• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEBAGAI STRATEGI IKlAN POlITIK

Pergerakan demokrasi ini memdorong pertambahan jum- lah partai politik seiring kesadaran masyarakat untuk berpoli- tik. Demokrasi ini pula lah yang merombak sistem dan tatanan pemilihan pemimpin negeri ini mulai dari tingkat daerah sam- pai ke tingkat nasional. Kondisi itu mendorong partai poli- tik dan para kandidat gencar melakukan aktivitas komunikasi politik di internal parpol, antarparpol, maupun melalui be- ragam media. Salah satu bentuk kampanye komunikasi politik dilakukan melalui iklan.

Fokus bahasan makalah ini adalah mengenai iklan politik, sebagai salah satu sarana komunikasi politik para politisi ke- pada masyarakat, menjelang Pilkada Jabar 2013. Penulis akan menganalisis apakah iklan politik dapat mengusung nilai-nilai kearifan lokal, dan apakah nilai kearifan lokal dapat dijadikan sebagai suatu strategi iklan politik untuk menarik simpati masyarakat.

Kata kunci: iklan politik, kampanye, kearifan lokal

Alila Pramiyanti

Institut Manajemen Telkom Bandung e-mail: alilaku@gmail.com

Pendahuluan

Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2013 (Pilgub Jabar) akan diikuti oleh lima pasang kandidat, yakni satu pasangan non partai (independen) Dikdik Muly- ana - Cecep NS Toyib dan empat pasangan yang didukung oleh partai politik yaitu, Rieke Diah Pitaloka – Teten Masduki, Dede Yusuf – Lex Laksamana, Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar, dan Irianto MS Syaiuddin-Tatang Farhanul Hakim.

Hal menarik yang dapat diamati pada Pilgub Jabar kali ini adalah jumlah selebritis yang mencalonkan diri. Perang bintang dapat dilihat dari tiga calon gubernur yang memiliki latar belakang sebagai selebritis yaitu, Rieke Diah Pi- taloka, Dede Yusuf, dan Deddy Mizwar.

Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi (dalam www.sindonews.com) memprediksi tiga pasangan Rieke Diah Pitaloka-Teten

Masduki, Dede Yusuf-Lex Laksamana, dan Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar memiliki peluang menang di Pilgub Jabar. Tiga nama tersebut dinilai memi- liki kelebihan tersendiri. Ketiganya memiliki modal popularitas dan elektabilitas yang lebih unggul ketimbang calon lainnya.

Jawa Barat memiliki luas wilayah sebesar 35.000 Km2, dengan 26 Kota/ Kabupaten di dalamnya. Populasi penduduk saat ini adalah sekitar 49 Juta jiwa dengan sebagian besar penduduk mendiami wilayah Bandung, Bogor, dan Suk- abumi. Jawa Barat terkenal dengan keelokan alamnya, kesuburan tanahnya, dan keramahan penduduknya. Selain itu beragam potensi baik secara ekonomi, sos- ial, maupun budaya dapat ditemukan di Jawa Barat. Tingkat investasi Jawa Barat pun mencapai angka 200 trilyun.

Beragam potensi yang dimiliki tentunya juga menimbulkan beragam ma- salah dan tantangan yang harus dihadapi oleh Jawa Barat. Hasil survey yang dilakukan oleh litbang Kompas pada tahun 2012 (dalam www.politik.kompasi- sana.com) menunjukan bahwa sekitar 36% responden mengungkapkan bahwa permasalahan penyediaan lapangan kerja menjadi permasalahan yang harus segera mendapatkan prioritas, lalu 21 % responden menyebut permasalahan kemiskinan harus segera ditangani. Angka kemiskinan di Jawa Barat kini men- embus angka 4,5 Juta jiwa.

Permasalahan lainnya adalah kesenjangan ekonomi antara daerah pe- nyangga utama ibukota dengan daerah lain yang jauh dari ibukota. Jumlah penduduk Jakarta pada siang hari berjumlah 13 Juta, sementara malam hari 9 juta, maka 4 Juta mayoritas merupakan penduduk Jawa Barat dari daerah Bogor, Depok, Bekasi yang bekerja dan melakukan aktivitas ekonomi di Jakarta. Se- mentara sisanya tinggal di berbagai pelosok pedesaan dengan mayoritas men- gandalkan hidup dari pertanian dan buruh. Permasalahan tersebut memuncul- kan tantangan untuk menjaga keseimbangan basis ekonomi baik dari industri, jasa, perdagangan, pertanian, perternakan demi memeratakan kesejahteraan masyarakat Jawa Barat.

Masyarakat Jawa Barat begitu antusias dalam menyambut pelaksanaan Pilgub Jabar pada 24 Februari 2013. Hal ini tak lepas dari munculnya keinginan dan harapan akan sosok pemimpin yang mampu memberikan solusi terhadap beragam masalah dan tantangan yang dihadapi oleh Jawa Barat.

Berdasarkan survei litbang Kompas 2012 (dalam www.politik.kompasisana. com), pemimpin Jawa Barat yang “Nyantri, Nyunda, Nyakola” merupakan jawa- bannya. Sosok Nyantri adalah Dia yang memiliki akhlak, budi pekerti, moralitas yang mencerminkan religiusitas, jujur dan bersih dengan selalu mengedepank- an prinsip bahwa jabatan sebagai amanah yang akan dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat. Sementara Nyunda adalah dia yang memiliki pijakan dan kelekatan dengan akar tradisi kedaerahan tatar pasundan dengan segala nilai

KOMUNIKASI POLITIK DAN PeMBANGUNAN BeRBASIS KeARIFAN LOKAL

etik dan budayanya, yang memiliki kepedulian dan kareueus sebagai pituin Sun- da dan bebela terhadap semua tradisi dan budaya Sunda serta menjalankannya dalam ikhtiar mensejahterakan urang Sunda.

Terakhir adalah pemimpin yang Nyakola dalam arti bahwa dia memiliki ba- sis keilmuan dan pengetahuan yang memadai dalam menjalankan kepemimpi- nannya, karena Jawa Barat memerlukan sosok yang basthatan il Ilmi wa bast-

hatan il jismi. Artinya pemimpin yang kuat secara kapasitas keilmuan dan kuat secara isik untuk mengatasi semua permasalahan yang dihadapinya dan mem- perjuangkan peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakatnya.

Figur Nyantri, Nyunda, Nyakolah yang erat kaitannya dengan kearifan lokal, tentunya dapat dimunculkan dalam beragam strategi komunikasi dengan menyampaikan pesan-pesan politik melalui beragam media. Masyarakat Jawa Barat tentunya mengharapkan strategi-strategi tersebut bersifat jujur dan adil agar dapat mewujudkan pemilihan kepala daerah secara langsung, umum, be- bas, dan rahasia.

Makalah ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menerapkan me- tode penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan literatur sebagai obyek kajian.

Tinjauan Pustaka nilai Kearifan lokal

Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan sama dengan kebijaksanaan) dan lokal berarti setempat. Secara umum maka kearifan lokal dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

Alwasilah (2009: 93) mendeinisikan kearifan lokal sebagai koleksi fakta, konsep, kepercayaan, dan persepsi masyarakat mengenai dunia sekitar atau proses bagaimana pengetahuan dihasilkan, disimpan, diterapkan, dikelola, dan diwariskan. Ciri-ciri kearifan lokal antara lain (1) berdasarkan pengalaman; (2) teruji setelah digunakan berabad-abad; (3) dapat diadaptasi dengan kultur kini; (4) terpadu dalam praktek keseharian masyarakat dan lembaga; (5) lazim dilaku- kan oleh individu atau masyarakat secara keseluruhan; (6) bersifat dinamis dan terus berubah; dan (7) sangat terkait dengan sistem kepercayaan setempat.

Kearifan lokal merupakan nilai-nilai kedaerahan yang mengilhami dan menginspirasi tumbuhnya humanisme dan keunikan budaya yang hidup dalam lingkungan tertentu. Filosoi kearifan lokal adalah masalah pesan moral dan nilai optimisme. Kearifan lokal, tumbuh dan berkembang pada sebuah daerah atau kawasan tetapi kemudian meluas dan membesar hingga diakui kebenarannya sebagai kebenaran universal.

Menurut Koentjaraningrat (2005), kearifan lokal memiliki dimensi sosial dan budaya yang kuat, karena memang lahir dari aktivitas perlakuan berpola manusia dalam kehidupan masyarakat. Kearifan lokal dapat menjelma dalam berbagai bentuk seperti ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan dalam ra- nah kebudayaan. Sedangkan dalam kehidupan sosial dapat berupa sistem reli- gius, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, sistem mata pencaharian hidup dan sistem teknologi dan peralatan.

Komunikasi Politik

Dan Nimmo (dalam Subiakto dan Ida; 2012 : 19) mendeinisikan komunika- si politik sebagai suatu aktivitas komunikasi yang mempunyai konsekuensi atau akibat politik, aktual dan potensial, terhadap fungsi sistem politik. Konsekuensi politik inilah yang merupakan unsur esensial yang membedakan komunikasi politik dengan komunikasi sosial. Komunikasi politik sangat ditentukan oleh tu- juan penyampaian pesan politik, yakni membuat penerima berperilaku terten- tu. Sedangkan Damsar (2010: 207) menyatakan komunikasi politik merupakan proses pengalihan pesan yang mengandung suatu makna dari pengirim kepada penerima yang melibatkan proses pemaknaan terhadap kekuasaan, kewenan- gan, kehidupan publik, pemerintahan, negara, konlik (dan resolusi konlik), ke- bijakan, pengambilan keputusan, dan pembagian (atau alokasi).

Secara sederhana Cangara (2009) merumuskan komunikasi politik sebagai suatu proses komunikasi yang memiliki implikasi atau konsekuensi terhadap aktivitas politik. Hal yang membedakan komunikasi politik dengan komunkasi lainnya adalah pada sifat dan isi pesan yang disampaikan.

Berikut ini adalah fungsi komunikasi politik menurut Damsar (2010: 210) : 1. Fungsi informasi, berkaitan dengan penyampaian pesan yang berkaitan den- gan visi misi, tujuan, sasaran, arah kebijakan suatu partai politik atau kandi- dat. Fungsi informasi lebih ditujukan pada aspek kognitif dari khalayak. 2. Fungsi pendidikan, melalui komunikasi politik diharapkan terjadi transmisi

pendidikan politik baik dari partai poitik atau kandidat kepada khalayak maupun di antara anggota suatu partai politik.

3. Fungsi instruksi, merupakan fungsi yang berkaitan dengan pemberian perin- tah berupa kewajiban, larangan, atau anjuran

4. Fungsi persuasi, berhubungan dengan kemampuan untuk mempengaruhi khalayak sehingga melakukan apa yang diharapkan oleh pemberi pesan. Persuasi politik terjadi secara intens ketika masa pemilihan. Persuasi politik dapat dilakukan melalui pendekatan dengan menggunakan orientasi rasion- al, orientasi emosional, dan orientasi kultural.

5. Fungsi hiburan, merupakan fungsi komunikasi politik yang menyampaikan pesan-pesan yang menghibur.

KOMUNIKASI POLITIK DAN PeMBANGUNAN BeRBASIS KeARIFAN LOKAL

Pemasaran Politik

Mareek (1995: 2) menjelaskan pemasaran politik sebagai suatu proses yang kompleks dari hasil suatu usaha yang lebih global dari implikasi semua faktor dari komunikasi politik dari para politisi. Firmanzah (2008) menjelaskan pemasa- ran politik sebagai metode yang dapat digunakan untuk meningkatka pemaha- man mengenai masyarakat, sekaligus berguna dalam membuat produk politik yang akan ditawarkan kepada masyarakat. Cangara (2009: 276) mengemukakan pemasaran politik sebagai konsep yang diintroduksi dari penyebaran ide-ide sosial di bidang pembangunan dengan meniru cara-cara pemasaran komersial, tetapi orientasinya lebih banyak pada tataran penyadaran, sikap, dan peruba- han perilaku untuk menerima hal-hal baru. Oleh karena itu, pemasaran polotik dimaksudkan sebagai penyebaraluasan informasi tentang kandidat, partai, dan program yang dilakukan oleh aktor-aktor politik melalui saluran-saluran komu- nikasi tertentu yang ditujukan kepada sasaran tertentu dengan tujuan men- gubah wawasan, pengetahuan, sikap, dan perilaku para calon pemilih sesuai dengan keinginan pemberi informasi.

Menurut Damsar(2010: 236) terdapat empat elemen dalam pemasaran politik, yaitu:

1. Product. Menurut Niffenegger (dalam Firmanzah; 2008: 200) produk poli- tik terdiri dari party platform, past record, dan personal character. Platform partai terdiri dari visi, ideologi, misi, tujuan, dan program partai merupa- kan salah satu produk yang dijual kepada pemilih rasional yang merupakan orang-orang terdidik yang memiliki idealisme dan sangat sensisitif terhadap platform suatu partai. Sedangkan past record (rekaman lampau/apa yang telah dilakukan sebelumnya bagi kepentingan publik) adalah suatu produk yang layak dan pantas dijual kepada pemilih. Sementara itu karakteristik in- dividual berupa keteladanan dan ketokohan seseorang dapat dilihat sebagai suatu produk yang bisa dijual kepada masyarakat.

2. Place atau tempat dalam pemasaran politik dapat dihubungkan dengan dua hal, yaitu aksesibilitas produk terhadap produk politik dan letak dari posisi produk politik.

3. Price atau harga dalam pemasaran politik meliputi harga ekonomi, harga psikologis, dan harga citra. Harga ekonomi merupakan kalkuasi segala biaya yangdapat dihitung secara nominal. Harga psikologis merujuk pada harga persepsi psikologis dari kandidat yang ditawarkan kepada pemilih seperti apakah latar belakang suku, agama, asal daerah dari kandidat dirasa nyaman oleh para pemilih. Sedangkan harga citra berkaitan dengan kebanggaan bersifat personal, keluarga, daerah sampai nasional. Suatu partai politik atau tim kampanye berusaha untuk meminimalisasi harga produk produk politik (minimalisasi risiko) dan meningkatkan harga politik (maksimalisasi risiko)

politik lawan.

4. Promotion atau promosi merupakan suatu usaha untuk memikat calon pemi- lih melalui beragam teknik komunikasi seperti iklan, public relations, ataupun personal selling. Promosi yang efektif harus memperhatikan unsur product, place, dan price.

iklan Politik

Iklan politik menurut Kaid & Holtz-Bacha (2008) adalah program gam- bar bergerak yang didesain untuk mempromosikan ide, gagasan, program dari partai politik atau politisi. Seperti iklan komersial, iklan politik pun bertujuan untuk membujuk dan mempengaruhi khalayak agar memberi dukungan kepada program atau kebijakan yang ditawarkan. Persepsi, interpretasi, maupun opini publik mengenai partai politik dan politisi akan lebih mudah dipengaruhi lewat iklan yang disebarluaskan melalui media. Iklan politik harus dibuat dengan me- narik agar mudah diingat oleh khalayak.

Iklan politik menurut Brian McNair (dalam Mulyana; 2005: 97) dapat dibagi menjadi tujuh format sebagai berikut:

1. Iklan primitif, biasanya artiisial, kaku, dibuat-buat.

2. Iklan talking heads; dirancang untuk menyoroti isu dan menyampaikan citra bahwa kandidat mampu menjadi solusi bagi isu tersebut

3. Iklan negatif; menyerang kebijakan kandidat atau partai lawan

4. Iklan konsep; menggambarkan konsep, ide, ataupun solusi yang dimiliki oleh seorang kandidat

5. Iklan cinema verite; menayangkan situasi alami misalnya cagub berbicara dengan pedangang di pasar.

6. Iklan testimonial; memaparkan kesaksian atau dukungan dari public igure, artis, ataupun orang yang dikenal masyarakat.

7. Iklan reporter netral; memberikan rangkaian laporan mengenai kandidat atau lawannya dan memberikan kesempatan kepada pemirsa untuk memberikan penilaian.

Pesan iklan Politik

Kampanye politik pada dasarnya adalah penyampaian pesan-pesan dari pengirim kepada khalayak. Pesan-pesan tersebut dapat disampaikan dalam berbagai bentuk mulai dari spanduk, baliho, poster, iklan di media massa, pida- to, diskusi, dan sebagainya. Suatu pesan selalu menggunak simbol baik verbal maupun non verbal.

Applbaum dan Anatol (dalam Venus; 2009: 70) menekankan pentingnya menyadari bahwa kegiatan kampanye mengandalkan pesan-pesan simbolis. Melalui simbol-simbol, pesan-pesan kampanye disusun secara sistematis agar

KOMUNIKASI POLITIK DAN PeMBANGUNAN BeRBASIS KeARIFAN LOKAL

terdapat kesamaan pengertian tentang simbol-simbol yang digunakan di antara pelaku dan penerima. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kesamaan makna yang merupakan landasan bagi tercapainya tujuan kampanye. Ketidakmam- puan dalam mengolah, mendesain, mengorganisasikan, dan mengemas pesan yang sesuai dengan khalayak sasaran merupakan awal kegagalan dari sebuah program kampanye.

Pesan dalam komunikasi politik harus dapat memiliki kekuatan untuk me- nyampaikan keinginan, nilai, ideologi, pemikiran, opini partai politik dan politisi dengan tujuan untuk membujuk atau mempengaruhi agar orang lain berperi- laku sesuai dengan apa yang diinginkan oleh komunikator.

Oleh karena itu, pesan merupakan inti dari komunikasi politik. Pesan dapat dimaknai positif atau negatif tergantung dari persepsi dan pemaknaan yang muncul dari penerima pesan atau khalayak. Menurut Subekti dan Ida (2012: 41), kekuatan pesan dipengaruhi oleh cara mengemas pesan yang dikenal dengan istilah sound bite culture. Sound bite adalah satu garis kalimat yang diambil dari pidato atau pernyataan yang panjang atau dari seperangkat teks yang dapat digunakan sebagai indikasi dari pesan yang lebih besar.

Pembahasan

Menjelang Pilpres atau Pilkada adalah masa saatnya kampanye di mana setiap politisi melakukan pendekatan kepada massa untuk menarik dukungan. Roger dan Storey (dalam Antar Venus, 2004: 7) memberi pengertian kampa- nye sebagai serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakuan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu. Perlu diperhatikan bahwa pesan kam- panye harus terbuka untuk didiskusikan dan dikritisi. Hal ini dimungkinkan kar- ena gagasan dan tujuan kampanye pada dasarnya mengandung kebaikan untuk publik bahkan sebagian kampanye ditujukan sepenuhnya untuk kepentingan dan kesejahtraan umum (public interest).

Kampanye dalam Pemilu pada dasarnya dianggap sebagai suatu ajang ber- langsungnya proses komunikasi politik tertentu, yang sangat tinggi intensitas- nya. Ini dikarenakan terutama dalam proses kampanye pemilu, interaksi politik berlangsung dalam tempo yang meningkat. Setiap peserta kampanye berusaha meyakinkan para pemberi suara/konstituen, bahwa kelompok atau golongan- nya adalah calon-calon yang paling layak untuk memenangkan kedudukan.

Candidate oriented campaigns atau kampanye yang berorientasi pada kan- didat umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk meraih kekuasaan politik. Tujuan- nya antara lain adalah untuk memenangkan dukungan masyarakat terhadap kandidat-kandidat yang diajukan partai politik agar dapat menduduki jabatan- jabatan politik yang diperebutkan lewat proses pemilihan umum.

Terdapat empat tahap dalam kampanye politik atau dikenal dengan The

Communicative Functions Model yang dikembangkan oleh Judith Trent dan Robert Friendenberg (dalam Venus; 2009: 20) yaitu:

1. Surfacing, yaitu tahap yang berkaitan dengan membangun landasan bagi suatu kampanye seperti memetakan daerah, membangun hubungan den- gan tokoh setempat, pengumpulan dana, dan lain-lain. Pada tahap ini kha- layak akan melakukan evaluasi awal terhadap citra kandidat.

2. Primary, yaitu tahap untuk memperoleh perhatian khalayak dan mendapat dukungan terhadap kampanye yang dilakukan. Tahap ini merupakan tahap yang paling kritis karena para kandidat bersaing secara ketat menyampaikan pesan politik melalui berbagai strategi komunikasi dan media. Oleh karena itu, tahap ini memerlukan banyak biaya kampanye.

3. Nomination, yaitu tahap ketika kandidat mendapat pengakuan khalayak, memperoleh liputan media secara luas, atau gagasannya menjadi topik pembicaraan anggota-anggota masyarakat.

4. Election, yaitu tahap pemilihan, dimana berarti masa kampanye telah bera- khir. Namun sering kali kampanye masih tetap dilakukan secara terselubung seperti misalnya membuat berita kemanusiaan agar dapat menarik simpati publik. Di Indonesia dengan tingkat korupsi yang tinggi, pada tahap ini ser- ing terjadi jual beli suara yang sudah menjadi rahasia umum.

Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa tahap primary merupakan tahap yang vital karena menentukan jumlah dukungan publik yang akan diperoleh oleh suatu partai atau kandidat. Pada tahap inilah para politisi menggunakan pemasaran politik untuk menjual ide, gagasan, program, atau kebijakan yang dimilikinya. Salah satu aspek penting dalam pemasaran politik adalah promosi. Aspek ini menuntut kemampuan suatu partai politik atau seorang kandidat da- lam merancang strategi komunikasi mulai dari merangcang pesan, mengorgan- isasikan pesan, mengemas pesan, bahkan sampai dengan mengevaluasi pesan. Bagi masyarakat Indonesia yang memiliki tingkat kebiasaan menonton televisi yang cukup tinggi, pesan-pesan politik akan lebih efektif dikemas dalam bentuk iklan. Iklan sebagai produk budaya merupakan ide original sekelompok masyarakat yang implementasinya bercirikan kelompok masyarakat itu sendi- ri. Suatu iklan politik harus mampu meyakinkan khalayak, baik secara kognitif, afektif, maupun konatif, bahwa suatu partai politik atau politisi layak dan diper- caya untuk menjadi pemimpin.

Nilai kearifan lokal merupakan aset berharga bagi pemimpin atau tokoh masyarakat untuk mencitrakan dirinya. Apabila iklan politik dengan format konsep kearifan lokal mulai diintegrasikan secara baik, publik pun akan mem- berikan apresiasi politik yang positif (Pramudibyanto; 2012: 1).

KOMUNIKASI POLITIK DAN PeMBANGUNAN BeRBASIS KeARIFAN LOKAL

Berdasarkan uraian diatas, maka nilai-nilai kearifan lokal pun dapat dijadi- kan sebagai sebuah strategi agar pesan politik baik itu berupa ide, program, kebijakan maupun janji politik dapat diapresiasi secara positif oleh khalayak. Begitu pula halnya dengan Pilgub Jawa Barat 2013. Nilai kearifan lokal sepatut- nya menjadi konsep dalam kampanye karena sejalan dengan visi keenam pada Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Provinsi Jawa Barat 2008-2013.

Visi keenam tersebut adalah mengokohkan ketahanan bangsa dan kuali- tas demokrasi dengan pendidikan politik yang menyertakan masyarakat dalam pembangunan politik. Visi tersebut memilki tujuan meningkatkan ke- sadaran dan peran masyarakat dalam kehidupan demokrasi dan kebangsaan. Sementara sasaran dari visi keenam tersebut mencakup: 1) Meningkatnya ke- sadaran politik masyarakat, 2) Terwujudnya demokrasi yang selaras dengan kearifan budaya lokal, 3) Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses politik dan pembuatan kebijakan publik, 4) Meningkatnya peran partai politik, 5) Meningkatnya kesadaran politik dan kebangsaan pada seluruh masyarakat, 6) Terwujudnya demokrasi yang selaras dengan kearifan budaya lokal, 7) Men- ingkatnya partisipasi masyarakat dalam proses politik dan pembuatan kebijakan publik, dan 8) Meningkatnya peran perempuan dalam politik.

Jawa Barat disebut sebagai Tatar Pasundan atau Tatar Sunda dan masyarakatnya diidentiikasi melalui bahasanya, yaitu bahasa Sunda. Jawa Barat mewariskan berbagai peninggalan budaya serta kearifan lokal sebagai wujud dari eksistensi sebuah peradaban. Jawa Barat memiliki potensi yang luar biasa dalam semua bidang kehidupan, tanah yang relatif subur, sarat dengan kekayaan sumber daya alam dan anekaragam budaya tersebar di 26 Kota/Kabupaten.

Sekumpulan konsep di bawah ini, yang tidak lain merupakan kearifan lokal jawa barat yang sudah dikenal sejak masa nenek moyang, yang dimaksudkan sebagai pengajaran bagi keturunannya untuk memegang teguh 5 nilai hidup, yaitu (1) Cageur (sehat rohani, sehat jasmani dengan cara menjalin hubungan yang baik dengan Allah SWT dan Lingkungan); (2) Bageur (baik, ramah, pe- nolong, dermawan); (3) Bener ( jujur, lurus); (4) Pinter (cerdas, intelektual, pan- dai); dan (5) Singer (terampil, ahli, profesional).

Nilai hidup lainnya yang dijunjung tinggi dalam budaya Sunda adalah silih asah, silih asih, silih asuh. Pepatah ini memiliki makna bahwa setiap manusia harus saling memperhatikan dan mengasah potensi, hati, intelektual; manusia harus saling mengasihi, menghormati; manusia harus saling menjaga, dilarang saling mencurangi.

Selain akrab dengan alam lingkungan dan sesama manusia, masyarakat Sunda juga dekat dengan Tuhan yang menciptakan mereka dan alam semesta tempat mereka berkehidupan. Keakraban masyarakat Sunda dengan lingkun-

gan tampak dari bagaimana masyarakat Jawa Barat, khususnya di pedesaan, memelihara kelestarian lingkungan. Di provinsi ini banyak muncul anggota masyarakat yang atas inisiatif sendiri memelihara lingkungan alam mereka.

Nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat Jawa Barat tersebut memiliki po-