• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM LOKAS

4.2 Sumber-Sumber Agraria dan Sistem Pertanian Setempat

4.2.3 Sistem Pertanian

Sistem pertanian utama di Desa Ciasmara didominasi sistem bersawah dengan tanaman padi sebagai tanaman utama yang ditanaman penduduk setiap satu musim tanam atau lima bulan sekali dan bisa juga tiga musim tanam dalam satu tahun. Tanaman palawija juga ditanam oleh beberapa petani disekitar sawahnya. Pada pertanian padi para petani di Desa Ciasmara memakai benih Ciherang, IR 64, Memberango, Situ Bagendit, Mekongga dimana hasil rata-rata gabah kering panen per hektar per musim adalah enam ton. Pengaturan sistem irigasi lahan pertanian dilakukan oleh ulu-ulu yakni petugas yang mengurus irigasi persawahan. Irigasi dilakukan secara adil untuk semua petani di Desa Ciasmara.

Pemilik tanah 397

Penggarap tanah 362

Buruh tani 434

Berdasarkan kenyataan di lapangan menunjukan bahwa frekuensi penanaman di lahan sawah tergantung dari apakah sawah yang dikerjakan para petani itu adalah lahan milik mereka sendiri ataukah lahan sewaan. Jika tanah sawah yang dikerjakan itu merupakan lahan sewaan, biasanya para petani penggarapnya memeras tanah yang disewanya untuk berproduksi secara terus- menerus. Artinya pemberaan lahan tidak akan dilakukan pada tanah tersebut akibat tekanan faktor ekonomi yang sangat diperhitungkan oleh para petani penyewa, tetapi apabila lahan sawah merupakan milik petani sendiri, maka biasanya pengolahan tanah akan lebih diperhatikan untuk menjaga kesuburan tanah dengan melakukan pemberaan lahan dengan waktu secukupnya.

Terdapat beberapa tahap sejak pengolahan tanah sebelum tanam hingga panen dilakukan. Dimana tahapan penanaman telah membudaya dan menjadi kebiasaan bagi petani setempat dalam kegiatan penanaman padi. Sistem pertanian dan perkembangan pertanian di desa Ciasmara sudah sangat baik dalam melakukan penanaman padi yang dilakukan petani. Hal ini diindikasikan dengan pemanfaatan teknologi di bidang pertanian.

Para petani telah menggunakan bibit unggul, pupuk, bajak dengan mesin traktor (Lihat Gambar 10), dan pengairan sawah. Namun kendala yang dihadapi petani pada saat ini yakni masih kesulitan dalam menanggulangi hama-hama penyakit yang menyerang tanamannya. Ketergantungan petani terhadap teknologi modern di bidang pertanian dapat mengakibatkan tergesernya pengetahuan lokal yang mereka miliki. Proses modernisasi di bidang pertanian ini banyak merubah tata kehidupan masyarakat di Desa Ciasmara.

Pemilik lahan atau penggarap lahan biasa mempekerjakan buruh tani dalam mengolah lahannya. Penggunaan tenaga kerja keluarga pun masih lazim digunakan di Desa Ciasmara. Pada saat musim tanam tidak jarang kita menjumpai seorang petani dengan keluarga yakni istri dan anaknya yang sudah cukup besar membantu membersihkan rumput disela-sela tanaman padi yang kira-kira berumur dua minggu setelah tanam disawahnya.

Biasanya seminggu setelah ditanam, petani melakukan pemupukkan terhadap padi dengan memakai pupuk berimbang antara lain: pupuk Urea 250 kilogram, TSP 100 kilogram, KCl 100 kilogram atau Urea 100 kilogram dan Ponska 300 kilogram yang ditebarkan. Pemupukkan biasanya dilakukan dua kali dimana pada pertama pemupukkan petani lebih banyak memberikan pupuk pada tanaman padinya dibandingkan pada saat pemupukkan kedua. Hal ini karena pada saat padi memerlukan pupuk pertama kalinya sangat membutuhkan pupuk yang cukup untuk merangsang perkembangan secara maksimal.

Pada kegiatan pemanenan sistem derepan atau dikenalnya kuli ngepak masih berlaku pada sistem pertanian di Desa Ciasmara. Biasanya para pemilik atau penggarap sawah diperbantukan penderep yang berasal dari saudara kandung atau tetangga mereka sendiri. Para penderep itu berasal dari tenaga kerja yang pada masa tanam melakukan tandur beserta keluarganya. Cara menuai padi yang dilakukan oleh para penderep adalah dengan ngerit padi, biasanya dilakukan kaum laki-laki dengan memakai arit, lalu digebot atau dirontokan di atas terpal plastik. Setelah digebot maka para perempuan akan menyilir gabah-gabah yang berhasil dirontokkan agar jerami-jeraminya terpisah diterbangkan angin. Setiap penderep umumnya memperoleh pembagian bawon satu kilogram gabah utuk

setiap sepuluh kilogram gabah yang berhasil mereka kumpulkan. Selain itu mereka juga mendapatkan jatah makan dari pemilik sawah di saat melakukan derepan.

Gambar 10. Sebuah petak sawah di Desa Ciasmara sedang di bajak dengan mesin. Menyangkut penguasaan lahan melalui sistem sewa lahan sawah dimana masa sewa itu selama satu musim panen berlaku di desa tersebut. Untuk penggarapan lahan sawah antara pemilik dengan para penggarap, melalui sistem sewa yakni dengan cara membayarkan 50 gedeng gabah kering panen atau setara dengan 500 liter atau 350 kilogram setiap musim panen. Namun apabila hasil panen kurang baik biasanya penggarap mendapatkan toleransi atau keringanan biaya sewa dari pemilik tanah yakni dengan membayarkan 40 gedeng gabah kering panen atau setara 400 liter atau 280 kilogram saja. Bahkan apabila penggarap mengalami kerugian maka sistem sewa yang diberikan yakni dengan

maro atau membagi hasil panen sama rata antara pemilik lahan dengan penggarap. Hubungan antara petani pemilik lahan dan buruh tani juga berlaku sistem kerja harian. Kerja harian berlangsung dari pukul tujuh pagi hingga pukul sebelas siang. Upah kerja setiap buruh tani tersebut sebesar 20.000 rupiah sampai dengan 25.000 rupiah dan mendapatkan makan siang. Namun apabila buruh tani bekerja sampai sore maka upahnya dapat mencapai 35.000 rupiah dan juga mendapatkan makan sore.

Sistem kerja tolong-menolong dalam bersawah pun masih dapat dijumpai. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu petani penggarap sawah sebagai berikut:

Apabila kondisi saya sedang tidak enak badan atau sakit maka akan ada teman atau tetangga yang membantu menggantikan mengolah atau merawat sawah begitu juga sebaliknya apabila ada teman atau tetangga yang sakit maka saya pun akan turut membantu menggantikan perannya untuk mengolah atau merawat sawahnya tanpa meminta imbalan atau upah.

(Bapak Jwn, 33 tahun)

Kegiatan tolong-menolong tersebut hanya berlaku bagi para petani penggarap lahan milik orang lain yang hanya menyewa lahan dalam skala kecil.

Sistem penanaman padi di Desa Ciasmara terutama di Kampung Pancasan dimana mayoritas warganya bekerja sebagai petani penggarap dan buruh tani dilakukan dua sampai tiga kali dalam setahun dan tanahnya tidak diistirahatkan setelah panen. Musim tanam padi di Desa Ciasmara, khususnya di Kampung Pancasan, tidaklah serempak disebabkan oleh musim kemarau yang pernah terjadi. Namun secara keseluruhan musim panen dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 5. Kalender Kerja Pertanian di Desa Ciasmara

Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des

Tanam Panen

Tabel 5 terlihat bahwa masyarakat tidak menanam tanaman palawija sebagai tanaman alternatif setelah panen. Hal ini dikarenakan tanaman palawija membutuhkan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan padi. Masyarakat yang mampu membeli bibit tanaman palawija saja yang akan menanam palawija. Kebanyakan masyarakat lebih memilih menanam padi dikarenakan keterbatasan ekonomi.

Pada musim panen petani biasa menjual padi pada tengkulak. Hal ini dikarenakan harga yang diterima oleh tengkulak lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang ditawarkan oleh koperasi. Hal ini pula yang menyebabkan Koperasi Unit Desa (KUD) di Desa Ciasmara menjadi sulit untuk berjalan. Sebelum dijual pada tengkulak, masyarakat menggunakan jasa penggilingan padi dengan upah sebelas berbanding dengan satu liter, yaitu dihitung per 11 liter padi yang telah digiling oleh mesin penggilingan dengan pembagian 10 liter untuk petani yang menerima jasa penggilingan dan satu liter padi diambil untuk biaya jasa penggilingan.

Terkait kondisi pertanian yakni atas dasar keprihatinan dan tanggung jawab sebagai sesama petani tentang keadaan yang dialami pada waktu itu. Permasalahan yang dihadapi sarana dan prasarana produksi juga sumberdaya petani yang kurang menunjamg dalam pengembangan potensi, maka dibentuklah

Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Asmara Jaya pada tahun 2000, dalam rangka pembenahan dan peningkatan para petani yang ada di Desa Ciasmara.

Salah satu organisasi anggota aktif Gapoktan Asmara Jaya yakni kelompok Sadar Tani. Kelompok Sadar Tani ini memiliki kegiatan Sekolah Lapang yang dilakukan setiap satu minggu sekali. Program Sekolah Lapang ini terbentuk atas adanya penyuluhan dari Dinas Pertanian yang kemudian diberikan kepada Gapoktan agar dapat menyalurkan program ini kepada semua kelompok tani. Kelompok Sadar Tani merupakan salah satu kelompok tani yang aktif di desa Ciasmara. Namun partisipasi masyarakat petani yang menjadi anggota dalam mengikuti kegiatan kelompok tani masih sangat rendah sehingga kelompok tani ini kurang berkembang.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kelompok Sadar Tani cenderung relatif dan hanya bersifat sementara. Sebagai contoh, apabila pemerintah memberikan bantuan dalam pemberian bibit dan pupuk maka para anggota akan berkumpul untuk mendapatkan bantuan bibit dan pupuk tersebut. Bantuan ini akan digunakan pada lahan persawahan mereka masing-masing. Namun masalah yang ditemukan adalah para petani kurang bergotong royong dalam mengelola sawah mereka, dan hal ini juga membuktikan bahwa kerjasama antara anggota kelompok Sadar Tani dalam mengelola lahan pertanian masih kurang. Mereka lebih cenderung mengolah lahan pertaniannya masing-masing, sehingga kegiatan- kegiatan yang ada di kelompok tani kurang berkembang apalagi maju dan berkelanjutan. Kemungkinan penyebab kegagalan ini dikarenakan dari rendahnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan di kelompok tani.

4.3 Stuktur Sosial Ekonomi dan Mata Pencaharian Penduduk Desa