• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGATURAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG PERBANKAN

D. Tindak Pidana Korupsi dan Perkembangan Pengaturannya

5. Subjek Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi

Subjek hukum tindak pidana korupsi di Indonesia pada dasarnya adalah orang pribadi sama seperti yang tercantum dalam hukum pidana umum. Hal ini tidak mungkin ditiadakan,namun ditetapkan pula suatu badan yang dapat menjadi subjek hukum tindak pidana korupsi sebagaimana dimuat dalam pasal 20 jo Pasal 1 dan 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999.119 Subjek hukum tindak pidana korupsi terdiri dari Subjek hukum orang dan Subjek hukum korporasi.

1. Subjek Hukum Orang

Subjek hukum tindak pidana tidak terlepas pada sistem pembebanan tanggung jawab pidana yang dianut. Dalam hukum pidana umum (sumber pokoknya KUHP) adalah pribadi orang. Pertanggung jawaban bersifat pribadi, artinya orang yang dibebani tanggung jawab pidana dan dipidana hanyalah orang

119

atau pribadi sipembuatnya. Pertangungjawaban pribadi tidak dapat dibebankan pada orang yang tidak berbuat atau subjek hukum yang lain (vicarious liability).

Hukum pidana Indonesia yang menganut asas concordantie dari hukum pidana Belanda menganut sistem pertanggungjawaban pribadi.120 Sangat jelas dari setiap rumusan tindak pidana dalam KUHP dimulai dengan perkataan “barang siapa’ (Hij die), yang dalam hukum pidana khusus adakalanya menggunakan perkataan “setiap orang” yang maksudnya adalah orang pribadi misalnya pasal 5 Undang-undang nomor 20 tahun 2001.

Sistem pertanggungjawaban pribadi sangat sesuai dengan kodrat manusia, sebab hanya manusia yang berpikir dan berakal serta berperasaan. Dari kamampuan pikir dan akal serta perasaan seseorang menetapkan kehendak untuk berbuat yang kemudian diwujudkan. Apabila perbuatan itu berupa perbuatan yang bersifat tercela dan bertentangan dengan hukum, maka orang itulah yang dipersalahkan dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Kemampuan pikir dan kemampuan menggunakan akal dalam menetapkan kehendak untuk berbuat hanya dimiliki oleh orang dan yang dijadikan dasar untuk menetapkan orang sebagai subjek hukum tindak pidana.121

Subjek hukum orang dalam UU PTPK ditentukan melalui dua cara antara lain:122

a. Cara pertama disebutkan sebagai subjek hukum orang pada umumnya, artinya tidak ditentukan kualitas pribadinya. Kata permulaan dalam kalimat rumusan tindak pidana yang menggambarkan atau menyebutkan 120 Ibid, halaman 342 121 Ibid, halaman 342-343 122 Ibid, halaman 343-344

subjek hukum tindak pidana orang pada umumnya, yang in casu tindak pidana korupsi disebutkan dengan perkataan “setiap orang” (misalnya pasal 2, 3, 21, 22), tetapi juga subjek hukum tindak pidana juga diletakkan di tengah rumusan (misalnya pasal 5, 6).

b. Sedangkan cara kedua menyebutkan kualitas pribadi dari subjek hukum orang tersebut, yang in casu ada banyak kualitas pembuatnya antara lain (1) pegawai negeri ; penyelenggara Negara (misalnya pasal 8, 9, 10, 11, 12 huruf a, b, e, f, g, h, i); (2) pemborong ahli bangunan (pasal 7 ayat 1 huruf a); (3) hakim (pasal 12 huruf c); (4) advokat (pasal 12 huruf d); (5) saksi (pasal 24), bahkan (6) tersangka bisa juga menjadi subjek hukum (pasal 22 jo 28).

2. Subjek Hukum Korporasi

Peraturan perundang-undangan di Indonesia mulai mengenal korporasi sebagai subjek tindak pidana yaitu dalam Undang-undang Drt. No. 7 Tahun 1951 tentang penimbunan barang-barang dan secara luas dikenal dalam Undang-undang Drt. No. 7 Tahun 1955 Tentang Tindak Pidana Ekonomi.123 Secara etimologis, korporasi berasal dari kata “corporation” dalam bahasa Latin yang berasal dari kata kerja “corporare” yang banyak dipakai orang pada abad pertengahan sesudah itu. “corporare” itu sendiri berasal dari kata “corpus” yang berarti memberikan badan atau membadankan. Dengan demikian, corporario adalah hasil dari

123

Mahmud Mulyadi & Feri Antoni Surbakti, Politik Hukum Pidana Terhadap Kejahatan

pekerjaan yang membadankan, atau dengan kata lain badan yang dijadikan orang , badan yang diperoleh dengan perbuatan manusia yang terjadi menurut alam.124

Menurut terminologi hukum pidana, korporasi adalah badan atau usaha yang mempunyai identitas sendiri, kekayaan sendiri terpisah dari kekayaan anggota.125 Menurut Sutan Remy Sjahdeni, korporasi dilihat dari bentuknya dapat dilihat dari arti luas dan sempit. Dalam arti sempit korporasi adalah badan hukum, sedangkan dalam arti luas dapat berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum. Sadjipto Rahardjo menyatakan korporasi adalah suatu badan hasil ciptaan hukum, yang diciptakannya itu sendiri dari corpus yaitu struktur fisiknya dan kedalamnya memasukkan unsur animus yang membuat badan itu mempunyai kepribadian. Oleh karena badan hukum itu merupakan ciptaan hukum maka kecuali penciptanya, kematiannya pun juga ditentukan oleh hukum.126

Penggunaan istilah “badan hukum” (rechtpersoon; legal entities; corporation) sebagai subjek hukum semata-mata untuk membedakan dengan manusia (naturlijk person) sebagai subjek hukum. Penempatan korporasi sebagai subjek tindak pidan korupsi adalah suatu hal yang baru dalam UU PTPK. Dengan demikian, subjek tindak pidana korupsi tidak hanya individu melainkan korporasi juga korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang belum berbadan hukum. Sebagai subjek tindak pidana korupsi tidak terdapat perbedaan, apakah korporasi

124 Ibid, halaman 11 125 Ibid, halaman 12 126 Ibid, halaman 12

itu berbentuk badan hukum atau tidak, sebab keduanya dikategorikan sama sebagai subjek hukum pidana.127

Ronald A. Anderson, et.al., mengemukakan bahwa korporasi dapat digolongkan dengan didasarkan pada hubungan dengan public, sumber kekuasaan dan sifat aktivitas dari korporasi itu sendiri. Penggolongan tersebut antara lain sebagai berikut:128

1. Korporasi Publik, adalah sebuah korporasi yang didirikan oleh pemerintah yang bertujuan untuk memenuhi tugas administrasi di bidang urusan publik, contohnya pemerintah kabupatern atau kota.

2. Korporasi Privat, yaitu korporasi yang didirikan untuk kepentingan pribadi yang dapat bergerak di bidang industry dan perdagangan. Contohnya PT. Garuda, Tbk.

3. Korporasi Publik quasi, atau yang lebih dikenal dengan korporasi yang melayani kepentingan umum (public service), contohnya PT. Kereta Api Nasional, PLN.

Sehubungan dengan konsep pengaturan korporasi sebagai subjek hukum pidana, dapat dikemukakan bahwa didalam ketentuan KUHP yang digunakan saat ini masih menganut bahwa suatu delik hanya dapat dilakukan oleh manusia (naturalijk person).129 Hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 59 KUHP yang isinya:

Dalam hal menentukan hukuman karena pelanggaran terhadap pengurus, anggota salah satu pengurus atau komisaris maka hukuman tidak

127

Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan badan Hukum bagi Perseroan, Perkumpulan,

Koperasi, Yayasan, Wakaf, Alumni, Bandung, 1986, halaman 9

128

Mahmud Mulyadi & Feri Antoni Surbakti, Opcit, halaman 13 129

dijatuhkan atas pengurus atau komisaris jika nyata bahwa pelanggaran itu telah terjadi diluar tanggungannya.130

Hukum pidana khusus (hukum pidana di luar KUHP) yang sifatnya melengkapi hukum pidana umum pada dasarnya sudah tidak lagi berpegang teguh pada prinsip pertanggungjawaban pidana secara pribadi yang dianut dan dipertahankan sejak dibentuknya WvS Belanda 1881 (diberlakukan 1886).

Beberapa peraturan perundang-undangan Indonesia tampaknya telah menganut sistem pertanggungjawaban strict liabilitiy (pembebanan tanggung jawab pidana tanpa melihat kesalahan) dan vicarious liability (pembebanan tanggung jawab pidana pada selain si pembuat) dengan menarik badan atau korporasi ke dalam pertanggungjawaban pidana..131 Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh suatu korporasi dalam UU PTPK dirumuskan dalam Pasal 20 yang menyatakan sebagai berikut:

1. Dalam hal tindak pidana korupsi oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penhatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya.

2. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.

3. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.

130

R. Soesilo, Opcit. halaman 77 131

4. Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat diwakili oleh orang lain.

5. Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus tersebut dibawa ke siding pengadilan.

6. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka pengilan untuk menghadap dan Penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.

7. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda, dengan ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu per tiga).

Ketentuan dalam pasal 20 ini memuat tiga hal yang benar-benar harus dipahami oleh para praktisi hukum dalam menetapkan subjek hukum korporasi yang melakukan tindak pidana korupsi, yakni:

1. Indikator kapan telah terjadi tindak pidana korupsi oleh korporasi; 2. Hukum acaranya dan;

3. Mengenai pembebanan tanggung jawab pidananya.

Pertama, mengenai indikator kapan telah terjadi tindak pidana korupsi oleh korporasi ialah bila korupsi tersebut dilakukan oleh orang-orang (yang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain) bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri-sendiri maupun bersama (ayat 2).132

Kedua, tentang bagaima penanganannya (hukum acaranya), walaupun sangat sumir, tetapi setidaknya telah memberikan sedikit keterangan yakni dalam

132

hal terjadi tindak pidana korupsi oleh korporasi, maka tuntutan penjatuhan pidananya dilakukan terhadap korporasinya dan atau pengurusnya (ayat 1). Apabila tuntutan dilakukan terhadap korporasi, maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurusnya (ayat 3) atau diwakilkan pada orang lain (ayat 4). Begitu juga dalam hal peridangan. Jadi intinya, memang pengurusnyalah yang pada kenyataannya sebagai subjek hukum yang dapat dipanggil,dapat menghadap, dan dapat memberi keterangan.133

Korporasi semata-mata dapat dituntut secara pidana dan dijatuhi pidana denda saja. Siapa yang dimaksud dengan pengurus korporasi oleh penjelasan mengenai pasal 20 ayat (2) terdapat keterangan bahwa,yang dimaksud denagn pengurus adalah organ korporasi yang menjalankan kepengurusan korporasi yang bersangkutan sesuai dengan anggaran dasar, termasuk mereka yang dalam kenyataannya memiliki kewenangan dan ikut memutuskan kebijakan korporasi yang dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi.134

Ketiga tentang bagaimana pembebanan tanggung jawab pidananya apabila tindak pidana korupsi ini dilakukan oleh korporasi ditentukan pada ayat (7) yang menyatakan bahwa pembebanan tanggung jawab terhadap korporasi hanya dapt dijatuhkan pidana pokok denda yang dapat diperberat dengan ditambah sepertiga dari ancaman maksimum denda pada tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi tersebut. Pada kenyataannya, tidak mungkin dipidana yang intinya

133

Ibid, halaman 347

134

hilang kemerdekaan (sanksi dalam hukum pidana), melainkan hanyalah pidana denda.135

Korporasi sebagai subjek hukum tindak pidana memiliki 3 (tiga) sistem pertanggungjawaban, yaitu:136

1. Jika pengurus korporasis sebagai pembuat, maka pengurus yang bertanggung jawab.

2. Jika korporasi sebagai pembuat, maka pengurus yang bertanggung jawab.

3. Jika korporasi sebagai pembuat dan korporasi yang bertanggung jawab.

Korporasi yang dapat menjadi subjek hukum tindak pidana korupsi diterangkan didalam pasal 1 UU PTPK yang menyatakan bahwa “korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum”. Berdasarkan pengertian korporasi yang dapat menjadi subjek hukum tindak pidana korupsi ini jauh lebih luas dari pada pengertian rechts persoon yang umumnya diartiakan sebagai badan hukum. atau suatu korporasi yang oleh peraturan perundang-undangan ditetapkan sebagai badan hukum yang didirikan dengan cara memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum.137