• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENEGAKAN HUKUM PIDANA

TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG PERBANKAN DALAM KASUS DENGAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI

A. Posisi Kasus

2) Secara melawan hukum

Unsur melawan hukum mencangkup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam suatu peraturan perundangan, namun apabila perbuatan tersebut dicela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan ataupun norma-norma atau ugeran-ugeran kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana atau dikenakan nestapa.194 Unsur melawan hukum formil dan materiil ini juga ditegaskan dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU PTPK sekaligus mengisyaratkan bahwa UU PTPK mengikuti dua ajaran sifat melawan hukum secara alternatif yaitu ajaran sifat melawan hukum formil dan sifat melawan hukum yang materiil.

Penjelasan pasal 2 ayat (1) UU PTPK menyebutkan bahwa yang dimaksud “secara melawan hukum” mencangkup perbuatan yang tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa ajaran sifat melawan hukum materiil yang diikuti oleh UU PTPK adalah sifat melawan hukum dalam fungsinya yang positif.195

Sementara itu, menurut Majelis Hakim yang dimaksud dengan melakukan suatu perbuatan yang melawan hukum adalah melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan yang diatur dalam suatu aturan perundangan atau suatu norma atau suatu ugeran yang hidup dalam suatu masyarakat, dan bagi siapa yang melakukannya ia akan dikenai suatu sanksi pidana atau suatu nestapa atau celaan.

194

M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, Amzah, Jakarta, 2011, halaman 38

195

Artinya, suatu perbuatan dapat dikatakan sudah melawan hukum, tidak saja karena perbuatan itu diatur dan diancam oleh suatu peraturan perundangan, akan tetapi termasuk juga apabila perbuatan itu bertentangan dengan norma atau ugeran atau kebiasaan yang hidup dalam masyarakat, yang mana perbuatan itu dicela oleh masyarakat.

Demikian juga dalam dunia perbankan, bank harus patuh juga terhadap UU Pebankan, Surat Edaran BI, aturan-aturan tentang Pasar Modal dan BAPEPAM, Letter of Intern yang ditandatangani oleh pemerintah RI dengan IMF di tahun 1999, serta kebiasaan perbankan yang tertuang dalam Kebijakan Peraturan Pemberian Kredit (KPBM dan PPK).

Perbuatan para terdakwa dalam kasus ini telah terbukti memenuhi adanya unsur melawan hukum yang dapat dibuktikan dengan hal-hal sebagai berikut: 1. Para terdakwa tidak melakukannya pengikatan hak tanggungan

terhadap kreit yang diberikan kepada PT. CGN/PT. TM, dan ini merupakan suatu kesalahn yang menyimpang dari ketentuan KPBM dan PPK, maka sebagai pejabat direktur dimana kita tahu bahwa dalam UU Nomor 1 tahun 1995, Dewan Direksi adalah yang bertanggung jawab atas segala operasionalnya suatu Perseroan Terbatas atau suatu Korporasi;

2. Majelis hakim tidak sependapat dengan pembelaan para terdakwa dan Penasihat hukum, yang karena adanya prinsip segregation of duty, dan adanya asas tidak dapat dipidana tanpa adanya kesalahan (geen straft zonder schuld) sudah seharusnya para terdakwa yang adalah pejabat Direksi PT. Bank Mandiri Tbk. harus bertanggung jawab atas adanya penyimpangan yang

dilakukan bawahannya. Para terdakwa yang mempunyai kewenangan melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap seluruh karyawan di segala lini, maka para terdakwa seharusnya melalui tataran atau jenjang pengawasan yang sistemik para terdakwa dapat melakukan teguran atau perintah agar Bisnis Unit c.q COD untuk segera melakukan pengikatan barang yang diagungkan akan tetapi pada kenyataannya pengikatan agunan yang dimaksud tidak dilakukan;

3. Para terdakwa selain tidak melakukan hal tersebut, malahan menimpahkan kesalahan ini kepada Bisnis Unit/COD;

4. Saksi ahli Nani Purwati dari Bank Indonesia dalam persidangan menyatakan adalah tidak menjadikan hilangnya sikap penghatia-hatian bagi para terdakwa di dalam memberikan kredit hanya karena pengikatan barang agunan tidak dilakukan, and toh Surat Kuasa memasang Hak Tanggung sudah dikuasai oleh Bank Mandiri, sehingga jika dikemudian hari misalnya terjadi kredit macet, maka hak atas barang agunan tetap dapat dikuasai oleh Bank Mandiri;

5. Persoalannya adalah bahwa dengan tidak melakukan pengikatan atas barang agunan, maka perbuatan tersebut sudah menyimpangi SOP yaitu ketentuan dalam KPBM dan PPK PT. Bank Mandiri Tbk, sehingga walaupun SKMHT sudah dikuasai, hal itu tidak menghapuskan kesalahan para terdakwa dan para terdakwa secara tidak langsung telah memenuhi unsur melawan hukum dalam kasus ini.

Akan tetapi, perlu diperhatikan disini adalah bahwa kebijakan pimpinan perbankan (BUMN)196 dalam memberikan persetujuan kredit (yang kemudian menjadi kredit macet) merupakan area administrasi negara sebagai kebijakan aparatur negara (overheidsbeleid), karena pimpinan BUMN adalah subjek pengertian pegawai negeri menurut UU PTPK, sedangkan proses pemberian kredit maupun pasca pemberian kredit merupakan area hukum perdata sebagai “privaatrechtelijkheid”, wan prestasi yang tidak dapat diartikan sebagai perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana, karena sumber perikatan yang berlainan diantara keduanya. Wan prestasi adalah persoalan persetujuan yang didasari perundang-undangan sedangkan perbuatan melawan hukum adalah perbuatan seseorang yang tidak sah dan tidak ada relevansinya dengan peraturan perundang-undangan.197

Pelanggaran Prudential Principles (prinsip kehati-hatian) Perbankan tidaklah dapat diartikan sebagai perbuatan korupsi, karena berdasarkan Asas Sistematische Specialiteit atau kekhususan yang sistematis198 pelanggaran prinsip kehati-hatian adalah menjadi area tindak pidana perbankan, bukan tindak pidana

196

PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. dibentuk melalui PP No. 75 Tahun 1998 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk pendirian perusahaan (perseroan) di bidang perbankan dimana dalam konsiderannya disebutkan : “bahwa penyertaan modal Negara Republik Indonesia untuk mendirikan perusahaan (persero) di bidang perbankan tersebut akan diikuti dengan proses penyatuan persusahaan (persero) dimaksud dengan PT. Bank Bumi Daya, PT. Bank Dagang Negara, PT. Bank Ekspor Impor Indonesia, PT. Bank Pembangunan Indonesia

menjadi Bank Milik Negara yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi”selanjutnya dalam

Pasal 1 PP No. 75 Tahun 1998 tersebut disebutkan : “ Negara Indonesia melakukan penyertaan modal untuk mendirikan perusahaan persero PT. Bank Mandiri, yang selanjutnya dalam

Peraturan Pemerintah ini disebut dengan PT. Bank Mandiri”. (Seri Peraturan

Perundang-undangan Perbankan Indonesia, Tahun 1990-2004, CV. Citra Mandiri, Jakarta, 2004, halaman 478)

197

Indriayanto Seno Adji, Korupsi dan Penegakan Hukum, Diadit Media, Jakarta, 2009, halaman 30-31

198

Asas kekhususan yang sistematis ini dilegislasikan melalui Pasal 14 UU No. 31 tahun 1999, bahkan hasil Rakernas MA dengan jajaran pengadilan empat lingkungan peradilan seluruh Indonesia di Makasar tanggal 2-6 September 2007 menegaskan penerapan asas tersebut. Ibid.

korupsi. Hal ini harus menjadi landasan legalitas untuk menghindari adanya pelanggaran terhadap asas concursus199.

Jika ditilik perbuatan para terdakwa tersebut jelas telah melanggar prinsip kehati-hatian dalam dunia perbankan karena para terdakwa tidak melakukan penelitian secara mendalam dan begitu percaya untuk memutuskan kredit tersebut hanya karena adanya jaminan secara lisan oleh Group Domba Mas yang pada saat itu adalah nasabah besar Bank Mandiri tanpa diteruskan dengan pengikatan terhadap jaminan tersebut dan pada akhirnya mejadi kredit bermasalah.

3) Unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi