• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

5.3 Saran

Setelah melakukan seluruh rangkaian penelitian, maka saran yang dapat diberikan oleh peneliti sebagai berikut:

1. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan bisa membandingkan laporan keuangan berbasis kas dan laporan keuangan berbasis akrual, serta menganalisis apa saja yang menjadi pembeda dari 2 jenis laporan keuangan tersebut.

2. Saran untuk BPKAD Kabupaten Serang agar lebih memaksimalnya pemberian konten website pribadinya, agar memudahkan peneliti-peneliti untuk mendapatkan informasi melalui media internet.

3. Peneliti selanjutnya harus lebih memperhatikan waktu dan tempat yang kondusif dan juga harus lebih fokus ketika menggali informasi dalam partisipan agar wawancaran dapat berjalan lebih efektif dan efisien. 4. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan untuk menganalisis apakah

arsitektur dari Sistem Informasi Keuangan Daerah sudah sesuai dengan peraturan yang ditetapkan di dalam undang-undang.

DAFTAR PUSTAKA

Ahyani, R. (2007). Akuntansi Keuangan, Anggran. dan AKuntansti Anggaran

Pemerintah Daerah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Bachtiar, A., dan Muchlis, I. (2002). Akuntansi Pemerintahan. Yogyakarta: BPFE.

Bappenas. (2007). Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kepemerintahan Yang Baik. Jakarta.

Bastian, I. (2006). Standar Akuntansi Pemerintahan : Kebutuhan atau Tuntutan

Politis Standar Akuntansi Pemerintahan, Telaah Kritis PP Nomor 24 Tahun 2005. Yogyakarta: BPFE.

Boothe, P. (2007). Accrual Accounting in the Public Sector: Lessons for

Developing Countries. Washington, USA: World Bank.

Creswell, J. (2008). Educational Research. Planning, Conducting, and Evaluating

Quantitative and Qualitative Research. Pearson Prentice Hall.

_____. (2012). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitaif, dan Mixed.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Edwards, G. C. (1980). Implementing Public Policy. Congressional Quarterly

Press.

Faradillah, H. (2013). Analisis kesiapan pemerintah daerah dalam menerapkan

standar akuntansi pemerintah (peraturan pemerintah nomor 71 tahun 2010). Skripsi Universtias Hassanuddin Makasar.

Ghozali, I. (2007). Teori Akuntansi. Semarang: Badan Penerbit Universtas Dipenogoro.

Hoesada, J. (2016). Akuntansi Pemerintah. Jakarta: Salemba Empat.

Ida, A. E. K.. (2016). Pengaruh Sumber Daya Manusia, Sistem Pengendalian Intern, Pemahaman Basis Akrual Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 16.2.

Indrawati, L. (2017). Analisis Penerapan Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis

Akrual Atas Penyajian Laporan Keuangan Pemerintah (Studi Pada Kota Probolinggo). Skripsi Universitas Muhammadiyah Malang.

Kieso, D. E., Weygandt, J. J., dan Warfield, T. D. (2008). Intermediate

Accounting, Edisi keduabelas, penterj: Emil Salim. Jakarta: Erlangga.

Kristiawati, E. (2015). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual Pada Pemerintah Daerah Kalimantan Barat. Jurnal Akuntabilitas, Vol. 8, hal. 171–190.

Mardiasmo. (2002). Akuntansi Sektor Publik, Edisi Pertama. Yogyakarta: Andi Offset.

Mardiasmo. (2009). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Offset.

_____. (2004). Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Andi Offset.

McCracken, G. (2012). The Long Interview. Newbury Park: Sage Publication. Mu’am, A. (2011). Basis Akrual dalam Akuntansi Pemerintahan di Indonesia.

Tangerang Selatan: Mifaz Rasam.

Mustofa, H. (2008). Basis Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: Direktorat Jendral Parbendaharaan.

Raco, J. R. (2010). Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik, dan

Keunggunalannya. (L. Arita, Ed.). Jakarta: PT Grasindo.

Ramadhan, A. (2019). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, dan Kinerja Lingkungan Terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure. Jurnal

Ilmiah Akuntansi dan Keuangan, Vol. 08.

Ritonga, I. T. (2010). Akuntansi Pemerintahan Daerah. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM.

Robbins, S. P., dan Judge, T. A. (2002). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.

Robbins, S. P. (1996). Teori Organisasi, Struktur Desan dan Aplikasi, Edisi Ketiga. Jakarta: Salemba Empat.

Septia, Y. (2013). Analisis Implementasi PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang SAP Berbasis Akrual pada Laporan Keuangan Dinas Pendidikan Pemerintah Daerah Kabupaten Kubu Raya. Jurnal Kajian Ilmiah Akuntansbi, Vol. 2. Diakses dari http://jurnal.untan.ac.id/index.php/ejafe/article/view/3908 pada Tanggal 15 Juli 2019.

Simanjuntak, B. H. (2012). Menyongsong Era Baru Akuntansi Pemerintahan di

Indonesia. Diakses dari www.ksap.org pada Tanggal 7 Juli 2019.

Soimah, S. (2014). Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia, Pemanfaatan

Teknologi Informasi Dan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah Terhadap Kualitas Laporang Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkulu Utara. Skripsi Universtis Bengkulu.

Sopiah. (2008). Dukungan Penerapan Prinsip-Prinsip Good Government

Governance dalam Pencapaian Kinerja Pemerintah. Skripsi Universitas

Muhammadiah Yogyakarta.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitaif, Kualitatif, dan Kombinasi

_____. (2014). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitaf,

Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Sukmaningrum, T. (2012). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas

Informasi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Skripsi Universitas

Dipenogoro.

Syrienda. Y., Hasan. B. H. F. (2018). Problematika Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual Pada Pemerintah Daerah Aceh Tengah. Jurnal Perspektif

Ekonomi Darussalam, Vol 4.

Taufan, M. I. (2016). Pengaruh Transparansi dan Akuntabilitas Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Dinas Kota Bandung). Diakses dari http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/handle/123456789/7216 pada tanggal 17 Juni 2019.

Tirt. T. A. (2018). Evaluasi Penerapa PP Nomor 71 Tahun 2010 Tentang SAP

Berbasis Akrual Dalam Penyajian Laporan Keuangan Politeknik Kesehatan Makassar. Skripsi UIN Alauddin Makassar.

Warsino. (2009). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Satun Kerja

Perangkat Daerah (SKPD) di Lingkungan Pemerintah Povinsi Jambi.

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

West B, C. G. (2005). Making Accounting Accountable in the Public Sector In Critical Perspective on ccounting.

Wicaksono, K. W. (2016). Akuntabilitas Organisasi Sektor Publik. JKAP (Jurnal

Kebijakan dan Administrasi Publik). 19 (1), hal. 17. Diakses dari

https://doi.org/10.22146/jkap.7523 pada tanggal 2 Juni 2019.

Widiprana, Rengga., Unti Ludigdo., Rosidi (2017). Implementasi Kebijakan Publik Pelaporan Pemerintah Berbasis Akrual (Studi Kasus di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Malang). Jurnal Ilmiah Administrasi

Publik (JIAP), 2 (3). Diakses dari https://jiap.ub.ac.id/index.php/jiap/article/view/685/979 pada tanggal 13 Juni 2019.

LAMPIRAN 1

Transkip Wawancara Partisipan K2

Partisipan : Kasubag Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan

Waktu : 10.15 WIB – 11.15 WIB

Tanggal : Jum’at, 14 Juni 2019

Tempat : Kantor BPKAD Kabupaten Serang

Peneliti : Pertama, saya ingin meminta penjelasan bapak terkait

tupoksi/tugas bapak di BPKAD kabupaten Serang

Partisipan : Kebetulan saya dipercaya sebagai kasubag pelaporan dan

pertanggungjawaban pelaporan keuangan, itu bertanggungjawaban dalam pelaksanaan tugas yang pertama penyusunan laporan keuangan secara periodik yaitu, triwulan-an, semesteran maupun tahunan. Laporan yang ada di BPKAD Kabupaten Serang terbagi menjadi 2, yang pertama laporan LKPD, yang kedua laporan pertanggungjawaban. Perbedaan kalau LKPD itu untuk BPK, kalau laporan pertanggungjawaban itu untuk Dewan dalam bentuk aturan hukum yang disebut Perda (Peraturan Daerah) tapi intinya LKPD itu juga merupakan bagian dari Perda pertanggungjawaban, jadi apa yang sudah dilakukan audit BPK terhadap LKPD nantinya akan lampirkan kembali dalam bentuk perda pertanggungjawaban dan disampaikan kembali kepada dewan, nah itu tugas yang saya emban sebagai kasubag pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan diluar rutinitas tupoksi tugas saya yang lain seperti menyusun RKA,

mempertanggungjawabkan kegiatan, dan melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.

Peneliti : Oh, jadi intinya bapak adalah orang yang berkutik dengan laporan

keuangan di Kabupaten Serang ini ya ?

Partisipan : Iya betul, yang mempertanggungjawabi penyusunan laporan

keuangan.

Peneliti : Selain itu juga mengkonsol laporan keuangan yang dibuat oleh

OPD-OPD diseluruh Kabupaten Serang ?

Partisipan : Iya betul seperti itu, memang intinya membuat laporan keuangan

itu sumbernya dari OPD-OPD

Peneliti : Terkait dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010

tentang SAP berbasis akrual yang ditetapkan pada tahun anggaran 2015, apakah ada masalah yang dihadapi oleh bapak sebagai pembuat laporan keuangan ?

Partisipan : Sebelumnya saya cerita dulu, sebelum menggunakan PP 71

Tahun 2010 itu kan kalau tidak salah ada 4 komponen laporan keuangan ya terdiri dari LRA, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan ya. Nah sebetulnya pada tahun 2014 kita menyusun 4 laporan ini wabilkhusus untuk Neraca sebetulnya sudah menggunakan apa yang dikatakan dengan akrual basis, jadi walaupun kita masih menggunakan istilahnya kas basis di tahun 2014 untuk LRA dan Laporan Arus Kas tetapi, untuk Neraca kita sudah menggunakan akrual basis. Nah ketika kita beralih kepada PP 71 Tahun 2010 dimana disitu ada 7 komponen laporan keuangan, yaitu tambahannya ada LO (Laporan Operasional),

LP-SAL, dan LPE (Laporan Perubahan Ekuitas), nah ini adalah tambahan tugas/pekerjaan yang harus kita susun untuk memenuhi ketentutan PP 71. Jadi artinya jika melihat tingkat kesulitan tidak terlalu signifikan karena penyusunan LO, LP-SAL, dan LPE kita sudah menggunakan aplikasi, Cuma yang jelas saya sebagai konsolidator harus melakukan sosialiasi kepada OPD-OPD untuk penguatan laporan keuangan pada tingkat OPD.

Peneliti : Jadi untuk bapak sendiri sebagai pembuat laporan keuangan yang

sekarang berbasis akrual ini tidak terlalu menjadi masalah ya pak ? dan mudah untuk beradaptasi dari kas basis ke akrual basis ya ?

Partisipan : Iya betul, karena tadi itu sebetulnya sewaktu menggunakan kas

basis kita juga sudah menggunakan akrual basis tapi hanya pada Neraca saja. Jadi intinya begini, ketika beralih ke PP 71 yang dimaksud dengan akrual tetap hanya Neraca, LO, LPE, dan LP-SAL. Sedangkan untuk LRA dan LAK nya tetap menggunakan kas basis, karena LRA itu kan berdasarkan uang keluar. Jadi walaupun LRA dan LAK itu ada pada PP 71 tapi tetap sifatnya menggunakan kas basis.

Peneliti : Oh begitu, saya pernah mendengarkan terkait permasalahan

maping kode rekening itu juga menjadi salah satu yang menjadi hambatan bagi para konsolidator, itu bisa dijelaskan gak pak ?

Partisipan : Oh itu, jadi gini kas basis dengan akrual basis itu kan sebetulnya

tidak ada masalah karena nomor rekeningnya pada dua basis itu sudah menggunakan kode rekeningnya sudah akrual. Yang menjadi permasalahan pada

maping kode rekening itu ketika kita dalam penyusunan anggaran berdasarkan PP 58 2015 ya, tahun 2005 kalau tidak salah, terus kembali ke turunannya dari permendagri nomor 13 dan perubahannya, penyusunan anggaran keuangan, penyusunan APBD itu menggunakan kode rekening berdasarkan istilahnya permendagri 13, itu sebenernya kita tidak menyebutnya kode rekening kas basis, bukan. Tapi itu kode rekening kementrian dalam negeri berdasarkan permendari 13 atau kita istilahkan sekarang kode rekening kas basis. Jadi pada saat penyusunan APBD nya itu menggunakan kode rekening kas basis sedangkan pada saat penyusunan laporan untuk ke pusat itu menggunakan aturan akrual basis, nah disini lah kita harus melakukan maping kode rekening antara kas basis yang ada pada permendagri nomor 13 dengan akrual basis yang ada pada PP 71 tahun 2010, inilah yang memusingkan kita sebetulnya sampai dengan per-tahun 2018.

Peneliti : Oh begitu ya pak, tapi sebelumnya bisa dijelaskan juga tidak pak

apa yang dimaksud dengan maping kode rekening itu ?

Partisipan : Jadi maping kode rekening itu begini contohnya ya, di kas basis

kita mengenal belanja 2 jenis ada belanja tidak langsung (BTL) dan belanja langsung (BL) , dalam belanja tidak langsung itu ada belanja pegawai, belanja hibah, dan lain sebagainya, sementara dalam belanja langsung itu ada belanja pegawai, barang dan jasa, dan modal, nah ini di kas basis. Nah ketika di akrual basis format laporan LRA-nya itu tidak mengenal belanja tidak langsung dan belanja langsung, ini yang tidak sinkronnya dari pusat, ketika penyusunan APBD menggunakan kas basis tetapi laporannya menggunakan akrual basis. Diakrual basis itu mengenalnya belanja operasional, dan belanja modal. Belanja

operasional ini terdiri dari belanja pegawainya dari BTL, belanja pegawainya BL ditambah belanja barang dan jasanya BL. Dan uniknya lagi dalam belanja modal akrual dibagi lagi, ada tanah, peralatan mesin, gedung, jalan jaringan irigasi, dan aset lainnya, sementara di kas basis hanya satu yaitu belanja modal, inilah yang kita maksud dengan maping, kita harus mengklasifikan lagi apa yang sudah dicantumkan dalam penyusunan APBD untuk laporan keuangannya.

Peneliti : Oh, jadi itu ya yang sekarang menjadi permasalahan bagi bapak

sebagai pembuat laporan keuangan karena harus mengurai lagi apa yang sudah dicantumkan di APBD ?

Partisipan : Iya betul, kita harus menempatkan kode rekening kas basis ke

kode rekening akrual basis.

Peneliti : Jadi dari bapak sendiri dan dengan bawahan-bawahan bapak

sebagai pembuat laporan keuangan itu tidak ada masalah yang berarti ya pak ? apa karena semua pegawainya dilatar belakangi pendidikan akuntansi semua ?

Partisipan : Nah awalnya kesulitan kita semua justru bukan saat akrual basis

ini ditetapkan, tapi sebetulnya pada saat penyusunan laporan keuangan menggunakan kas basis. Karena sebelum ditetapkanya kasis basis kan kita masih menggunakan permendagri 29, itu lebih lama lagi, nah ketika ditetapkan PP 24 ini mulai disosialiasikan yang disebut cash basis to acrrual basis, pernah dengear kan ?

Partisipan : Nah istilah itu saya dengar dari guru-guru besar saya bahwa cash

basis to accrual basis itu sistem akuntansi yang satu-satunya diberlakukan hanya

di Indonesia. Cash basis to accrual basis jadi laporan keuangan ada yang menggunakan kas basis, ada juga yang menggunakan akrual basis, Neracanya akrual, tapi LRA-nya kas basis. Ketika PP 71 itu masuk yang mengharuskan akrual penuh, disini kita juga tidak serta merta menggunakan akrual semuanya sebetulnya, PP 71 juga kan masnya tau ada Lampiran I dan ada Lampiran II. Nah ketika kita tau ada Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 yang nanti akan diterapkan di tahun 2019 untuk 2020, itu baru akan terjawab apa yang disebut akrual penuh, karena dalam PP 12 itu salah satu amanatnya adalah penyusunan APBD sudah menggunakan kode rekening akrual basis, nah itu disitu sudah tidak ada maping kode rekening lagi.

Peneliti : Itu akan diterapkan di tahun 2019 ?

Partisipan : Seharusnya, yang saya tahu PP 12 itu kan terbitnya tahun 2018,

mulai penganggaran tahun 2020, karena 2019 kan sudah berjalan dan masih menggunakan PP 71. Nah penganggaran 2020 yang akan disusun tahun 2010 itu harusnya sudah menggunakan PP 12 Tahun 2018.

Peneliti : Oh itu untuk semua pemerintah daerah pak ?

Partisipan : Iya betul karena ini kan peraturan dari pemerintah pusatnya

langsung. Tapi ini juga menunggu permendagrinya sebetulnya, karena permendagrinya belum keluar. Nanti jika sudah keluar permendagrinya baru kita menggunakan akrual penuh dalam penyusunan APBDnya.

Peneliti : Untuk aplikasi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan berbasis akrual itu yang digunakan aplikasi apa saja ya pak ?

Partisipan : Sebelum ke akrual, sebelumnya dalam kas basis kita

menggunakan aplikasi yang disebut SIMDA Keuangan (Sistem Informasi Manajemen Daerah) kemudian di tahun 2015 SIMDA tersebut langsung di update menjadi SIMDA Akrual sampai tahun 2017, di tahun 2018 kita sudah menggunakan SIMRAL (Sistem Informasi Manajemen Akrual). Kalau SIMRAL pengembangnya BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) kalau SIMDA BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan).

Peneliti : Pengembang itu artinya pembuat atau aplikasi itu dibuat oleh

BPKAD lalu dikembangkan oleh BPPT dan BPKP ?

Partisipan : Pembuat, Pembuat Aplikasinya

Peneliti : Kenapa yang membuat aplikasi itu tidak dari PEMDA saja pak ?

karena mungkin PEMDA lebih tau kondisi keuangannya, dan kondisi pegawainya dan aplikasi tersebut bisa didesain sederhana mungkin agar pegawai tidak kesulitan dalam menggunakan aplikasi tersebut ? apa memanga aturan dari pusat harus melalui BPPT dan BPKP atau seperti apa pak ?

Partisipan : Memang pemilihan terhadap aplikasi ini kita tidak ditentukan

oleh pusat, itu terserah kita mau menggunakan aplikasi apa. Pada waktu tahun pertama 2005 PP 24 ini dilaunching sebenarnya pemerintah pusat sudah menyiapkan aplikasinya. Awalnya nama aplikasinya SIPKD (Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah) ini pemerintah pusat sudah menggaungkan

aplikasi ini, bahkan pada waktu itu pemerintah pusat membagi dua tugas untuk pengembangan aplikasinya oleh kemendagri dengan konsultan dari ... ada nama konsultannya itu USADI (dari pemerintah pusat), itu konsultan yang ditarik oleh kemendagri untuk membuat aplikasi SIPKD tersebut. Tugas yang kedua oleh kemenkeu, kemenkeu mengadakan hardwarenya, rencananya hardware tersebut mulai dari komputer akan dibagikan oleh kemenkeu pada waktu itu, nah waktu itu pemerintah pusat mengambil namanya DMI (Daerah Masa Inkubator) untuk menyebarkan SIPKD agar mendapatkan pendampingan dari USADI dan mendapat bantuan hardware dari kemenkeu, semuanya kalau tidak salaha da 171 Kabupaten, Kota, Provinsi yang waktu itu ditunjukan kemendagri dan kemenkeu. Salah satunya Kabupaten Serang yang ditunjuk menjadi DMI nya pusat, karena saya ikut berkecimpung dan beberapa kali saya diundang. Sebelum menggunakan SIPKD kita menggunakan manual Excel untuk penyusunan laporan keuangan, saya sendiri yang membuatnya dengan teman-teman yang lain. Ketika dikembangakan SIPKD dengan DMI ini awalnya kan mau menggunakan lounge (pinjaman lunak) tapi ternyata USADI ini tidak sepenuhnya memenuhi kriteria yang diinginkan oleh daerah, intinya itu. Karena tadi itu daerah kok bisa mengembangkan aplikasinya sendiri kenapa harus lewat USADI padahal daerah masih memiliki konsultan sendiri, salah satunya kota tangerang yang mengembangkan sendiri aplikasinya menggunakan konsultan dia sendiri yang disebut dengan spectra.

Peneliti : Itu dari pusat tidak ada permasalahan apabila daerah

Partisipan : Tidak ada permasalah karena, pada waktu itu tidak ada penekanan atau keharusan dari pemerintah pusat. Nah ketika kita menjadi DMI itu beberapa kali tidak berhasil, beberapa kali USADI datang kepada kita dan kita dikumpulkan juga tidak berhasil. Tidak berhasilnya kenapa ? karena pengembangan aplikasi dari USADI tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh daerah. Jadi masih banyak terjadi kesalahan dan trouble pada aplikasinya. Sehingga pada waktu itu kita masih menggunakan manual excel.

Peneliti : Talaupun ada aplikasi SIPKD itu tapi bapak dan teman-teman

masih menggunakan manual excel karena masih ada trouble ?

Partisipan : Iya betul, itu sekitar tahun 2004 sampai 2005.

Peneliti : Mengapa bapak dan teman-teman tidak mengembangkan aplikasi

itu sendiri ?

Partisipan : Kita sangat keterbatasan dengan tenaga IT, itu sudah jelas kita

tidak memiliki tenaga IT yang bisa memprogram, membuat aplikasi pengelolaan keuangan daerah, sehingga pilihannya pada waktu itu ada penawaran dari BPKP dengan adanya SIMDA tadi, kita diundang ke kantor BPKP, dijelaskan mengenai aplikasi SIMDA. Nah kita coba menerapkan aplikasi SIMDA ini pada Kabupaten Serang akhirnya, kita tidak mengembangkan sendiri aplikasinya sendiri karena keterbatasan tenaga IT tadi dan memang pada waktu itu tenaga IT langka sekali. Nah begitu SIMDA datang, kenapa SIMDA bisa berhasil diterapkan di Kabupaten Serang sampai dengan tahun 2017, yang pertama dikarenakan SIMDA dikembangkan oleh BPKP, karena dulu BPKP merupakan auditor internal

pemerintah ... tapi sekarang juga sebenernya masih tapi seperti mati suri. Nah karna BPKP merupakan auditor internal pemerintah, maka BKPK sangat memahami proses pengelolaan keuangan daerah, yang kedua BPKP itu disetiap provinsi itu ada perwakilannya, berbeda dengan USADI tadi, dia hanya ada di Jakarta, kalau BPKD karena disetiap provinsi ada perwakilannya maka konsultasi dan lain sebagainya lebih mudah dan dekat.

Peneliti : Dan BPKP juga lebih tau ya pak kondisi di Kabupaten serang ini

ya pak ?

Partisipan : Secara aturan sudah pasti tau, secara demografis juga pasti tau,

sehingga mereka merekrut ahli-ahli IT untuk membuat SIMDA ini dan sangat cocok untuk diterapkan di Kabupaten Serang sesuai dengan aturan-aturan yang ada, walaupun dengan proses yang tersendat-sendat dan bertahap dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2017 itu sudah sangat berhasil.

Peneliti : Jadi sejauh ini BPKP menjadi konsultan IT terbaik ya pak ?

Partisipan : Terbaik sebagai konsultan IT, sebagai konsultan pengelolaan

keuangan juga. Jadi intinya saya mau bilang, kebutuhan tenaga IT itu seharusnya tidak hanya dibutuhkan untuk BPKAD Kabupaten Serang, melainkan untuk seluruh OPD dan OPD di Kabupaten Serang.

Peneliti : Selanjutnya, apakak akrual basis ini meningkatkan akuntabilitas

dan transparansi laporan keuangan pak ?

Partisipan : ini terkait dengan persepsi pembacaan laporan keuangan orang

diluar internal BPKAD itu kalau ke akrual basis justru kurang dalam pemahaman isi laporan keuangan, baik itu dewan, bupati, ataupun inspektorat.

Peneliti : oh jadi justru petinggi-petinggi itu yang kurang paham dengan isi

laporan keuangan berbasis akrual ? padahal seharusnya bagaimana itu pak ?

Partisipan : iya betul, justru seharusnya mereka harus paham dengan isi

laporan keuangan berbasis akrual itu. Mereka lebih nyaman dengan isi laporan kas basis, permasalahannya ada dua sih sebenarnya, yang pertama karena penganggaran kita dilaksanakan dengan menggunakan kas basis, contohnya laporan belanja langsung dan belanja tidak langsung, sehingga laporan juga lebih enak dilihatnya jika penganggaran dan laporan samasama menggunakan kas basis, menurut saya itu pemahaman yang kurang pas atau kurang bagus ketika kita ingin menganalisis laporan keuangan itu secara global. Nah justru di akrual basis kalau menurut saya orang yang benar-benar teliti membaca laporan keuangan akan lebih banyak analisis yang dapat dilakukan dan kebijakan-kebijakan yang bisa diambil akan lebih tepat.

Peneliti : Jika mereka membaca laporan keuangan berbasis akrual itu secara

teliti ya pak ?

Partisipan : Iya betul jika mereka membacanya secara teliti. Kalau di kas

basis pendapatan itu dicatat berdasarkan kas yang masuk, saya kasih contoh pajak hotel tahun 2018 Cuma dapet 100 juta, ini di kas basis ya, sedangkan ketika menggunakan akrual basis ternyata pajak hotel 2018 dapet 150 juta, dimana selisihnya ini ? ternyata 50 jutanya ini adalah piutang yang bakal pasti kita terima.

Peneliti : Sedangkan di kas basis itu tidak mengenal kata piutang ya pak ?

Partisipan : Betul, betul sekali. Jadi intinya, ternyata di kas basis kita masih

dapet uang 50 juta lagi, kita masih punya hak untuk menagih uang 50 juta itu.

Peneliti : Berarti serapan pendapatan pada kas basis masih sangat minim ya

Dokumen terkait