• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Perkembangan Martrisia di Provinsi Riau

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sejarah Asal Mula Tridharma/Sam Kauw di Indonesia

C. Perhimpunan Tempat Ibadah Tridharma (PTITD) dan

2. Sejarah Perkembangan Martrisia di Provinsi Riau

Masuknya Tridharma di Provinsi Riau merupakan perjuangan Pek Kau Ing an Pek Thiam Po dan pasangan Sinmardi Taman (Pek Sing Tjong) dan Rosna (Ong Kiau Ling) yang dimulai pada tahun 1918. Berawal Pek Kau Ing dan Pek Thiam Po yang dilahirkan disuatu daerah di Cina daratan

Poh menuju daerah Koloni Inggris Singapura pada tahun 1908. Walupun sebagai pendatang, mereka tetap menjalankan adat istiadat, tata cara serta kepercayaan yang tidak bisa ditinggalkannya adalah ajaran Tao Tridharma yang memuliakan leluhur Agama Buddha Tridharma. (Nawasura Sakti, Buletin Tridharma, Edisi 3 Maret 2014:33).

Sedangkan menurut Ibu Mariya bahwa masuknya Tridharma berangkat dari provinsi Hokkian Kabupaten An Kwee desa Eh Poh menuju daerah Koloni Inggris Singapura pada Tahun 1908. Tentunya sebagai pendatang, mereka tidak akan bisa meninggalkan adat istiadat, tata cara serta kepercayaan yang mereka anut, salah satu kepercayaan mereka adalah ajaran Tao yang memuliakan leluhur (Agama Buddha Sekte Tridharma).

Pada tahun 1908 Dewi Kiu Tian Hian De atau Hian De Ma, Dewa Sam Ong Huu dan Dewa Thian To Guan Sue diundang ke Singapura dengan Hio Hee dari Cina yang terletak di Ling Ing King, Yu Mia Hian De Ma King, Te Wi Hokian Seng(Provinsi Hokian), An Kwee Kwe (Kabupaten Angkwe), Kecamatan Ling Bun Tin Desa Liau San Ceng- Desa Eh Poh yang berdiri pada tahun 1480. Sehingga Generasi dari Pek Kau Ing menyembahyangi Dewi Kiu Thian Hian De Ma yang ada di Ling Ing King telah berumur 535 Tahun (± 5 abad). Sudah menyembahyangi Kiu Thian Hian De Ma selama 4 (empat ) generasi.

Selain itu menurutnya pula bahwa Ajaran Tao kuno adalah Agama Buddha Tridharma/SAM KAUW yang memuliakan Leluhur/Kiu Thian Hian De Thian Ciau (ajaran langit).

Dewi Kiu Thian Hian De Cin Sian atau Dewi Hian De Ma (Ni Wa) adalah promotor Khonghucu, ibu dari Tao, pembimbing Sakyamuni yang dianggap sebagai leluhur orang Tionghoa yang membuat manusia dari tanah kuning.

Pek Kau Ing membawa istrinya Ang Tuan Niu pindah dari Singapura menuju daerah koloni Belanda sekarang di Tanjung Belit Desa Lubuk Muda Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis tahun 1926” Hio Hee” Dewi Hian De Ma, Dewa Sam Ong Huu dan Dewa Thian To Guan Sue sekaligus dibawa.

Selama 25 tahun Pek Kau Ing ingin mempunyai sebuah kelenteng. Dengan dikoordinir oleh Pek Kau Ing dibangunlah sebuah kelenteng sederhana pada tahun 1951 dari papan dengan ukuran 4 X 5 meter dengan pembagian tugas bersama, Pek Tiam Siu (alm) (Orang Tua Pek Te Ci) , Pek Tiam Po (alm) (Orang Tua Pek Sing Tjong), Pek Bun Kui (alm) (Orang Tua Pek Cun Kian), Pek Ong Hee (alm) (Orang Tua Pek Kim Ling).

Pemugaran kelenteng Ding Yong King pertama dilakukan pada tahun 1975 oleh Pek Tiam Po, yang dikoordinir oleh Tan Kim Huat istrinya dan Pek Kim Ling, Pek Tekci, Oung Kiau Ling /Rosna, Tok Yu Hok. Pemugaran kelenteng Ding Yong King yang kedua dilakukan pada tahun 1992 oleh Alek/Pek Sing Tjong, Rosna, Sueng, Husin Adi, Lai Hi serta umat lain yang ikut beribadah di Kelenteng Ding Yong King juga ikut berpartisipasi dalam pembangunan tersebut.

Pada tahun 1982, Bapak alek dan Ibu Rosna membangun sebuah tempat ibadah Tridharma atau Klenteng di klilometer 18 Rumbai Pekan Baru dengan nama Cetiya

Dewa Loka Kiu Sian Tian dengan Dewi Utamanya Dewi Kiu Tian Hian De Cin Sian.( Ibu Mariya).

Dewi Kiu Tian Hian De Cin Sian atau Dewi Hian De Ma adalah salah satu Dewi dari ajaran Tao Tridharma yang dianggap sebagai leluhur pindah dari Singapora menuju daerah koloni Belanda sekarang di Tanjung Belit Desa Lubuk Muda Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis tahun 1926” Hio Hee” Dewi Hian De Ma, Dewa Sam Ong Huu dan Dewa Thian To Guan Sue sekaligus dibawa. (Nawasura Sakti, Buletin Tridharma, Edisi 3 Maret 2014:33).

Pada tahun 1951 sebuah Klenteng di bangun dan direhab oleh Pek Kau Ing dan Pek Thiam Po dengan pasangan Sinmardi Taman (Pek Sing Tjong) dan Rosna (Ong Kiau Ling) yang pada awalnya hanya berukuran 4x5 meter dan kini sudah diperluas dengan ukuran 13,5 meter x 16,5 meter. Klenteng tersebut diberi nama dengan Ding Yong King di Tanjung Belit Desa Lubuk Muda Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis dan menjadi Klenteng pertama umat Tridharma di Sumatera. (Nawasura Sakti, Buletin Tridharma, Edisi 3 Maret 2014:33).

Pada tahun 1982, Bapak Sinmardi Taman dan Ibu Rosna membangun sebuah tempat ibadat Tridharma atau Klenteng di klilometer 18 Rumbai Pekan Baru dengan nama Cetiya Dewa Loka Kiu Sian Tian dengan Dewi Utamanya Dewi Kiu Tian Hian De Cin Sian. (Nawasura Sakti, Buletin Tridharma, Edisi 3 Maret 2014:33).

Mengingat perkembangan umat Buddha sangat besar di daerah Tingkat I Provinsi Riau, dan permasalahan pembinaan umat semakin komplit, maka pada tahun 1994 dibangun Vihara Tridharma Dewi Sakti dengan Dewi

Utamanya Dewi Kiu Tian Hian De, di Jl. Riau Ujung/ Karya Indah No. 1 Pekanbaru.

Untuk menanggapi perkembangan tersebut maka diadakanlah rapat pembentukan Dewan Perwakilan Daerah Majelis Rohaniawan Tridharma Seluruh Indonesia (Martrisia) dan Perhimpunan Tempat Ibadat Tridharma se Provinsi Riau yang nantinya dapat menampung semua aspirasi umat Martrisia dan Tempat Ibadah Tridharma di Daerah Riau.

Melihat hal tersebut maka pada tanggal 11 Agustus 1998 bertempat di Hotel Furaya Pekanbaru diadakan rapat pembentukan DPD Martrisia dan pembentukan PTITD tingkat I dengan mengundang pengurus tempat ibadat yang ada di Pekanbaru dan wakil-wakil dari daerah tingkat II Kabupaten se-Provinsi Riau yang berada di bawah naungan Departemen Agama dengan berjumlah 57 orang anggota yang dipimpin oleh Pek Sing Tjong/Sinmardi Taman didampingi oleh Oung Kiau Ling/Rosna dan Mariya. (Buletin Tridharma Edisi I Maret 2014 : 3).

Secara Musyawarah dengan keputusan akhir dari para peserta yang hadir terbentuklah Dewan Pengurus MARTRISIA dan PTITD Tingkat I Riau diputuskan sebagai ketuanya adalah Pek Sing Tjong/Sinmardi. Pada tanggal 27 Agustus 1998 dikeluarkan SK resmi dari Majelis Rohaniawan Tridharma Seluruh Indonesia Komda Riau dengan Nomor: 01/SK/M.RTD/VIII/1988 dan SK Resmi Perhimpunan Tempat Ibadat Tridharma Komda Riau dengan: 01/SK/P.TITD/VIII/1988. Penyerahan surat keputusan tersebut langsung diberikan oleh Ongko Prawiro selaku ketua MARTRISIA dan PTITD yang berpusat di Surabaya. Sinmardi juga sebagai ketua pertama Majelis Rohaniwan Tridharma Seluruh Indonesia

(PTITD) Komisariat Daerah Provinsi Riau dengan masa bakti 1998 – 2003. (Buletin Tridharma Edisi I Maret 2014 : 4).

Susunan Pengurus tahun 1998 – 2003 adalah:

Dewan Pengurus : Matrias, Tirto Hubaya Wiguno Ketua : Sinmardi Taman

Wakil Ketua : Asin, L. Hadi Hastomo Sekretaris : Mariya

Wakil Sekretaris : Salim Bendahara : Husin Adi Wakil Bendahara : Sarjoko Seksi Pembangunan dan

pemeliharaan : Samin (Alm), Nuryati Seksi Pendidikan dan

Pembinaan : Triyani

Seksi Kerohanian : Agung (Alm), Satimin Seksi Sosial Budaya : Merina, Mariono Seksi Pemuda dan Olah raga : Djohan, Mariyana

Anggota : Surio Manteri, Rudyanto, Efendy, L, Rusli Wijaya dan Hasnan.

Pembangunan Rumah ibadat Vihara Tridharma Dewi Sakti pada awalnya Klenteng Loka Kiu Sian Tian, yang hanya diperuntukkan bagi kepentingan keluarga dan pekerja pabrik, namun melihat antusiasme masyarakat terhadap tempat persembahyangan di Klenteng Dewa Loka Kiu Sian Tian yang semakin hari semakin ramai, maka bapak Sinmardi Taman/Pek Sing Tjong timbul pemikiran untuk membangun Klenteng yang lebih besar dan permanen dan dapat menjadi monumen bagi anak cucunya. Ide bapak Sinmardi untuk

membangun rumah ibadat bagi umat Tridharma yang sangat representative disampaikannya kepada istrinya yang bernama ibu Rosna/Oung Kiau Ling dan anak perempuannya yang bernama Mariya/Pek Ana. Ide tersebut disambut baik, maka tepat pada tanggal 25 Agustus 1994, dibuatlah Yayasan Dewi Sakti dengan akte Notaris Singgih Susilo,SH pembangunan Rumah Ibadat Vihara Tridharma Dewi Sakti. Yayasan tersebut pada awalnya diketuai oleh Sinmardi, dan sekretarisnya adalah anaknya sendiri yang bernama Mariya. (Sejarah Tridharma, 2013 : 13).

Pengurusan izin pendirian rumah ibadat dimulai dari RT/RW, Desa, Camat dan seterusnya, dengan luas tanah 1.378 M2 diperuntukkan membangun Vihara yang terletak di Jalan Riau Karya Indah, Kelurahan Tampan, kecamatan Tampan, Kota Madya Pekanbaru IMB dari Pemerintah Kota telah diperoleh dengan No. 302/IMB/DTK/1996 tertanggal 01 Oktober 1996 dan Sm 217887. (Sejarah Tridharma, 2013 : 14).

Dengan telah selesainya surat izin dan telah mendapatkan akte notaris, maka peletakaan batu pertamanya dilakukan pada tanggal 13 Maret1998, dari peletakan batu pertama hingga hari peresmian hampir memakan waktu 2 tahun dan kemudian rumah ibadat Vihara Tridharma Dewi Sakti ini diresmikan pada tang 17 Oktober 1999. (Sejarah Tridharma, 2013 : 14).

3. Struktur Kepengurusan

Susunan pengurus Perhimpunan Tempat Ibadat Tridharma se Indonesia Komisariat Daerah Riau, masa Bakti 2011 – 2016 adalah: Sebagai Penasehat: 1) Sinmardi Taman

Husin Hadi, Pek Sing Bi; 5) Leo Hady Hastono, Li Guan Hai. Sebagai Ketua: (Mariya); Sebagai Wakil Ketua Bid. Agama: (Anton Khasdi- Apiau); Sebagai Wakil Ketua Bid. Organisasi: (Sidik); Sebagai Wakil Ketua Bid. Wanita dan Pemuda: (Jondy,Apeng); Sebagai Sekretaris: (Suwanto); Sebagai Wakil Sekretaris: (Joni); Sebagai Bendahara: (Anita); Sebagai Pelaksana Harian: (Susanto).

Oleh karena itu Tempat Ibadat Tridharma (TITD)/ Klenteng/Vihara/Cetiya baik anggota maupun calon anggota Perhimpunan Tempat Ibadat Tridharma se Indonesia dan Martisia Provinsi Riau di Kabupaten dan Kecamatan belum terbentuk Komwil, maka diperlukan utusan agar komunikasi bisa lebih lancar.Utusan yang ditunjuk adalah: 1)Bengkalis (Yani Sakiman); 2) Perawang (Ing Hok); 3) Siak Mempurna Muchtar; 4) Siak Kecil (Sueng); 5) Tanjung Balai ( Suriomantri); 6) Dumai ( Rusli Wijaya); 7) Selat Panjang ( Akhiong). Nama Kelenteng bermula dari suara bunyi alat tabuh upacara terdengar “teng, teng, teng” suara yang has itu, maka nama tempat ibadat Agama Buddha Tridharma di Indonesia bagi masyarakat Jawa disebut Kelenteng, yang hingga saat ini nama Kelenteng menjadi sebutan untuk tempat ibadat Agama Buddha Tridharma. (Sejarah Tridharma, 2013 : 3).

Pengurus PTITD se Indonesia dan Martrisia ini merupakan 2 (dua) gabungan Provinsi yaitu Provinsi Riau dan Kepulauan Riau, dikarenakan Komda PTITD se Indonesia dan Martrisia Komisariat Daerah (Komda) Provinsi Riau hingga Komda PTITD se Indonesia dan Martrisia Kepulauan Riau terbentuk.

Jumlah umat Tridharma tidak bisa dipastikan karena umat yang datang ke Vihara Tridharma Dewi Sakti itu, belum

tentu mereka itu umat Tao, umat Khonghucu atau umat Buddha, yang jelas baik ia Buddha, Tao ataupun Khonghucu dalam KTP semuanya ditulis Buddha. Namun dalam buku sejarah Tridharma disebutkan bahwa selama kepemimpinan dipegang oleh Ibu Mariya, jumlah anggota Tridharma yang ada di Pekanbaru sebanyak 91 orang. (Sejarah Tridharma, 2013: 21).

Menurut Ibu Mariya sebagai ketua Martrisia mengatakan bahwa Majelis Rohaniwan Tridharma Seluruh Indonesia yang terdiri dari tiga ajaran agama yang yaitu ajaran Tao, Khonghucu dan Buddha, ketiga ajaran ini saling menyatu dan tidak bisa dipisahkan antara satu sama lainnya. Ajaran Tridharma ini awalnya datang dari Tiongkok yang dikenal dengan nama Sam Kauw. Apa yang diajarkan Tao, Khonghucu dan Buddha, semuanya diterima oleh umat Tridharma.

Ajaran Tao mengajarkan keseimbangan antara yang positif dan negatif, antara dunia dan akhirat yang dibuktikan dalam lambang agama Tao atau apa yang disebut Yin dan Yang. Dalam ajaran agama Khonghucu dikenal dengan ajaran moral atau etika yang berlandaskan pada dasar-dasar keimanan yang diaktualisasikan dalam kehidupan praktis, seperti: bijaksana dan cinta kasih.(Shadiq Kawu dkk, 2011 : 77). Ajaran Buddha Mahayana, dimana dalam Mahayana mengenal banyak dewa-dewa. Mahayana mengenal faham Trimurti Budhisme yaitu kepercayaan terhadap adanya tokoh-tokoh kedewaan dan dewa-dewa sakti. Tokoh dewa seperti: Dyani Buddha dan Dyani Bodhisatwa. Dewa sakti seperti: Dewi Tara Availoka. (Arifin, 1990 :112).

umatnya oleh para pendeta, seperti: Ibu Mariya , Bapak Alex Sidiq, dan Bapak Tan. Tugas dari para pendetanya adalah: memberikan pemberkatan perkawinan, melakukan sosialisasi tentang Tridharma di masyarakat, dan memimpin do’a dalam upacara kematian. Sarana maupun dana yang ada di Vihara-Vihara yang ada di Provinsi Riau adalah atas sumbangan dari para penganut umat Tridharma itu sendiri dan juga dari Ketua Tridharma yaitu Ibu Mariya.

Selain itu Ibu mariya selaku Ketua PTITD dan Martrisia Komda Riau dan sekaligus Pengurus Bidang Pendidikan PTITD dan Martrisia Seluruh Indonesia Pusat dan Surabaya menyatakan bahwa ia sudah mendapatkan persetujuan secara tertulis dari Profesor Doktor Hang Sheng Kui yang merupakan seorang peneliti dari Qinghai Kunlun Tiongkok dan telah mendapatkan penghargaan dari UNESCO dan sudah diakui di PBB untuk mentranslate buku-buku, kitab serta Video yang diperoleh dari Kelenteng Zha Ma Long Fen Guang Shan untuk disebarluaskan di Indonesia. Bahkan baru-baru ini Profesor Doktor Hang Sheng Kui selaku Direktur Pusat Penelitian Budaya Kunlun Tiong Hua Komite Pembangunan Budaya PBB memberikan gelar master kepada Ibu Mariya dalam hal penelitian dan menyebarluaskan mitologi Kunlun yang menceritakan Yang Mulia Maha Dewi Ratu Nawasuri Sakti Kiu Thian Hian De Ma. Kemudian Ibu Mariya menawarkan kerjasama antara Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehidupan Keagamaan dengan Pusat Pertukaran Budaya Kunlun dan Pusat Penelitian Budaya Kunlun Tionghoa Komite Pembangunan Budaya PBB di Kunlun Qinghai Tiongkok. Bahkan Ibu Mariya memohon kepada pemerintah supaya diberi Direktur atau Dirjen Tridharma untuk membimbing dan mengayomi umat

Tridahrma secara intens dan berkesinambungan, seperti agama lainnya.

4. Ajaran dan Tradisi Keagamaan Martrisia