• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISLAM DI KERINCI SEBELUM ZAMAN HAJI AHMAD FAQIR AL-KERINCI

3.2. Sejarah Kerinci

Daerah Kerinci dalam catatan sejarah kebudayaan Indonesia adalah merupakan suatu daerah yang sangat tua yang memiliki asset perbendaharaan benda cagar budaya (peninggalan sejarah) yang sangat unik. Kajian mengenai Kerinci sudah dimulai sejak tahun 1811 oleh W. Marsden, L.C. Westernent (1922), The Van Der Hoop (1938), Dr. P. Voorhoeve (1941), Prof. Dr. Poerbatjaraka (1941), dan Mr. M. Yamin (1952), 139 Mereka tertarik untuk mengadakan kajian di daerah ini karena latarbelakang daerah ini dan kewujudan peninggalan bahan-bahan sejarah yang cukup unik (langka) dan spesifik.

Para pengkaji arkeologi menyatakan bahawa di daerah Kerinci pernah ada komuniti prasejarah yang berkebudayaan maju dengan populasi yang sangat luas sekitar awal abad Masehi. Ini berdasarkan satu ensiklopedia dari negara Cina yang menyatakan tentang adanya sebuah kerajaan di Sumatera bernama Ko-ying iaitu Kerajaan tua sebelum Melayu dan Sriwijaya pada abad 6-7 M. 140

Tentang negeri ini juga dimuat di dalam ensiklopedia T‟ungt‟ien yang ditulis oleh Tu-yu (375-812) dan disalin oleh Ma-tu-an-lin dalam ensiklopedia Wen-hsien-fung-k‟ao.

139 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kerinci (2003), Adat dan Budaya Daerah Kerinci . Kerinci : Pemda, h. 17.

140

Uka Tjandarasasmita (1992),”Beberapa catatan tentang Perdagangan di DAS Batanghari: Hubungannya dengan Jalur Perdagangan Internasional pada Abad-abad Pertama Sampai Abad XVI”, Kertas kerja Seminar Sejarah Melayu Kuno, Jambi, 7-8 Disember 1992, anjuran Pemerintah Daerah Tingkat I Jambi, h. 312.

Dijelaskan bahawa dalam kerajaan Ko-ying, terdapat banyak gunung berapi dan kedudukannya 5.000 LI di timur Chu-po, di utara Kho-ying ada gunung berapi dan disebelah selatannya ada teluk bernama Wen. Di teluk itu, ada pulau bernama P‟u-lei dan penduduk yang tinggal di pulau itu semuanya telanjang bulat sama ada lelaki mahupun perempuan, berkulit hitam kelam, bergigi putih dan bermata merah. Secara tidak langsung, keadaan geogarafi dalam ensiklopedia China ini menggambarkan jajaran pegunungan yang ada di daerah Kerinci141.

Suku Kerinci merupakan suku tertua yang ada di Propinsi Jambi, bahkan boleh dikatakan sebagai salah satu suku bangsa asli yang pertama dating ke Sumatera. Alasan untuk mengelompokkan Suku Kerinci sebagai suku tertua adalah karena pada zaman Mesolitikum, sudah ada manusia yang tinggal di daerah ini. Dr. A.N.J.Th A Van Der Hoop menemukan artifak dari obsidian di tepi Danau Kerinci yang sama dengan alat yang terdapat di Bandung, Propinsi Jawa Barat (West Java), di mana artifak ini merupakan inti dari kebudayaan Mesolitikum142.

Mesolitikum merupakan zaman peralihan antara Paleotikum (batu tua) dan Neolitikum (batu muda). Inti daripada zaman ini adalah berdasarkan penemuan obsidian-obsidian berupa batuan vulkanis serupa kaca berwarna hitam, dan bila dipecahkan, ia membentuk sisi-sisi yang sangat tajam. Hasil daripada serpihan ini, mereka gunakan sebagai alat untuk keperluan seharian seperti bercocok tanam dan berburu.

141 Ibid., h. 21-22.

142 Tabran Kahar (1981), Upacara Tradisional Daur Hidup Daerah Kerinci, Laporan Proyek IDKD, h. 43.

Alat-alat serpihan obsedian ini dengan pecahan-pecahan keramik di daerah Kerinci dapat ditemukan pada beberapa lokasi di merata tempat terutama di Gunung Raya, sekeliling Danau Kerinci dan disepanjang aliran sungai Batang Merangin. Menurut pakar kehidupan prasejarah, kehidupan masyarakat ini berlangsung antara 1000-2000 SM, bahkan kebudayaan alat-alat serpihan berlangsung sampai ke zaman perunggu dan besi. Ciri khas ditemukan sisa-sisa peninggalan berupa seramik dan serpihan ini dapat dijadikan petunjuk adanya perpindahan bangsa prasejarah ke daerah ini143.

Dr. Bernet Bronson, pengkaji dari Amerika Syarikat yang telah melakukan penelitian bersama pasukan Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional Jakarta pada tahun 1973 tentang suku Kerinci, berpendapat bahawa suku Kerinci lebih tua dari suku Indian di Amerika Syarikat. Salah satu pembuktian yang dikemungkakannya adalah tentang manusia “Kecik Wong Gedang Wok” yang belum mempunyai nama panggilan secara individu, sedangkan suku bangsa Indian di Amerika sudah memiliki nama seperti Big Buffallo (kerbau besar), little Fire (api kecil) dan sebagainya144.

Keberanian untuk menyatakan bahawa suku Kerinci berasal dari zaman Mezolitikum iaitu dari suku Proto Melayu adalah berdasarkan ciri-ciri yang menonjol dan melekat pada orang Kerinci, di antaranya : jenis orang Kerinci yang ada sekarang memperlihatkan banyak persamaan dengan bangsa Melayu Tua yang mirip jenis Mongoloid, iaitu memiliki mata sepet (menyerupai orang Cina), badan pendek tegap,

143 Uka Tjandarasasmita (1992), op. cit.,h. 313.

144 Idris Djakfar Depati Agung, (2001), Seri Sejarah Kerinci I: Menguak Tabir Prasejarah di Alam

dan kulit mendekati putih, bahasanya termasuk dalam kelompok bahasa Austronesia iaitu bahasa bangsa Melayu Tua145.

Berdasarkan cirri-ciri ini, ternyata bahawa dapat dipastikan Suku Kerinci merupakan keturunan dari suku Proto Melayu (Melayu Tua). Ini Karena Suku Kerinci sejajar atau sama tua dengan suku bangsa Botok dari Igorot di Philipina, Tayal di Taiwan, Toraja di Sulawesi, Kren dipegunungan Burma dan Thailand, suku bangsa Wojo di kepulauan Lingga, Cebu Philipina dan suku Batak di Tapanuli Utara146.

Komuniti Kecik Wong Gedang sebagai manusia pertama yang masuk ke Kerinci pada mulanya menjadikan gua-gua batu sebagai tempat tinggal. Mereka pada ketika itu hanya berburu binatang, menangkap ikan di sungai, danau serta mengumpulkan makanan dari hutan sekitarnya. Kehidupan ini berlangsung sehingga kedatangan komuniti Proto Melayu (Melayu Tua) sekitar tahun 4000 SM. Komuniti ini lebih maju daripada Komuniti Gedang Wong Kecik Wok, mereka boleh membuat alat-alat perkakas, senjata dari batu yang diasah, mengenal cara bercocok tanam dan telah membuat rumag sebagai tempat tinggal147.

Model kehidupan komuniti Proto Melayu lama kelamaan ditiru oleh komuniti Kecik Wong Gedang Wok. Mereka yang selama hidup dari hasil berburu di hutan telah mulai berladang di sekitar gua-gua batu dan ceruk-ceruk tebing tempat mereka tinggal dan menanam berbagai-bagai tumbuh-tumbuhan yang dapat dimakan, sebagaimana dilakukan oleh komuniti Proto Melayu., komuniti ini keluar dari gua persembunyian dan

145 Wojowasito (1952), Sejarah Kebudayaan Indonesia, Jakarta:Siliwangi, h. 74-75.

146 Tabran Kahar (1981), op. Cit., h. 43

membuat tempat kediaman baru di alam bebas pada tempat perladangannya, dan kehidupan yang terbuka ini telah mewujudkan hubungan komuniti Proto Melayu148.

Berabad-abad kemudian, tidak dijumpai keterangan tentang hilangnya kerajaan di daerah Kerinci, sehinggalah muncul kerajaan Melayu pada abad ke 6 M di Jambi sebagai pusat peradaban dan selanjutnya kemunculan Sriwijaya sebagai sebuah kerajaan yang memiliki kekuatan maritime utama di Nusantara. Namun demikian, berbagai-bagai temuan arkeologi di Kerinci berupa seramik di China Dinasty Tang, Sung, Yuang, Ming dan Qing menunjukan adanya komuniti yang mendiami daerah Kerinci, sekalipun daerah ini belum lagi menjadi pusat Melayu dan menjadi daerah pinggiran kerajaan Hindu/Buddha di daerah rendah Sumatera hinggalah zaman kerajaan-kerajaan Islam149.

Berdasarkan catatan sejarah Tambo Kerinci (Prasasti Kerinci) bertuliskan Incung, diperkirakan Islam masuk ke daerah ini sekitar abad ke 13 M. Pembawa agama Islam pertama ke daerah ini adalah Syeikh Samiullah yang lebih dikenal dengan Siyak Langin150.

Catatan sejarah yang bertuliskan Incung ini menerangkan bahawa Siyak Langin ini dating dari bumi Minangkabau dan turun ke Kuta Pandan beristerikan Puti Dayang Barani. Keterangan mengenai syeikh dan isterinya ini masih disimpan oleh orang Kerinci dan barang-barang peninggalan syeikh berupa al-Qur‟an dengan hiasan gaya Syi‟ah masih ada tersimpan hingga kini. Sewaktu pengkaji Belanda, Muller berkunjung ke Indrapura pada tahun 1835 M, dia mendengar agama Islam di kembangkan di daerah

148 Amran Rusli (1981), Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang, Jakarta : Siliwangi, h. 72-73.

149 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kerinci (2003). Op. cit., h. 2.

ini pada tahun 1279 M, sebelumnya agama yang dianut ialah Brahma dengan tulisan Sangskerta yang umumnya dipakai oleh para pendeta dan pemimpin-pemimpin setempat151.

Pada abad ke-20 sekitar tahun 1900, daerah Kerinci di kuasai oleh penjajahan Belanda. Peperangan tidak dapat dihindari antara pemerintahan Depati Empat Kerinci dan hulubalang-hulubalangnya dengan pasukan Belanda yang berakhir pada tahun 1903. Sejak saat ini, pemerintahan Kerinci tunduk kepada colonial dan pengaturan pentadbiran Kerinci berada di bawah kendalian Kerajaan Belanda.

Pada bulan Mac 1942, pasukan Jepun menyerang Sumatera dan bertempur dengan Belanda yang berakhir dengan penyerahan Belanda kepada Jepun. Jepun memasuki Kerinci dari Padang tanggal 17 Mac 1942, dan ini merupakan babak awal penderitaan rakyat Kerinci di bawah penjajah Jepun152.

Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 ogos 1945, membuka lembaran baru sejarah perjuangan Kerinci. Setelah adanya telegram yang diterima dari Padang pada hari jumaat pada tanggal 31 ogos 1945, Sangsaka (bendera kebangsaan Indonesia) Merah Putih dikibarkan buat pertama kali di puncak Masjid Raya Sungai Penuh oleh A.Thalib (perwira gyu gun). Tahun 1945-1949 merupakan babak perjuangan rakyat Kerinci yang berikutnya menentang pasukan Belanda dan Jepun di Bumi Sakti Alam Kerinci153.

151 Ibid.,h. 74.

152 Sejarah Kabupaten Kerinci. Lihat. http://fly2Kerinci.com/bahasa-Kerinci.htm, 28 hb Januari 2009.

Setelah kemerdekaan, daerah Kerinci dari tahun 1949 sampai tahun 1958 diwarnai oleh berbagai-bagai pergolakan politik, dan tentu sekali semuanya ini merupakan cabaran dari kehidupan berbangsa dan bernegara, dalam proses panjang perjalanan sejarah yang terwujud dari aturan alam dengan peradaban manusia.154.

Sebelum menjadi kabupaten (daerah) Kerinci, pada mulanya kabupaten yang dikelilingi oleh gugusan bukit ini, daerah ini masih berstatus Kabupaten Kerinci Indrapura. Pada tahun 1948, ketika keluarnya UU No.10 tahun 48, status Kerinci berubah menjadi sebuah daerah autonomi yang tergabung dalam daerah Kabupaten Pesisir Selatan Kerinci (PSK) dan bergabung dengan daerah Kerisidenan Sumatera Barat.

Kabupaten Pesisir Selatan Kerinci (PSK) sendiri terbahagi kepada 3 (tiga) daerah iaitu: bahagiaan Kerinci dengan pusat pentadbirannya Sungai Penuh, bahagian Balai Selasa dengan pusat pentadbirannya Balai Selasa dan bahagiaan Painan dengan pusat pentadbirannya Painan. Pada tahun 1957, masyarakat Kerinci menginginkan daerahnya menjadi daerah yang berdiri sendiri. Keinginan tersebut tercetus dalam konggres Rakyat Kerinci pada 25-27 januari 1957 melalui sebuah kesepakatan di kota Sungai Penuh yang menuntut agar Kerinci dijadikan sebuah Kabupaten yang mandiri. Hasrat tersebut mendapat sambutan dari kerajaan pusat di Jakarta155.

Melalui UU No 61 tahun 1958 berkenaan dengan penetapan UU darurat No 19 tahun 1957 tentang pemecahan Propinsi Sumatera Tengah menjadi 3 daerah Swantara tingkat I menjadi undang-undang sekaligus dalamnya termasuk pembentukan daerah

154 Dinas Pariwisata dan Budaya Kerinci (2003), op.cit., h.25-26

155 Yunasril Ali, et , al.(2005), Adat Bersendi Syara‟ : Sebagai Fondasi membangun Masyarakat

Swantara Tingkat II Kabupaten Kerinci menjadi sebuah Kabupaten yang berdiri sendiri sebagai pecahan dari pada Kabupaten Pesisir Selatan Kerinci (PSK) dan sekaligus Kerinci bergabung ke dalam Wilayah Pemerintahan Swantara Tingkat I Jambi156.

Akhirnya pada tanggal 10 November 1958, Gubernur Jambi ketika itu, Letkol M.Yusuf Singedikane bertindak atas nama Menteri Dalan Negeri Republik Indonesia, merasmikan pembentukan daerah Swantara Tingkat II Kerinci dan dinyatakan masuk kedalam daerah Swantara Tingkat I Jambi. Pada awalnya kabupaten ini hanya terdiri dari pada tiga bahagiaan, kemudian dia dikembangkan menjadi enam bahagian I iaitu bahagiaan Gunung Raya tiga pusat pentadbiran (kemendapoan), bahagiaan Danau Kerinci, dua kemendapoan, bahagiaan Air Hangat, tiga kemendapoan, bahagiaan Sungai Penuh, dua kemendapoan, bahagiaan Setinjau Laut, tiga kemendapoan dan bahagiaan Gunung Kerinci tiga kemendapoan157.

Sampai ketika ini dengan terlaksananya penguatkuasaan Undang-undang RI Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, maka daerah ini secara rasmi menjadi kabupaten Kerinci dalam Wilayah kerajaan negeri Jambi, di bawah pentadbiran kepala daerah yang disebut Bupati158.