• Tidak ada hasil yang ditemukan

Simpulan

Historikal transformasi masyarakat nelayan Ujung Kulon dimulai dengan terbukanya isolasi wilayah pesisir Ujung Kulon pada tahun 1970-an terkait dengan dibukanya akses jalan terkait dengan keberadaan Cagar Alam Ujung Kulon (CAUK). Pada tahun 1980-an dibangun prasarana jalan yang lebih baik yang memungkinkan dilewati oleh kendaraan roda empat. Hal ini merupakan tonggak sejarah penting yang menandai awal dari proses transformasi masyarakat yang lebih pesat. Keberadaan prasarana jalan menyebabkan lancarnya transportasi dan akses keluar masuk wilayah sekaligus membuka peluang penetrasi pasar ke wilayah ini. Secara sosiologis terbukanya wilayah mendorong penetrasi kapitalisme dan pengaruh pasar dalam kehidupan masyarakat dan menyebabkan transformasi masyarakat. Terbukanya wilayah menyebabkan perubahan situasi ekonomi antara lain (1) adanya introduksi budaya ekonomi baru yang dibawakan oleh sistem ekonomi pasar, (2) komersialisasi produk perikanan (peningkatan nilai ekonomi hampir semua produk perikanan), (2) akses terhadap pasar menjadi lebih mudah dan terbuka (3) adanya migrasi keluar dan migrasi masuk. Migrasi keluar mendorong terakumulasinya modal dari luar ke dalam desa karena penduduk yang bermigrasi atau bekerja di luar membawa penghasilannya kembali ke desa. Migrasi masuk para pemodal di sektor perikanan yang membuka peluang investasi modal dari luar, (4) masuknya modernisasi perikanan karena para pemodal membawa teknologi penangkapan baru seiring dengan peningkatan nilai ekonomis komoditas ikan-ikan tertentu dan dipergunakannya kapal-kapal motor yang memiliki kapasitas yang relatif lebih besar, (5) berkembangnya sektor pariwisata memungkinkan pasokan dana/modal untuk usaha perikanan dari sektor ini (permodalan lintas sektor).

Masuknya kapitalisme membawa sistem norma pasar menyebabkan terjadinya perubahan moralitas ekonomi masyyarakat. Pasar membawa masuk barang-barang baru, gaya hidup baru dan informasi-informasi baru serta kepuasan-kepuasan baru dimana kekayaan dan konsumsi merupakan bentuk kebutuhan baru yang harus dipenuhi oleh masyarakat. Norma pasar seperti selfish (mementingkan diri sendiri), memaksimumkan keuntungan dan kepuasan, individualisme, serta kompleksitas pasar mempengaruhi dan mengubah moralitas ekonomi masyarakat nelayan setempat. Perkembangan norma pasar semakin ditunjang oleh berkembangnya sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi seperti televisi, handphone, internet dan sebagainya. Beberapa aspek tertentu yang menjadi basis moralitas ekonomi nelayan yang erat kaitannya dengan mekanisme perekonomian masyarakat seperti orientasi bekerja keras, pandangan dan pengambilan keputusan investasi dan saving, basis resiprositas, sistem trust (kepercayaan) antar pelaku ekonomi dan kolektivitas ekonomi dan solidaritas.

Pada masa lalu sebelum mengenal pasar secara luas, masyarakat nelayan setempat digambarkan sebagai masyarakat sederhana yang bersahaja, sistem nilai yang mendasari orientasi bekerja adalah bekerja untuk pemenuhan kebutuhan subsistensi. Orientasi bekerja keras di masa kini berubah menjadi bertujuan mengejar kekayaan dan orientasi konsumsi. Pasar menjadikan kekayaan dan

konsumsi merupakan bentuk kebutuhan baru yang harus dipenuhi oleh masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa stratifikasi sosial di dalam masyarakat juga ditentukan oleh faktor kekayaan, sehingga orientasi bekerja masyarakat adalah berupaya sekeras mungkin untuk mengejar kekayaan dan memenuhi kebutuhan konsumsi akan beragam barang dan jasa yang disediakan oleh pasar. Gaya hidup konsumtif ini lekat dengan pandangan bahwa penghasilan yang didapatnya dengan kegiatan penangkapan ikan di laut merupakan hasil kerja keras yang harus dinikmati.

Pandangan dan pengambilan keputusan investasi dan saving juga berubah dari hubungan sosial yang memberikan jaminan, menjadi investasi atau saving dalam bentuk material produktif maupun konsumtif. Nelayan menganggap bahwa keputusan untuk melakukan saving atau investasi juga menentukan keberlangsungan perekonomian dan aktivitas perekonomian mereka, dimana faktor modal menjadi sangat penting dalam setiap aktivitas mata pencaharian. Salah satu anggapan yang mendorong nelayan untuk melakukan investasi dan saving adalah bahwa jika mereka ingin mencapai kemajuan dalam aktivitas ekonominya mereka harus memiliki kekuatan dalam hal ekonomi. Dan kekuatan ekonomi bisa dicapai dengan melakukan investasi. Beberapa hal yang menjadi dasar dari tumbuhnya budaya ekonomi baru terkait dengan investasi dan saving dalam masyarakat nelayan setempat adalah naluri berusaha dan kepercayaan diri untuk berinvestasi yang tinggi.

Adanya hubungan ekonomi yang terjalin berbasis ekonomi pasar dengan basis norma yang cenderung mementingkan kepentingan diri sendiri dan memaksimumkan keuntungan, maka risiko dan keputusan berada ditangan pelaku ekonomi secara personal. Dengan situasi ekonomi yang lekat dengan krisis dan ketidakpastian, dalam setiap aktivitas ekonominya nelayan selalu optimis dengan risiko kerugian. Nelayan juga terbiasa dan berpengalaman dengan ritme kehidupan yang tidak bisa diduga dan diekspektasi karena risiko kerugian selalu melekat dalam setiap aktivitas ekonomi mereka. Untuk menekan risiko kerugian mereka menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang ada, namun para nelayan tidak berusaha untuk menghindarinya karena dibalik semua risiko para nelayan melihat peluang untuk terus meningkatkan kondisi perekonomiannya. Hal inilah yang menjadi dasar dari kepercayaan diri untuk berinvestasi yang masih relatif tinggi. Adanya norma pasar untuk memaksimumkan keuntungan yang sudah merasuk di benak nelayan membuat nelayan ingin selalu mendapatkan penghasilan yang setinggi-tinginya. Dan jika ingin mendapatkan penghasilan yang tinggi, mereka harus memiliki modal usaha yang banyak dan berarti mereka harus melakukan strategi investasi dan saving yang diwujudkan dengan pemilikan sarana melaut yang layak. Adanya budaya konsumtif yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan nelayan menampakkan fakta yang berbeda bahwa terdapat kecenderungan bahwa tindakan ekonomi yang konsumtif ternyata merupakan sebagian bentuk dari strategi investasi, walaupun jikalau ditinjau dari aspek efesiensi dan efektivitas investasi, tindakan tersebut cenderung kurang efektif dan efesien. Namun cara atau strategi inilah yang dianggap paling mengakomodir tuntutan budaya konsumtif sekaligus sebagai strategi untuk berinvestasi.

Resiprositas menjadi basis nilai utama yang memberikan jaminan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam suatu hubungan ekonomi mendapatkan manfaat

ekonomi. Dalam ikatan sosial dan mekanisme ekonomi yang terbentuk selalu diwarnai oleh kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok masyarakat. Dilihat dari hubungan ekonomi patronase di masa lalu, pola pertukaran atau resiprositas ini tidak semata-mata mencerminkan hubungan sosial yang didasarkan pada rasionalitas ekonomi murni atau hubungan resiprokal seketika seperti dalam proses jual beli, melainkan juga didasarkan pada nuansa altruism (semangat untuk membantu dan mementingkan kepentingan orang lain). Prinsip resiprositas ini ternyata memiliki peran yang besar dalam mekanisme social security system masyarakat yang terefleksikan tingkat kepedulian sosial yang tinggi, saling membantu dan saling memperhatikan. Pada masyarakat yang demikian, situasi krisis dan ketidakpastian akan lebih mudah diatasi. Pada saat ini, prinsip resiprositas dalam kegiatan ekonomi sudah semakin berubah. Pola resiprositas yang muncul justru semakin didasarkan pada kepentingan personal atau individu masing-masing dengan dasar perhitungan cost dan benefit (manfaat). Pada saat para nelayan melakukan kegiatan mencari nafkah, terbangun prinsip resiprositas pada kelompok-kelompok ekonomi, dimana resiprositas berlangsung dalam suasana semua pihak (pelaku ekonomi) ingin mendapatkan manfaat dan keuntungan benar-benar dihitung menurut kalkulasi ekonomi. Dengan dasar norma ekonomi pasar, maka resiprositas yang berlangsung atas asas saling membutuhkan. Dan jika salah satu pihak lebih membutuhkan dari pihak lain, maka bargaining powernya akan lebih rendah dan terbuka peluang untuk eksploitasi.

Trust atau rasa percaya (mempercayai) merupakan suatu bentuk keinginan untuk mengambil risiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak, yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya. Saling percaya masih dibutuhkan oleh pelaku- pelaku ekonomi dalam sistem mata pencaharian nelayan setempat, namun trust yang ada tetap disertai dengan kontrol dan pengawasan, serta didasari dengan dasar aturan yang jelas dan norma-norma ekonomi. Hubungan pelaku-pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nelayan setempat didasarkan pada rasa saling mempercayai yang memungkinkan unsur-unsur masyarakat nelayan tersebut bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada keberlangsungan kegiatan mencari nafkah. Walaupun demikian pelaku-pelaku ekonomi tersebut tetap memberlakukan aturan-aturan tertentu sebagai kontrol untuk menghindari pihak tertentu melanggar kepercayaan pihak yang lain.

Penetrasi norma budaya pasar yang cenderung mementingkan diri sendiri dan interaksi ekonomi yang bersifat kontraktual serta mencari keuntungan sebanyak-banyaknya menciutkan atau menipiskan norma-norma solidaritas dan kolektivitas dalam masyarakat nelayan setempat. Di masa lalu, solidaritas yang tinggi dan aturan kolektivitas dalam masyarakat nelayan setempat sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk perilaku yang tumbuh dalam masyarakat, dimana tercipta rasa kebersamaan atau solidaritas diantara individu secara vertikal dan horizontal yang berorientasi mengutamakan kepentingan bersama. Kolektivitas, kebersamaan dan solidaritas dalam aktivitas ekonomi di masa kini tetap dipertahankan, oleh karena mata pencaharian sebagai nelayan merupakan mata pencaharian yang aktivitas ekonominya cenderung dilakukan berkelompok. Namun, seiring merasuknya budaya pasar, kolektivitas dan

kebersamaan yang tadinya cenderung berorientasi mengutamakan kepentingan bersama menjadi kolektivitas yang cenderung mengutamakan kepentingan diri sendiri, artinya mekanisme kolektivitas cenderung ditentukan oleh mekanisme saling ketergantungan yang lebih berbasis pada norma-norma ekonomi. Value introjection atau rasa tanggung jawab yang memaksa individu sesuai dengan perilaku kolektif dengan dasar sistem nilai tertentu yang sebelumnya bekerja di level komunitas berubah menjadi tumbuh pada kelompok-kelompok kecil secara parsial dan memiliki keterkaitan erat sebagai kelompok kerja. Kelompok- kelompok kerja ekonomi terbentuk melalui kegiatan ekonomi yang melakukan pertukaran timbal balik individu dengan prinsip saling membutuhkan dan saling menguntungkan didasarkan pada perhitungan ekonomi dan prinsip-prinsip ekonomi. Prinsip manfaat kebersamaan bukan dilihat dari kacamata kelompok melainkan lebih dilihat dari kacamata personal sehingga prinsip saling ketergantungan atau saling membutuhkan dan saling menguntungkan yang justru menentukan kelanggengan kolektivitas, kebersamaan dan solidaritas dalam kelompok. Dengan kata lain saling ketergantungan dan saling membutuhkan dalam rangka mendapatkan keuntungan ekonomi personal menjadi dasar dari kolektivitas dan kerjasama ekonomi menggantikan basis norma solidaritas, kebersamaan dan kolektivitas berbasis moralitas yang cenderung mementingkan kepentingan bersama.

Dalam konteks perubahan moralitas ekonomi nelayan, bahwa ada aspek- aspek tertentu dalam moralitas ekonomi yang berubah ternyata dapat menjadi motivasi ekonomi yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi pasar. Salah satu aspek budaya asli nelayan yang cenderung bekerja keras merupakan salah satu motivasi ekonomi yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi pasar. Orientasi bekerja keras semakin kuat ketika tujuannya mengejar kekayaan dan konsumsi yang juga berarti mencapai kemuliaan dalam masyarakat. Situasi ini akan menuntut semangat bekerja untuk mengejar keuntungan ekonomi sebanyak- banyaknya. Semangat untuk mengejar keuntungan ekonomi didukung oleh meningkatnya kepercayaan diri untuk berinvestasi dan saving yang didasari oleh optimisme dengan risiko kerugian. Di sisi yang berbeda pengaruh norma ekonomi pasar ternyata justru melemahkan mekanisme social security system masyarakat nelayan oleh karena introduksi budaya pasar justru mengubah sistem nilai yang mendasari resiprositas, trust, kolektivitas dan solidaritas yang semula menjadi basis nilai utama dari mekanisme social security masyarakat nelayan.

Dari dimensi perubahan institusi, penetrasi norma pasar yang terjadi membawa perubahan signifikan dalam institusi patronase yang merupakan social security institution yang keberadaannya sangat signifikan dalam perekonomian nelayan. Pada masyarakat nelayan Ujung Kulon terjadi transformasi institusi patronase dari patronase yang cenderung berbasis norma tradisional (moralitas asli) menjadi patronase berbasis norma ekonomi pasar di masa kini. Perubahan terjadi pada aktivitas ekonomi pertukaran dan transaksi ekonomi serta dasar pengambilan keputusan seluruh pelaku-pelaku ekonomi.

Jika ditinjau dari perubahan-perubahan yang terjadi, institusi patronase berbasis moralitas lebih memberikan “economic security” kepada nelayan (klien), karena basis norma tradisional yang terdapat dalam hubungan patronase pada masa ini justru memberikan jaminan ekonomi yang relatif lebih tinggi kepada nelayan (klien) ketika menghadapi krisis. Patron memberikan memberikan

jaminan atas pemenuhan kebutuhan subsistensi klien. Dalam hal ini institusi patronase memenuhi fungsi sebagai social security institution yang dapat menjamin nelayan (klien) dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi subsistensi. Institusi patronase berbasis norma ekonomi pasar memberikan jaminan ekonomi yang relatif lebih rendah dalam menghadapi risiko krisis. Hal ini disebabkan adanya fakta bahwa norma pasar yang mendasari interaksi dan transaksi ekonomi dalam institusi patronase di masa kini kurang memberikan jaminan atas pemenuhan kebutuhan nelayan klien pada situasi krisis.

Konsekuensi atas berlakunya norma ekonomi pasar terkait dengan

berkurangnya “economic security” nelayan (klien) dalam hubungan ekonomi patronase antara lain:(1) transaksi didasari perhitungan ekonomi yang cenderung mengurangi solidaritas vertikal di antara keduanya, (2) relasi yang terbangun lebih didasarkan pada hubungan kontrak yang telah ditetapkan, (3) hubungan patronase terbentuk atas asas saling membutuhkan, namun keduanya juga saling mementingkan diri sendiri (self interest), (4) ikatan ekonomi yang terbentuk cenderung tergantung kepentingan ekonomi, sehingga sifatnya kurang langgeng. Ikatan ekonomi setiap saat bisa saja putus karena kepentingan ekonomi yang berubah, sehingga ikatan ekonomi yang ada tidak memberikan jaminan ekonomi.

Norma ekonomi pasar membawa perubahan pada mekanisme social security system masyarakat nelayan. Mekanisme social security system tumbuh dalam masyarakat atau komunitas nelayan setempat terkait dengan aspek gagasan idiil dan bekerjanya sistem institusi ekonomi (patronase dan institusi lain) yang ada. Adanya tranformasi basis norma institusi mengharuskan perubahan mekanisme social security rumah tangga nelayan. Mekanisme social security merupakan strategi tindakan ekonomi survival nelayan untuk menciptakan economic security yang dapat membuat nelayan dapat bertahan dalam menghadapi situasi ekonomi krisis.. Di masa lalu, pada era awal masyarakat setempat mulai terbuka secara ekonomi, mekanisme social security terlekat pada institusi patronase sehingga tindakan ekonomi survival terwujud pada seberapa jauh nelayan dapat membangun hubungan patronase yang dapat memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan subsistensi. Dimasa kini ketika institusi patronase tidak dapat sepenuhnya berfungsi sebagai social security insitution, maka mekanisme ekonomi social security masyarakat ditentukan oleh seberapa kuat mereka membangun jaringan dan relasi ekonomi baru yang disediakan pasar, pola nafkah ganda dan alokasi tenaga kerja rumah tangga serta strategi coping.

Relasi ekonomi dibangun oleh nelayan terkait dengan tujuan bagaimana melakukan kegiatan penangkapan ikan (melaut) yaitu relasi untuk mendapatkan modal usaha, sarana, alat, tenaga kerjadan kegiatan memasarkan ikan. Nelayan membangun pola relasi ekonomi baru yang disediakan pasar untuk dapat survive dalam setiap aktivitas perekonomiannya. Strategi ekonomi ini dibangun dengan memanfaatkan jaringan sosial dan pola relasi ekonomi dan kelompok ekonomi baik kelompok vertikal maupun horizontal untuk mengatasi kondisi krisis. Dalam strategi pola nafkah ganda, sektor di luar perikanan merupakan sumber nafkah penting untuk menutup kekurangan pendapatan dari sektor perikanan. Alokasi tenaga kerja rumah tangga berarti upaya untuk memanfaatkan potensi tenaga kerja rumah tangga baik pria maupun wanita dan anak dalam kegiatan ekonomi dan menambah pendapatan rumah tangga baik bersumber dari sektor perikanan maupun di luar sektor perikanan. Di sisi lain untuk menekan pengeluaran rumah

tangga pada situasi krisis, rumah tangga nelayan melakukan strategi coping rumah tangga. Strategi coping ditempuh rumah tangga nelayan untuk dapat membantu menyelesaikan masalah defisit antara pengeluaran dan pendapatan rumah tangga yang terjadi pada saat musim tangkapan sedikit dan paceklik. Kebiasaan rumah tangga nelayan yang memperbesar jumlah pengeluaran rumah tangga pada saat tangkapan banyak dan mengurangi pengeluaran konsumsi pada saat pendapatan kecil di masa paceklik menentukan coping strategy yang dilakukan.

Mekanisme ekonomi ini dibangun dengan memanfaatkan jaringan sosial dan pola relasi ekonomi yang disediakan pasar terkait dengan tujuan jangka pendek untuk mengatasi keadaan darurat pada situasi krisis, juga untuk menjaga posisi survival dan untuk meningkatkan ekonomi serta mencapai basis ekonomi yang lebih establish dan lebih baik.

Implikasi Teoritis

Penelitian ini mendalami social security system yang dikonstruksikan secara sosial oleh masyarakat nelayan untuk bertahan dari situasi krisis dan ketidakpastian ekonomi yang menjadi ciri khas perekonomian nelayan. Social Security System masyarakat nelayan didalami dalam kerangka transformasi masyarakat untuk memahami secara mendalam mekanisme apa yang dilakukan individu dan masyarakat untuk mempertahankan sistem sosial tetap secure apapun perubahan atau transformasi masyarakat yang terjadi.

Institusi patronase merupakan institusi yang sangat penting dalam sistem penghidupan nelayan. Patronase juga sebagai social security system tradisonal masyarakat nelayan. Fakta empiris menjelaskan bahwa terbukanya akses wilayah dan penetrasi sistem ekonomi pasar membawa perubahan signifikan dalam institusi patronase masyarakat nelayan Ujung Kulon. Terjadi transformasi basis norma institusi patronase dari berbasis norma tradisional (moralitas asli) menjadi patronase berbasis norma ekonomi pasar di masa kini. Perubahan terjadi pada aktivitas ekonomi pertukaran dan transaksi ekonomi serta dasar pengambilan keputusan seluruh pelaku-pelaku ekonomi. Fakta ini menjelaskan adanya perubahan institusi patronase dari institusi yang dimaknai oleh (Scott. 1972) menjadi institusi patronase yang dimaknai oleh Popkin (1986). Scott (1972) menyebut patronase merupakan hubungan pertukaran satu pihak memiliki status sosial ekonomi lebih tinggi (patron) menggunakan pengaruh dan sumber daya sendiri untuk memberikan perlindungan atau manfaat, atau keduanya, untuk pihak yang memiliki status lebih rendah (klien) yang membalasnya dengan menawarkan dukungan umum dan bantuan, termasuk jasa pribadi kepada patron. Dari definisi tersebut terkandung makna moralitas yang terkandung dalam ikatan ekonomi vertikal, dimana kedua belah pihak yang terlibat dalam satu ikatan saling beresiprositas dan bertukar dalam hal manfaat hubungan keduanya.

Institusi ekonomi patronase berbasis moralitas seperti digambarkan Scott dalam sistem ekonomi nelayan Ujung Kulon bertahan hingga di era tahun 1980- an. Pada era tersebut nelayan mengandalkan jaminan dan perlindungan patron (para pemodal dan pengusaha dari luar wilayah) untuk memenuhi kebutuhan subsistensi mereka, terutama pada saat krisis. Sebagai gantinya para nelayan menjadi anak buahnya yang setia. Mekanisme ekonomi ditujukan untuk menciptakan harmoni walaupun kedua belah pihak memiliki orientasi kepentingan ekonomi yang berbeda (patron ingin keuntungan dan loyalitas klien dan klien ingin dicukupi semua kebutuhannya). Klien cenderung loyal terhadap patronnya karena patron sudah memberikan jaminan yang pasti atas kebutuhan subsistensinya.

Setelah kapitalisme dan norma pasar masuk institusi patronase nelayan Ujung Kulon menjadi berbasis norma ekonomi pasar selaras yang digambarkan Popkin (1986) bahwa sistem institusi ekonomi patronase sudah memainkan etika ekonomi yang sangat rasional (berdasar norma pasar), sehingga etika-etika ekonomi, pola relasi dan rasionalitas yang mendasarinya sudah mencerminkan bahwa pelaku ekonomi dalam institusi patronase memiliki moralitas ekonomi pasar. Fakta empiris menunjukkan bahwa berubahnya moralitas ekonomi yang menjadi basis norma institusi patronase ini menjadikan prinsip mementingkan

kepentingan bersama, guyub dan berkeadilan berubah menjadi berorientasi mengejar keuntungan sehingga patron menjadi lebih kapitalistik.

Gambar 78. Posisi Penelitian Disertasi Ditinjau dari Teoritisasi Ekonomi Moralitas dan Ekonomi Rasional

Fakta empiris juga menunjukkan bahwa norma pasar yang cenderung mementingkan diri sendiri dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya menipiskan norma-norma yang terkait dengan solidaritas, kolektivitas dan sistem trust. Hal ini sejalan yang dikemukakan oleh Polanyi (1992) bahwa pasar menuntun suatu logika baru dimana bahwa tindakan ekonomi semakin tidak melekat dengan dimensi sosial.

Dari pendalaman terhadap fakta empiris yang telah dilakukan dan terkait dengan implikasi teoritis, maka konseptualisasi gagasan yang dapat dikemukakan pada penelitian disertasi ini adalah bahwa telah terjadi perubahan moralitas ekonomi Nelayan Ujung Kulon. Sistem ekonomi nelayan Ujung Kulon berubah dari moralitas ekonomi asli (berbasis norma asli) menuju moralitas ekonomi formal (berbasis norma pasar). Perubahan tersebut dimulai dari perubahan di lapangan gagasan idiil (rasionalitas). Bahwa rasionalitas Nelayan Ujung Kulon telah berubah dari rasionalitas moral yang berbasis pada nilai-nilai substantif

(value rationality) menjadi rasionalitas formal yang berbasis nilai-nilai

instrumental (instrumental rationality). Selanjutnya tindakan ekonomi berorientasi nilai substantif berubah menjadi tindakan ekonomi berorientasi instrumental. Dalam hal ini tidak menafikkan adanya rasionalitas dengan nilai- nilai substantif masih bertahan dalam konteks hubungan sosial, namun batas di antara kedua ruang rasionalitas tersebut menjadi semakin jelas dan kurang terlekat

satu sama lain. Konsekuensinya “ruang kultural pasar” dan “ruang kultural non

Gambar 79. Pembahasan dalam Disertasi terkait Basis Nilai dalam Sistem Gagasan (idiil) danTindakan Ekonomi

Dari pendalaman terhadap fakta empiris yang telah dilakukan dan terkait dengan konseptualisasi gagasan yang dapat dikemukakan pada penelitian disertasi ini adalah bahwa masuknya norma pasar menentukan perubahan yang terjadi dalam mekanisme social security system masyarakat nelayan Ujung Kulon. Norma pasar mengurangi jaminan social security system tradisonal terhadap nelayan kecil, namun disisi lain menumbuhkan norma ekonomi yang berguna untuk mempertahankan keberlanjutan, mendorong pertumbuhan dan kemajuan ekonomi nelayan pemodal. Norma pasar mengubah basis moralitas ekonomi yang mendasari mekanisme institusi patronase, sehingga hubungan/relasi sosial dan mekanisme ekonomi masyarakat yang menjadi penyusun kekuatan dari social security juga berubah. Basis norma moralitas yang menentukan social security system fungsional di tingkat komunitas menjadi menipis, sehingga mekanisme