• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2010 DI PEMERINTAH DAERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2010 DI PEMERINTAH DAERAH"

Copied!
204
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH

NOMOR 71 TAHUN 2010 DI PEMERINTAH DAERAH

( Studi Kasus pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah

Kabupaten Serang )

SKRIPSI

Oleh :

Nama: Alfian Fauzi No. Mahasiswa: 15312344

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA 2019

(2)

ii Serang )

SKRIPSI

Disusun dan diajukan untuk memenuhi sebagai salah satu syarat untuk mencapai derajat Sarjana Strata-1 Program Studi Akuntansi pada Fakultas Ekonomi UII

Oleh :

Nama : Alfian Fauzi No. Mahasiswa: 15312344

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

(3)

iii

memberikan semangat, harapan, dan cita-cita dalam menjalani hidup. Tidak lupa juga untuk teman-teman seperjuangan yang selalu menemani dikala

senang dan susah.

Skripsi ini juga saya persembahkan untuk yang selalu bertanya: “Kapan Sidang dan Kapan Lulus ?”

Terlambat lulus atau lulus tidak tepat waktu bukanlah sebuah kejahatan, bukan pula sebuah aib. Alangkah kerdilnya jika mengukur kepintaran seorang hanya dari siapa

yang paling cepat lulus dengan IPK Cumlaude.

Bukankah sebaik-baiknya skripsi adalah yang selesai ? Baik itu selesai tepat waktu atau tidak tepat waktu. Kita semua memiliki zona waktu masing-masing, jadi

(4)
(5)
(6)
(7)

vii

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhannallahuwata’ala yang telah menganugerahkan segala kenikmatan, rahmat, dan hidayah-Nya yang tidak dapat dibandingkan dengan kenikmatan yang ada di dunia. Shalawat serta salam tidak lupa juga tercurah kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya dan lentera ilmu kehidupan bagi seluruh umat manusia.

Skripsi dengan judul “Analisis Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 di Pemerintah Daerah (Studi Kasus pada BPKAD

Kabupaten Serang)” telah selesai disusun dalam rangka memenuhi salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, petunjuk, dan dukung dari banyak pihak yang berkontribusi. Oleh karena itu, penulis ingin berterima kasih kepada:

1. Allah Subhanallahuwata’ala yang telah menganugerahkan segala kemurahan rezeki dan menganugerahkan segala kemudahan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tempo yang sesingkat-singkatnya, dan semoga skripsi ini bisa menjadi amal ibadah di akhirat kelak.

(8)

viii

ini. Semoga Allah menerima segala amal ibadah beliau dan membalasnya di dunia maupun di akhirat. Allahuma aamiin

3. Kepada adik saya Firsa Fauziah yang selalu memberikan semangat dan juga inspirasi untuk menyelesaikan skripsi ini, semoga adik saya juga dapat menyelesaikan studinya di Universtias Indonesia dengan lancar dan baik.

4. Bapak Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D selaku Rektor Universitas Islam Indonesia.

5. Bapak Arief Rachman, SE., SIP., M.Com., Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan arahan yang sangat luar biasa sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan dan kesejahteraan kepada beliau dan keluarga.

6. Bapak Dr. Jaka Sriyana., S.E., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.

7. Bapak Johan Arifin, S.E., M.Si., Ph.D. selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.

8. Bapak Mahmudi, S.E., M.Si., Ak. Selaku Ketua Program Studi Sarjana Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.

(9)

ix

10. Bapak Beni Rahmatullah S, SE., M.Si, Bapak Jagat., SE., M.Si, dan Bapak Muhammad Abduh., SE yang telah memberika ilmu terkait pemerintahan di Kabupaten Serang.

11. Pegawai di lingkungan BPKAD Kabupaten Serang, Fungsi Akuntansi di OPD-OPD Kabupaten Serang dan Auditor Inspektorat Kabupaten Serang yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan penelitian dan memberikan ilmu yang bermanfaat bagi saya. 12. Keluarga besar Hj. Nini Rohana keluarga besar dari Mamah di

Purwakarta dan Keluarga H. Harun dari Ayah di Subang yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan motivasi kepada saya selama saya hidup.

13. Pengabdi Mobile Legend (ML) yaitu Yogi, Faza, Yasser, Gamgam, Farid, Adit, Hilman, Marga, Tahus, Arifin, Rifqi, Ilham, Satrio, dan Shani yang sudah menemani dan memberikan pengalaman yang menarikan kepada saya selama berkuliah di UII.

14. Asri Nur Septiani yang telah menemani penulis ketika merasakan pusing ketika menyusun skripsi dan menemani makan dan minus es mendunia. 15. Kepada teman-teman seperjuangan skripsi yaitu Nida, Umi, dan Laras

(10)

x

17. Kontrakan PKO yaitu Aduy, Fajar, Kombet, Aziz, Dimas, Dika, Ucup, Eris selaku teman seperjuangan dari daerah asal yang telah menemani saya selama di Yogyakarta.

18. Penghuni Kost Wacana yang memberikan warna dalam hidup di kost-an selama kuliah di UII.

19. Teman-teman KKN yaitu, Gery, Ilham, Rizal, Fatur, Chintya, Iis, Fatur, dan Via yang telah memberikan warna dan pengalaman kepada penulis. 20. Teman-teman panitia UAF yaitu Agoy, Egi, Bodak, Ijay, Faza, Wasis,

Wahdi, dan Yanu yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga selama saya mengikuti kepanitiaan.

21. Kepada Hayati yang telah bersedia kapanpun dan dimanapun menjadi teman curhat saya.

22. Kepada Lilis Yulianti dan Ismawati Dian Pertiwi yang telah menyemangati dan membantu saya dalam mengerjakan skripsi sehingga saya menjadi semangat dalam mengerjakan skripsi.

23. Terima kasih kepada pihak-pihak yang berkontribusi dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

(11)

xi

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bisa bermenfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Warahmatulllahi Wabarakatuh

Yogyakarta, Agustus 2019 Penulis,

(12)

xii

Halaman Sampul ... i

Halaman Judul ... ii

Halaman Persembahan ... iii

Halaman Bebas Plagiarisme ... iv

Halaman Pengesahan ... Error! Bookmark not defined. Halaman Berita Acara Ujian ... vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi... xii

Daftar Gambar ... xvi

Daftar Tabel ... xvii

Daftar Lampiran ... xviii

Abstract... ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Fokus Penelitian ... 9

1.4 Tujuan Penelitian... 10

1.5 Manfaat Penelitian... 11

1.6 Sistematika Penulisan ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13

2.1 Landasan Teori ... 13

(13)

xiii

2.4 Standar Akuntansi Pemerintahan ... 19

2.5 Basis Akuntansi ... 21

2.6 Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis Kas Menuju Akrual (PP Nomor 24 Tahun 2005) ... 26

2.7 Komponen Laporan Keuangan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 ... 31

2.8 Komponen Laporan Keuangan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 ... 34

2.9 Akuntabilitas ... 38

2.10 Transparansi ... 39

2.11 Kebijakan Akuntansi Pemerintahan ... 39

2.12 Hubungan Akuntansi Pemerintahan Dengan Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Keuangan ... 42

2.13 Komunikasi ... 42

2.14 Sumber Daya Manusia ... 43

2.15 Komitmen ... 44

2.16 Struktur Birokrasi ... 44

2.17 Penelitian Terdahulu ... 45

BAB III METODE PENELITIAN... 51

3.1 Metode Penelitian ... 51

3.2 Tempat Penelitian ... 54

3.3 Instrumen Penelitian ... 54

(14)

xiv

3.7.1 Reabilitas dan Validitas ... 61

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 64

4.1 Gambar Umum Pemerintah Kabupaten serang dan BPKAD Kabupaten Serang ... 64

4.1.1 Sejarah Pemerintah Kabupaten Serang ... 64

4.1.2 Sejarah BPKAD Kabupaten Serang ... 65

4.2 Struktur Organisasi dan Tugas Pokok BPKAD Kabupaten Serang .... 67

4.2.1 Struktur Organisasi BPKAD Kabupaten Serang ... 67

4.3 Mekanisme Akuntabilitas dan Transparansi pada BPKAD Kabupaten Serang ... 72

4.3.1 Mekanisme Akuntabilitas pada BPKAD Kabupaten Serang ... 72

4.3.2 Mekanisme Transparansi pada BPKAD Kabupaten Serang ... 74

4.4 Kendala-Kendala Dalam Menjalankan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual ... 79

4.4.1 Sumber Daya Manusia dan Tenaga IT ... 79

4.4.2 Penggunaan Aplikasi SIMRAL ... 83

4.4.3 Maping Kode Rekening ... 86

4.5 Aspek yang Menjadi Penentu Keberhasilan dalam Menjalankan SAP . Berbasis Akrual pada BPKAD Kabupaten Serang ... 90

4.6 Perbaikan yang dilakukan oleh BPKAD Kabupaten Serang dalam Menjalankan SAP berbasis Akrual ... 92

4.6.1 Perbaikan terkait Sumber Daya Manusia dan Tenaga IT ... 93

(15)

xv BAB V PENUTUP ... 100 5.1 Kesimpulan... 100 5.2 Keterbatasan Penelitian ... 103 5.3 Saran ... 105 DAFTAR PUSTAKA ... 106

(16)

xvi

Gambar 3.2 Langkah-Langkah Analisis Penelitian Kualitatif ... 60 Gambar 4.1 Struktur Organisasi BPKAD Kabupaten Serang ... 68 Gambar 4.2 Bentuk Tranparansi Pemerintah Kabupaten Serang... 78

(17)

xvii

(18)

xviii

Lampiran 2 Transkip Wawancara Partisipan K3 ... 124

Lampiran 3 Transkip Wawancara Partisipan K7 ... 141

Lampiran 4 Transkip Wawancara Partisipan K2 ... 148

Lampiran 5 Transkip Wawancara Partisipan K4 ... 159

Lampiran 6 Transkip Wawancara Partisipan K6 ... 162

Lampiran 7 Transkip Wawancara Partisipan K8 ... 167

Lampiran 8 Website BPKAD Kabupaten Serang ... 171

Lampiran 9 SIMRAL Berbasis Website ... 173

Lampiran 10 Daftar Pegawai Fungsi Akuntansi Se-Kabupaten Serang ... 174

Lampiran 11 Jumlah Pegawai BPKAD Kabupaten Serang ... 177

Lampiran 12 Sarana dan Prasana di BPKAD Kabupaten Serang ... 179

Lampiran 13 Surat Rekomendasi Penelitian ... 181

(19)

xix

in applying accrual-based SAP, and what improvements are made by BPKAD Regency Attack in the face of obstacles that occur. The methodology used is a qualitative method to obtain new information that has not been found before. Data collection techniques using literature review, semi-structured interviews, and using data validity testing conducted diligently, triangulating techniques and sources to obtain consistent information from participants.

The results showed that BPKAD of Serang Regency had applied accrual-based Government Accounting Standards as stipulated in Government Regulation Number 71 of 2010 from the initial stipulation of the regulation. However, in carrying out this accrual basis, BPKAD of Serang Regency faces several obstacles namely, constraints from inadequate Human Resources and Lack of IT Personnel, the use of SIMRAL applications which are still many errors, and Maping of Account Codes.

Regarding transparency carried out by BPKAD, Serang Regency is generally in accordance with the law, but BPKAD of Serang Regency has not been maximal in providing transparency through its personal website, while related to accountability carried out by BPKAD, Serang Regency is no doubt this is reflected by the WTP opinion that won 8 times in a row.

The inspectorate auditor considers that accrual-based SAP is a good thing, but the inspectorate must also prepare the infrastructure for the success of the policy, and considers that the commitment of each employee is important for the success of accrual-based SAP.

Proposed improvement of the constraints that occur, BPKAD Serang Regency must continue to improve the quality of Human Resources and IT Personnel and improvements to the use of the SIMRAL application.

Keywords: Accrual Based Government Accounting, Human Resources, SIMRAL, Account Code Maping

(20)

xx

BPKAD Kabupaten Serang dalam menerapkan SAP berbasis akrual, serta perbaikan apa saja yang dilakukan oleh BPKAD Kabupaten Serang dalam menghadapi kendala-kendala yang terjadi. Metodologi yang digunakan adalah metode kualitatif untuk memperoleh informasi yang baru yang belum ditemukan sebelumnya. Teknik pengumpulan data menggunakan kajian literatur, wawancara semi terstruktur, dan menggunakan pengujian keabsahan data yang dilakukan secara tekun, melakukan triangulasi teknik dan sumber untuk mendapatkan informasi yang konsisten dari partisipan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa BPKAD Kabupaten Serang telah menerapkan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis akrual yang tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 dari sejak awal ditetapkannya peraturan tersebut. Namun, dalam menjalankan basis akrual ini, BPKAD Kabupaten Serang menghadapi beberapa kendala yaitu, kendala dari Sumber Daya Manusia yang masih kurang memadai dan Kekurangan Tenaga IT, penggunaan aplikasi SIMRAL yang masih banyak error, serta Maping Kode Rekening.

Terkait dengan transparansi yang dijalankan oleh BPKAD Kabupaten Serang secara umum sudah sesuai dengan undang-undang namun BPKAD Kabupaten Serang belum maksimal dalam memberikan transparansi melalui website pribadinya, sedangkan terkait dengan akuntabilitas yang dijalankan BPKAD Kabupaten Serang sudah tidak diragukan lagi hal ini tercermin dengan opini WTP yang diraih 8 kali berturut-turut.

Auditor inspektorat memandang bahwa SAP berbasis akrual adalah hal yang bagus, namun inspektorat juga harus menyiapkan insfrastruktur untuk keberhasilan kebijakan tersebut, serta memandangn bahwa komitmen dari setiap pegawai adalah hal yang penting untuk keberhasilan SAP berbasis akrual.

Usulan perbaikan dari kendala-kendala yang terjadi, BPKAD Kabupaten Serang harus terus meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dan Tenaga IT dan perbaikan terhadap penggunaan aplikasi SIMRAL.

Kata Kunci: Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual, Sumber Daya Manusia,

(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Globalisasi menuntut perwujudan sebuah pemerintahan yang baik agar terciptanya sebuah transparansi dan akuntabilitas, serta efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan keuangan baik itu di negara ataupun di daerah yang lebih dikenal dengan istilah good governance (tata kelola yang baik). Keberhasilan dalam menjalankan tugas untuk membangun negara sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan adalah salah satu ciri pemerintahan yang baik. Tata kelola yang baik menghendaki pemerintahan dijalankan dengan mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan yang sudah diatur dalam undang-undang.

Dalam pidato yang disampaikan oleh Mardiasmo (2003) mengungkapkan bahwa fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia saat ini adalah dengan menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat maupun daerah. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Pengelolaan Keuangan Negara awalnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-Undang tersebut mengatur tentang prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara sebagai dasar pelaksanaan reformasi manajemen keuangan pemerintah. Prinsip-prinsip tersebut sekaligus memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah yang telah dimuat dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang telah

(22)

disempurnakan dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 25 Tahun 2004 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 yang disempurnakan dalam UU Nomor 33 tahun 2004, yang mengatur kewenangan dan sistem perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Standar Akuntansi Pemerintahan merupakan salah satu aspek penting yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas tata kelola keuangan negara dan pelaporan keuangan pemerintahan. Auditor, masyarakat, pengguna laporan keuangan, organisasi profesi akuntansi, akademisi dan pemerintah adalah pihak-pihak yang berkepentingan terhadap Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Standar Akuntansi Pemerintahan perlu dikembangkan untuk memperbaiki praktik akuntansi keuangan pada lingkungan organisasi pemerintahan. SAP menjadi dasar entitas pemerintahan dalam membuat laporan keuangan yang berkualitas sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah terhadap publik. Laporan keuangan yang baik menurut SAP adalah laporan keuangan yang memenuhi karakteristik relevan, dapat dipahami, andal, dan dapat dibandingkan. SAP mengatur 3 (tiga) hal dalam laporan keuangan, yaitu: (1) Mengatur waktu pengakuan dan pencatatan suatu transaksi, (2) Mengatur pengukuran terhadap nilai uang, dan (3) mengatur penggunaan basis akuntansi.

Dalam laporan keuangan ada dua metode basis pencatatan akuntansi, yaitu basis kas dan basis akrual. Basis kas adalah pencatatan transaksi ekonomi dan transaksi lainnya pada saat kas diterima atau dikeluarkan. Sedangkan basis akrual adalah pencatatan transaksi ekonomi atau peristiwa lainnya yang pencatatannya dicatat pada saat transaksi atau peristiwa tersebut terjadi. Penerapan basis kas

(23)

sebelum basis akrual ditetapkan dirasa kurang mampu untuk memberikan transparansi dan akuntabilitas yang diharapkan pemerintah dan masyarakat, sehingga muncul standar akuntansi pemerintah berbasis akrual.

Penerapan basis akrual dalam atmosfir akuntansi pemerintah di Indonesia bukanlah merupakan kesukarelaan semata. Penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD adalah salah satu kewajiban dari amanat dalam pengelolaan keuangan negara. Hal ini lebih lanjut ditegaskan dalam undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam pasal 32 yang mengamanatkan bahwa bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar Akuntansi Pemerintahan tersebut disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sesuai dengan amanat Undang-Undang Keuangan Negara tersebut, tahap pertama dituliskan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis kas untuk pengakuan transaksi pendapatan, pembiayaan, dan belanja. Sedangkan pengakuan aset, ekuitas dana, dan pengakuan aset menggunakan basis akrual.

Penerapan akuntansi berbasis akrual pada sektor publik merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Selain itu, basis akrual merupakan hasil dari pengembangan dari PP Nomor 24 Tahun 2005 yang sekarang ditetapkan dalam PP Nomor 71 Tahun 2010. Dengan ditetapkannya peraturan tersebut, maka pemerintah sudah mempunyai landasan hukum. Berlakunya PP Nomor 71 tahun

(24)

2010 membawa perubahan besar dalam sistem pelaporan keuangan di Indonesia, yaitu perubahan dari basis kas menuju akrual menjadi basis akrual penuh dalam pengakuan transaksi keuangan pemerintah, dan harus dilaksanakan paling lambat tahun anggaran 2015.

Perubahan Standar Akuntansi Pemerintahan ke basis akrual dilatarbelakangi dengan tingginya peningkatan kebutuhan akan akuntabilitas pada institusi sektor public, terutama instansi pemerintah (West, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Gupta (2009) menunjukan hubungan positif dan signifikan antara transparansi dan akuntabilitas dalam mengadopsi penganggaran berbasis akrual bila dibandingkan dengan anggara berbasis kas. Hal ini juga menjelaskan bahwa penganggaran dengan berbasis akrual adalah solusi terbaik untuk mengakomodasi efisiensi, efektivitas, transparansi dan akuntabilitas.

Oleh karena itu, untuk memenuhi kewajiban tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual yang ditetapkan pada tanggal 22 Oktober 2010 untuk menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005. Lingkup pengaturan Peraturan Pemerintah ini meliputi SAP Berbasis Akrual dan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual. SAP Berbasis Akrual terdapat pada Lampiran I dan berlaku sejak tanggal ditetapkan peraturan tersebut dan dapat segera diterapkan oleh setiap entitas. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual pada Lampiran II berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual dalam jangka waktu 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010 yaitu sampai Tahun Anggaran 2014.

(25)

Pemerintah daerah wajib menerapkan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual saat ini. Laporan keuangan yang dihasilkan dari penerapan SAP Berbasis Akrual bertujuan untuk memberi manfaat lebih baik bagi pengguna maupun pemeriksa laporan keuangan pemerintah. Meskipun demikian, penyiapan Pertanyaan SAP oleh KSAP tetap harus melalui proses baku penyusunan SAP dan mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Perubahan dari akuntansi pemerintah menuju basis akrual akan membawa dampak atau implikasi walau sekecil apapun. Perubahan menuju arah yang lebih baik bukan berarti hadir tanpa adanya masalah. Pertanyaan yang bersifat pro dan kontra mengenai kesiapan pemerintah daerah dalam mengimplementasikan SAP berbasis akrual ini akan terus timbul. Sumber daya manusia yang kurang memadai menjadi masalah klasik dalam pengelolaan Keuangan Negara. Hal ini meliputi SDM yang tidak kompeten dan cenderung resisten terhadap perubahan. Selanjutnya, infrastruktur yang dibutuhkan dalam penerapan akuntansi berbasis akrual membutuhkan sumber daya tenologi informasi yang lebih tinggi.

Sebagaimana yang telah dijelaskan, bahwa penerapan akuntansi berbasis akrual dalam pemerintah daerah, memiliki kelebihan dan kelemahan. Permasalahan yang muncul di Indonesia menurut Ritonga (2010) mengatakan bahwa untuk mendukung penerapan akuntansi pemerintah berbasis akrual diperlukan kondisi-kondisi yang mendukung, sekaligus menjadi permasalahan yang dihadapi saat ini, adalah sebagai berikut:

1. Dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkompeten dan profesionalitas dalam pengelolaan keuangan.

(26)

2. Dukungan dari pemeriksa laporan keuangan.

3. Tersedianya sistem teknologi informasi yang mampu mengakomodir persyaratan-persyaratan dalam penerapan akuntansi berbasis akrual. 4. Adanya sistem penganggaran berbasis akrual, karena jika anggaran

pendapatan, belanja, dan pembiayaan masih berbasis kas sedangkan realisasinya berbasis akrual maka antara anggaran dan realisasinya tidak dapat dibandingkan.

5. Harus ada komitmen dan dukungan politik dari pengambil keputusan dalam pemerintah, karena upaya penerapan akuntansi berbasis akrual memerlukan dana yang besar dan waktu yang panjang.

Boothe (2007) mengidentifikan sejumlah kritik atas penerapan akuntansi akrual, sebagaimana pada organisasi swasta, pada organisasi sektor publik, adalah sebagai berikut :

1. Relevansi dan manfaat akuntansi akrual pada organisasi sektor pulik yang memiliki perbedaan mendasar pada tujuan organisasinya. Sehingga bentuk laporan keuangan antara organisasi swasta dan organisasi publik tentunya berbeda.

2. Jenis akuntabilitas yang dihadapi antara kedua organisasi tersebut berbeda.

3. Skop terjadinya manipulasi pada organisasi sektor publik lebih besar dibandingkan pada organisasi swasta.

4. Akuntansi akrual memerlukan penerapan anggaran berbasis akrual yang sulit diterapkan.

(27)

5. Akuntansi akrual memiliki masalah dengan pengendalian internal. 6. Belum terbuktinya manfaat (diklaim secara teoritis) akibat

diterapkkannya akuntansi akrual.

Menurut George dalam Agustino (2008 : 150) ada empat faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan dalam mengimplementasikan suatu kebijakan, yaitu:

1. Komunikasi 2. Sumber Daya 3. Disposisi

4. Struktur Birokrasi

Akuntansi akrual sendiri merupakan konsep yang sudah diterapkan kehampir semua perusahaan sektor swasta, karena akuntansi berbasis akrual ini dianggap mampu memberikan manfaat yang besar untuk para penggunanya. Akuntansi akrual dapat memberikan informasi yang lebih akurat dan dapat diandalkan karena mampu memberikan informasi tentang tentang kewajiban dan hak yang akan diterima dimasa depan, sehingga pengambilan keputusan ekonomi dapat dilakukan dengan tepat dan lebih baik.

Oleh karena itu, penerapan akuntansi akrual juga harus dikaji lebih mendalam. Meskipun telah diamanatkan oleh undang-undang. Kesiapan SDM, dukungan teknologi informasi, kondisi sosial politik yang kondusif, serta dukungan dari auditor pemerintah, mutlak diperlukan agar reformasi akuntansi pemerintahan ini dapat berjalan dengan sukses dan memperoleh manfaat yang diharapkan.

(28)

Namun, dalam praktiknya akuntansi pemerintahan berbasis akrual ini tidak selalu berjalan dengan mulus dan lancar. Hal ini dikarenakan salah satunya oleh perbedaan karakteristik lingkungan sektor publik. Rendahnya kualitas laporan keuangan pemerintah pada saat ini masih banyak disebabkan oleh aparatur pemerintah yang resisten terhadap reformasi pengelolaan Keuangan Negara, yang mana ditunjukkan dengan mental korup pemerintah yang masih sangat kuat. Disamping itu, masalah lain yang berhubungan dengan kemampuan pemerintah dalam menyusun dan melaporkan laporan keuangan secara wajar sesuai dengan standar akuntansi pemerintah dipandang masih terbatas, yang disebabkan tidak memadainya Sumber Daya Manusia yang menangani pengelolaan dan pelaporan keuangan di pemerintah. Opini Wajar Tanpa Pengecualian yang diraih Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) terus meningkat dari 3 LKPD (0,65%) pada tahun 2006 menjadi 411 LKPD (76%) pada tahun 2017. Hal itu disebutkan oleh Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara dalam penyerahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2018 kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) (Siaran Pers BPK, Jakarta, Jum’at 5 Oktober 2018).

Dari uraian diatas, pengevaluasian dari kebijakan SAP berbasis akrual sangat diperlukan, hal ini untuk mengetahui apa yang menjadi faktor kegagalan atau keberhasilan penerapan SAP berbasis akrual disetiap daerah, peneliti ingin mengetahui mekanisme transparansi dan akuntabilitas pada BPKAD Kabupaten Serang. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui kendala-kendala apa saja yang muncul semenjak diterapkannya PP Nomor 71 Tahun 2010. Mengingat betapa pentingnya penerapan SAP Berbasis Akrual pada BPKAD Kabupaten Serang,

(29)

maka peneliti ingin melakukan penelitian yang berudul “ANALISIS IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN

2010 DI PEMERINTAH DAERAH (Studi Kasus pada Badan Pengelola

Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Serang)”

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana mekanisme akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah yang dijalankan oleh Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Serang semenjak ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010?

2. Kendala apa saja yang terjadi di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Serang dan beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Serang dalam menjalankan SAP Berbasil Akrual? 3. Perbaikan apa saja yang sudah dilakukan oleh BPKAD Kabupaten

Serang dan OPD Kabupaten Serang untuk meminimalisir kendala yang dialami dalam melaksanakan SAP Berbasis Akrual.

4. Bagaimana sudut pandang dari inspektorat sebagai auditor internal pemerintah terhadap perubahan dari SAP bebasis kas berubah menjadi SAP berbasis akrual?

1.3 FOKUS PENELITIAN

1. Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Serang

2. Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Serang 3. Inspektorat Kabupaten Serang

(30)

4. Data dan informasi dari pihak yang dianggap penting serta mengetahui mengenai kebijakan pengimplementasian akuntansi berbasis akrual pada BPKAD Kabupaten Serang

1.4 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis mekanisme akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah yang dijalankan oleh BPKAD Kabupaten Serang dan beberapa OPD di Kabupaten Serang setelah PP Nomor 71 Tahun 2010 diberlakukan.

2. Untuk mengetahui output dari PP Nomor 71 Tahun 2010 melalui sudut pandang Auditor Inspektorat Kabupaten Serang.

3. Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan BPKAD Kabupaten Serang dan beberapa OPD di Kabupaten Serang dalam melaksanakan SAP Berbasis Akrual.

4. Untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang terjadi di BPKAD Kabupaten Serang dan beberapa OPD di Kabupaten Serang selama melaksanakan SAP berbasis akrual.

5. Untuk memberikan usulan dan perbaikan yang dapat dilakukan untuk meminimalisir kendala-kendala yang terjadi di BPKAD Kabupaten Serang dan beberapa OPD di Kabupaten Serang selama menjalankan SAP berbasis akrual.

(31)

1.5 MANFAAT PENELITIAN

1. Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tentang akuntansi berbasis akrual di bidang pemerintahan, dan wawasan bagi pengembangan penelitian selanjutnya di bidang akuntansi sektor publik atau akuntansi pemerintahan.

2. Bagi instansi pemerintahan atau OPD yang membuat laporan keuangan berbasis akrual agar dapat dijadikan masukan terhadap kendala-kendala yang terjadi selama SAP berbasis akrual dilaksanakan.

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut : BAB I : PENDULUAN

Bab ini akan menguraikan tentang latarbelakang masalah mengapa peneliti mengambil judul tersebut, rumusan masalah yang akan menjadi dasar instrumen pernyataan, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Bab ini berisikan tentang telaah teori yang menjadi landasan penelitian dan telaah penelitian sebelumnya. Bab ini memberikan gambaran tentang perubahan akuntansi kas menuju akrual pada BPKAD Kabupaten Serang. BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berguna sebagai penjelasan atas metode yang disertai praktek dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Bab ini menguraikan tentang metode penelitian, tempat penelitian, instrumen penelitian, sumber

(32)

data penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan pengujian keabsahan data.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan hasil penelitian dalam bentuk analisis data setelah semua data-data yang dikumpulan terkait kendala-kendala pada BPKAD Kabupaten Serang terkumpul. Berdasarkan teori yang telah dijelaskan di Bab II penulis akan membandingkan dengan rumusan masalah yang ada di Bab I, apakah data yang dikumpulkan dapat menjawab rumusan masalah. BAB V : PENUTUP

Pada bab ini berguna sebagai penjelas dari akhir penelitan yang sudah dilakukan. Menjelaskan kesimpulan kendala-kendala apa saja yang muncul selama PP Nomor 71 Tahun 2010 ditetapkan, dan juga memberikan saran bagi pihak yang membutuhkan penelitian berikutnya.

(33)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Implementasi

Implementasi kebijakan pada dasarnya adalah suatu cara agar kebijakan yang telah dibuat sedemikian rupa dapat tercapai tujuannya. Menurut George (1980) dalam mengkaji implementasi kebijakan ada 2 hal penting dalam implementasi, yaitu prakondisi-prakondisi apa saja yang diperlukan sehingga suatu implementasi kebijakan dapat berhasil mencapai tujuannya, dan hambatan apa saja yang memungkinkan kegagalan suatu implementasi kebijakan. Terdapat 4 (empat) aspek dalam menentukan keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu sebagai berikut:

1. Komunikasi

Komunikasi sangat menentukan dalam mencapai keberhasilan dalam mengimplementasikan suatu kebijakan. Implementasi yang efektif apabila para pembuat kebijakan telah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Terdapat tiga faktor untuk mengukur keberhasilan suatu komunikasi, yaitu:

a. Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Misscommunication salah satu yang menjadi hambatan dalam keberhasilan komunikasi.

b. Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan harus jelas dan tidak ambigu dalam penyampaiannya.

(34)

c. Konsistensi; perintah yang diberikan atasan dalam melaksanakan suatu komuniasi harus konsisten dan jelas untuk diterapkan karena, jika perintah yang diberikan atasan sering berubah-ubah, maka akan menimbulkan kebingungan bagi pelaksana dilapangan. 2. Sumber Daya

Sumber daya merupakan aspek kedua yang penting dalam mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu kebijakan. Indikator sumber daya terdiri dari beberapa elemen, sebagai berikut:

a. Staf; sumber daya utama dalam keberhasilan atau kegagalan suatu kebijakan adalah staf. Tidak jarang staf merupakan salah satu yang sering menjadi kegagalan dalam mengimplementasikan kebijakan, hal ini dikarenakan staf adalah suatu elemen yang memiliki keahlian dalam menjalankan suatu kebijakan.

b. Informasi; informasi mempunyai dua bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan saat mereka diberi perintah. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. Implementor harus mengetahui apakah orang yang terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap hukum.

c. Wewenang; wewenang merupakan suatu otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang

(35)

ditetapkan. Ketika wewenang nihil, maka kekuatan para implementor dimata publik tidak terlegitimasi, sehingga dapat menggagalkan proses implementasi kebijakan.

d. Fasilitas; Implementor mungkin memiliki staf yang cukup, mengerti apa yang harus dilakukan, tetapi hal itu juga harus didukung dengan adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana).

3. Disposisi

Disposisi menjadi aspek ketiga yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan dalam mengimplementasikan kebijakan. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam disposisi sebagai berikut:

a. Pengangkatan Birokrasi; disposisi atau sikap pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan. Oleh karena itu, pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan harus orang-orang yang memiliki dedikasi yang tinggi pada kebijakan yang ditetapkan. b. Insentif; salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi

masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan memanipulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor

(36)

pendorong yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau organisasi.

4. Struktur Birokrasi

Aspek terakhir yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu kebijakan adalah struktur birokrasi. Meskipun suatu organisasi memiliki 3 aspek diatas, kemungkinan kebijakan tidak dapat dilaksanakan karena terdapat kelemahan dalam struktur birokrasi. Ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada suatu kebijakan, maka hal ini dapat menyebabkan sumber daya menjadi tidak efektif dan menghambat keberhasilan suatu kebijakan.

2.1.2 Teori Stakeholder (Stakeholder Theory)

Freeman (1984) dalam Mainarders (2011) menjelaskan teori stakeholder bahwasannya sebuah organisasi atau instansi harus memperhatikan kepentingan stakeholder, dalam penelitian ini yang dimaksud dengan stakeholder adalah auditor, masyarakat, pengguna laporan keuangan, organisasi profesi akuntansi, akademis, anggota legislatif, bupati dan sebagainya. Setiap penelitian mendefinisikan teori stakeholder berbeda-beda, namun pada prinsipnya sama, yaitu perusahaan atau organisasi/instansi harus mempertimbangkan kebutuhan, kepentingan, dan pengaruh dari orang-orang atau kelompok yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh kebijakan yang berlaku.

Menurut Ghozali dan Chariri (2007) teori stakeholder merupakan teori yang menyatakan bahwa organisasi/instansi bukanlah entitas yang hanya

(37)

beroperasi untuk kepentingan sendiri, namun harus memberikan manfaat kepada seluruh stakeholder. Kelompok stakeholder inilah yang menjadi bahan pertimbangan bagi setiap organisasi/instansi dalam mengungkapkan atau tidak suatu informasi di dalam laporan keuangan organisasi/instansi tersebut.

Menurut Bovaird (2005), Frey (2003) dalam Sukmaningrum (2012) mengidentifikasi sembilan stakeholder dalam pemerintahan, yaitu:

1. Masyarakat 2. Bisnis

3. Administrasi Publik Lain 4. Politisi

5. Parlemen dan Lembaga Peradilan

6. Non Governmental Organization (NGO), International Organization (IO) dan Asosiasi

7. Media

8. Pihak Luar Negeri, dan 9. Tenaga Kerja

Menurut Deegan (2004) dalam Ramadhan (2019) menyatakan bahwa teori stakeholder adalah teori yang menyatakan bahwa semua stakeholder memiliki hak atas informasi mengenai aktivitas perusahaan yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan stakeholder. Para stakeholder juga bisa memilih untuk menggunakan atau tidak menggunakan informasi yang diberikan perusahaan/instansi/organisasi.

(38)

2.2 Pemerintah Daerah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pemerintah didefinisikan sebagai sistem untuk menjalankan wewenang dan kekuasaan yang mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara suatu atau bagian-bagiannya atau sekelompok orang yang bersama-sama memikul tanggungjawab terbatas untuk menggunakan kekuasaan. Maka dapat disimpulkan dari pengertian diatas bahwa pemerintahan Negara Indonesia dibentuk dalam rangka pencapaian yang tercantum dalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan menjalankan berbagai fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang.

Selain itu menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asa otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2.3 Akuntansi Pemerintahan

Akuntansi Pemerintahan merupakan bagian dari disiplin ilmu akuntansi yang belum lama ini berkembang di Indonesia. Di seluruh negara secara umum perkembangan akuntansi pemerintahan juga sudah berkembang meskipun perkembangannya tidak sepesat akuntansi bisnis. Pengertian akuntansi pemerintahan tidak terlepas dari pengertian akuntansi secara umum.

Menurut Bachtiar & Muchlis (2002) mendefinisikan akuntansi pemerintah sebagai suatu aktivitas pemberian jasa yang menyediakan informasi keuangan

(39)

pemerintah berdasarkan proses pencatatan, pengklasifikasian, pengikhtisaran suatu transaksi keuangan pemerintah serta penafsiran atas informasi tersebut. Jenis akuntansi pemerintahan yang dicatat adalah transaksi keuangan pemerintah yang memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dalam akuntansi bisnis.

2.4 Standar Akuntansi Pemerintahan

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) merupakan regulasi yang dibentukoleh sebuah Komite SAP. SAP yang berlaku saat ini adalah SAP Berbasis Akrual yang ditetapkan pada PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, yang menggantikan SAP berbasis Kas Menuju Akrual menurut PP Nomor 24 Tahun 2005, sebagai pelaksanaan Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003. SAP merupakan sebuah kemajuan dalam sistem akuntansi pemerintahan. Dengan terbitnya SAP, maka Indonesia memasuki era baru transparansi dan akuntabilitas di bidang keuangan Negara (Bastian, 2006).

Komite SAP bertugas menyiapkan konsep Rancangan Peraturan Pemerintah tentang SAP sebagai prinsip akuntansi yang wajib diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pusat dan pemerintah daerah. Pengembangan program-program akuntabilitas dan manajememen adalah tujuan KSAP dalam mengembangkan SAP.

Komite SAP terdiri atas komite konsultatif dan komite kerja. Komite konsultatif bertugas memberikan saran atau pendapat dalam rangka perumusan konsep Rancangan Pertaturan Pemerintah tentang SAP. Berbeda dengan komite kerja yang bertugas menyiapkan, merumuskan, dan menyusun konsep Rancangan

(40)

Peraturan Pemerintah tentang SAP, dan dalam melaksanakan tugasnya dapat membentuk kelompok kerja.

Dengan demikian, Komite SAP memiliki tujuan untuk mengembangkan program-program pengembangan akuntabilitas dan manajemen keuangan pemerintahan, termasuk mempromosikan penerapan standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual. Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual adalah salah satu produk pengembangan dari Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Kas Menuju Akrual yang dikembangkan oleh KSAP.

SAP Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan Laporan Operasional (LO), beban, asset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual serta mengakui pendapatan Laporan Realisasi Anggara (LRA), belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksaan anggaran berdasarkan basis yang telah ditetapkan dalam anggaran negara/daerah. Pada lampiran PP Nomor 71 Tahun 2010 ini disajikan kerangka konseptual dan 12 PSAP, sebagai berikut :

1. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan 2. PSAP 01 : Penyajian Laporan Keuangan

3. PSAP 02 : Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Berbasis Kas 4. PSAP 03 : Laporan Arus Kas

5. PSAP 04 : Catatan atas Laporan Keuangan 6. PSAP 05 : Akuntansi Persediaan

7. PSAP 06 : Akuntansi Investasi 8. PSAP 07 : Akuntansi Aset Tetap

(41)

10. PSAP 09 : Akuntansi Kewajiban

11. PSAP 10 : Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi dan Operasi yang Tidak Dilanjutkan 12. PSAP 11 : Laporan Keuangan Konsolidasian dan

13. PSAP 12 : Laporan Operasional (LO)

2.5 Basis Akuntansi

Basis akuntansi adalah perlakuan pengakuan atas hak dan kewajiban yang timbul dari transaksi keuangan. Perbedaan metode pencatatan basis akan berpengaruh terhadap proses pencatatan dan penyajian laporan keuangan. Menurut Mu’am (2011) basis akuntansi merupakan salah satu prinsip dalam akuntansi yang digunakan untuk menentukan periode pengakuan dan pengukuran suatu transaksi ekonomi dalam laporan keuangan.

Dalam akuntansi dikenal adanya dua basis, yaitu basis kas dan basis akrual. Selanjutnya, penjelasan dari masing-masing basis dalam akuntansi adalah sebagai berikut :

1. Basis Akuntansi Kas (Cash Basis of Accounting)

Akuntansi berbasis kas (PSAP 01 Paragraf 8) adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Menurut Bastian (2006) dalam Wibowo (2018) akuntansi berbasis kas mampu menyediakan informasi yang penting dan obyektif. Tetapi disisi lain, informasi pendapatan dan modal serta biaya operasionasl selama periode tertentu

(42)

tidak dapat dimunculkan. Keuntungan dan kerugian merupakan hal yang penting bagi organisasi baik sektor publik maupun sektor swasta.

Menurut Weygandt dan Warfield (2008) basis akuntansi kas murni dimana pendapatan hanya diakui pada saat kas diterima dan beban hanya diakui pada saat kas dibayarkan. Di Indonesia basis kas pada praktiknya digunakan untuk menyajikan Laporan Realisasi Anggaran yang berarti bahwa pendapatan diakui saat pada kas diterima oleh Rekening Kas Umum Negara/Daerah, dan belanja diakui pada saat kas dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Menurut Bastian (2005) basis kas adalah mengakui dan mencatat transaksi keuangan pada saat kas diterima atau dibayarkan. Apabila suatu transaksi belum menimbulkan perubahan pada kas maka transaksi tersebut tidak dicatat. Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa basis kas dianggap kurang tepat dalam melakukan pengukuran dan pencatatan atas berbagai aktivitas didalam akuntansi dan pelaporan dana pemerintah.

Akuntansi berbasis kas ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan-kelebihan akuntansi berbasis kas ini adalah Laporan Keuangan yang memperlihatkan sumber dana, alokasi, dan penggunaan sumber-sumber kas, mudah dijelaskan, mudah dimengerti oleh pembaca, pembuat Laporan Keuangan pun tidak membutuhkan pengetahuan yang mendalam tentang akuntansi. Sementara itu, kekurangan-kekurangan akuntansi berbasis kas adalah hanya berfokus pada arus kas dalam periode laporan yang sedang berjalan saja, dan mengabaikan arus sumber daya lain yang

(43)

mungkin bisa berpengaruh pada kemampuan pemerintah untuk meyediakan barang-barang dan jasa-jasa saat sekarang dan saat mendatang, laporan posisi keuangan (neraca) pun tidak dapat disajikan karena tidak terdapat pencatataran secara double entry, tidak dapat menyediakan informasi mengenai biaya pelayanan (cost of service) sebagai alat untuk penetapan harga, kebijakan kontrak publik, untuk kontrol dan evaluasi kinerja (Mustofa, 2008).

2. Basis Akrual (Accrual Basis)

Dasar umum IAS dan IPSAS adalah basis akrual murni, yaitu proses akuntansi berbasis akrual sehingga menghasilkan Laporan Keuangan tanpa modifikasi apapun. Pendapatan diakui saat saat transaksi terjadi tanpa perlu memperhatikan penerimaan kas terlebih dahulu, dan beban diakui saat terjadinya transaksi tanpa perlu memperhatikan pembayarannya (dibayar dimuka, biaya saat tunai, atau biaya timbul walaupun belum dibayar). Menurut Kieso (2008) basis akuntansi akrual (accrual basis) adalah dimana pendapatan dan beban diakui saat transaksi terjadi, tanpa memperhatikan waktu penerimaan atau pembayaran kas.

Menurut Ahyani (2007) dan Mardiasmo (2009) menyatakan bahwa aplikasi berbasis akrual dalam sektor publik pada dasarnya adalah menentukan biaya pelayanan dan harga pelayanan publik, yaitu untuk mengetahui besarnya biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan pelayanan publik serta menentukan harga pelayanan yang akan

(44)

dibebankan kepada publik. Penerapan dasar akrual memberikan hasil yang lebih baik dan memberikan keuntungan sebagai berikut :

1. Memberikan ketelitian dalam penyajian Laporan Keuangan pemerintah daerah dan memungkinkan untuk melakukan penilaian secara lengkap terhadap kinerja pemerintah.

2. Lebih akurat dalam melaporkan nilai aset, kewajiban, maupun pembiayaan pemerintah.

3. Memungkinkan dilakukan pemisahan suatu periode Laporan Keuangan dengan periode yang lain (cut off) secara lebih sempurna dan menginformasikan nilai-nilai ekonomis yang terkandung dalam suatu periode tertentu.

4. Meningkatkan transparansi dalam pengelolaan keuangan pemerintah dalam rangka akuntabilitas publik.

Adapun kekurangan dari akuntansi berbasis akrual menurut IFAC, (2003) sebagai berikut :

1. Biaya untuk penilaian aset.

2. Biaya untuk persiapan kebijakan akuntansi.

3. Biaya membangun sistem akuntansi termasuk memberikan sarana dan prasana untuk mendukung penerapan sistem akuntansi berbasis akrual.

4. Biaya untuk menyiapkan sumber daya yang kompeten untuk menangani masalah akuntansi berbasis akrual.

(45)

Pengimplementasian akuntansi berbasis akrual pada sektor pemerintah bukanlah hal yang mudah untuk diterapkan, dan tidak berjalan mulus tanpa hambatan dalam penerapannya. Banyak kekurangan yang masih diperdebatkan oleh para pembuat Laporan Keuangan berbasis akrual ini. Menurut Faradillah (2013) kompleksitas dalam penerapan basis akrual membutuhkan sistem yang lebih terpadu dan didukung teknologi informasi yang mumpuni, tentu saja hal ini membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit untuk dapat mewujudkannya.

Mardiasmo (2009) menambahkan bahwa negara yang telah berhasil dalam mengimplementasikan akuntansi akrual secara penuh adalah Selandia Baru yang telah diberlakukan sejak tahun 2001. Akuntansi berbasis akrual di Selandia Baru terbukti memberikan kontribusi yang besar dalam menghasilkan informasi yang lebih komprehensif dibandingkan dengan sistem akuntansi berbasis kas dalam hal kuantitas dan kualitasnya. Namun, beberapa negara seperti Italia menunjukan hasil yang kurang dalam menerapkan basis akrual. Oleh karena itu, untuk dapat menerapkan basis akrual dengan berhasil tidak dapat dilakukan secara radikal. Aspek Sumber Daya Manusia perlu dipersiapkan serta komitmen dan dukungan politik dari para pengambil keputusan pada pemerintahan mutlak diperlukan, agar penerapan basis akrual secara penuh dapat berjalan dengan baik dan memberikan manfaat yang lebih besar (Yamamoto, 1997 dalam Mardiasmo, 2009).

(46)

2.6 Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis Kas Menuju Akrual

(Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005)

Pada era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, pemerintah RI dalam hal ini Departemen Keuangan mendirikan Komiter Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) dengan Keputusan Presiden RI Nomor 84 tahun 2004 tentang Keanggotaan KSAP untuk memenuhi undang-undang Keuangan Negara tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Standar Akuntansi Pemerintah NKRI lahir untuk pertama kali pada bulan juni 2005 yang merupakan anak tangga menuju cita-cita sebuah standar akrual paripurna tahun 2008 sesuai amanat UU Keuangan Negara. Standar tersebut dikenal dengan Standar Akuntansi menuju Akrual (Hoesada, 2016).

Weygandt dan Warfield (2008) mengemukakan definisi dasar kas yang telah dimodifikasi adalah campuran antara dasar kas dengan dasar akrual. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 adalah standar akuntansi pemerintahan berbasis kas menuju akrual (cash toward accrual) yang pertama kali diterbitkan oleh KSAP pada 13 Juni 2005. PP Nomor 24 Tahun 2005 berisi Toward Accrual dan Full Accrual bagi yang mampu melaksanakannya. Pada PP Nomor 24 tersebut, Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) berisi dua mazhab akuntansi atau dua basis akuntansi, yakni yang pertama adalah anak tangga menuju akrual penuh, dan yang kedua adalah mazhab akrual penuh (bagi yang mampu melaksakannya yang telah diizinkan dan digunakan oleh PP Nomor 24).

(47)

Pelaksanaan otonomi daerah tahun 1999 sering disebut sebagai pemicu dari reformasi keuangan dan akuntansi pemerintahan. Ada 3 fase perjalanan manajemen keuangan, 1) era sebelum otonomi daerah, 2) era transisi otonnomi (reformasi tahap 1), dan 3) era pascatransisi (reformasi tahap 2).

Selanjutnya menurut Simanjuntak (2012) pada periode lama, output yang dihasilkan oleh akuntansi pemerintahan di Indonesia sering tidak akurat, terlambat, dan tidak informatif, sehingga tidak dapat diandalkan dalam mengambil keputusan. Namun, ada beberapa faktor penting yang menjadi pendorong tumbuh pesatnya perkembangan akuntansi pemerintah di Indonesia, antara lain adalah :

1. Ditetapkannya tiga paket UU yang mengatur Keuangan Negara Pasal 32 (1) UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan bahwa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan keuangan yang disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.

2. Ditetapkannya UU tentang pemerintahan daerah dan UU tentang perimbangan antara keuangan pemerintah pusat dan daerah. Pasal 184 ayat (1) UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa laporan keuangan disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

3. Profesi akuntansi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah lama menginginkan adanya standar akuntansi di sektor publik sebagai hal

(48)

yang paralel dengan telah adanya lebih dahulu standar akuntansi di sektor komersil. Keterlibatan IAI nampak dari dorongan oleh IAI untuk terbentuknya suatu komite standar di sektor publik, keikutsertaan Ketua Umum DPN IAI dalam Komite Konsultatif Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, keikutsertaan anggota IAI dalam Komite Kerja Komite Standar Akuntansi Pemerintah, dibentuknya IAI Kompartemen Akuntan Sektor Publik, dan bebagai seminar, diskusi dan workshop yang diselenggarakan oleh IAI Kompartemen Akuntansi Sektor Publik.

4. Birokrasi, Pemerintahan merupakan penyusun dan sekaligus pemakai yang sangat berkepentingan akan adanya suatu akuntansi pemerintahan yang handal. Ketua asosiasi pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota, masing-masing secara ex officio ikut duduk sebagai anggota Komite Konsultatif Komite Standar Akuntansi Pemerintahan.

5. Masyarakat (LSM dan wakil rakyat), Masyarakat melalui LSM dan wakil rakyat di DPR, DPD, dan DPRD juga menaruh perhatian terhadap praktik good governance pada pemerintahan di Indonesia. 6. Sektor Swasta, Perhatian dari sektor swasta mungkin tidak terlalu

signifikan karena akuntansi pemerintahan tidak terlalu berdampak secara langsung atas kegiatan dari sektor swasta. Namun, penggunaan teknologi informasi dan pengembangan sistem informasi berbasis akuntansi akan mendorong sebagian pelaku bisnis di sektor swasta untuk ikut menekuninya.

(49)

7. Akademisi, Akademisi terutama di sektor akuntansi menaruh perhatian yang cukup besar atas perkembangan pengetahuan di bidang akuntansi pemerintahan. Perhatian ini sangat erat kaitannya dengan penyiapan SDM yang menguasai kemampuan di bidang akuntansi pemerintahan untuk memenuhi kebutuhan tenaga operasional dan manajer akuntansi di pemerintahan. Beberapa anggota Komite Standar Akuntansi Pemerintahan saat ini berasal dari perguruan tinggi. Di samping itu, jurusan akuntansi pada perguruan tinggi sudah lama memberikan kepada mahasiswa S1 mata kuliah akuntansi pemerintahan. Beberapa perguruan tinggi juga sudah mulai menawarkan spesialisasi akuntansi sektor publik pada program magister akuntansinya.

8. Dunia Internasional (lender dan investor), World Bank, ADB, dan JBIC, merupakan lembaga internasional (lender), yang ikut berkepentingan untuk berkembangnya akuntansi sektor publik yang baik di Indonesia. Perkembangan akuntansi tadi diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntanbilitas dari proyek pembangunan yang didanai oleh lembaga tersebut. Lembaga ini, baik langsung maupun secara tidak langsung, ikut berperanan dalam mendorong terwujudnya standar akuntansi pemerintahan yang menopang perubahan akuntansi pemerintahan di Indonesia.

9. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), UU No. 17 tahun 2003 dan UU No. 15 tahun 2004 menyebutkan bahwa Pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD diperiksa oleh BPK. Untuk dapat

(50)

memberikan opininya, BPK memerlukan suatu standar akuntansi pemerintahan yang diterima secara umum. Perhatian BPK terhadap pengembangan akuntansi pemerintahan sangat besar antara lain ditandai dengan partisipasi dari lembaga ini dalam pembahasan tiga paket UU dengan DPR, keikutsertaan BPK dalam berbagai workshop dan seminar tentang akuntansi pemerintahan, dan dibentuknya tim teknis yang dibentuk oleh Ketua BPK untuk mendiskusikan aspek teknis standar akuntansi pemerintahan dengan Komite Kerja Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. Selain itu, pasal 32 (2) UU No. 17 tahun 2003 mengamanatkan bahwa standar akuntansi pemerintahan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari BPK. Untuk penyusunan draf standar akuntansi pemerintahan yang saat ini sedang dalam proses penetapan peraturan pemerintahnya, BPK telah memberikan pertimbangan kepada pemerintah melalui surat Ketua BPK yang ditujukan kepada Presiden pada tanggal 17 Januari 2005 yang isinya meminta Presiden agar segeramengesahkan Standar Akuntansi Pemerintah.

10. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah, (APIP), APIP yang meliputi Bawasda, Irjen, dan BPKP merupakan auditor internal pemerintah yang berperan untuk membantu pimpinan untuk terwujudnya sistem pengendalian intern yang baik sehingga dapat mendorong peningkatan kinerja instansi pemerintah sekaligus mencegah praktik-praktik KKN. Akuntansi pemerintahan sangat erat kaitan dan dampaknya terhadap

(51)

sistem pengendalian internal sehingga auditor internal mau tidak mau harus memiliki kemampuan dibidang akuntansi pemerintahan sehingga dapat berperan untuk mendorong penerapan akuntansi pemerintahan yang sedang dikembangkan.

2.7 Komponen Laporan Keuangan menurut Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 2015

Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis kas menuju akrual pada PP Nomor 24 Tahun 2005 merupakan pedoman dalam menyusun laporan keuangan yang digunakan pada pemerintah daerah sebelum akuntansi berbasis akrual diberlakukan. Basis akuntansi kas digunakan untuk pengakuan pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan serta basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban dan ekuitas dana. Komponen laporan keuangan dalam PP Nomor 24 Tahun 2005 adalah sebagai berikut :

1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)

Laporan Realisasi Anggaran (LRA) menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola pemerintah pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu periode laporan. Unsur-unsur yang dicakup dalam LRA adalah sebagai berikut :

a. Pendapatan b. Belanja c. Transfer d. Pembiayaan

(52)

2. Neraca

Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan keuangan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Adapun pos-pos pada neraca sebagai berikut :

a. Kas dan Setara Kas b. Investasi jangka pendek c. Piutang pajak dan bukan pajak d. Persediaan

e. Investasi jangka panjang f. Aset tetap

g. Kewajiban jangka pendek h. Kewajiban jangka panjang i. Ekuitas dana

3. Laporan Arus Kas

Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan transaksi non-anggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, KK-19 pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah selama periode tententu.

4. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)

Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau perincian dari angka yang terteran dalam Laporan Realisasi Anggaran,

(53)

Neraca, dan Laporan Arus Kas. Adapun CaLK mengungkapkan hal-hal sebagai berikut :

a. Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target Undang-Undang APBN/APBD, dan kendala serta hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target. b. Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun

pelaporan.

c. Meyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dari kejadian-kejadian penting.

d. Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan sebeum disajikan pada lembar muka (on the face).

2.7 Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual (Peraturan

Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010)

Dewasa ini tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik di daerah maupun di pusat menjadi fenomena dalam perkembangan sektor publik di Indonesia. Penerapan basis akrual bukan merupakan kesukarelaan semata, ini merupakan amanat dari undang-undang yang mengatur tentang keuangan negara, sehingga basis akrual pada akhirnya harus diterapkan bagi seluruh pemerintah daerah maupun pusat.

(54)

SAP Berbasis Akrual merupakan amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dari pasal 36 ayat 1 dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 dari pasal 70 ayat 2, sehingga PP 24 tahun 2005 harus diganti.

2.8 Komponen Laporan Keuangan menurut Peraturan Pemerintah

Nomor 71 Tahun 2010

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 perubahan basis akuntansi dari basis kas menuju akrual menuju basis akrual penuh yang digunakan saat ini berpengaruh dalam perubahan komponen laporan keuangan pemerintahan, baik itu dalam pelaksanaan anggaran, dan laporan finansial, sehingga seluruh komponennya menjadi sebagai berikut :

1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)

Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola pemerintah pusat atau daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggara dan realisasinya dalam satu periode pelaporan keuangan. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan unsur-unsur :

a. Pendapatan LRA b. Belanja

c. Transfer

d. Surplus/defisit LRA e. Pembiayaan

(55)

2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL)

Laporan ini merupakan salah satu laporan yang sebelumnya tidak ada dalam laporan keuangan pokok pada basis kas. Pos-pos dalam SAL sebagai berikut :

a. Saldo Anggaran Lebih awal

b. Penggunaan Saldo Anggaran Lebih c. SiLPA/SiKPA tahun berjalan

d. Koreksi kesalahan pembukuan periode sebelumnya e. Saldo Anggaran Lebih akhir

f. Lain-lain

3. Laporan Operasional

Laporan Operasional merupakan laporan yang menunjukan kinerja suatu entitas dalam satu periode. Unsur-unsur yang ada didalam laporan operasional adalah sebagai berikut :

a. Pendapatan Laporan Operasional b. Beban dari kegiatan Operasional

c. Surplus/defisit dari kegiatan non-operasional d. Pos luar biasa

e. Surplus/defisit Laporan Operasional 4. Laporan Perubahan Ekuitas

Laporan perubahan ekuitas adalah laporan keuangan yang menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas yang dimana

(56)

laporan tahun berjalan dibandingkan dengan laporan tahun sebelumnya. Unsur-unsur laporan perubahan ekuitas sebagai berikut :

a. Ekuitas awal

b. Surplus/defisit Laporan Operasional pada periode bersangkutan c. Koreksi-koreksi yang langsung menambah/mengurangi ekuitas 5. Neraca

Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenaik aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. Unsur-unsur yang disajikan dalam neraca sebagai berikut :

a. Aset, sebagai sumber daya ekonomi yang dikuasai atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan memiliki manfaat ekonomi di masa yang akan datang

b. Kewajiban, utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran masuk/keluar untuk pemerintah

c. Ekuitas, kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih dari aset dikurangi kewajiban pemerintah

6. Laporan Arus Kas

Laporan arus kas menyajikan informasi tentang kas yang berhubungan dengan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah dalam periode tertentu. Unsur-unsur yang dicakup dalam laporan arus kas sebagai berikut :

(57)

a. Arus kas dari aktivitas operasi b. Arus kas dari aktivitas investasi c. Aruskas dari aktivitas pendanaan 7. CaLK (Catatan atas Laporan Keuangan)

Catatan atas Laporan Keuangan menjelaskan interpretasi dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Peruabahan SAL, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca. CaLK juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh suatu entitas. CaLK mengungkapkan/menyajikan/menyediakan hal-hal sebagai berikut :

a. Mengungkapkan informasi umum terkait entitas pelaporan dan entitas akuntansi.

b. Menyajikan informasi terkait kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro.

c. Menyajikan informasi tentang dasar dalam penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan.

d. Menjelaskan perincian masing-masing pos pada lembar muka laporan keuangan.

e. Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh PSAP yang belum dilaporkan dalam lembar muka laporan keuangan.

(58)

2.9 Akuntabilitas

Pertanggungjawaban akuntabilitas pada organisasi sektor publik khususnya organisasi pemerintah sangatlah diperlukan kepada masyarakat. Karena, organisasi pemerintah pada dasarnya merupakan suatu organisasi yang berorientasi kepada masyarakat/publik.

Pengertian akuntabilitas menurut simbolon (2006) dalam Taufan (2016) sebagai berikut :

“akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum atau pimpinan kolektif atau organisasi kepada pihak yang dimiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau

pertanggungjawaban.”

Menurut Henry dalam Wicaksono (2016) menjelaskan bahwa akuntabilitas merupakan refleksi dari pemerintah yang memiliki misi yang jelas dan menarik serta berfokus pada kebutuhan masyarakat. Sedangkan Menurut Mardiasmo (2010) menjelaskan bahwa pengertian akuntabilitas sebagai kewajiban pemegang amanah (pemerintah) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada masyarakat yang memiliki hak untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 mengenai pemerintah daerah juga menjadi salah satu pedoman bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan

(59)

transparansi dan akuntabilitas karena adanya kewajiban dan tekanan yang kuat dari pemerintah pusat. Dipertegas lagi dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dijelaskan untuk memenuhi asas transparansi, kepala daerah wajib menginformasikan substansi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kepada masyakarat yang telah diundang-undangkan dalam Lembaran Daerah.

2.10 Transparansi

Untuk mewujudkan Good Governance yang baik salah satu cara yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan prinsip transparansi. Dengan adanya transparansi masyarakat dapat mengetahui kebijakan yang akan diambil dan telah diambil oleh pemerintah. Masyarakat juga dapat memberikan feedback atau outcomes terhadap kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah. Keterbukaan pemerintah dalam memberikan informasi adalah salah satu bentuk transparansi kepada masyarakat terkait pengelolaan sumber daya yang digunakan. Transparansi adalah suatu proses demokrasi yang esensial dimana setiap warga negara dapat melihat segala aktivitas dari pemerintah mereka secara terbuka (Katz, 2004). Menurut Mardiasmo (2004) pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan informasi keuangan dan informasi lainnya guna untuk pengambilan keputusan ekonomi, sosial, dan politik oleh pihak yang berkepentingan. Salah satu informasi keuangan yang digunakan untuk pengambilan keputusan salah satunya berupa laporan keuangan.

Gambar

Gambar 3.2 Langkah-Langkah Analisis Penelitian Kualitatif ..............................
Tabel 4.3 Proses Maping Kode Rekening .............................................................
Tabel  4.3  menggambarkan  bagaimana  proses  sederhana  maping  kode rekening yang dilakukan oleh pegawai BPKAD Kabupaten Serang:

Referensi

Dokumen terkait

Albertus Malang telah menerapkan SMM ISO 9001:2015 terutama tentang tanggung jawab manajemen yang terdiri dari komitmen manajemen, fokus pelanggan, kebijakan mutu, perencanaan

Secara umum potensi bahan galian unggulan di Kabupaten Karawang yang layak untuk dikembangkan lebih lanjut adalah Batu Gamping, Batu Andesit dan Sirtu. Hal ini didasarkan atas

Perlakuan hidrolisis asam pada fraksi air daun mengkudu dan batang brotowali dapat meningkatkan aktivitas penangkapan radikal DPPH yang ditunjukkan pada nilai

iPF8300 Printer yang memberikan kualitas gambar prima dan tingkat presisi yang tinggi, serta dilengkapi dengan berbagai fitur mutakhir tepat. untuk kebutuhan cetak

Kata Kunci: terapi masase frirage,

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, penerapan SAP dalam laporan keuangan pemerintah berbasis akrual diberlakukan

Sebagai perwujudan atas pelaksanaan Peraturan Pemerintah No.105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah dan No. 108 Tahun

Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan