• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.4 Self-Presentation Penelitian

4.4.1 Self-Presentation Ridwan Kamil

Secara keseluruhan, hasil perhitungan peneliti menunjukkan hasil bahwa Ridwan Kamil menggunakan taktik ingratiation paling besar diantara taktik yang lain dengan perolehan jumlah presentase sebanyak 41%. Sedangkan diurutan terbesar kedua yaitu taktik enhancement sebanyak 22%. Dilanjutkan dengan taktk

exemplification sebanyak 11% dengan perolehan tidak jauh dengan basking

sebanyak 10%. Kemudian ada taktik selanjutnya yaitu taktik entitlement sebanyak 8%. Lalu dibawahnya ada taktik disclaimer sebanyak 4%, intimidation sebanyak 3%, dan supplication sebanyak 1%. Ada lima taktik yang tidak digunakan Ridwan Kamil dalam masa pra-kampanye adalah taktik excuse, taktik justification, taktik

self-handicapping, taktik apology, dan taktik blasting.

Dalam masa pra-kampanye, Ridwan Kamil lebih banyak melakukan tindakan untuk membangkitkan interpersonal dan daya tarik sesuai dengan keinginan. Namun, bukan berarti Ridwan Kamil tidak melakukan juga tindakan yang lain dengan tujuan tertentu yang juga banyak ia tunjukan seperti untuk memperoleh suatu ketetapan yang disukai orang banyak dari kalangan pemerhati

dan juga menarik simpati orang lain sehingga mendapatkan keuntungan.

Self-presentation sendiri merupakan proses di mana individu mencoba untuk

membentuk apa yang orang lain pikirkan tentang kita dan apa yang kita pikirkan tentang diri kita sendiri. Hal serupa dapat dilakukan Ridwan Kamil dengan membentuk apa yang dipikirkan orang lain tentang dirinya dan apa yang dipikirkan Ridwan Kamil tentang dirinya sendiri. Secara spesifik orang-orang mencoba menampilkan identitas yang berbeda-beda dari dirinya di dalam situasi yang berbeda-beda pula. (Leary & Kowalski, 1990).

Sehingga Ridwan Kamil dapat menunjukkan kepribadian dirinya sendiri maupun tidak. Dalam wawancara dengan BBC (2018), Ridwan Kamil mengungkapkan bahwa saat mendatangi kantor Facebook di Amerika ia diberi tau bahwa, orang Indonesia ternyata memiliki interaksi yang sedikit kalau kalimat ceritanya serius. Kalau mau interaksinya tinggi, Ridwan Kamil harus menyampaikan pesan dengan cara-cara yang tidak terlalu serius. Setelah mendatangi riset Facebook itulah, Ridwan Kamil mengubah kalimat dan unggahannya menjadi lebih humoris. (BBC, 2018, Januari).

Ridwan Kamil menunjukkan taktik terbesar yaitu ingratiation. Adapun taktik tersebut dibagi menjadi tiga cara yaitu menyenangkan, menarik simpati dan keseragaman. Taktik ingratiation didefinisikan sebagai tingkah laku yang didesain untuk membangkitkan interpersonal dan daya tarik sesuai dengan keinginan (e.g., Wortman & Linsenmeier, 1977). Hal ini memang didukung oleh pernyataan Ridwan Kamil sendiri di media konvensional tersebut. Ia sendiri, mengubah cara berinteraksinya di media sosial dengan menyampaikan pesan dengan cara-cara yang tidak terlalu serius. Ridwan kamil mengubah kalimat dan unggahannya menjadi lebih humoris. Adapun humoris sendiri merupakan cara untuk terlihat menyenangkan, yang memiliki presentase tertinggi dari yang lain. Oleh sebab itu, baik di media konvensional maupun media sosial Ridwan Kamil mengaku bahwa ia menggunakan taktik ingratiation.

Ridwan Kamil dalam BBC Indonesia (2018), menjelaskan mengenai dirinya di media sosial seperti berikut ini:

“Saya ungkapkan sisi saya yang pribadi bahwa saya juga husband, saya punya istri, saya juga orangtua, saya juga suka nonton dan sebagainya.

Ternyata masyarakat Indonesia sekarang berubah. Dia ingin melihat pemimpin apa adanya, behind the scene. Apakah jadi pemimpin harus selalu jaga image? Tidak begitu. Sekarang millennial berharap Anda seperti millennial tapi kerja Anda baik. Itu saya bilang. Ada juga orang yang masih bilang 'Pak Wali Bandung banyak main medsos, mana kerjanya?' Saya bilang, Anda hidup di zaman dulu, sekarang banyak di medsos, tapi kerja juga berprestasi, itu the new era.” (BBC, 2018, Januari). Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengungkapan sisi pribadi dengan cara keseragaman seperti menjadi suami, mempunyai istri, dan sebagai orangtua termasuk dalam taktik ingratiation. Adapun dari temuan data, Ridwan Kamil yang mempunyai admin (unggahan dibedakan dengan tanda *ADMIN*), tetap mempunyai taktik terbesar yaitu ingratiation. Hal ini menunjukan bahwa Ridwan Kamil di media sosial ingin menonjolkan taktik

ingratiation sekalipun admin (orang lain) yang membantu mengelola media

sosialnya.

Adapun menurut Sekjen DPR Winantuningtyas Titi Swasanany mengenai admin media sosial di kelembagaan yaitu “Ini merupakan tugas yang tidak mudah, apalagi kalau terkait dengan citra dari masing-masing lembaga. Salah satu tanggung jawab mereka adalah mengangkat grading positif Kementerian atau lembaganya,” (Tribunnews.com, 2016). Bentuk dari grading positif yang dilakukan admin Ridwan Kamil dengan menggunakan taktik ingratiation paling banyak. Hal ini dikarenakan taktik ingratiation digunakan untuk seorang individu mengungkapkan keuntungan evaluasi dari target berupa hal positif seperti memberi hadiah dan pujian (Wayne, 1995).

Ridwan Kamil juga menyatakan bahwa masyarakat Indonesia sekarang berubah dengan ingin melihat pemimpin apa adanya. Keinginan public figure berusaha memunculkan karakter mereka sendiri agar dikenal oleh masyarakat luas. Para individu mencoba menampilkan identitas yang berbeda-beda dari dirinya dalam berbagai situasi yang berbeda. (Leary & Kowalski, 1990). Adapun

self-presentation menawarkan untuk relevansi diri (self-relevant) atau presentasi

Dalam menggunakan taktik self-presentation, Ridwan Kamil tidak menggunakan lima taktik dalam masa pra-kampanye adalah taktik excuse, taktik

justification, taktik self-handicapping, taktik apology, dan taktik blasting. Dari

kelima taktik yang tidak digunakan, hanya taktik blasting yang masuk dalam

assertive self-presentation. Oleh karena itu, Ridwan Kamil sedikit menggunakan defensive self-presentation. Taktik defensive self-presentation digunakan untuk

mempertahankan atau mengembalikan identitas yang kurang baik (Lee et al., 1999). Adapun Ridwan Kamil dalam masa pra-kampanye tidak sedang dalam situasi dengan identitas buruk. Hal ini berdasarkan pemberitaan dalam media konvensional yang hanya memberitakan kegiatan dan persiapan Ridwan Kamil jelang Pilkada Jawa Barat. Sehingga, Ridwan Kamil jarang menggunakan taktik

defensive self-presentation dikarenakan belum ada identitas dirinya yang kurang

baik di masyarakat.

Adapun Ridwan Kamil yang menggunakan taktik ingratiation paling banyak diantara taktik yang lain dengan tujuan yang berbeda. Saat Ridwan Kamil menunjukkan taktik ingratiation maka ia tidak menonjolkan taktik lainnya seperti taktik blasting yang digunakan untuk mengkomunikasikan evaluasi negatif dari orang lain atau kelompok yang berkaitan denggannya. Adapun taktik ingratiation bertujuan untuk untuk menarik simpati orang lain sehingga mendapatkan keuntungan berupa memuji diri sendiri, melakukan bantuan, memberikan hadiah, meninggikan diri sendiri, dan melakukan penyeragaman pendapat. Sehingga menggunakan taktik blasting dan ingratiation tidak bisa dilakukan dikarenakan tujuan penggunaan taktik self-presentation yang bertolak belakang.

Brown dan Levinson (1978 dalam Priyowidodo, et al,. 2015) mengungkapkan bahwa manusia memiliki dua jenis face, positif dan negatif. Face positif menekankan hasrat individu agar keinginannya dihargai dan diterima dalam interaksi sosial tersebut. Sebaliknya, face negatif adalah ketika individu ingin memiliki kebebasan untuk bertindak dan bebas dari kekangan. Pengelolaan

face menjadi faktor utama untuk self-presentation terlebih saat individu tersebut

adalah pemimpin. Ridwan Kamil sebagai walikota Bandung dalam masa pra-kampanye, menunjukkan face positif. Ridwan Kamil dengan sadar bahwa ia mengelola kesan di masyarakat melalui media sosial. Hal ini berdampak dengan

generasi milenial yang sering menggunakan media sosial. Secara sadar, Ridwan Kamil menyasar generasi milenial dengan aktif berinteraksi di Instagram. Media baru menawarkan ruang publik termasuk bagi politisi dan warga masyarakat untuk berinteraktif (Dahlan, 2008).

Ridwan Kamil sebagai calon Gubernur Jawa Barat merupakan komunikator politik. Seorang komunikator politik berusaha berperilaku sebagaimana yang diharapkan orang dari pemimpin. Komunikator politik yang merupakan pemimpin karena arti yang ditemukan orang dalam dirinya sebagai manusia, kepribadian, tokoh yang ternama dan sebagainya, yang diberi nama pemimpin simbolik. (Nimmo, 2004, p.42- 46). Ridwan Kamil menunjukkan diri sebagai pemimpin dengan taktik terbesar kedua yaitu enhancement. Ridwan Kamil kerap menggunggah foto dan caption saat menyelesaikan suatu pekerjaan sebagai walikota Bandung. Ia menunjukkan diri sebagai walikota Bandung dengan memberikan informasi aktifitas dan pencapaiannya saat bekerja.

Peneliti menemukan bahwa keaktifan Ridwan Kamil di media sosial, membuat dirinya semakin dikenal oleh publik. Hal ini dikarenakan up to date yang dilakukan Ridwan Kamil adalah setiap hari, dan bukan hanya mengenai informasi politik. Namun, Ridwan Kamil menyesuaikan topik unggahan dengan isu sosial yang ada dan dekat dengan milenial. Kesuksesan keterkenalan melalui media sosial ditentukan oleh pengelolaan media sosial secara up to date dan senantiasa menjaga komunikasi secara konsisten dengan menggunakan struktur percakapan yang sedang berkembang dalam lingkungan masyarakat (Lipiainen & Karjaluoto, 2012). Ridwan Kamil sebagai calon gubernur Jawa Barat memahami potensi yang ada dalam media sosial. Sehingga, ia mengantisipasi kesibukan dalam Pilkada, ia menggunakan promotor atau yang sering disebut admin untuk mengurusi Instagramnya. Namun tetap intensitas unggahan terbesar dari Ridwan Kamil sendiri.

Fungsi yang pertama dengan adanya admin media sosial harus merancang

digital content planning sehingga konten yang dipublikasikan benar-benar

terprogram dan selaras dengan strategi komunikasi instansi ((kemenkeu.go.id, 2018). Konten isi unggahan Ridwan Kamil yang dekat dengan followersnya, membuat interaksi yang banyak. Bukan hanya itu, dari jumlah followers, dan

komentar, peneliti mendapati Ridwan Kamil juga sering membalas komentar dari followersnya. Internet dan media sosial tidak sekedar menjadi new media untuk menayangkan materi kampanye, kegiatan sosial dan aktifitas pemerintahan. Namun, dapat menjadi alat untuk berkolaborasi dan saling mengoordinasikan diri. Memanfaatkan media sosial membutuhkan konten. Dan hanya konten yang bermutu yang memiliki daya sebar di media sosial. Peran creator sangatlah menjadi penting (Bachir et al., 2015). Oleh karena itu, admin Ridwan Kamil mem\iliki peran sebagai creator dapat membantu dalam mengisi konten secara selaras dan strategi untuk kepentingan Pilkada.

Penggunaan media sosial untuk kampanye politik tidak bisa dihindarkan. Tidak ada pula yang salah terkait itu. Para politisi tentu juga sudah sadar bahwa media sosial sudah menjadi arus utama informasi generasi milenial. Karena itu, mendekati milenial melalui media sosial juga harus dengan cara-cara yang bijak. Bukan dengan menjejali mereka dengan informasi yang tak bermutu hanya untuk meraup suara mereka semata. Begitu pula dengan Ridwan Kamil yang sadar dengan dirinya sebagai pemimpin, ia menggunakan media sosial untuk mendekatkan diri demgan milenial. Politisi punya tanggung jawab untuk memberikan edukasi politik, atau konten yang positif kepada generasi milenial melalui media sosial sehingga kesadaran politik yang terbangun adalah kesadaran politik yang positif. Politisi tak boleh mendekatkan diri kepada milenial semata untuk mendapatkan suara ketika kampanye saja. (“Milinieal, Politik dan Media Sosial”, 2017, Desember)

Kedekatan emosi maupun pertunjukan humoris dari Ridwan Kamil ini dapat mendekatkan diri dengan net generation. Di era media sosial, partisipasi politik semakin berkembang. Anak-anak muda tak hanya menjadi peserta pasif dalam kampanye, namun juga kerap memproduksi pesan politik. Hal ini dapat mempengaruhi dukungan dan tingkat kepopularitasan Ridwan Kamil dengan bantuan net generation. Don Tapscot (2013 dalam Subiakto&Ida, 2014), generasi internet atau net generation memiliki kepedulian terhadap isu-isu keadilan, sosial maupun politik. Net generation ini telah membentuk nilai-nilai baru seperti menghargai kebebasan, menginginkan kustomisasi, mewaspadai setiap hal yang terjadi di masyarakat. Mereka dengan media sosial juga membangun relasi, dan

berkolaborasi di antara sesama net generation.Sehingga, tanpa banyak menggunakan taktik supplication, Ridwan Kamil akan mendapat relawan banyak tanpa digaji hanya dengan mendekatkan diri dengan net generation. Jika seseorang tidak mengerti net genartion, maka seseorang tersebut tidak akan mengerti masa depan (Tapscott, 2008 dalam Budiargo, 2015).

Keberhasilan menggunakan media sosial dipandang sebagai salah satu faktor kesuksesan Ridwan Kamil saat menjadi walikota Bandung yang sedang diterapkan saat masa pra-kampanye. Dalam penelitian milik Lestari P (2017) mengenai studi kepemimpinan Ridwan Kamil sebagai walikota Bandung, “Kepemimpinan transformatif menjadi tipe pilihan yang ideal yang diharapkan masyarakat dengan pengembangan budaya kewargaan untuk mencapai demokrasi yang diidamkan. Gaya kepemimpinan yang terbuka, dinamis, komunikatif menjadi ciri yang menarik”. Karena Ridwan Kamil sudah lama memainkan media sosial dan selalu mempublikasinya kinerjanya sebagai Wali Kota Bandung. Ridwan Kamil diuntungkan dengan pemilih dari generasi millinial karena ia sudah lama berinvestasi dengan menarik simpati di sosial media. Terbukti dia berhasil dengan caranya di sosial media dengan jumlah followers dan komentar tiap unggahan yang semakin banyak. (Merdeka.com, Desember, 2017).

Dokumen terkait