• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.2. Rumusan Masalah

Dalam sebuah penelitian agar dapat dilaksanakan dengan sebaik – baiknya, maka seorang penulis harus merumuskan masalahnya sehingga jelas dari mana harus memulai sebuah penelitian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pentingnya perumusan masalah adalah agar diketahui arah jalan peneltian yang akan dilakukan oleh peneliti. Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan pada penelitian ini adalah Bagaimana partisipasi masyarakat dalam mengawasi pengelolaan anggaran dana desa.

21 Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, Hlm. 367-369.

11 1.3. Batasan Masalah

Dalam melakukan penelitian, agar penelitian tidak terlalu luas dan lebar dalam pembahasannya, maka penulis perlu membuat batasan masalah untuk menghindari hasil penelitian yang menyimpang dan melebar dari tujuan yang ingin dicapai. Adapun Batasan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana partisipasi masyarakat dalam mengawasi pengelolaan anggaran dana desa pada tahun 2018 di desa Paya Bagas mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pertanggung jawaban”.

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu : Untuk mengetahui dan menjelaskan tingkat partisipasi masyarakat dalam mengawasi pengelolaan anggaran dana desa di desa Paya Bagas, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pertanggung jawaban.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan suatu bahan studi perbandingan selanjutnya dan dapat menjadi sumbangan pemikirian ilmiah, serta dapat melengkapi kajian – kajian yang mengarah pada pengembangan ilmu pengetahuan.

2) Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada Pustaka dan enmbah bahan referensi atau media informasi penelitian khusunya pada departemen ilmu politik dan bagi kalangan peneliti lainnya.

3) Secara Praktis, Hasil penelitian ini dapat menjadi suatu bahan masukan bagi pemerintah desa dalam meningkatkam partisipasi masyarakat di

12

berbagai bidang dan bagi masyarakat dapat memberikan data dan inforkasi yang berguna bagi semua kalangan serta memberikan masukan bagi warga desa di desa Paya Bagas agar dapat meningkatkan peran aktifnya dalam mengawasi setiap agenda kegitan pengelolaan anggaran dana desa.

1.6. Kerangka Teori

1.6.1. Pengertian Partisipasi Politik

Secara etimologi, kata partisipasi berasal dari bahasa inggris yakni

“participation “ berarti pengambilan bagian atau pengikutsertaan.22 Dan ini selaras dalam kamus besar Bahasa Indonesia partisipasi adalah ikut atau turut berperan serta dalam sebuah kegiatan atau pengikutsertaan.23 Partisipasi adalah sebuah keterlibatan mental dan emosi orang - orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk menyumbangkan pada tujuan-tujuan kelompok dan sama-sama bertanggung jawab terhadapnya.24 Kata partisipasi merupakan hal tentang turut berperan serta dalam suatu kegiatan, keikutsertaan atau berperan serta.

Partisipasi dianggap merupakan sebuah hal penting yang dapat mempengaruhi perkembangan dalam pembangunan nasional yang sudah di rencanakan atau dalam tahap perencanaan.

Dalam Teori partisipasi politik adalah konsep dari partisipasi yang ditujukan pada satu tujuan untuk mempengaruhi Lembaga-lembaga yang berwenang. Dalam teori partisipasi politik lebih menekankan bahwa semua aspirasi yang dikemukakan oleh masyarakat yang ditujukan untuk mempengaruhi hasil dari sebuah kebijakan yang akan disahkan. Peran politik terkait erat dengan kegiatan politik, mulai dari peranan para politikus, pemberi suara, aktivitas partai sampai demonstrasi.

22 Pius A. Partan dan M.Dahlan Al-Barry, 2006. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya : Arkola. Hlm.

655

23 Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Hlm. 831

24 Abu Huraerah.2018. Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat. Malaysia: Universitas Sains Malaysia, Hlm. 109

13

Pengertian partisipasi politik menurut Syarbaini merupakan kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, seperti memilih pemimpin negara atau upaya-upaya mempengaruhi kebijakan pemerintah.25 Kemudian menurut Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson, partisipasi politik adalah kegiatan warga (privat citizen) yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang bertujuan mempengaruhi keputusan oleh pemerintah.

Partisipasi ini dapat bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal.26

Selanjutnya Herbert McClosky berpendapat bahwa Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum. Hal yang difokuskan terutama adalah tindakan - tindakan yang bertujuan untuk mempengaruhi keputusan pemerintah, sekalipun fokus utamanya lebih luas tetapi abstrak, yaitu usaha-usaha untuk mempengaruhi nilai secara otoritarif untuk masyarakat.27 Norman H. Nie dan Sidney Verba dalam Handbook of Political Science : Partisipasi politik merupakan kegiatan pribadi dari warga yang legal yang sedikit banyak bertujuan langsung untuk mempengaruh seleksi pejabat negara dan atau tindakan-tidakan yang diambil oleh mereka.28

Di Negara-negara yang menganut sistem demokrasi pemikiran yang mendasari partisipasi politik adalah bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, yang dalam pelaksanaannya melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan serta masa depan masyarakat dan untuk menentukan orang-orang yang akan menjadi pemimpin. Tingginya tingkat partisipasi masyarakat menunjukan bahwa masyarakat

25 Tarech Rasyid. 2017. Pengantar Ilmu Politik, Yogyakarta : Idea Press Yogyakarta. Hlm.96.

26Samuel P. Huntington dan Joan Nelson,1994. Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Jakarta : Rineka Cipta, Hlm. 4.

27 Jacobus Ranjabar.2016. Pengantar Ilmu Politik dari Ilmu Politik sampai Politik di Era Globalisasi, Bandung : Alfabeta, CV.Hlm.230

28 Norman H. Nie dan Sidney Verba, 1975. “political participation” handbook of political science, fred I. grennstein dan Nelson W. polcky (eds), reading mass: addison-welsly publishing company, IV. Hlm. 1

14

memiliki dan memahami masalah - masalah politik dan ingin ikut melibatkan diri dalam kegiatan politik. Sebaliknya, jika tingkat partisipasi masyarakat rendah dianggap sebagai tanda yang kurang baik, karena banyak masyarakat yang tidak menaruh perhatian terhadap sebuah masalah politik disekitar mereka.

Dapat disimpulkan partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan dan pertanggung jawaban.Termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan, serta merupakan kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pemimpin secara langsung atau tidak langsung untuk mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah.

1.6.1.1. Landasan Partisipasi Politik

Landasan partisipasi politik adalah asal-usul suatu individu atau kelompok yang melakukan kegiatan - kegiatan partisipasi politik. Menurut Hungtinton dan Nelson, membagi landasan partisipasi politik menjadi :

1. Kelas yaitu individu - individu dengan status sosial, yang pendekatan, dan pekerjaannya yang sama.

2. Komunal yakni individu - individu dengan asal - usul ras, agama, bahasa, dan etnis yang sama .

3. Lingkungan, yakni individu- individu yang jarak tempat tinggalnya saling berdekatan.

4. Partai, yakni individu - individu yang mengidentifikasi diri dengan organisasi formal yang sama dan berusaha untuk meraih kontrol dalam bidang-bidang eksekutif dan legislatif.

5. Golongan yaitu individu - individu yang dipersatukan oleh interaksi yang terus menerus, yang pada akhirnya membentuk suatu hubungan satu sama dengan yang lainnya, yang berlaku pada orang dengan

15

tingkat status sosial, pendidikan dan ekonomi yang tidak sederajat.29

1.6.1.2. Bentuk – Bentuk Partisipasi Politik

Menurut Gabriel A. Almond telah membedakan partisipasi politik menjadi dua bentuk aksi, yaitu partisipasi politik konvensional dan partisipasi politik non konvensional. Adapun partisipasi politik konvensional yaitu bentuk partisipasi yang normal dalam demokrasi modern. Sementara bentuk non konvensional yaitu kegiatan ilegal dan bahkan penuh kekerasan (violence) dan revolusioner.

a. Bentuk konvensional,

Berupa pemberian suara, diskusi politik, kegiatan kampanye, membentuk dan bergabung dengan kelompok kepentingan, komunikasi individual dengan pejabat politik dan administrasi. Bentuk konvensional yang lebih aktif yaitu ikut mengambil bagian dalam sebuah kegiatan kampanye, bergabung dalam tim sukses, dan ikut serta dalam pendanaan didalam sebuah kegiatan politik, karena bentuk konvensional ini berperan lebih aktif dalam merealisasikan sebuah keinginan atau tuntutan. Kemudian ikut berkompetisi dengan menjadi calon kandidat, karena kandidat harus aktif dalam setiap kegiatan.

b. Bentuk non konvensional,

Berupa pengajuan petisi, berdemonstrasi/unjuk rasa, konfrontasi, mogok, tindakan kekerasan politik terhadap harta benda (perusakan, pemboman, pembakaran), tindakan kekerasan politik terhadap manusia (penculikan dan pembunuhan), perang gerilya. Partisipasi politik dalam bentuk non konvesional mencakup berbagai kegiatan yang melibatkan suatu bentuk kelompok massa dan pada saat tertentu dapat disertai dengan pelanggaran hukum dan kekerasan. Bentuk non-konvensional ini dapat diterima secara luas jika dalam setiap prosesnya tidak disertai aksi kekerasan.30

29 Samuel P. Huntington dan Joan Nelson. 1990 . Partisipasi politik dinegara berkembang. Jakarta Rineka cipta. Hlm.21

30 A.A. Sahid Gatara.2009. Ilmu Politik Memahami dan Menerapkan, Bandung : CV Pustaka Setia Hlm. 317.

16

1.6.1.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik

Menurut Ramlan Surbakti ada dua variabel yang mempengaruhi tinggi rendahnya sebuah tingkat partisipasi politik. Pertama, aspek kesadaran politik terhadap pemerintah. Kedua, bagaimana pandangan terhadap pemerintah.31 Dalam hal ini kesadaran politik yaitu kesadaran hak dan kewajiban warga negara, seperti hak politik, hak ekonomi, hak perlindungan hukum, kewajiban ekonomi dan sosial, dan lain – lain. Aspek ini juga menyangkut seberapa banyak pengetahuan yang dipunyai seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik di sekitarnya. Yang kedua aspek penilaian terhadap pemerintah Meliputi apresiasi terhadap kebijakan-kebijakan maupun terhadap pelaksanaan pemerintahannya.

Penilaian ini merupakan rangkaian dari kepercayaan, baik yang menyangkut apakah pemerintah itu dapat dipercaya atau tidak maupun apakah pemerintah dapat dipengaruhi atau tidak. Artinya, apabila pemerintah dipandang tidak dapat dipengaruhi dalam proses pengambillan keputusan politik, untuk berpartisipasi secara aktif baginya merupakan hal yang sia-sia.32

Selain itu ada faktor - faktor yang berdiri sendiri, Artinya bahwa faktor - faktor tersebut dipengaruhi oleh faktor - faktor lain, seperti status sosial, afiliasi politik orang tua, dan pengalaman beroganisasi.33 status sosial yaitu kedudukan seseorang berdasarkan keturunan, pendidikan, dan pekerjaan. kemudian status ekonomi yaitu kedudukan seseorang dalam lapisan masyarakat, berdasarkan tingkat materil. Seseorang yang mempunyai status sosial dan ekonomi tinggi tidak hanya mempunyai pengetahuan politik, tapi juga memiliki minat serta perhatian pada politik dan kepercayaan terhadap pemerintah.

31 Ramlan Surbakti. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia. Hlm.140

32Gabriel A . Almond dan Sidney Verba. 1984. Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di Lima Negara, Jakrta: PT Bima Aksara. Hlm. 56 -70

33 A Rahman H.I. 2007. Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hlm. 144 - 145

17

Faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi partisipasi politik masyarakat yaitu :34

a. Pengetahuan terhadap politik sangat penting, hal ini dapat mempengaruhi apakah ia akan ikut serta dalam politik atau sebaliknya. Dengan pengetahuan yang baik, tentunya orang akan lebih mudah memahami pentingnya politik dan ikut serta di dalamnya. Sebaliknya, ketika seseorang memiliki pengetahuan yang sedikit akan politik, maka ia akan acuh dan tidak peduli terhadap politik.

b. Pekerjaan masyarakat merupakan faktor internal, atau faktor yang berasal dari dalam masyarakat. Biasanya orang dengan jenis pekerjaan tertentu membuat mereka dapat menjadi lebih peduli terhadap politik, atau malah sebaliknya, menjadi lebih jauh dari partisipasi politik.

c. Tingkat pendidikan juga termasuk dalam faktor internal. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kemauan dan kemampuan masyarakat untuk berpastisipasi dalam politik juga memahami politik itu sendiri. Terlebih bagi pemilih yang buta huruf, akan sangat sulit baginya ketika mengenali calon pemimpin atau wakil rakyat atau sulit pula ketika pemungutan suara berlangsung.

d. Peran aparat pemerintahan. Mereka seharusnya memberikan edukasi pada masyarakat terkait politik dan mempermudah akses terhadap pengetahuan atas politik tersebut.

e. Pengaruh Kaum Intelektual. Di era informasi ini, sangat mudah rasanya menyebarkan berbagai ide, pikiran, gagasan. Banyak di antara kaum intelektual bidang politik yang menyampaikan opininya terhadap suatu permasalahan politik tertentu di berbagai media. Bagi para konsumen media, hal tersebut dapat meningkatkan partisipasi politik mereka, atau bahkan sebaliknya, membuat mereka semakin anti terhadap politik.

34 Ranti Fatya Utami, Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik, Diakses dari

https://guruppkn.com/faktor-yang-mempengaruhi-partisipasi, Pada tanggal 12 Februari 2018.

18

Berdasarkan tingkat tendahnya dua faktor tersebut, paige membagi partisipasi menjadi empat tipe, yaitu : apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan pada pemerintah yang tinggi pada partisipasi politikcendrung aktif. Sebaliknya, apabila kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah rendah maka partisipasi politik cendrung pasif- tertekan(apatis). Tipe partisipasi ketiga berupa militant radikal, yakni apabila kesadaran politik tinggi tetapi kepercayaan kepada pemerintah sangat rendah. Selanjutnya pemerintah sangat tinggi maka partisipasi ini disebut tidak aktif(pasif).35

1.6.2. Teori Pengawasan

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia istilah pengawasan berasal dari kata awas yang artinya memperhatikan baik – baik, dalam arti melihat sesuatu dengan cermat dan seksama, tidak ada lagi kegiatan kecuali memberi laporan berdasarkkan kenyataan yang sebenarnya dari apa yang di awasi.36 Pengawasan adalah upaya agar sesuatu dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dan intruksi yang telah dikeluarkan.37 Sebagai bahan perbandingan diambil dari beberapa pendapat para sarjana dibawah ini antara lain :

Menurut Prayudi “ pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang dijalankan, dilaksanakan, denga napa yang dikehendaki, direncanakan atau diperhatikan.”38 Dan menurut Saeful Anwar : pengawasan atau control terhadap Tindakan aparatur pemerintah diperlukan agar pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan dapat mencapai tujuan dan terukur dari penyimpangan- penyimpangan.39 Selanjutnya menurut M. Manullang menyatakan bahwa pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan suatu pekerjaan apa yang telah

35 Op.Cit. Gabriel A . Almond dan Sidney Verba. 1984. Hlm. 144

36 Sujanto. 1986. Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan. Jakarta : Ghalia Indonesia. Hlm. 2

37 Riawan Tjandra.2006. Hukum Keuangan Negara. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Hlm.131.

38 Prayudi. 1981. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Ghalia Indonesia. Hlm. 60

39 Saeful Anwar. 2004. Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara. Glora Madani Press. Hlm. 127

19

dilaksanakan dan mengoreksi bila perlu dengan maksud agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana awal.40

Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengawasan adalah sebuah proses kegiatan yang terus menerus dilaksanakan untuk mengetahui pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, kemudian di adakan penilaian serta mengoreksi apakah pelaksanaannya sesuai dengan semestinya atau tidak. Selain itu pengawasan adalah suatu penilaian yang merupakan suatu proses pengukuran dan perbandingan dari hasil - hasil pekerjaan yang nyata telah dicapai dengan hasil yang seharusnya dicapai. Dengan kata lain hasil dari pengawasan harus dapat menunjukkan sampai dimana terdapat kecocokan atau ketidakcocokan serta mengevaluasi sebab – sebabnya.41

1.6.2.1. Tujuan Pengawasan

Pengawasan bertujuan untuk mengetahui apakah segala sesuatu yang berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, untuk mengetahui apakah segala sesuatu yang berjalan sesuai dengan instruksi serta prinsip-prinsip yang telah ditetapkan, untuk mengetahui apakah kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan dan kegagalankegagalan lainnya, sehingga bisa dilakukan perbaikan untuk memperbaiki dan mencegah pengulangan-pengulangan kegiatan yangsalah, untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan epesien, dan apakah tidak dapat diadakan perbaikan-perbaikan lebih lanjut, sehingga mendapat epesiensi yang besar.42

Tujuan dari pengawasan adalah sebagai berikut: 43

1) Agar terciptanya aparatur pemerintah yang bersih dan berwibawa yang

40 Manullang. 1995. Dasar – Dasar Menajemen. Jakarta : Ghalia Indonesia. Hlm. 18

41 Bohari.1995. Pengawasan Keuangan Negara. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.Hlm.3.

42 Angger Sigit Pramukti dan Meylani Cahyaningsih. 2016. Pengawasan Hukum Terhadap Aparatur Negara. Jakarta:Pustaka Yustisia. Hlm. 18.

43 Victor M. Situmorang dan jusuf juhir.1994. Aspek Hukum Pengawasan Melekat. Jakarta: PT.

Rineka Cipta. Hlm. 23

20

didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna dan berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang kontruksi dan terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat (kontrol sosial) yang objektif, sehat dan bertanggung jawab.

2) Agar terselenggaranya tertib administrasi dilingkungan aparatur pemerintah, tumbuhnya disiplin kerja yang sehat. Agar adanya keleluasaan dalam melaksanakan tugas, fungsi/kegiatan, tumbuhnya budaya maka dalam diri masing-masing aparat, rasa bersalah dan rasa berdosa yang lebih mendalam untuk berbuat hal - hal yang terhadap masyarakat dan ajaran agama.

Menurut Sukarno K tujuan dari pengawasan adalah sebagai berikut :44 a. Untuk mengetahui apakah sesuatu berjalan sesuai dengan rencana yang

digariskan.

b. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu dilaksanakan sesuai dengan intruksi serta asas – asas yang telah di intruksikan

c. Untuk mengetahui kesulitan – kesulitan, kelemahan – kelemahan dalam bekerja.

d. Untuk mengetahui segala sesuatu apakah berjalan dengan efisien,; dan Untuk mencari jalan keluar bila ternyata di temui kesulitan – kesulitan, kelemahan – kelemahan atau kegagalan kearah perbaikan.

Sedangkan menurut Handayaningrat adalah :45

a. Untuk mencegah atau memperbaiki kesalahan, penyimpangan,

ketidaksesuaian penyelenggaraan yang lain-lain yang tidak sesuai dengan tugas dan wewenang yang telah ditentukan.

b. Agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

44 Sukarno K. 1992. Dasar – Dasar Menajemen. Jakarta : Miswar. Hlm. 115

45 Dikutip dalam Sopi. 2013 Pengaruh Pengawasan dan Penilaian Prestasi Kerja terhadap Motivasi Pegawai kantor Bea dan Cukai tipe Madya Bandung. Hlm.17

21 1.6.2.2. Tipe - Tipe Pengawasan

Dilihat dari tipenya,pengawasan ini memiliki tiga tipe pengawasan, yaitu :46 a. Pengawasan pendahuluan (steering controls). Pengawasan ini direncanakan untuk mengatasi masalah-masalah atau penyimpangan - penyimpangan dari standar atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu kegiatan tertentu diselesaikan.

b. Pengawasan yang dilakukan bersama dengan pelaksanaan kegiatan (Concurrent Controls). Pengawasan ini dilakukan selama suatu kegiatan berlangsung. Tipe pengawasan ini merupakan proses dimana aspek tertentu harus dipenuhi dahulu sebelum kegiatan-kegiatan bisa dilanjutkan atau menjadi semacam peralatan “double check” yang lebih menjamin ketetapan pelaksanaan suatu kegiatan.

c. Pengawasan umpan balik yaitu pengawasan yang megukur hasil-hasil dari kegiatan tertentu yang telah diselesaikan.

Melihat dari tipe-tipe pengawasan tersebut maka suatu pemerintahan desa harus ikut mensertakan masyarakat untuk melakukan pengawasan di setiap proses yang berjalan. Pengawasan bukan ditujukan untuk mencari-cari kesalahan atau mencari siapa yang salah, tujuan utama dari pengawasan ialah untuk memahami apa yang salah demi perbaikan dimasa datang, dan mengarahkan seluruh kegiatan-kegiatan dalam rangka pelaksanaan daripada suatu rencana sehingga dapat diharapkan suatu hasil maksimal.47

Jadi pengawasan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, akan tetapi suatu pekerjaan yang memerlukan kecakapan, ketelitian, kepandaian, pengalaman, bahkan harus disertai wibawa yang tinggi, hal ini mengukur tingkat efektivitas kerja dari para aparatur pemerintah. pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengawasi jalannya roda pemerintahan, dapat dilakukan secara langsung yaitu

46 Makmur. 2011. Efektivitas Kebijakan Pengawasan. Bandung : PT. Refika Aditama. Hlm.176

47 Bohari, Penngawasan Keuangan Negara. Ibid, Hlm. 5.

22

dengan menyampaikan bahan yang diperlukan oleh aparatur pelaksanaan kegiatan tertentu yang menjadi tanggung jawab fungsionalnya, menyampaikan informasi kepada para wakilnya yang duduk di lembaga perwakilan dan juga dengan memberikan bahan informasi secara faktual dan tanggung jawab.

1.6.3. Pemerintahan Desa

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan pemerintahan desa sebagai pemerintahan terendah langsung dibawah kepala desa yang menyelangarakan urusan rumah tangganya sendiri dan terdiri atas kepala desa dan lembaga musyawarah desa.48 Pemerintahan Desa adalah suatu proses pemaduan usaha-usaha masyarakat desa yang bersangkutan dengan usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.49 Dalam undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 23,ditegaskan bahwa Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintahan Desa. Pada Pasal 1 ayat 3 dirumuskan bahwa: Pemerintahan Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.50

Pemerintahan desa merupakan sub sistem, dalam sistem pemerintahan nasional. Keberadaan pasal yang mengatur pembentukan pemerintahan desa dan Perangkat Desa, yang akan menghasilkan Kepala Desa sebagai pemimpin Pemerintah Desa dan BPD yang akan membatasi peran pemimpin desa atau lembaga perwakilan lain yang bersifat asli yang ada di desa yang bersangkutan.51

48 Tim Redaksi KBBI Pusat Bahasa,2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama, Hlm. 1057.

49 Adon Nasrullah Jamaludin, 2015, Sosiologi Perdesaan, Surakarta :Pustaka setia. Hlm. 109-111.

50 Hanif Nurcholis, 2011, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Jakarta : Erlangga. Hlm. 73.

51 Numan. 2015. Strategi Pembangunan Daerah. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hlm. 233- 234

23 1.6.3.1. Unsur-Unsur Desa

Menurut R. Bintaro dalam bukunya unsur-unsur Desa merupakan hal yang penting untuk diperhatikan dalam penyusunan definisi desa, unsur-unsur tersebut yakni : 52

a. Unsur daerah, dalam artian tanah-tanah produktif, beserta penggunaanya, termasuk juga unsur lokasi, luas dan batas yang merupakan unsur geografi setempat.

b. Penduduk, dalam hal ini meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan, penyebaran dan mata pencaharian penduduk setempat.

c. Tata kehidupan, dalam hal ini pola tata pergaulan dan ikatanikatan pergaulan tata desa. Jadi seluk beluk kehidupan masyarakat (rural society).

1.6.3.2. Masyarakat Desa

Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka, dimana sebagian besar intraksi adalah antara individu-individu yang berbeda dalam kelompok tersebut. Masyarakat Desa memiliki hak dan kewajiban, ruang lingkup pengaturan hak masyarakat Desa dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 68 ayat 1, yakni:

a. Meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa,

a. Meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa,

Dokumen terkait