• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN TEORITIS

A. Sejarah Aliran Al Qiyadah Al Islamiyah

Kemunculan aliran al Qiyadah al Islamiyah di Indonesia pada setahun lalu, mendapat aksi penolakan yang keras dari masyarakat. MUI sendiri telah menyatakan bahwa aliran ini sesat serta sudah meminta pihak kepolisian untuk menindak tegas aliran ini.21

Respon umat Islam terhadap sekte-sekte baru kurang lebih sama dengan masyarakat Arab saat nabi membawa Islam. Mulanya Islam sebagai agama baru di jazirah Arab yang sudah beurat akar harus menghadapi ajaran-ajaran baru. Bukan hanya pada aspek teologis, Islam juga menawarkan solusi atas problem- problem sosial saat itu.22

Kemapanan struktur sosial yang berdasarkan kabilah, suku, dan status sosial secara tiba-tiba dianggap sama oleh Muhammad. Karena kontrodiksi konsep teologis dan sosiologis itulah yang menjadi faktor utama permusuhan masyarakat Arab terhadap Arab.23

Pengkafiran (takfir), permusuhan bahkan pembubaran terhadap sekte atau aliran baru ini seakan sudah menjadi trend umat Islam masa kini. Cara respon yang lebih dewasa dan manusiawi hampir tidak pernah ditemukan dalam lembaran sejarah umat Islam Indonesia.24

21

Fachrul Rasyid HF, Gatra, Rubrik Hukum, Edisi Khusus Beredar Kamis, 11 Oktober 2007, Padang.

22

Hatim Gazali, Artikel: Aliran Sesat dan Tradisi Takfir, 18 November 2007

23

. Ibid. 24

Terhadap hal inilah, penting menanggapi respon umat Islam terhadap lahirnya al Qiyadah al Islamiyah. Aliran yang dipimpin oleh Ahmad Moshaddeq ini mendapatkan pengalaman yang sama dengan Lia Aminuddin (Lia Eden) yang mengaku pernah bertemu jibril as, bahkan lebih.25

Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi terbesar dan moderat di Indonesia juga mengambil bagian dalam menghadapi kasus al Qiyadah al Islamiyah. Ketua PBNU, KH. Hasyim Muzadi, menyatakan sesat terhadap aliran yang belum mewajibkan shalat dan puasa ini.26

Secara teologis agama semakin lari dari persoalan-persoalan kemanusiaan. Problem sosial yang demikian akut semakin sulit ditemukan penyelesaiannya. Kriminalitas, korupsi, nepotisme, dan tindakan lainnya terus meningkat. Di tengah situasi yang demikian itulah, sebuah keyakinan baru muncul.

Ketika kejahatan dan ketidakadilan merajalela di Arab, Islam hadir untuk merombak tatanan sosial tersebut. Begitu juga semangat dari bermunculannya sejumlah aliran baru. Mereka menganggap bahwa keberadaan agama saat ini sudah tidak pas. Karenanya, perlu meremajakan agama. Ahmad Moshaddeq menyatakan bahwa sekte yang dipimpinnya bukan sebagai agama baru tetapi untuk melengkapi nubuah yang dibawa oleh Musa, Isa (Yesus) dan Muhammad.27

Fatwa MUI telah menetapkan bahwa aliran al Qiyadah al Islamiyah pimpinan Ahmad Moshaddeq sesat dan menyesatkan. Fatwa tersebut dikeluarkan MUI setelah mempelajari ajaran tersebut yang telah menyimpang dari ajaran syariat Islam.28 25 Ibid. 26 Ibid. 27 Ibid. 28 Ibid.

Aliran (Islam) sesat ini dinilai melenceng dari Islam karena beberapa hal: 1. Adanya pengakuan si ‘pendiri’ aliran, bahwa dirinya adalah Nabi dan Rasul. 2. Tidak mengakui Rasulullah SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir (dalam

syahadat mereka, tidak mengikutsertakan nama Rasulullah SAW). 3. Tidak perlu menjalankan rukun Islam.

4. Tidak perlu sholat lima waktu.29

Aliran ini mempunyai buku pegangan. Buku pegangan al Qiyadah adalah tafsir al Quran bernama Tafsir Wa Takwil, yang diterjemahkan sesuai dengan selera penganjurnya. Kemudian buku putih al Qiyadah terbitan 20 Februari 2007, bertajuk Ruh Kudus yang Turun Kepada Almasih Mau’ud, Ruh Kudus yang Turun Kepada Almasih Mau’ud, yang dipercaya sebagai nabi mereka. Buku itu diberi pengantar oleh Micheil Muchaddas, yang diduga sebagai Almasih Mau’ud.30

Di tengah ketidakpuasan terhadap agama dan fakta sosial yang ada, al Qiyadah al Islamiyah sebagaimana juga aliran-aliran lainnya yang muncul. Mereka beranggapan bahwa dengan keyakinan yang dimilikinya bisa memberikan secercah harapan tentang masa depan. Merombak tatanan teologis yang dilakukan al Qiyadah seperti tidak mewajibkan shalat, puasa, dan haji.31

Penganut aliran al Qiyadah menolak kenabian Muhammad SAW karena kenabiannya sudah berakhir sejak ia meninggal. Hadisnya pun tidak dipercaya karena dirawikan setelah 320 tahun kemudian. Lalu mereka mengangkat nabi

29

Fachrul Rasyid HF, Gatra, Rubrik Hukum, Edisi Khusus Beredar Kamis, 11 Oktober 2007, Padang.

30 Ibid. 31

sendiri bernama Almasih Mau’ud, yang dideklarasikan pada 23 Juli 2006 di Gunung Bunder, Bogor, Jawa Barat.32

Syahadat mereka pun diganti menjadi “asyhadu alla ilaaha illallah wa asyhadu anna Masihal Mau’udar Rasulullah”. Pengikutnya dilarang menunaikan salat lima waktu. Mereka hanya melakukan salat satu kali di malam hari yang disebut dengan qiyamul lail. Umat Islam selain pengikut al Qiyadah al Islamiyah dianggap musyrik dan najis yang wajib diperangi.33

Menurut Buya H. Gusrizal Gahazar, seperti yang dikutip oleh Fachrul Rasyid dalam tulisannya pada Gatra, Edisi khusus kamis yang terbit pada 11 Oktober 2007 di Padang, Sumatera Barat, mengungkapkan bahwa dari beberapa penyimpangan penafsiran Al Quran dan buku Ruh Kudus itu terbukti al Qiyadah mencampuradukkan ajaran Islam dengan ajaran Yesus Kristus sebagaimana dipercaya pengikut Injil.34 Gusrizal juga mengingatkan bahwa ajaran al Qiyadah menyebarkan gerakan yang berpotensi memecah belah umat dan bangsa.

Setiap fatwa yang dikeluarkan oleh MUI selalu dibarengi dengan imbauan untuk tidak melakukan tindakan anarkis. MUI pusat juga telah melakukan koordinasi dengan MUI di setiap daerah untuk menjaga umatnya agar tidak main hakim sendiri.

Ketua MUI mengatakan bahwa masalah aliran ini harus dibedakan antara kebebasan beragama dengan penyimpangan dalam beragama. Islam sangat memberikan toleransi kebebasan kepada setiap manusia untuk memilih dan menganut agama apa pun tanpa paksaan. Namun, manakala seseorang sudah

32

Fachrul Rasyid HF, Gatra, Rubrik Hukum, Edisi Khusus Beredar Kamis, 11 Oktober 2007, Padang.

33 Ibid. 34

memilih suatu agama dan melakukan penyimpangan, maka mereka harus segera diluruskan.35