mereka dapat menyesuaikan tingkah lakunya.

b. Menurut aliran klasik, asas legalitas mempunyai fungsi untuk membatasi ruang lingkup hukum pidana, sedangkan dalam aliran modern asas legalitas merupakan instrumen untuk mencapai tujuan perlindungan masyarakat.

c. Fungsi asas legalitas adalah untuk mengamankan posisi hukum rakyat terhadap negara (penguasa).

15 Soerjono Soekanto, Krmininologi: Suatu Pengantar, (Cet.I; Jakarta, Ghalia Indonesia, 1981), h.62.

d. Asas legalitas dikaitkan dengan peradilan pidana, mengharapkan lebih banyak lagi daripada hanya akan melindungi warga masyarakat dari kesewenangwenangan pemerintah.

e. Untuk membatasi kesewenang-wenangan yang mungkin timbul dalam hukum pidana dan mengawasi serta membatasi pelaksanaan dari kekuasaan itu atau menormakan fungsi pengawasan dari hukum pidana itu.

f. Asas legalitas memberikan kepastian hukum kepada masyarakat mengenai perbuatan-perbuatan yang dilarang (tindak pidana) yang disertai dengan ancaman pidana tertentu.16

2. Asas Subsidiaritas

Kebijakan kriminalisasi juga harus berdasarkan kepada asas subsidiaritas.

Artinya, hukum pidana harus digunakan sebagai ultimum remedium (senjata pamungkas) dalam penanggulangan kejahatan yang menggunakan instrumen penal, bukan sebagai primum remedium (senjata utama) untuk mengatasi masalah kriminalitas. Apabila dalam penyelidikan itu ditemukan bahwa penggunaan sarana-sarana lain (saranan non penal) lebih efektif dan lebih bermanfaat untuk menanggulangi kejahatan, maka janganlah menggunakan hukum pidana.17

3. Asas Persamaan atau Kesamaan

Asas kesamaan lebih merupakan suatu keinginan diadakannya sistem hukum pidana yang lebih jelas dan sederhana. Lacretelle, berpendapat bahwa asas kesamaan tidaklah hanya suatu dorongan bagi hukum pidana yang bersifat adil, tetapi juga untuk hukuman pidana yang tepat. Kriteria kriminalisasi perlu diperhatikan, contohnya perilaku-perilaku yang masuk wilayah privat tidak perlu

16 Abdullah Ahmed An-Naim, 1990, “Dekonstruksi Syari’ah” (LKIS ; Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1990), h.197

17 Roeslan Saleh, Asas Hukum Pidana dalam Perpektif, (Aksara Baru, Jakarta, 1981), h.28.

dikriminalisasi, sedangkan perilaku yang masuk wilayah publik dapat dikriminalisasi jika sangat merugikan kepentingan masyarakat.18

Menurut Moeljatno ada tiga kriteria kriminalisasi dalam proses pembaruan hukum pidana. Pertama, penetapan suatu perbuatan sebagai perbuatan terlarang (perbuatan pidana) harus sesuai dengan perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat. Kedua, apakah ancaman pidana dan penjatuhan pidana itu adalah jalan yang utama untuk mencegah dilanggarnya larangan tersebut. Ketiga, pemerintah dengan melewati alat-alat negara yang bersangkutan, betul-betul mampu untuk benar-benar melaksanakan ancaman pidana kalau ternyata ada yang melanggar larangan.19

Pelaku tindak pidana persetubuhan terhadap hewan yang menimbulkan kerugian yang besar berupa jiwa, materi dan kelangsungan hidup generasi kedepan. Perbuatan ini paling besar dipengaruhi oleh faktor psikologi yang menyetubuhi hewan tidak menyalurkan pada lawan jenis secara ilegal. Meninjau beberapa peraturan yang terkait dengan hewan dalam hukum positif Indonesia, baik itu kesejahteraan hewan dan kesehatan hewan lainnya diantaranya :

1. Kitab Undang – Undang Hukum Pidana Indonesia

Pasal 302 KUHP sudah menentukan sanksi terhadap orang yang melakukan penganiayaan terhadap binatang yaitu berupa sanksi hukuman penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak sebesar Rp. 4.500,- (empat ribu lima ratus rupiah) bila pelaku menyakiti atau tidak memberi makan binatang. Apabila penganiayaan itu mengakibatkan binatang sakit lebih dari satu minggu, atau cacat, atau menderita luka-luka berat,atau mati, ancaman hukumannya lebih berat yaitu pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau pidana denda paling banyak sebesar Rp. 4.500,- (empat ribu lima ratus rupiah).

18 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Alumni; Bandung, 1986), h.44.

19 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (PT Bina Cipta; Jakarta,1985), h.5.

Apabila orang yang bersalah tersebut sebagai pemilik binatang bersangkutan, maka binatang atau hewan yang dianiaya itu dirampas. Jika pelaku hanya melakukan percobaan melakukan penganiayaan, maka ia tidak dipidana. Namun dalam KUHP ini, tidak ditemukan langsung menafsirkan bahwa persetubuhan manusia dengan hewan merupakan sebuah tindak pidana yang diatur didalamnya.

Karena pasal ini tidak menyebutkan secara konkrit larangan perbuatan itu. Namun perbuatan itu sudah diluar batas normal seorang manusia. Menyetubuhi hewan bukan hanya merugikan hewan saja, melainkan menyetubuhi hewan, pemilik hewan yang dirugikan secara ekonomi bahkan masyarakat setempat juga dapat dirugikan.20

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan Kesehatan Hewan

Hewan sebagai karunia dan amanat Tuhan yang Maha Esa mempunyai peranan penting dalam penyediaan pangan asal hewan dan hasil hewan lainnya serta jasa bagi manusia. Dalam ayat (2) pasal Undang-undang nomor 18 tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan menyatakan bahwa :

Kesehatan hewan adalah segala urusan yang berkaitan dengan perawatan hewan, pengobatan hewan, pelayanan kesehatan hewan, pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan, penolakan penyakit, medik reproduksi, medic konservasi, obat hewan dan peralatan kesehatan hewan, serta keamanan pakan.21

3. Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan

Ayat (2) pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan menyebutkan bahwa :

20 Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Politeai; Bogor,1986), h.12

21 Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, h.19

Kesejahteraan hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.22

Hal-hal yang dilarang lainnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan yang berkaitan dengan kesejahteraan hewan yaitu dalam ayat (1) pasal 99 :

a. Melakukan kegiatan yang mengakibatkan penderitaan yang tidak perlu terjadi bagi hewan

b. Memutilasi tubuh hewan

c. Memberi bahan yang mengakibatkan keracunan, cacat, cidera, dan/atau kematian pada hewan; dan

d. Mengadu hewan yang mengakibatkan hewan mengalami ketakutan, kesakitan, cacat permanen, dan/atau kematian.

Untuk mencegah perbuatan bestiality (aktifitas seksual terhadap hewan), maka diperlukan aturan yang tegas dan konkrit untuk melindungi generasi penerus bangsa, sebagai kepastian hukum dan perlindungan terhadap hewan. Karena diantara peranan hukum dalam masyarakat bahwa manusia selalu melakukan perbuatan hukum dan hubungan hukum. Sejak lahir sampai mati, hukum senantiasa mencampuri kehidupan manusia.23

22 Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, h.22

23 Asnawi, Lika-Liku Seks Menyimpang Bagaimana Solusinya, (T.angerang;

Darussalamnoffset, 2005), h.99

C. Analisis Perbandingan Hukum Islam dan Hukum Positif tentang