• Tidak ada hasil yang ditemukan

ILMU SEMANTIK BAB

C. Sejarah ilmu dilalah

Secara umum, ilmu dilalah terbagi atas 2 fase, yaitu masa klasik dan masa modern dengan ferdinand de saussere sebagai tokoh yang terkenal di masa itu. Berikut penjabaran sejarah ilmu dilalah.

1.Masa klasik

Secara historis, kajian makna sudah ada sejak zaman yunani kuno dan aristoteles (384-322 SMi adalah orang pertama yang menggunakan istilah makna, lewat batasan pengertian kata sebagai satuan terkecil yang mengandung makna. Aristoteles juga membedakan antara makna yang hadir dari kata itu sendiri secara otonom dan makna kata yang hadir akibat hubungan gramatikal.140

139Moh. Matsna, Orientasi Semantik Al-zamakhsyari, ( Ciputat : Anglo Media,

2006 i, h. 5.

140 Aminudin, semantik; eengantar studi tentang makna,(bandung: sinar

Selain aristoteles, Plato (429-347 SMi, juga membicarakan makna. Dalam Cratylus ia mengungkapkan bahwa bunyi-bunyi bahasa itu secara implisit mengandung makna-makna tertentu. Hanya saja, pada masa itu belum jelas batas antara etimologi, studi makna, maupun studi makna kata.141

Adapun di dunia arab,kajian tentang makna sudah banyak dilakukan oleh para linguis arab. Adanya perhatian terhadap kajian ini sering muncul seiring dengan adanya kesadaran para linguis dalam memahami ayat-ayat alqur’an dan menjaga kemurnian bahasa arab. Perhatian mereka terlihat pada berbagai kegiatan, antara lain : ai pencatatan makna-makna yang asing dalam alqur’an bi pembicaraan mengenai kemukjizatan al-qur’an ci penyusunan al-wujuuh wa al-nazhaa’ir dalam alqur’an, di penyusunan kamus, dan ei pemberian harakat pada mushaf alqur’an. Karena dalam bahasa arab perubahan harakat menimpulkan perubahan I’rab yang pada akhirnya menimbulkan perubahan makna.

Perhatian terhadap ilmu dilalah ini telah mengantarkan kepada perkembangan kamus dalam bahasa arab, dan karena itu pembahasan tentang perkamusan dalam bahasa arab sangat erat dengan ilmu dilalah. Kajian tentang ilmu dilalah atau ilmu tentang makna telah dimulai sejak timbulnya kajian per-kamusan, yaitu sekitar pertengahan abad kedua 141Ibidp, .h.16

hijriyah, yang diprakarsai oleh Khalil bin Ahmad al- Farahidi dengan kitabnya al-‘Ain.

Sebenarnya jika ditelisik lebih jauh, kajian tentang semantik sebenarnya sudah ada sejak masa sahabat dengan ibnu ‘Abbas sebagai tokohnya. Apabila ditemukan kata-kata yang sukar dipahami dalam al-qur’an, para sahabat termasuk umar, bertanya kepada ibnu abbas, bukan kepada yang lainnya. Karena beliau diaanggap sebagai yang paling otoritatif di bidang itu, seperti diketahui bahwa beliau didoakan Nabi SAW agar diberi kemapuan metakwil ayat alqur’an yang mutasyabihaat.

Perhatian terhadap ilmu dilalah dibuktikan oleh para ulama arab baik dari kalangan ahli bahasa, ahli ushul, ahli filsafat, maupun ahli balaghah pada masa berikutnya, diantaranya. :

a.Dari kalangan ahli bahasa,diantaranya :

1) Ibnu faris, yang telah berupaya mengaitkan makna-makna juziyyah dengan makna umum yang dikumpulkannya. Beliau dikenal sebagai perintis ilmu dilalah dan ilmu ma’ajim. Karyanya yang terkenal adalah al-maqaayis.

2) Al-zamakhsyari, yang telah berupaya membedakan makna hakiki (denotatifi dan makna majazi (konotatifi. Beliau dikenal sebagai penyempurna ilmu dilalah. Adapun karyanya adalah asaas al-balaghah.

3) Ibnu jinni, yang berupaya mengaitkan kebalikan- kebalikan unsur kata (fonemi menjadi satu makna yang saling terkait. Misalnya kata-kata yang dibentuk dari huruf ج-ر-ب dapat dibentuk menjadi kata-kata ريحححج– جرحححب -برحححج dan lain-lain. Karya yang terkenal adalah al-Khashaaishp

b.Dari kalangan ahli ushul, diantaranya : as-Syafi’I dengan kitabnya ar-Risalah yang mengelompokkan bab-bab ushul fiqh kepada tema-tema berikut : dilalah al-mafhuum, taqsiim al-lafdzhi, at-taraaduf, al-Isytiraak, dsb.

c.Dari kalangan ahli filsafat, diantaranya : al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu rusyd, Ibnu Hazm al-Ghazali, al-Qadi ‘abd al-jabbar banyak membahas tentang kajian makna.

d.Dari kalangan ahli balahghah, diantaranya : abd al- Qaahir al-Jurjaani (w.421 Hi mengkaji makna hakiki dan majazi, uslub amar, nahy, istifham, dan sebagainya dalam kitabnya yang berjudul dalaail al- I’jazp Serta al-Jahizh (160-225i dengan al-bayaan wa al-Tabyin-nya.142

2. Masa modern

Kajian makna dalam masa klasik sebenarnya belum bisa dikatakan sebagai kajian semantik sebagai ilmu yang berdiri sendiri, yaitu cabang ilmu dari linguistik, seperti apa 142Ahmad Mukhtar ‘umar, ‘ilm al-dilalah, ( Kuwait : Dar al-Arubah, 1982 i, cet.

yang kita pahami saat ini. Akan tetapi itu merupakan embrio dari semantik.

Baru di abad-19, istilah “Semantik” di barat, sebagai ilmu yang berdiri sendiri dimunculkan dan dikembangkan oleh ilmuwan prancis, Michael Breal (1883i, melalu karyanya Les Lois Intellectuelles du Langage dan Essai de Semantiquep Kegiatan para ilmuwan di masa klasik dalam mengkaji makna sebenarnya belum bisa dikatakan sebagai kajian semantic sebagai ilmu yang berdiri sendiri, yaitu cabang ilmu dari linguistic, seperti apa yang kita pahami sekarang. Akan tetapi, kajian mereka itu merupakan embrio dari semantic. Kajian semantic menjadi lebih terarah dan sistematis setelah tampilnya Ferdinand de Saussure dengan karyanya course de linguistique generale ( 1996 ). Ia di juluki sebagai bapak linguistic modern. Pada masa itu diperkenalkan dua pendekatan dalam studi bahasa, yaitu pendekatan sinkronis yang bersifat deskriptif dan pendekatan diakronis yang bersifat historis. Menurutnya, bahasa merupakan satu kesatuan dan ia merupakan satu system yang terdiri atas unsure-unsur yang saling berkaitan atau berhubungan.

Setelah De Saussure ada juga ilmuwan yang dianggap cukup memberikan corak, warna, dan arah baru dalam kajian bahasa, yaitu Leonard Bloomfield. Dalam bukunya language, ia banyak di pengaruhi oleh aliran behaviorisme yang terdapat dalam psikologi, karena ia menganggap

bahwa bahasa merupakan tingkah laku, makna tidak lain daripada suatu kondisi yang didalamnya orang mengungkapkan sebuah kata atau kalimat dan direspon oleh pendengar. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah semantic pun menjadi bermacam-macam, akan tetapi orang lebih banyak menggunakan istilah semantic, seperti halnya Palmer ( 1976 i, Lyons ( 1977 i, dan Leech ( 1974 i.143

Semantic atau ilm al-dilalah telah ada sejak zaman yunani kuno, meskipun belum disebut secara jelas dan tegas sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Pada akhir abad ke 19, semantic menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri sebagai cabang linguistic, dan yang mempeloporinya adalah Michael Breal, kemudian disempurnakan oleh Ferdinand De Saussure. Sementara dikalangan arab, kajian ilm al-dalalah sudah ada sejak zaman sahabat, meskipun masih sangat umum. Berbagai kajian tentang bahasa arab, baik kajian tentang system bunyi, kajian bentuk kata, kajian struktur kalimat, kajian system makna ( dalali i, ataupun kajian tentang uslub atau ragam kalimat atas dasar kontekstual di kalangan para linguis arab klasik, pada mulanya hanya dimaksudkan untuk pengabdian kepada agama islam, yaitu untuk menggali isi al-qur’an dan hadis rasul yang menjadi sumber hokum islam dan undang- undang dasar bagi kaum muslimin.

143 Moh. Matsna, Orientasi Semantik Al-zamakhsyari, ( Ciputat : Anglo Media,

Usaha para linguis arab terhadap kajian makna kata itu mengambil bentuk berbagai teknik kajian, antara lain :

ap Mengaitkan arti-arti juz’iyyah suatu entri dengan arti umumnya, atau mencari kemungkinan lahirnya makna kata-kata baru dari suatu entri yang berasal dari satu sumber.

bp Membedakan arti-arti hakiki dengan arti majazip Ini dilakukan oleh al-zamakhsyari dalam kamusnya asas al-balaghahp

cp Teknik rolling huruuf asal yang mungkin dan makna dasar yang dimiliki bentuk kata yang tersusun dari huruf-huruf tersebut.144

Dalam hal kajian makna ( semantik i bahasa arab, dikenal tiga metode kajian, yaitu :

1. Metode historic atau diachronic, yaitu suatu metode kajian yang meneliti arti kata-kata bahasa arab, bagaimana perkembangannya sejak bahasa itu dikenal sampai masa penelitian itu dilakukan, disamping meneliti perubahan arti yang terjadi serta factor-faktor penyebab perubahan itu.

2. Metode deskriptif atau synchronic, yaitu suatun metode kajian yang meneliti arti makna kata-kata bahasa arab pada kurun waktu dan tempat tertentu. Metode ini adalah metode pertama yang digunakan 144 Moh. Matsna, Orientasi Semantik Al-zamakhsyari, ( Ciputat : Anglo Media,

para linguis arab dalam mengadakan penelitian bahasa dalam berbagai aspek nya yaitu : shawty, sharfy, nahwy, dan dalali atau semantik, meskipun mereka tidak menamakannya demikian.

3. Metode komparatif, yaitu suatu metode kajian yang mengadakan penelitian kajian makna kata-kata bahasa arab dengan membandingkan dengan salah satu bahasa yang serumpun yaitu, dengan bahasa ibrani, bahasa arami, bahasa akadi, bahasa habsyi, dan sebagainya yang termasuk rumpun bahasa semit.145

D. Tokoh-tokoh ilmu dilalah