• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsentrasi IgA serum

J. Sistem Imun

Sistem kekebalan tubuh terdiri dari mekanisme pertahanan, homeostatis, dan pengawasan. Mekanisme pertahanan meliputi pemusnahan mikroorganisme yang

berhasil memasuki tubuh, sedangkan mekanisme homeostatis meliputi pemusnahan sel-sel yang aus. Mekanisme pengawasan berfungsi mendeteksi dan menghancurkan sel yang termutasi, atau menunjukkan tanda-tanda tidak normal karena terinfeksi oleh virus atau mikroorganisme lain (Zakaria, 1996).

Sistem pertahanan tubuh terdiri dari berbagai mekanisme yang secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua kategori yaitu kekebalan adaptif dan non adaptif (Harlow dan Lane, 1999). Kekebalan non adaptif diperantarai oleh sel yang merespon terhadap molekul asing secara tidak spesifik dan termasuk di dalamnya sistem fagositosis oleh makrofag, sekresi lisozime, dan sel lisis oleh natural killer

(NK). Kekebalan non spesifik tidak berkembang atau bertambah kuat dengan meningkatnya paparan terhadap molekul asing secara berulang kali.

Sementara itu pada kekebalan spesfik/adaptif ditujukan untuk melawan molekul asing yang spesifik dan akan bertambah kuat dengan terjadinya paparan yang berulang kali. Kekebalan spesifik/adaptif diperantarai oleh sel-sel limfosit yang dapat mensintesis reseptor permukaan sel atau mensekresikan protein yang dapat berikatan secara spesifik dengan molekul asing. Protein yang disekresikan ini dikenal dengan nama antibodi. Molekul asing yang dapat berikatan dengan antibodi disebut antigen. Gambar berikut ini memberikan penjelasan secara skematik sistem imun non spesifik (innate) dan spesifik (adaptif/acquired)

Gambar 1 . Skema sistem imun nonadaptif (innate) dan adaptif (acquired) Sumber: Roitt’s Essential Immunology 2001

Dalam sistem kekebalan spesifik, mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali muncul dalam badan segera dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitasi sel-sel sistem imun tersebut. Bila sel-sel imun yang sudah tersensitasi tersebut terpajan/terpapar kembali dengan benda asing yang sama, maka benda asing yang terakhir ini akan dikenal lebih cepat, kemudian dihancurkan olehnya. Sistem imun spesifik secara umum bekerjasama antara antibodi-komplemen-fagosit dan antara sel T- makrofag (Baratawijaya, 2002).

Pada sistem kekebalan spesifik terdapat dua populasi sel limfosit yang berperan yaitu Limfosit B yang menghasilkan kekebalan humoral dan sel limfosit T yang menghasilkan kekebalan seluler (Roitt, 2001). Kedua populasi limfosit

merupakan anggota sel darah putih yang mulai berkembang dari sel awal pada kehidupan janin haematopoietik yang diproduksi di sum-sum tulang.

Yang berperan dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B atau sel B. Humor berarti cairan tubuh. Sel B tersebut berasal dari sel asal multi poten. Bila sel B dirangsang oleh benda asing, sel akan berproliferasi dan berkembang menjadi sel plasma yang dapat membentuk antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan di dalam serum. Fungsi utama antibodi ini adalah pertahanan terhadap infeksi ekstraseluler, virus dan bakteri serta menetralisir toksinnya (Baratawidjaya, 2002) Sel limfosit B menjadi dewasa dalam sum-sum tulang dan dalam kelenjar-kelenjar limfa setelah bermigrasi dari sum-sum. Sel ini bertanggung jawab terhadap serangan sel dan senyawa asing dengan mensintesis antibodi dimulai dengan aktivitas seluler ketika sel B bertemu dengan antigen. Setelah pertemuan dengan antigen, sel B mengalami aktivitas seluler, berubah menjadi limfoblast lalu berproliferasi dan mensintesis antibodi antigen yang ditemuinya. Sel B dapat mensintesis lima jenis antibodi yaitu IgG, IgM, IgA, IgE, dan IgD dan melepasnya ke dalam darah untuk memusnahkan antigennya dengan membentuk kompleks antibodi (Kresno, 1996 ).

Antibodi akan dilepas ke dalam darah untuk memusnahkan antigen dengan cara membentuk kompleks antibodi-antigen secara spesifik (Roitt dan Delves, 2001). Antibodi termasuk dalam kelompok besar glikoprotein yang memiliki struktur kunci dan ciri-ciri fungsional. Secara fungsional, antibodi dapat dibedakan berdasarkan

kemampuannya untuk berikatan baik terhadap antigen maupun terhadap sel atau protein tertentu dalam sistem imun.

Gambar 2. Distribusi Organ dan Jaringan limfosit di seluruh Tubuh Sumber: Roitt’s (2001)

Secara struktur, antibodi terdiri dari satu atau lebih copy dari unit karakteristik yang dapat divisualisasikan memiliki be ntuk seperti huruf Y. Tiap-tiap Y mengandung 4 polipeptida, dua di antaranya dikenal sebagai heavy chain dan dua lainnya sebagai light chain. Setiap satu jenis sel limfosit B hanya memproduksi satu jenis antibodi anti terhadap antigen tertentu. Limfosit ya ng terpicu oleh adanya

antigen akan mengalami proliferasi membentuk klon sel plasma yang akan memproduksi antibodi antigen yang ditemuinya, system ini disebut seleksi klonal (Roitt, 2001).

Gambar 3. Seleksi klonal dalam pembentukan antibodi dan sel memori setelah kontak pertama dengan antigen

Sumber: Roitt ( 2001)

Setelah rangsangan antigen, Limfosit B akan mengalami proses perkembangan (maturation) melalui 2 jalur, yaitu: 1) berdiferensiasi menjadi sel plasma yang membentuk immunoglobulin (antibody), dan membelah lalu kembali ke

dalam keadaan istirahat sebagai sel memori (Kresno, 1996). Sel memori membutuhkan siklus lebih pendek sebelum berkembang menjadi sel efektor (sel plasma), hal ini mempercepat reaksi tubuh bila terjadi pemaparan sekunder dari antigen yang sama (Roitt, 2001).

Kemampuan respon imun pada saat orang berusia lanjut akan mengalami penurunan. Proses penuaan menimbulkan abnormalitas sistem imun yang memberi kontribusi pada sebagian besar penyakit akut dan kronik pada usia lanjut. Banyak faktor eksternal yang mempengaruhi hal ini, seperti nutrisi, populasi, bahan kimia, sinar ultraviolet, genetik, riwayat penyakit , pengaruh neuendokrin dan endokrin serta variasi anatomi, semua ini akan mengganggu fungsi sistem imun ( Subowo, 1993; Alder dkk, 1990).

Meningkatnya usia menyebabkan sekresi mukus lambat, angka klirens dan jumlah mukus total paru berkurang, sekresi kelenjar keringat berkurang, kulit cenderung kering, dan pH cairan lambung meningkat. Semua hal tersebut dapat menimbulkan kolonisasi bakteri yang meningkat oleh karena tubuh tidak efisien menghilangkan bakteri dan virus (Alder dkk, Yoshikawa, 1990; Soeharyo dkk, 1994). Salah satu perubahan yang terjadi ialah pada kemampuan sistem imun humoral yang dapat dinilai dengan menghitung jumlah limfosit atau mengukur kadar imunoglobulin dalam serum. Usia yang bertambah akan diikuti dengan perubahan perbandingan populasi limfosit T. Hal ini ditunjukkan oleh perubahan kadar Immunoglobulin. Kenaikan kadar IgA dan IgG dalam serum diikuti kenaikan kadarnya dalam cairan otak. Sekresi Ig A (sIgA) merupakan bagian dari sistem imun

sekretori berfungsi sebagai aktivitas antiviral seperti pada infeksi akibat rhinovirus, adenovirus, cehovirus dan virus morbili. Aktivitas lainnya adalah sebagai anti toksin pada beberapa mirkoorganisme yang menghasilkan eksotoksin seperti V.cholerae dan anti mikroba pada Steptococcus mutan yang membentuk plak pada permukaan gigi sebagai awal dari karies gigi (Sigal dkk, 1994; Subowo, 1993).

Respon Imun Pada Permukaan Mukosa (MALT)

Sistem imun pada permukaan mukosa disebut dengan MALT ( mucosa-associated lymphoid tissue), membran mukosa adalah merupakan pertahanan pertama inang dari lingkungan di luar tubuh. Permukaan mukosa terdapat di sepanjang rongga internal yang meliputi rongga hidung, rongga mulut, saluran pernafasan, saluran pencernaan (gastrointestinal tract=GI tract), dan saluran genital (Roitt dan Delves, 2001 ; Kiyono, 1997).

Saluran cerna orang dewasa mempunyai luas permukaan sekitar 400m2 . Permukaan yang luas tersebut selalu terpajan dengan berbagai mikroba dan makanan yang mungkin dapat menerangkan mengapa 2/3 seluruh sistem imun ada di saluran cerna. Peyer’s patch merupakan agregat folikel limfoid di mukosa gastrointestinal yang ditemukan di seluruh jejunum dan ileum (terbanyak di ileum terminal). Peyer’s patch merupakan tempat precursor sel B yang dapat melakukan switching untuk memproduksi IgA (Baratawidjaya, 2002).

MALT membentuk satu sistem hubungan sekretori dimana sel lifosit yang teraktivasi oleh antigen, terutama yang memproduksi IgA dan IgE, akan bersirkulasi

pada seluruh permukaan mukosa membentuk sistem imun mukosal (Roitt dan Delves, 2001). Mekanisme respon imun mukosal ini akan terjadi bila antigen masuk melalui jalur mulut. Respon imun yang paling umum terjadi adalah respon imun humoral yaitu peningkatan jumlah sel pensekresi IgA dan IgA sekretori meskipun sel pensekresi IgG, IgE, dan IgM juga ada dalam jumlah dan tingkat aktivitasnya jauh lebih rendah (Perdigon, et al, 1995 dan Erickson dan Hubbard, 2000)

Immunoglobulin A

Antibodi IgA memiliki satu, dua atau tiga unit Y. Setiap unit Y memiliki tiga domain protein. Dua domain bersifat identik dan membentuk dua lengan dari unit Y. setiap lengan memiliki tempat untuk berikatan dengan antigen secara spesifik yang disebut dengan epitop. Domain ketiga membentuk bagian dasar unit yang penting untuk beberapa aktivitas respon imun seperti aktivasi makrofag dan komplemen (Harlow dan Lane, 1999)

Imunoglobulin A (IgA) ditemukan dalam dua bentuk yaitu serum dan dalam berbagai sekresi yang merupakan bagian terbanyak. Komponen sekretori melindungi IgA dari protease mamalia, sIgA melindungi tubuh oleh karena dapat bereaksi dengan molekul adhesi dari pathogen potensial dan mencegah adherens dan kolonisasinya dalam sel pejamu. IgA juga dapat bekerja sebagai opsonin, oleh karena neutrofil, monosit dan makrofag memiliki reseptor untuk Fca (Fca-R) sehingga dapat meningkatkan efek bakteriolitik komplemen dan menetralisasi toksin.

Di dalam serum, IgA ditemukan dengan jumlah sedikit, tetapi kadarnya dalam cairan sekresi saluran nafas, saluran cerna, saluran kemih, air mata, keringat, ludah, dan air susu ibu lebih tinggi dalam bentuk IgA sekretori (sIgA). Baik IgA dalam serum maupun dalam sekresi dapat menetralisasi toksin atau virus dan mencegah terjadinya kontak antara toksin atau virus dengan sel alat sasaran. (Baratawidjaya, 2002).

Imunoglobulin A (IgA) dalam serum dapat mengaglutinasikan kuman, mengganggu motilitasnya sehingga memudahkan fagositosis (opsonisasi) oleh sel polimorfonuklier. IgA sendiri dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif, tidak seperti halnya dengan IgG dan IgM, yang dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik (Baratawidjaya, 2002).

IgA sekretori (sIgA) dalam bentuk polimerik menjadi stabil oleh ikatan polipeptida rantai J (sistein kaya polipeptida) dengan berat molekul (BM) 15000 (Roitt dan Delves, 2001) dan mengandung komponen sekretori. IgA sekretori ideal untuk menjaga permukaan mukosa dari antigen karena tahan terhadap proteolisis intraluminal dan tidak menimbulkan respon inflamasi (Salminen, et al., 1998c).

Imunoglobulin A adalah kelas imunoglobulin kedua terbanyak setelah IgG. IgA plasma pada umumnya dijumpai dalam bentuk monomerik dan merupakan 15 persen dari kadar imunoglobulin total. Paruh waktunya adalah 5 – 6 hari (Kresno, 1996). Konsentrasi imunoglobulin A normal di darah adalah 1.4-4 mg/ml serum (Roitt dan Delves, 2001).

Gambar 4. Transpor IgA melalui epitel Sumber: Baratawidjaya (2002)

Defisiensi IgA sering disertai dengan dibentuknya antibodi terhadap antigen makanan dan inhalan pada alergi. Kadar IgA yang tinggi ditemukan pada infeksi kronik saluran nafas dan cerna, seperti tuberculosis, sirosis alkoholik, penyakit celiac, colitis, ulseratif dan penyakit crone. Fungsi IgA serum dalam bentuk monomerik belum banyak diketahui.

Penurunan Imunitas pada lansia

Kemampuan respon imun pada saat orang berusia lanjut akan mengalami penurunan. Proses penuaan menimbulkan abnormalitas sistem imun yang memberi kontribusi pada sebagian besar penyakit akut dan kronik pada usia lanjut. Banyak faktor eksternal yang mempengaruhi hal ini, seperti: nutrisi, populasi, bahan kimia, sinar ultraviolet, genetik, penyakit yang pernah diderita , pengaruh neuendokrin dan

endokrin serta variasi anatomi akan mengganggu fungsi sistem imun ( Subowo, 1993; Alder dkk, 1990 ).

Degenerasi terhadap thymus (kelenjar kecil di bagian leher yang bertanggungjawab terhadap pemeliharaan T-lymphocytes untuk mengkoordinasi sistem kekebalan tubuh) terjadi secara berangsur-angsur. B-lymphocytes, sel yang menghasilkan antibodi juga kehilangan fungsinya. Dengan kata lain, terjadinya penurunan sistem kekebalan karena kemampuan tubuh untuk merespon serangan mikroskopis dan kemampuan produksi antibodi berkurang akibat proses penuaan (Wirakusuma, 2002).

Meningkatnya usia menyebabkan sekresi mukus lambat, angka klirens dan jumlah mukus total paru berkurang, sekresi kelenjar keringat berkurang, kulit cenderung kering, pH cairan lambung meningkat. Semua hal tersebut dapat menimbulkan kolonisasi yang meningkat oleh karena tubuh tidak efisien menghilangkan bakteri dan virus (Alder dkk, Yoshikawa, 1990; Soeharyo dkk, 1994).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa keadaan malnutrisi protein dan energi berpengaruh terhadap lemahnya kekebalan tubuh khususnya sel yang bertanggungjawab terhadap sistem kekebalan tubuh. Dengan demikian perbaikan asupan gizi pada lansia dapat memperbaiki sistem kekebalan tubuhnya. Penurunan sistem kekebalan menjadikan lansia rentan terhadap berbagai serangan penyakit infeksi. Menjelang usia lanjut frekuensi sakit pada orang tua menjadi lebih sering dibandingkan saat muda. Pola penyakit yang menyerang lansia erat hubungannya

Dokumen terkait