• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Ekonomi Petani Lapisan Atas Dalam Mengakumulasi Modal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Ekonomi Petani Lapisan Atas Dalam Mengakumulasi Modal"

Copied!
215
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI EKONOMI PETANI LAPISAN ATAS

DALAM MENGAKUMULASI MODAL

(Studi Kasus di Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

FAHROZI HARDI

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

The group of rich peasant, who has surplus income from agriculture, could invest the surplus in the business capital intensive, business that provides a relatively large income. Rich peasant have a large range of non-agricultural sources, which in turn gave establish the process of capital accumulation and investment of mutual support both agriculture and non agriculture among the rural elite. The process of capital accumulation rich peasant households in socio-economic field in daily life can be seen from the mechanism of surplus and investment of surplus farm households. The mechanism of surplus in this research saw the traditional land owners, modern land owners and entrepreneur land owners. This mechanism can be used as guidelines to explain the investment of surplus rice farming activities which the community predominantly livelihood is peasant. Furthermore the role of rich peasant in rural development are through resources and employment, technology transfer and institutional. From the rich peasant economic strategy in the accumulation of capital can be seen the type of rich peasant in the village.

Key words: rich peasant, the process of capital accumulation, the role of rich peasant in

(3)

RINGKASAN

FAHROZI HARDI. Strategi Ekonomi Petani Lapisan Atas Dalam Mengakumulasi Modal (Di bawah bimbingan SATYAWAN SUNITO).

Kritisi Tjondronegoro dan Wiradi (1984: 271) dari penjelasan mengenai keberhasilan suatu pembangunan (di daerah pedesaan) akan banyak bertumpu pada petani-petani maju yang bertindak sebagai pelaku pembangunan (agent of development), oleh karena merekalah yang menunjukkan daya tanggap (responsiveness) yang lebih besar terhadap semua inovasi dan perbaikan teknik serta merekalah yang lebih mudah didekati oleh dinas-dinas pemerintah. Tersirat di dalam anggapan itu suatu aci-acian bahwa petani maju akan menjadi teladan bagi petani-petani miskin yang diharapkan segera mengikuti teladan tersebut karena mereka bisa mengamati secara dekat. Inovasi diharapkan akan tersebar di segala penjuru dan ke segenap lapisan masyarakat desa. Pendekatan ini oleh Wertheim yang juga pengkritisi pembangunan tersebut disebut betting on the strong (Wertheim, 1964 dalam Tjondronegoro dan Wiradi, 1984: 271).

Sinaga dan White (1979) dalam Wiradi (1985: 47-48) menyatakan bahwa golongan petani luas yang mempunyai surplus pendapatan dari pertanian, mampu menginvestasikan surplusnya itu pada usaha-usaha padat modal tetapi yang memberikan pendapatan yang relatif besar (misalnya, alat-alat pengolahan hasil pertanian, berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya). Karenanya mereka mencari pekerjaan di luar pertanian yang padat tenaga kerja dan/atau modal kecil, tapi memberikan pendapatan yang relatif rendah, misalnya kerajinan tangan, bakul es, warung kecil dan sebagainya). Semua ini berarti bahwa petani luaslah yang lebih mempunyai jangkauan terhadap sumber besar non-pertanian, yang pada gilirannya melahirkan proses akumulasi modal dan investasi yang saling menunjang baik bidang pertanian maupun non-pertanian diantara golongan elite pedesaan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami proses akumulasi modal petani lapisan atas melalui mekanisme surplus dan investasi surplus pada kegiatan pertanian. Selain itu juga memahami peran petani lapisan atas di dalam pembangunan pedesaan. Pada akhirnya akan memahami proses akumulasi modal dan peran petani lapisan atas menyebabkan strategi ekonomi petani lapisan atas dalam mengakumulasi modal. Pendekatan penelitian kualitatif menggunakan studi riwayat hidup. Studi riwayat hidup atau tepatnya riwayat hidup individu adalah bahan keterangan tertulis mengenai pengalaman kehidupan individu-individu tertentu, sebagai warga dari suatu masyarakat yang sedang diteliti.

(4)

investasi surplus kegiatan pertanian sawah di Desa Ciasmara yang mayoritas penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani.

Hasil penelitian menunjukan bahwa H. Aw (90 Tahun) merupakan salah satu petani lapisan atas di desa yang memiliki akses yang sangat kuat dalam sektor pertanian terutama dalam hal kepemilikkan lahan pertanian yang dikuasainya. Sistem kontrak atau sewa lahan yang disewakan H. Aw dibayarkan setelah panen dan dicatat dalam buku catatan miliknya. Lahan yang dimiliki H. Aw seluas 100 Gedeng atau sekitar 17 hektar. Petani Penggarap lahan milik H. Aw biasanya merupakan orang yang berada disekitar lahan yang dimilikinya dan juga merupakan orang kepercayaan yang sudah bekerja relatif lama. Keseharian hidup yang sederhana dan tidak berpola konsumtif, alat-alat pekerjaan yang terpenuhi dengan baik dan bahan baku yang besar yang didapat rumah tangga petani Haji Aw maka dari hasil perdagangan atau pertukaran produk menghasilkan surplus yang besar. Surplus pada proses reproduksi semuanya digunakan kembali untuk membangun sektor pertanian dengan membeli lahan pertanian dan ternak kerbau. Proses diferensiasi yakni menyisihkan sebagian keuntungan untuk memberangkatkan pergi Haji ke Tanah Suci Mekkah kepada keluarganya.

H. At (58 Tahun) merupakan salah satu petani lapisan atas dalam bidang pendidikan di desa dan juga memiliki akses yang sangat kuat dalam sektor pertanian terutama dalam hal peran yang besar pada kelompok tani di desa selain kepemilikan lahan pertanian yang dikuasainya. Keseharian hidup yang sejahtera, alat-alat pekerjaan yang dapat terpenuhi dan bahan baku yang mencukupi di dapat rumah tangga petani H. At maka dari hasil perdagangan atau pertukaran produk menghasilkan surplus. Surplus pada reproduksi proses semuanya digunakan kembali untuk membangun sektor pertanian dengan menyiapkan alat-alat produksi. Proses diferensiasi yakni menyisihkan sebagian keuntungan untuk penyediaan sarana dan prasarana membangun kelompok tani. Pada akhirnya dapat menjadi akumulasi modal rumah tangga petani tersebut.

Haji Ong (47 Tahun) merupakan salah satu petani lapisan atas dalam di desa dan juga memiliki akses yang sangat kuat dalam sektor pertanian terutama dalam hal kepemilikan lahan pertanian di desa yang semuanya telah disewakan kepada penggarap dan sekarang beliau bekerja pada sektor non pertanian yakni berdagang bahan bangunan dengan mendirikan toko yang besar di desa. Keseharian hidup yang sangat modern dan melalui pembayaran sewa lahan dari petani penggarapnya yang didapat rumah tangga petani H. Ong maka dari hasil perdagangan atau pertukaran produk menghasilkan surplus. Surplus pada proses reproduksi sebagian dijadikan proses diferensiasi yakni rumah tangga petani menginvestasikan surplus dari sektor pertanian ke sektor non pertanian yakni berdagang toko bangunan yang akhirnya dapat menjadi akumulasi modal rumah tangga petani tersebut.

(5)

hasil panen sebesar 50 gedeng sama dengan 500 liter wajib diberikan kepada H. Aw sebagai biaya sewa lahan.

(6)

STRATEGI EKONOMI PETANI LAPISAN ATAS

DALAM MENGAKUMULASI MODAL

(Studi Kasus di Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

Oleh

Fahrozi Hardi I34052671

SKRIPSI

Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar

Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(7)

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

MASYARAKAT

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh:

Nama : Fahrozi Hardi

NRP : I34052671

Judul : Strategi Ekonomi Petani lapisan Atas Dalam

Mengakumulasi Modal

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Satyawan Sunito NIP. 19630904 199002 2 001

Mengetahui,

Departemen Sains Komunikasi Dan Komunikasi Pengembangan Masyarakat Ketua

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS NIP.19580827 198303 1 001

(8)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “STRATEGI EKONOMI PETANI LAPISAN ATAS DALAM MENGAKUMULASI MODAL” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, 31 Agustus 2009

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Juni 1986 dari ayah

Muhammad Azwar Nasution dan ibu Intan Nurilam. Penulis merupakan anak

ketiga dari tiga bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMAN 47 Jakarta dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan

Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Sains Komunikasi

dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota Divisi

Broadcasting pada Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (Himasiera) pada tahun 2007. Selain itu penulis

menjadi asisten dosen matakuliah Sosiologi Umum selama dua semester: semester

genap pada tahun 2007, semester gasal pada tahun 2008 dan juga menjadi asisten

dosen matakuliah Perubahan Sosial semester gasal pada tahun 2008. Penulis

mendapatkan bantuan beasiswa untuk mendanai biaya perkuliahan dari tiga

sumber: Beasiswa Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada tahun 2007, Beasiswa

Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) pada tahun 2008, dan Beasiswa Bantuan

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini

ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Judul yang dipilih dalam skripsi ini adalah Strategi Ekonomi Petani Lapisan Atas

Dalam Mengakumulasi Modal.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) memahami proses akumulasi modal

rumah tangga petani lapisan atas; (2) memahami peran petani lapisan atas di

dalam pembangunan pedesaan; dan (3) memahami strategi ekonomi petani lapisan

atas dalam mengakumulasi modal. Penelitian ini dapat menjadi proses

pembelajaran bagi peneliti dalam memahami fenomena sosial yang terjadi di

lapangan. Demikian skripsi ini penulis sampaikan semoga bermanfaat.

Bogor, 31 Agustus 2009

Fahrozi Hardi

(11)

STRATEGI EKONOMI PETANI LAPISAN ATAS

DALAM MENGAKUMULASI MODAL

(Studi Kasus di Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

FAHROZI HARDI

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(12)

ABSTRACT

The group of rich peasant, who has surplus income from agriculture, could invest the surplus in the business capital intensive, business that provides a relatively large income. Rich peasant have a large range of non-agricultural sources, which in turn gave establish the process of capital accumulation and investment of mutual support both agriculture and non agriculture among the rural elite. The process of capital accumulation rich peasant households in socio-economic field in daily life can be seen from the mechanism of surplus and investment of surplus farm households. The mechanism of surplus in this research saw the traditional land owners, modern land owners and entrepreneur land owners. This mechanism can be used as guidelines to explain the investment of surplus rice farming activities which the community predominantly livelihood is peasant. Furthermore the role of rich peasant in rural development are through resources and employment, technology transfer and institutional. From the rich peasant economic strategy in the accumulation of capital can be seen the type of rich peasant in the village.

Key words: rich peasant, the process of capital accumulation, the role of rich peasant in

(13)

RINGKASAN

FAHROZI HARDI. Strategi Ekonomi Petani Lapisan Atas Dalam Mengakumulasi Modal (Di bawah bimbingan SATYAWAN SUNITO).

Kritisi Tjondronegoro dan Wiradi (1984: 271) dari penjelasan mengenai keberhasilan suatu pembangunan (di daerah pedesaan) akan banyak bertumpu pada petani-petani maju yang bertindak sebagai pelaku pembangunan (agent of development), oleh karena merekalah yang menunjukkan daya tanggap (responsiveness) yang lebih besar terhadap semua inovasi dan perbaikan teknik serta merekalah yang lebih mudah didekati oleh dinas-dinas pemerintah. Tersirat di dalam anggapan itu suatu aci-acian bahwa petani maju akan menjadi teladan bagi petani-petani miskin yang diharapkan segera mengikuti teladan tersebut karena mereka bisa mengamati secara dekat. Inovasi diharapkan akan tersebar di segala penjuru dan ke segenap lapisan masyarakat desa. Pendekatan ini oleh Wertheim yang juga pengkritisi pembangunan tersebut disebut betting on the strong (Wertheim, 1964 dalam Tjondronegoro dan Wiradi, 1984: 271).

Sinaga dan White (1979) dalam Wiradi (1985: 47-48) menyatakan bahwa golongan petani luas yang mempunyai surplus pendapatan dari pertanian, mampu menginvestasikan surplusnya itu pada usaha-usaha padat modal tetapi yang memberikan pendapatan yang relatif besar (misalnya, alat-alat pengolahan hasil pertanian, berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya). Karenanya mereka mencari pekerjaan di luar pertanian yang padat tenaga kerja dan/atau modal kecil, tapi memberikan pendapatan yang relatif rendah, misalnya kerajinan tangan, bakul es, warung kecil dan sebagainya). Semua ini berarti bahwa petani luaslah yang lebih mempunyai jangkauan terhadap sumber besar non-pertanian, yang pada gilirannya melahirkan proses akumulasi modal dan investasi yang saling menunjang baik bidang pertanian maupun non-pertanian diantara golongan elite pedesaan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami proses akumulasi modal petani lapisan atas melalui mekanisme surplus dan investasi surplus pada kegiatan pertanian. Selain itu juga memahami peran petani lapisan atas di dalam pembangunan pedesaan. Pada akhirnya akan memahami proses akumulasi modal dan peran petani lapisan atas menyebabkan strategi ekonomi petani lapisan atas dalam mengakumulasi modal. Pendekatan penelitian kualitatif menggunakan studi riwayat hidup. Studi riwayat hidup atau tepatnya riwayat hidup individu adalah bahan keterangan tertulis mengenai pengalaman kehidupan individu-individu tertentu, sebagai warga dari suatu masyarakat yang sedang diteliti.

(14)

investasi surplus kegiatan pertanian sawah di Desa Ciasmara yang mayoritas penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani.

Hasil penelitian menunjukan bahwa H. Aw (90 Tahun) merupakan salah satu petani lapisan atas di desa yang memiliki akses yang sangat kuat dalam sektor pertanian terutama dalam hal kepemilikkan lahan pertanian yang dikuasainya. Sistem kontrak atau sewa lahan yang disewakan H. Aw dibayarkan setelah panen dan dicatat dalam buku catatan miliknya. Lahan yang dimiliki H. Aw seluas 100 Gedeng atau sekitar 17 hektar. Petani Penggarap lahan milik H. Aw biasanya merupakan orang yang berada disekitar lahan yang dimilikinya dan juga merupakan orang kepercayaan yang sudah bekerja relatif lama. Keseharian hidup yang sederhana dan tidak berpola konsumtif, alat-alat pekerjaan yang terpenuhi dengan baik dan bahan baku yang besar yang didapat rumah tangga petani Haji Aw maka dari hasil perdagangan atau pertukaran produk menghasilkan surplus yang besar. Surplus pada proses reproduksi semuanya digunakan kembali untuk membangun sektor pertanian dengan membeli lahan pertanian dan ternak kerbau. Proses diferensiasi yakni menyisihkan sebagian keuntungan untuk memberangkatkan pergi Haji ke Tanah Suci Mekkah kepada keluarganya.

H. At (58 Tahun) merupakan salah satu petani lapisan atas dalam bidang pendidikan di desa dan juga memiliki akses yang sangat kuat dalam sektor pertanian terutama dalam hal peran yang besar pada kelompok tani di desa selain kepemilikan lahan pertanian yang dikuasainya. Keseharian hidup yang sejahtera, alat-alat pekerjaan yang dapat terpenuhi dan bahan baku yang mencukupi di dapat rumah tangga petani H. At maka dari hasil perdagangan atau pertukaran produk menghasilkan surplus. Surplus pada reproduksi proses semuanya digunakan kembali untuk membangun sektor pertanian dengan menyiapkan alat-alat produksi. Proses diferensiasi yakni menyisihkan sebagian keuntungan untuk penyediaan sarana dan prasarana membangun kelompok tani. Pada akhirnya dapat menjadi akumulasi modal rumah tangga petani tersebut.

Haji Ong (47 Tahun) merupakan salah satu petani lapisan atas dalam di desa dan juga memiliki akses yang sangat kuat dalam sektor pertanian terutama dalam hal kepemilikan lahan pertanian di desa yang semuanya telah disewakan kepada penggarap dan sekarang beliau bekerja pada sektor non pertanian yakni berdagang bahan bangunan dengan mendirikan toko yang besar di desa. Keseharian hidup yang sangat modern dan melalui pembayaran sewa lahan dari petani penggarapnya yang didapat rumah tangga petani H. Ong maka dari hasil perdagangan atau pertukaran produk menghasilkan surplus. Surplus pada proses reproduksi sebagian dijadikan proses diferensiasi yakni rumah tangga petani menginvestasikan surplus dari sektor pertanian ke sektor non pertanian yakni berdagang toko bangunan yang akhirnya dapat menjadi akumulasi modal rumah tangga petani tersebut.

(15)

hasil panen sebesar 50 gedeng sama dengan 500 liter wajib diberikan kepada H. Aw sebagai biaya sewa lahan.

(16)

STRATEGI EKONOMI PETANI LAPISAN ATAS

DALAM MENGAKUMULASI MODAL

(Studi Kasus di Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

Oleh

Fahrozi Hardi I34052671

SKRIPSI

Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar

Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(17)

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

MASYARAKAT

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh:

Nama : Fahrozi Hardi

NRP : I34052671

Judul : Strategi Ekonomi Petani lapisan Atas Dalam

Mengakumulasi Modal

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Satyawan Sunito NIP. 19630904 199002 2 001

Mengetahui,

Departemen Sains Komunikasi Dan Komunikasi Pengembangan Masyarakat Ketua

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS NIP.19580827 198303 1 001

(18)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “STRATEGI EKONOMI PETANI LAPISAN ATAS DALAM MENGAKUMULASI MODAL” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, 31 Agustus 2009

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Juni 1986 dari ayah

Muhammad Azwar Nasution dan ibu Intan Nurilam. Penulis merupakan anak

ketiga dari tiga bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMAN 47 Jakarta dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan

Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Sains Komunikasi

dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota Divisi

Broadcasting pada Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (Himasiera) pada tahun 2007. Selain itu penulis

menjadi asisten dosen matakuliah Sosiologi Umum selama dua semester: semester

genap pada tahun 2007, semester gasal pada tahun 2008 dan juga menjadi asisten

dosen matakuliah Perubahan Sosial semester gasal pada tahun 2008. Penulis

mendapatkan bantuan beasiswa untuk mendanai biaya perkuliahan dari tiga

sumber: Beasiswa Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada tahun 2007, Beasiswa

Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) pada tahun 2008, dan Beasiswa Bantuan

(20)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini

ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Judul yang dipilih dalam skripsi ini adalah Strategi Ekonomi Petani Lapisan Atas

Dalam Mengakumulasi Modal.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) memahami proses akumulasi modal

rumah tangga petani lapisan atas; (2) memahami peran petani lapisan atas di

dalam pembangunan pedesaan; dan (3) memahami strategi ekonomi petani lapisan

atas dalam mengakumulasi modal. Penelitian ini dapat menjadi proses

pembelajaran bagi peneliti dalam memahami fenomena sosial yang terjadi di

lapangan. Demikian skripsi ini penulis sampaikan semoga bermanfaat.

Bogor, 31 Agustus 2009

Fahrozi Hardi

(21)

UCAPAN TERIMA KASIH

Selama penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak

dukungan moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Dr. Satyawan Sunito sebagai dosen pembimbing skripsi, yang telah memberi

ilmu, bimbingan dan kebaikan kepada penulis selama proses penulisan skripsi

hingga diselesaikannya penulisan skripsi ini.

2. Martua Sihaloho, SP., MSi. atas kesediaannya menjadi dosen penguji utama

pada ujian skripsi penulis.

3. Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS atas kesediaannya menjadi dosen penguji

wakil departemen.

4. Keluarga penulis, Ayah, Ibu, dan kakak-kakakku, nenek, bunda, paci, sepupu

tercinta yang telah memberi curahan kasih sayang, inspirasi hidup dan doa

yang tulus selama penulis menimba ilmu sejak bangku sekolah hingga kuliah. “Ayah dan Ibu, saya lulus tepat pada waktunya”.

5. Kepala Desa Ciasmara Bapak Firmansyah dan jajaran khususnya Bapak Maji,

Bapak Suhanda, Keluarga Besar Ibu Lilis dan Bapak Agah, Aa Asep. Terima

kasih atas kesediannya berbagi informasi dan pengalaman dalam rangka

penyelesaian penelitian skripsi ini.

6. Rekan satu bimbingan, Cici Wardini yang telah memberi semangat, saran,

perhatian, dukungan dan kebersamaan sejak penulisan Studi Pustaka sampai

dengan Skripsi.

7. Untuk sahabat-sahabatku di kampus khususnya Rio, Arya, Gilang, Fahri,

Yudha, Reni, Avira, Wulan, Ewen, Anggi, Vidya, Anvina, Yayan, Furqon,

Andi, dan Tamimi, yang telah memberi semangat dan bantuan yang diberikan

(22)

8. Teman-teman serumah di Wisma Taman Surga khususnya Harri, Mahe, Iqbal,

Budi, Jesa, Bakuh, Anjar, Eko dan Rizky, atas kebersamaannya dalam suka

dan duka selama di rumah dan dalam pembuatan penulisan skripsi ini.

9. Teman-teman serumah di Batosai Tengah khususnya Fahri, Yudha, Prama dan

Fitrah. Terima kasih atas kesediaannya memberi tumpangan tempat tinggal

selama penulis menyelesaikan pembuatan penulisan skripsi ini.

10.Praktikan matakuliah Sosiologi Umum Ex A19 tahun 2007 dan Ex B25 tahun 2008, yang telah memberi semangat, saran, perhatian, dukungan dan

kebersamaan selama ini kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Teman-teman di Departemen Sains KPM angkatan 42 yang selalu

bersama-sama membuat kenangan indah selama kuliah dan memberikan spirit dalam mengerjakan skripsi ini.

12.Teman-teman di Departemen Sains KPM angkatan 43 dan 44 sebagai adik

kelas, yang telah memberi semangat, dukungan dan kebersamaan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Seluruh dosen pengajar dan staf di Departemen Sains KPM, yang telah

memberi segala pengetahuan, bakti dan kemudahan yang diberikan selama

penyelesaian skripsi ini.

(23)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ... iv DAFTAR TABEL ... vi DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 2 1.3 Tujuan Penelitian ... 3 1.4 Kegunaan Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4 2.1 Konsep Struktur Agraria: Dinamika Struktur Agraria

Dulu dan Sekarang ... 4 2.2 Bidang Kegiatan Pertanian Sawah: Strategi Pemilik Lahan ... 10 2.3 Kaitan Faktor Penguasaan Tanah Terhadap Perubahan Struktur

Masyarakat Pedesaan ... 12 2.4 Usahatani ... 15 2.5 Kerangka Pemikiran ... 16 2.6 Hipotesis Pengarah ... 18 2.7 Definisi Konseptual ... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 21 3.1 Pendekatan Penelitian ... 21 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22 3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 23 3.4 Teknik Analisis Data ... 24

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI ... 29 4.1 Keadaan Fisik dan Infrastruktur di Desa Ciasmara ... 29 4.2 Sumber-Sumber Agraria dan Sistem Pertanian Setempat ... 31 4.2.1 Ekologi dan Tata Guna Tanah di Desa Ciasmara ... 32 4.2.2 Struktur Agraria ... 37 4.2.3 Sistem Pertanian ... 38 4.3 Struktur Sosial Ekonomi dan Mata Pencaharian Penduduk

(24)

4.3.2 Mata Pencaharian Non Petanian ... 51 4.3.3 Struktur Pendidikan ... 52 4.3.4 Kesehatan ... 55 4.4 Ikhtisar ... 57

BAB V PROSES AKUMULASI MODAL:

RUMAH TANGGA PETANI LAPISAN ATAS... 62 5.1 Pemilik Lahan Tradisional... 63 5.2 Pemilik Lahan Modern ... 66 5.3 Pemilik Lahan Entrepreneur ... 68 5.4 Ikhtisar ... 70

BAB VI PERAN PETANI LAPISAN ATAS

DI DALAM PEMBANGUNAN PEDESAAN ... 73 6.1 Sumberdaya dan Lapangan Kerja ... 73 6.2 Tranfer Teknologi ... 78 6.3 Ikhtisar ... 85

BAB VII STRATEGI EKONOMI PETANI LAPISAN ATAS DALAM MENGAKUMULASI MODAL:

TIPE PETANI LAPISAN ATAS DI DESA ... 88

BAB VIII PENUTUP ... 93 8.1 Kesimpulan ... 93 8.2 Saran ... 94

(25)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Kebutuhan Data dan Metode Pengumpulannya... 26 Tabel 2. Jenis Lahan di Desa Ciasmara Tahun 2008 ... 34 Tabel 3. Tata Guna Lahan Pertanian di Desa Ciasmara Tahun 2008 ... 37 Tabel 4. Petani di Desa Ciasmara Tahun 2008 Menurut Status ... 38 Tabel 5. Musim Tanam dan Panen Padi

di Desa Ciasmara dalam Satu Tahun ... 43 Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur

dan Jenis Kelamin di Desa Ciasmara Tahun 2007... 46 Tabel 7. Jumlah Penduduk di Desa Ciasmara Tahun 2008

Menurut Struktur Mata Pencaharian ... 50 Tabel 8. Jumlah Penduduk di Desa Ciasmara Tahun 2008

Menurut Tingkat Pendidikan ... 53 Tabel 9. Penghasilan Petani Lapisan Atas dari Tanah Sawah

(26)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Lingkup hubungan-hubungan agraria ... 4 Gambar 2. Kerangka Pemikiran ... 17 Gambar 3. Desa tempat penelitian berada di Barat Daya Kota Bogor ... 28 Gambar 4. Peta Desa Ciasmara ... 28 Gambar 5. Kantor Kepala Desa Ciasmara ... 29 Gambar 6. Ekologi Desa Ciasmara: Aliran Sungai Parabakti ... 35 Gambar 7. Ekologi sawah di Desa Ciasmara yang subur ... 35 Gambar 8. Karena ekologi Desa Ciasmara yang memiliki aliran

sungai yang melimpah airnya maka banyak

kolam-kolam perikanan air deras ... 36 Gambar 9. Bentangan areal persawahan di Desa Ciasmara

yang sangat potensial ... 36 Gambar 10. Sebuah petak sawah di Desa Ciasmara

(27)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kritisi Tjondronegoro dan Wiradi (1984: 271) dari penjelasan mengenai

keberhasilan suatu pembangunan (di daerah pedesaan) akan banyak bertumpu

pada petani-petani maju yang bertindak sebagai pelaku pembangunan (agent of development), oleh karena merekalah yang menunjukkan daya tanggap (responsiveness) yang lebih besar terhadap semua inovasi dan perbaikan teknik serta merekalah yang lebih mudah didekati oleh dinas-dinas pemerintah. Tersirat

di dalam anggapan itu suatu aci-acian bahwa petani maju akan menjadi teladan

bagi petani-petani miskin yang diharapkan segera mengikuti teladan tersebut

karena mereka bisa mengamati secara dekat.

Inovasi diharapkan akan tersebar di segala penjuru dan ke segenap lapisan

masyarakat desa. Pendekatan ini oleh Wertheim yang juga pengkritisi

pembangunan tersebut disebut betting on the strong (Wertheim, 1964 dalam Tjondronegoro dan Wiradi, 1984: 271). Pedekatan ini mengandaikan bahwa

proses pertebaran pengetahuan dan kemajuan teknik berjalan secara bertahap, dan

bahwa pelaku terbaik (the best agent) dari proses evolusioner ini adalah orang yang paling maju di masyarakat desa, biasanya berasal dari petani-petani kaya

(well-to-do farmer) yang telah memperoleh cukup pendidikan dan mempunyai tanggapan baik berupa saran-saran perbaikan teknik produksi.

(28)

menginvestasikan surplusnya itu pada usaha-usaha padat modal tetapi yang

memberikan pendapatan yang relatif besar (misalnya, alat-alat pengolahan hasil

pertanian, berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya). Karenanya mereka

mencari pekerjaan di luar pertanian yang padat tenaga kerja dan/atau modal kecil,

tapi memberikan pendapatan yang relatif rendah, misalnya kerajinan tangan, bakul

es, warung kecil dan sebagainya). Semua ini berarti bahwa petani luaslah yang

lebih mempunyai jangkauan terhadap sumber besar non-pertanian, yang pada

gilirannya melahirkan proses akumulasi modal dan investasi yang saling

menunjang baik bidang pertanian maupun non-pertanian diantara golongan elite

pedesaan.

Berangkat dari latar belakang di atas, peneliti akan meneliti secara

mendalam mengenai strategi ekonomi petani lapisan atas dalam mengakumulasi

modal kegiatan pertanian sawah.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan penjabaran di atas, maka perumusan masalah yang penting

untuk diangkat dari penelitian ini ialah:

1. Bagaimana proses akumulasi modal petani lapisan atas melalui mekanisme

dan investasi surplus pada kegiatan pertanian dan kegiatan non pertanian?

2. Bagaimana peran petani lapisan atas di dalam pembangunan pedesaan?

3. Bagaimana strategi ekonomi petani lapisan atas dalam mengakumulasi

(29)

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Memahami proses akumulasi modal petani lapisan atas melalui

mekanisme dan investasi surplus pada kegiatan pertanian dan non

pertanian.

2. Bagaimana peran petani lapisan atas di dalam pembangunan pedesaan.

3. Bagaimana strategi ekonomi petani lapisan atas dalam mengakumulasi

modal.

1.4Kegunaan Penelitian

1. Bagi mahasiswa, penelitian ini diharapkan dapat menjadi proses

pembelajaran dalam memahami fenomena sosial mengenai strategi

ekonomi petani lapisan atas dalam mengakumulasi modal yang terjadi di

lapangan dan berguna sebagai rujukan serta wawasan dalam menyusun

penelitian di masa yang akan datang.

2. Bagi masyarakat, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi

wacana bagi masyarakat luas dalam memahami strategi ekonomi petani

lapisan atas dalam mengakumulasi modal.

3. Bagi pemerintah, sebagai masukan dalam upaya bermitra dengan petani

lapisan atas pada kegiatan pertanian sawah yang mampu menciptakan

(30)

Komunitas

Swasta

Sumber-sumber agraria

Pemerintah Keterangan:

hubungan teknis agraria (kerja)

hubungan sosial agraria

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Konsep Struktur Agraria: Dinamika Struktur Agraria Dulu dan Sekarang

Secara kategoris, subyek agraria dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu

komunitas (sebagai kesatuan dari unit-unit rumah tangga), pemerintah (sebagai

representasi negara) dan swasta (private sector). Ketiga kategori sosial tersebut adalah pemanfaat sumber agraria, yang memiliki ikatan dengan

sumber-sumber agraria melalui institusi penguasaan/pemilikan (tenure institution). Hubungan penguasaan/pemilikan/pemanfaatan seperti sumber-sumber agraria

menunjuk pada dimensi sosial dalam hubungan-hubungan agraria. Hubungan

penguasaan/pemilikan/pemanfaatan membawa implikasi terbentuknya ragam

hubungan sosial, sekaligus interaksi sosial, antara ketiga kategori subyek agraria.1

[image:30.612.155.506.450.621.2]

Untuk keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Lingkup hubungan-hubungan agraria.

1

(31)

Struktur agraria yang dapat dilihat ialah hubungan antara subyek dengan

sumber-sumber agraria berkenaan dengan penguasaan lahan, pemilikan lahan dan

pemanfaatan lahan. Menurut Sitorus (2002: 34-35) sumber-sumber agraria

mencakup tanah, perairan, hutan, bahan tambang dan udara dalam bentangan

wilayah. Sistem tenurial yang umum diterapkan petani jika dilihat dari segi

penguasaan lahan ialah sistem bagi hasil (maro), sistem gadai, dan sistem sewa. Setiap sistem yang diterapkan memiliki latar belakang dan faktor yang

(32)

disewakan untuk jangka waktu yang lama (Arsip Nasional 1974: 21 dalam White dan Wiradi 1979: 17).

Di daerah Sumedang, Garut, Cirebon dan Majalengka, golongan tuan

tanah kebanyakan terdiri dari haji-haji, kepala-kepala desa dan tokoh-tokoh

pribumi lainnya, sedangkan di Indramayu terdapat pula cukup banyak tuan-tuan

tanah Tionghoa. Semua daerah tersebut di atas, penguasaan tanah-tanah luas

dinyatakan meningkat selama periode 1880-1905 (MWO, Economie van de Desa, Preanger Regentschappen 1907: 13-18; Residentie Cirebon 1907: 13-14 dalam White dan Wiradi 1979: 17). Penyebab proses konsentrasi penguasaan tanah

adalah semua sumber menghubungkannya dengan proses komersialisasi ekonomi

pedesaan dan terutama dengan meningkatnya pinjaman uang, yang oleh Meyer

Ranneft dilukiskan sebagai “suatu gejala khas dari masuknya lalu lintas uang ke

dalam rumah tangga ekonomi petani, dan dari kekuasaan uang yang bagaikan setan” (Arsip Nasional 1974: 21 dalam White dan Wiradi 1979: 18).

Perlu dicatat bahwa timbulnya golongan pemilik tanah luas sebagai akibat

komersialisasi tidak disertai oleh timbulnya suatu golongan petani luas. Menurut

Ploegsma,

“Pemilikan tanah luas tentu tidak mengakibatkan usaha-usaha tani luas. Tanah-tanah yang dikuasai oleh golongan pemilik luas disewakan atau dibagi hasilkan kepada penggarap-penggarap lain; dengan demikian, dari segi ekonomi pertanian, pola usahatani kecil-kecilan tetap bertahan” (Ploegsma 1936: 61 dalam White dan Wiradi 1979: 18).

Nampaknya konsentrasi pemilikan bukanlah disertai oleh konsentrasi luas

usahatani melainkan oleh suatu tingkat penyakapan yang tinggi dimana sejumlah

besar petani bukan pemilik, yang masing-masing diberikan usahatani kecil atas

(33)

daerah Priangan termasuk diantara yang tertinggi di Jawa, sedangkan di Cirebon

sedikit dibawah rata-rata (Scheltema 1931: 271 dalam White dan Wiradi 1979: 18).

White dan Wiradi (1979: 19-20) menyatakan bahwa “bukanlah pola-pola

penguasaan tanah merupakan hal yang statis yang tidak pernah berubah selama satu abad terakhir. Justru sebaliknya, perbandingan masa kini dan masa lalu menunjukan adanya suatu proses perubahan yang sangat dinamis, dan lagi bahwa masing-masing daerah mempunyai dinamika sendiri”. Namun demikian, agaknya penting untuk mengartikan bahwa pola-pola yang kelihatan sekarang,

seperti variasi lokal dalam luas tanah bengkok, ketunakismaan, ketidakmerataan diantara pemilik tanah, timbulnya suatu golongan pemilik tanah luas, bertahannya

pola usahtani kecil-kecilan berkat lembaga penyakapan, dan sebagainya. Semuanya merupakan akibat dari suatu proses dinamika yang telah dimulai pada

zaman nenek moyang kita, sehingga benar-benar disebut sebagai warisan sejarah.

Kegiatan sewa dan sakap ini berkembang dengan baik melalui instrumen kesepakatan antara pemilik tanah dan penggarap, umumnya penyewaan dan atau

penyakapan didasarkan pada alasan ekonomi untuk meningkatkan usahanya.

Menurut Shanin (1971) dalam Subali (2005), terdapat empat karakteristik utama petani. Pertama, petani adalah pelaku ekonomi yang berpusat pada usaha

milik keluarga. Kedua, menggantungkan kehidupan mereka kepada lahan. Bagi

petani, lahan pertanian adalah segalanya. Lahan dijadikan sebagai sumber yang

diandalkan untuk menghasilkan bahan pangan keluarga, harta benda yang lebih

tinggi, dan ukuran terpenting bagi status sosial. Ketiga, petani memiliki budaya

(34)

solidaritas sosial. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya keterbukaan petani

berlahan luas untuk mempekerjakan petani yang tidak memiliki lahan atau

berlahan sempit. Semua itu didorong oleh rasa solidaritas diantara sesama petani.

Keempat, petani cenderung sebagai pihak yang tersubordinasi namun tidak

dengan mudah ditaklukkan oleh kekuatan ekonomi, budaya dan politik eksternal

yang mendominasi mereka.

Penelitian yang dilakukan oleh Husken (1998) di Desa Gondosari, Pati,

Jawa Tengah dapat dijadikan sebagai salah satu bahan acuan mengenai ciri-ciri

petani di Indonesia pada saat ini. Menurut dia, ciri yang pertama adalah bahwa

petani bermata pencaharian ganda, selain bertani mereka juga memiliki pekerjaan

sampingan, seperti pedagang, buruh, supir. Melihat kenyataan dilapangan,

pekerjaan sampingan tersebut ternyata merupakan pekerjaan pokoknya Ciri kedua,

tanaman yang diproduksi petani ialah tanaman yang tidak berisiko tinggi, artinya

teknologinya dapat dengan mudah dikuasai, misalnya tanaman talas, pisang, dan

umbi-umbian. Pertimbangan lainnya ialah petani paham ke mana pasar bagi

tanaman yang diusahakan serta menguntungkan secara ekonomi. Ciri ketiga, motif

berusaha petani ialah mencari keuntungan yang dilakukan dengan

mengintensifkan penggunaan lahan yang hasilnya akan dijual untuk mendapatkan

uang tunai. Ciri keempat petani ialah bagian dari sistem politik yang lebih besar

yang ditunjukkan oleh adanya partai-partai politik yang berpengaruh pada mereka

juga terhadap kepemimpinan di desa. Adapun ciri yang terakhir adalah bahwa

petani subsisten secara mutlak tidak ada, karena petani mempunyai hubungan

yang kuat terhadap pasar tempat menjual hasil pertaniannya atau bahkan membeli

(35)

Menurut Elizabeth (2007: 30) penerapan paradigma modernisasi yang

mengutamakan prinsip efisiensi dalam pelaksanaan pembangunan pertanian

menyebabkan terjadinya perubahan struktur sosial masyarakat petani di pedesaan.

Berbagai proses pelaksanaan pembangunan, terutama industrialisasi, dalam jangka

menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur pemilikan

lahan pertanian, pola hubungan kerja dan struktur kesempatan kerja, serta struktur

pendapatan petani di pedesaan. Terkait dengan struktur pemilikan lahan,

perubahan tersebut mengakibatkan terjadinya: (1) petani lapisan atas; merupakan

petani yang akses pada sumberdaya lahan, kapital, mampu merespon teknologi

dan pasar dengan baik, serta memiliki peluang berproduksi yang berorientasi

keuntungan; dan (2) petani lapisan bawah; sebagai golongan mayoritas di

pedesaan yang merupakan petani yang relatif miskin (dari segi lahan dan kapital),

hanya memiliki faktor produksi tenaga kerja. Untuk memenuhi kebutuhan

berproduksi, kedua lapisan masyarakat petani tersebut terlibat dalam hubungan

kerja yang kurang seimbang.

(36)

2.2Bidang Kegiatan Pertanian Sawah: Strategi Pemilik Lahan

Sistem gadai hanya akan dilakukan pemilik sawah dalam keadaan yang

sangat terpaksa. Tentang kontrak maro jika pemilik lahan adalah seorang ayah, maka kontrak maro dilakukan oleh seorang anak atas alasan-alasan hubungan kekerabatan, pertama untuk membantu rumah tangga ekonomi rumah tangga anak

tersebut. Kedua adalah untuk mendidik anak dalam mengelola pekerjaan di

sawah. Pada suatu hari dipertimbangkan sawah yang dipatronkan itu akan jatuh

kepada anak tersebut sebagai warisan orang tua.

Penggunaan buruh tani dari sudut pandang pemilik sawah adalah akibat

pasokan buruh yang melimpah, maka tingkat upah buruh sangat bersaing. Situasi

seperti ini beserta tekanan moral pedesaan untuk membantu tetangga dan hidup

rukun dengan tetangga mendorong pemilik lahan untuk tidak mencari tenaga

buruh dari luar kampung sendiri. Kalau kita lama hidup dalam sebuah kampung

akan terasa aneh jika terjadi seorang pemilik sawah menyewa buruh tani dari

kampung lain. Hal yang serupa juga terjadi dengan persewaan kerbau untuk

pekerjaan membajak dan menggaru, bahkan untuk sawah-sawah yang terletak di

luar kampung sendiri, para pemilik lahan tetap akan mempekerjakan para buruh

yang dibawa dari kampung sendiri.

Pada situasi melimpahnya buruh tani tunakisma yang mencari kerja di

sawah dan meluasnya kemiskinan, pekerjaan berupah adalah semacam sesuatu

yang diidam-idamkan dan memberi pekerjaan semacam itu kepada seseorang

dapat dipandang sebagai sebuah kemurahan hati. Memberikan pekerjaan kepada

(37)

pemilik lahan. Dengan berbuat demikian, mereka berharap buruh tani yang

mereka tolong itu akan menolong mereka pula nanti jika bila diperlukan.

Masyarakat desa berpendapat bahwa hanya tetanggalah yang akan segera

datang menolong mereka ketika mendapat kesusahan. Kerabat yang tinggal di

kampung lain secara teknis susah untuk menolong, karena jarak tempat tinggal

yang jauh. Di kampung-kampung sisi dimana lembaga formal tidak ada dalam

sebagian besar orang bergantung kepada tetangga. Inilah alasan utama mengapa

muncul situasi umum di pedesaan Cikalong, dan di Jawa umumnya, bahwa “The villagers place importance upon lending immediate assistance to people living nearby” (Jay 1969: 237 dalam Marzali 2003: 108).

Memberikan pekerjaan dengan upah kepada seorang buruh lepas sebagai

satu kemurahan hati diberikan secara terbatas. Apabila tenaga kerja keluarga di

rumah tidak cukup, maka bantuan tenaga dari luar dicari pertama dari kalangan

kerabat dekat, yaitu anak menantu dan saudara yang tinggal di kampung yang

sama. Selain itu dari kalangan tetangga dekat. Biasanya untuk

pekerjaan-pekerjaan yang kecil seperti memacul waktu mempersiapkan lahan, caplak, dan

menyiang, tenaga kerja dari kedua golongan ini sudah mencukupi. Hal ini juga

nampaknya berlaku di tempat-tempat lain di Jawa (Marzali 2003: 108). Di luar

(38)

di Kendal Jawa Tengah untuk memahami kondisi pada zaman Orde Lama bahwa

“perubahan sistem penguasaa tanah juga telah menyebabkan perubahan sistem

produksi pertanian”. Sebelum tahun 1960, ada tiga jenis hak penguasaan tanah komunal, yaitu hak bengkok, hak banda desa, hak narawita, serta satu yang bersifat individual yaitu hak yasan. Saat itu, tanah yasan mencakup 76,7 persen dari total tanah di desa tersebut. Penerapan UUPA tahun 1960 menyebabkan

konversi tanah yang semula berdasarkan hukum adat (komunal) menjadi hak

milik.

Hak narawita, secara de facto sudah menjadi milik individual, sehingga penjualan tanah berkembang, peluang tunakisma untuk menggarap mengecil, dan mobilitas penguasaan cenderung sentrifugal atau terpolarisasi. Bersamaan dengan

itu, sistem produksi yang semula dilandasi nilai-nilai tradisional digantikan oleh

sistem produksi komersial. Organisasi produksi dari sebelumnya berupa pola-pola

penyakapan seperti maro, merapat, merlimo, lebotan, bawon, dan mutu digantikan dengan pola dengan penyewaan, buruh lepas, panen tebasan, dan penggilingan padi mekanis. Temuan ini didukung oleh Hayami dan Kikuchi

(1987) dalam Syahyuti (2001), yang menemukan bahwa “Kesamaan dampak revolusi hijau di Indonesia dan Filipina”. Tranformasi sistem sosial pedesaan ini

juga didukung oleh Temple (1976) dalam Syahyuti (2001) melihat bahwa “Adanya evolusi desa Jawa dari desa komunal (1830-1870), dilanjutkan desa

tradisional (1870-1959), dan terakhir desa komersial bersamaan dengan era revolusi hijau”.

(39)

antar lapisan petani”. Kondisi sebelum tahun 1960 dimana masyarakat terbagi

atas tiga lapisan sosial, yaitu sarekat (pemegang hak bengkok), sikep ngajeng (pemegang hak narawita) dan sikep wingking (tunakisma) dilandasi hubungan “patron–klien”; berubah menjadi hubungan berdasarkan nilai-nilai komersial pola

(40)

tertentu dari permukaan tanah. Hal tersebut menyebabkan pemilikan atas tanah

tidak hanya mengenai hak milik saja melainkan juga termasuk hak guna atas tanah

yaitu suatu hak untuk memperoleh hasil dari tanah bukan miliknya dengan cara

menyewa, menggarap dan lain sebagainya. Kemudian bagaimanakah keadaan

diferensiasi luas pemilikan tanah? Ini harus diteliti dengan wawancara langsung

(41)

kebutuhan konsumen (Soeharjo dan Patong, 1973). Strategi berasal dari kata

Yunani Strategos dan Strategia, istilah strategi yang dipakai berarti pengetahuan dan seni menangani sumber-sumber yang tersedia dari suatu perusahaan (petani

lapisan atas) untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan. Strategi

adalah alat untuk mencapai tujuan jangka panjang. Strategi adalah tindakan

potensial yang membutuhkan keputusan manajemen tingkat atas dan sumberdaya

perusahaan (petani lapisan atas) dalam jumlah yang besar. Petani lapisan atas

merupakan petani yang akses pada sumberdaya lahan, kapital, mampu merespon

teknologi dan pasar dengan baik, serta memiliki peluang berproduksi yang

berorientasi keuntungan (Elizabeth, 2007: 30).

Pengelolaan atau manajemen usahatani adalah kemampuan petani dalam

menentukan, mengorganisir dan mengkordinasikan faktor-faktor produksi yang

dikuasai dengan sebaik mungkin sehingga mampu memberikan produksi

pertanian yang diharapkan. Faktor-faktor produksi yang dikelola oleh petani

adalah: lahan atau tanah garapan, alokasi penggunaan tenaga kerja, modal, dan

kegiatan usahatani padi sawah.

Tenaga kerja dalam usahatani sangat diperlukan dan berpengaruh terhadap

penyelesaian berbagai macam kegiatan produksi usahatani. Jenis tenaga kerja

dibagi menjadi tiga yaitu: tenaga kerja manusia, hewan, dan mesin. Tenaga kerja

yang menjadi faktor produksi dalam penelitian ini adalah tenaga kerja manusia.

Modal adalah barang atau uang yang secara bersama-sama dengan faktor produksi

lain digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa, yaitu produk pertanian.

Sumber modal diperoleh dari; milik sendiri, pinjaman, kredit, hadiah, warisan,

(42)

2.5Kerangka Pemikiran

Kajian utama diarahkan pada proses akumulasi modal petani lapisan atas.

Proses akumulasi modal melalui mekanisme dan investasi surplus dari pemilik

lahan tradisional, pemilik lahan modern dan pemilik lahan entrepreneur. Adapun fokus kajian peran petani lapisan atas di dalam pembangunan pedesaan pada

sumberdaya dan lapangan kerja, transfer teknologi dan kelembagaan. Kerangka

pemikiran pada tujuan yang ingin dicapai secara sederhana diwujudkan pada

(43)

Keterangan:

Mempengaruhi

[image:43.612.104.509.91.597.2]

Berhubungan

Gambar 2. Kerangka Pemikiran.

2.6Hipotesis Pengarah

Peran Petani Lapisan Atas di

Pedesaan:

1. Sumberdaya dan Lapangan

Kerja

2. Tranfer Teknologi

3. Kelembagaan

Strategi Ekonomi Petani Lapisan Atas dalam Mengakumulasi Modal: Tipe Petani Lapisan Atas di Desa Ciasmara

Proses Akumulasi Modal:

1. Pemilik Lahan Tradisional

2. Pemilik Lahan Modern

(44)

Berdasarkan rangkaian konsep yang diutarakan serta wawasan peneliti

terhadap subjek tineliti, beberapa pernyataan hipotesis yang mengarahkan peneliti

menjawab pertanyaan penelitian disusun di bawah ini. Beberapa hipotesis

pengarah itu adalah:

1. Proses akumulasi modal melalui mekanisme surplus dan investasi surplus

berupa persediaan alat-alat produksi, reproduksi dan produksi, dan bidang

sirkulasi atau pertukaran uang dari rumah tangga petani lapisan atas

dimana surplus di sektor pertanian diinvestasikan ke sektor non pertanian.

Proses akumulasi dan investasi yang saling menunjang dari sektor

pertanian ke sektor non pertanian diantara petani lapisan atas di pedesaan

maka terjadi akumulasi modal.

2. Petani lapisan atas memiliki peran di dalam pembangunan pedesaan.

3. Proses akumulasi modal dan peran petani lapisan atas dapat menjelaskan

strategi ekonomi petani lapisan atas dalam mengakumulasi modal.

2.7Definisi Konseptual

1. Strategi adalah tindakan potensial yang membutuhkan keputusan

manajemen tingkat atas dan sumberdaya perusahaan (petani lapisan atas)

dalam jumlah yang besar. Selain itu, strategi mempengaruhi kemakmuran

perusahaan (petani lapisan atas) dalam jangka panjang.

2. Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu,

alam, tenaga kerja, modal dan pengelola yang diusahakan oleh

perseorangan ataupun sekumpulan orang (petani lapisan atas) untuk

(45)

3. Petani lapisan atas adalah petani yang akses pada sumberdaya lahan,

kapital, mampu merespon teknologi dan pasar dengan baik, serta memiliki

peluang berproduksi yang berorientasi keuntungan.

4. Rumah tangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami

sebagian atau seluruh bangunan fisik, dan biasanya tinggal bersama serta

makan dari satu dapur.

5. Tanah adalah asal dan sumber makan manusia serta tempat tumbuh

komoditi-komoditi yang akan diusahakan.

6. Modal adalah barang atau uang yang secara bersama-sama dengan faktor

produksi lain digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa, yaitu produk

pertanian.

7. Pemilik lahan tradisional adalah petani yang mempunyai lahan sawah yang

luas menggunakan sistem pertanian yang masih sederhana.

8. Pemilik lahan modern adalah petani yang mempunyai lahan sawah yang

luas menggunakan sistem pertanian yang maju.

9. Pemilik lahan entrepreneur adalah petani yang mempunyai lahan sawah yang luas dan juga memiliki profesi sebagai pedagang.

10.lapangan kerja adalah kegiatan seorang petani untuk dapat bekerja agar

terpenuhinya kebutuhan hidup keluarga melalui pekerjaan di sektor

pertanian maupun sektor non pertanian.

11.Tranfer teknologi adalah memberi penerapan ilmu pengetahuan sebagai

(46)

12.Kelembagaan adalah kompleks peraturan-peraturan dan peran sosial yang

mempengaruhi perilaku orang-orang di sekitar pemenuhan

kebutuhan-kebutuhan penting.

13.Akumulasi modal adalah penjumlahan dari seluruh aset atau kekayaan

yang dimiliki rumah tangga petani dari sektor pertanian maupun sektor

non pertanian.

14.Wirausahawan (Entrepreneur) didefinisikan sebagai seseorang yang membawa sumber daya berupa tenaga kerja, material, dan aset lainnya

pada suatu kombinasi yang menambahkan nilai yang lebih besar daripada

sebelumnya, dan juga dilekatkan pada orang yang membawa perubahan,

(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif dipilih karena mampu memberikan pemahaman yang

mendalam dan rinci tentang suatu gejala sosial. Di mana peneliti hendak mengkaji

realitas sosial yang menggambarkan bagaimana strategi ekonomi petani lapisan

atas dalam mengakumulasi modal. Kemudian menggambarkan strategi ekonomi

petani lapisan atas dalam hal proses akumulasi modal dan peran petani lapisan atas

di dalam pembangunan pedesaan.

Pendekatan kualitatif menggunakan studi riwayat hidup. Studi riwayat

hidup atau tepatnya riwayat hidup individu adalah bahan keterangan tertulis

mengenai pengalaman kehidupan individu-individu tertentu, sebagai warga dari

suatu masyarakat yang sedang diteliti (Koentjaraningrat, 1985: 158: Denzin, 1989:

(48)

31) menyatakan ada dua jenis data riwayat hidup menurut sumbernya, yaitu: data

terdokumentasi dan data tangan pertama. Dengan data terdokumentasi

dimaksudkan adalah keseluruhan bahan tulisan atau bahan rekaman yang

bersangkut-paut secara langsung maupun tidak langsung dengan riwayat

kehidupan subyek. Sedangkan data tangan pertama adalah informasi langsung dari

individu subyek tentang kisah kehidupannya, yang diperoleh melalui suatu

wawancara mendalam.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan,

Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan memfokuskan pada daerah

pertanian sawah yang memiliki petani lapisan atas dalam hubungannya dengan

strategi ekonomi dalam mengakumulasi modal. Pemilihan lokasi penelitian

tersebut dilakukan secara purposive (sengaja) karena untuk mengkaji penelitian maka penelitian ini harus menemukan lokasi yang sesuai agar mendapatkan

fakta-fakta sosial yang terdapat di lapangan dan fakta-fakta-fakta-fakta sosial tersebut diharapkan

mampu menjawab realitas sosial yang ada. Kondisi kegiatan pertanian sawah di

desa tersebut mempunyai petani lapisan atas yang cukup relevan dengan penelitian

ini sehingga peneliti dapat melihat strategi ekonomi dalam mengakumulasi modal

yang dilakukan petani lapisan atas di lokasi tersebut. Petani lapisan atas yang

terdapat di desa ini adalah para pengusaha usahatani padi sawah yang padat modal

dan kebanyakan mereka adalah para haji tuan tanah setempat.

Penelitian (dari proses penjajagan lapangan, menentukan tineliti,

(49)

mulai Bulan Juni-Juli 2009. Di mana, dalam hal pengambilan data peneliti tinggal

bersama tineliti subjek penelitian di lapangan dalam jangka waktu satu bulan.

Proses ini dilakukan peneliti untuk dapat mengetahui kondisi demografis lokasi

penelitian secara rinci, menggali strategi ekonomi yang mereka lakukan dengan

studi riwayat hidup dan dalam rangka membangun hubungan sosial yang dekat

antara peneliti dengan tineliti.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam pendekatan kualitatif dilakukan dengan

menggunakan teknik triangulasi metodologi (kombinasi beberapa metode

pengumpulan data), yaitu antara lain : wawancara mendalam (indepth interview), observasi lapang dan penelusuran dokumen atau literatur. Hal ini dilakukan

peneliti agar dapat memperoleh kombinasi data yang akurat, sehingga dapat

menjelaskan gejala sosial yang berkaitan dengan strategi ekonomi lapisan atas

dalam mengakumulasi modal.

Wawancara mendalam dilakukan dengan tineliti yang dipilih secara

sengaja, yaitu tineliti yang sesuai dan dianggap mampu menjelaskan berbagai realitas sosial yang berkaitan dengan penelitian ini. Peneliti melakukan wawancara

mendalam dengan tiga tokoh petani lapisan atas yang ada di desa tersebut yakni H.

Aw, H. At dan H. Ong yang kemudian diteruskan dengan cek-silang. Cek-silang

(50)

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.

Data primer penelitian diperoleh dari tineliti, meliputi data mengenai (1)

penjelasan proses akumulasi modal petani lapisan atas; (2) penjelasan peran petani

lapisan atas di dalam pembangunan pedesaan; (3) gambaran strategi ekonomi

petani lapisan atas dalam mengakumulasi modal. Adapun data sekunder

merupakan data yang didapatkan dari dokumen-dokumen tertulis yang berupa

tulisan ilmiah dan dokumen laporan yang diterbitkan oleh instansi yakni data

monografi desa dan potensi desa.

3.4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dari pendekatan kualitatif dilakukan sejak awal

pengumpulan data, di mana dalam melakukan pengumpulan data peneliti juga

melakukan analisis data secara bersamaan. Cara menganalisis data kualitatif

menurut Miles dan Huberman (1992) dalam Sitorus (1998: 59) meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Adapun penjelasan mengenai

tahapan tersebut dapat dilihat di bawah ini.

Tahap pertama, reduksi data dimaksudkan adalah proses pemilihan,

pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan data transformasi

kasar yang muncul dari catatan-catatan yang tertulis dilapangan. Kemudian reduksi

data tujuan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, mengeliminasi

data-data yang tidak diperlukan dan mengorganisir data sedemikian sehingga

didapatkan kesimpulan akhir (Sitorus, 1998: 60). Peneliti kemudian membagi data

ke dalam beberapa fokus penelitian yang disesuaikan untuk menjawab perumusan

(51)

lapisan atas di dalam pembangunan pedesaan, strategi ekonomi petani lapisan atas

dalam mengakumulasi modal dan gambaran umum desa dikelompokkan tersendiri.

Tahap kedua penyajian, dimaksudkan sekumpulan informasi tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan (Sitorus, 1998: 60). Data yang telah direduksi akan disajikan dalam

bentuk teks naratif maupun matriks yang menggambarkan proses akumulasi modal

petani lapisan atas, kemudian peran petani lapisan atas di dalam pembangunan

pedesaan dan strategi ekonomi petani lapisan atas dalam mengakumulasi modal.

Hasilnya diharapkan dapat menjawab perumusan masalah yang telah ditetapkan.

Tahap ketiga, penarikan kesimpulan, yang dalam hal ini mencakup juga

verifikasi atas kesimpulan itu. Kesimpulan-kesimpulan itu diverifikasi selama

penelitian berlangsung dengan cara: (1) memikir ulang selama penelitian, (2)

tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, (3) peninjauan kembali dan tukar

(52)

Tabel 1. Kebutuhan Data dan Metode Pengumpulannya

No. Informasi Sub-topik Metode

Pengumpulan Data

Sumber data

1. Ekologi desa 1. Jenis tanah, tata

tanah, luas lahan, tata guna lahan

2. Vegetasi flora-fauna

3. Sistem petanian

4. Sistem teknologi

Analisa dokumen Observasi Wawancara

Data pemerintah desa Data dinas pertanian Dinas yang terkait

2. Sejarah desa Cerita sejarah desa Analisa dokumen

Wawancara mendalam Dokumen sejarah desa Aparat desa Tokoh desa

3. Struktur demografi 1. Jumlah penduduk

dan tingkat

kepadatan penduduk

2. Jumlah keluarga tani

3. Struktur penduduk

berdasarkan umur dan perkerjaan

4. Struktur penguasaan

lahan

5. Migrasi

6. Kematian dan

kelahiran Analisa dokumen Wawancara Data demografi pemerintah desa Aparat desa

4. Infrastruktur Desa 1. Perumahan dan

infrastruktur

2. Transportasi dan

komunikasi

3. Pasar

4. Fasilitas listrik

5. Sistem pengairan

Analisa dokumen Observasi

Wawancara

Data pemerintah desa Aparat desa

Dinas pertanian PLN

Telkom

5. Struktur sosial

masyarakat desa

1. Stratifikasi sosial: penguasaan lahan, kedudukan sosial.

2. Hubungan sosial:

interaksi petani lapisan atas dengan petani bawah/buruh tani.

Analisa dokumen Observasi Wawancara

Data pemerintah desa Aparat desa

Tokoh desa

6. Kondisi rumah

tangga petani lapisan atas

1. Perumahan petani

lapisan atas: model bangunan, bahan bangunan, luas bangunan

2. Harta benda petani

lapisan atas

3. Pendidikan anak

petani lapisan atas

Analisa dokumen Observasi Wawancara mendalam

(53)

7. Pola nafkah rumah tangga petani lapisan atas

1. Ragam mata

pencaharian

2. Pembagian kerja:

pembagian kerja antara orang tua dengan anak-anak; pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan

3. Pendapatan

4. Kebutuhan keluarga

5. Pola produksi

6. Pola konsumsi

7. Pola reproduksi

8. Kegiatan petani

lapisan atas di pertanian dan di luar pertanian

9. Kegiatan rumah

tangga petani lapisan atas 10. Penguasaan teknologi Wawancara mendalam Observasi Berperanserta

Petani lapisan atas dan keluarganya

8. Religi dan

Kebudayaan

Keberadaan agama, adat-istiadat, norma-norma dan nilai-nilai di lingkungan petani lapisan atas

Wawancara mendalam Observasi

(54)
[image:54.612.138.500.87.295.2]

Gambar 3. Desa tempat penelitian berada di Barat Daya Kota Bogor.

[image:54.612.133.505.340.691.2]
(55)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI

4.1 Keadaan Fisik dan Infrastuktur di Desa Ciasmara

Desa Ciasmara adalah sebuah daerah yang terletak di Kecamatan

Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 473,501 kilometer

persegi. Desa Ciasmara merupakan desa induk sebelum dilakukannya pemecahan

menjadi tiga desa yaitu: Desa Ciasihan, Desa Ciasmara, dan Desa Purwabakti.

Menurut cerita masyarakat setempat dahulu, nama Ciasmara berasal dari kata cai dan asmara yang berarti air yang membawa kedamaian dan penuh cinta antar

sesama. Desa Ciasmara memiliki tiga dusun, 11 rukun warga dan 29 rukun

tetangga. Letak desa ini berada di antara 400 sampai dengan 600 meter di atas

permukaan laut dengan suhu udara antara 28 derajat Celcius sampai dengan 34

[image:55.612.140.498.442.669.2]

derajatCelcius.

(56)

Wilayah Desa Ciasmara di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Ciasihan,

sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi, sebelah Timur

berbatasan dengan Desa Purwabakti, sebelah Barat berbatasan dengan Desa

Cibunian.

Jarak pemerintahan desa dari Kecamatan Pamijahan sejauh 7 kilometer,

jarak dari Ibukota Kabupaten Bogor sejauh 35 kilometer, dari Ibukota Propinsi

Jawa Barat sejauh 350 kilometer, sedangkan jarak dari Ibukota Negara RI Jakarta

sejauh 200 kilometer. Topografi wilayah Desa Ciasmara 60 persen berombak, 20

persen berombak sampai berbukit sedangkan 20 persen berbukit sampai

bergunung.

Desa ini memiliki prasarana umum yang meliputi: prasarana pemerintahan

desa, prasarana pengairan, alat transportasi, angkutan dan komunikasi, jalan dan

jembatan, sarana perekonomian dan sosial budaya. Sarana fasilitas pemerintahan

desa terdiri dari: satu buah balai desa, satu buah kantor desa, tanah kas desa

berupa kantor desa seluas 791 meter persegi, kuburan 800 meter persegi, dan jalan

desa 19.500 meter. Prasarana pengairan yang terdapat di desa ini berupa dua buah

air terjun dan dua sungai. Adapun alat transportasi meliputi angkot 20 unit, ojeg

30 unit, dan sepeda 125 buah. Sedangkan prasarana angkutan dan komunikasi

yang tersedia adalah empat kilometer jalan aspal, enam kilometer jalan diperkeras,

masing-masing 10 kilometer jalan tanah, jalan umum yang dapat dilalui kendaraan

roda empat dan jalan utama yang tidak dapat dilalui kendaraan roda empat. Selain

itu, di desa ini juga terdapat jalan kabupaten sepanjang satu kilometer dan jalan

desa sepanjang sembilan kilometer. Pada prasarana perekonomian, desa ini

(57)

Desa Ciasmara pada saat ini sudah memiliki gedung pendidikan sekolah

dari mulai sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah

umum dan ditunjang dengan pendidikan kejar paket A, B, dan C, Pusat Pelatihan

Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S), Pos Penyuluhan Pertanian (Posluhtan),

serta sebuah gedung Puskesmas dan Posyandu dan adanya pasar desa, terminal

angkutan Trans Parabakti Leuwiliang dalam rangka menunjang perekonomian di

tingkat pedesaan, untuk jalan desa lebih kurang 12 kilometer dengan kondisi

sebagian masih jalan tanah berbatu.

Untuk kegiatan keagamaan tersedia bangunan Masjid dan Musholla di tiap

wilayah rukun tetangga atau rukun warga yang juga ditunjang dengan bangunan

produk pesantren dengan kondisi yang masih sangat sederhana, selain itu tersedia

juga potensi wisata alam yang berada di Kampung Cibeureum, walaupun sampai

saat ini belum secara maksimal digali dan dikembangkan, dikarenakan

keterbatasan pengetahuan dan sumberdaya modal.

4.2 Sumber-Sumber Agraria dan Sistem Pertanian Setempat

Menurut Sitorus (2002: 34-35) sumber-sumber agraria m

Gambar

Gambar 1. Lingkup hubungan-hubungan agraria.
Gambar 2. Kerangka Pemikiran.
Gambar 4. Peta Desa Ciasmara.
Gambar 5. Kantor Kepala Desa Ciasmara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penyakit jantung hipertensi adalah istilah yang diterapkan untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventricle hyperthrophy (LVH) atau

(T/F) Jika perusahaan asuransi dihadapkan dengan konsumen yang memiliki probabilitas kecelakaan berbeda, maka akan menguntungkan mereka jika mereka dapat menemukan

Formulasi sediaan cold cream yang dibuat mengacu pada formula basis standar dalam formularium nasional (1978) dengan menggunakan bahan aktif berupa kombinasi eksrak kulit

Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode true experimental research dengan pokok kajian terletak pada: yang pertama adalah rancang bangun alat pengering, dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas nutrisi ransum konsentrat sapi pedaging berbasis lumpur sawit dan beberapa bahan pakan lokal ( dedak, kulit

Beliau adalah pedoman/ teladan di segala bidang kehidupan. Lihat saja kehidupannya dapat menjadi teladan bagi pedagang, raja dan orang-orang yang berkecipung dalam

Bagi Mahasiswa Prodi Bimbingan dan Konseling Angkatan 2014 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Saran peneliti adalah agar mahasiswa penyusun skripsi angkatan 2014 tetap

Wilayah Turen memiliki sejarah panjang, tentu merupakan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Turen. Ini berarti ada semacam tanggung jawab sosial dan kultural dari