• Tidak ada hasil yang ditemukan

Solusi Mengatasi Kendala Implementasi Pendidikan Karakter

Dalam dokumen I NYOMAN BAYU PRAMARTHA S0861102007 (Halaman 143-157)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Frofil Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri Denpasar Bal

3. Solusi Mengatasi Kendala Implementasi Pendidikan Karakter

Dari hasil temuan di lapangan dapat di diamati dengan seksama bahwa di dalam suatu kendala-kendala yang ada, terdapat solusi untuk mengatasinya. Hal tersebut dapat diamati dari proses implementasi dan integrasi pendidikan karakter di SLB/A Negeri Denpasar yang kerap kali kali mengalami kendala dalam realisasinya, tetapi di balik kendala-kendala yang di hadapi guru-guru di SLB/A Negeri Denpasat terdapat upaya solusi untuk mengatasinya. Berikut hasil temuan dilapangan mengenai upaya solusi yang dilakukan guru untuk mengatasi kendala dalam proses implementasi dan integrasi nilai-nilai

commit to user

pendidikan karakter pada mata pelajaran di sekolah, yang dalam penelitian ini di fokuskan pada empat mata pelajaran IPS, IPA, Kesenian, dan Olahraga.

a. Mata Pelajaran IPS

Tujuan utama ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi masalah yang terjadi sehari-hari, baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.

Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu pembelajaran yang boleh dikatakan dapat membentuk karakter peserta didik jika diimplementasi dan diintegrasikan secara baik. Di SLB/A Negeri Denpasar-Bali pendidikan karakter diintegrasikan pada seluruh mata pelajaran salah satunya mata pelajaran IPS. Upaya-upaya serta solusi yang dilakukan guru dalam pembentukkan karakter siswa tunanetra di SLB/A Negeri Denpasar melalui pembelajaran IPS untuk lebih jelasnya dapat diamati pada hasil wawancara, dan observasi secara langsung di SLB/A Negeri Denpasar. Berikut hasil petikan wawancara dengan guru IPS di SLB/A Negeri Denpasar-Bali:

“ Dalam mata pelajaran IPS kita selipkan/ sisipkan pendidikan karakter pada pelajaran IPS pada pembahasannya terkait dengan pendidikan karakter. Pada Dasarnya siswa sangat senang, dan ada wawasan baru yang mereka ketahui terkait dengan pendidikan karakter tersebut (CLHW-06/01: Drs Ngakan Made Dirgayusa).

“ Upaya-upaya solusi yang saya lakukan dalam pembentukkan karakter siswa melalui pembelajaran IPS khususnya pada tingkat SMPLB antara lain: pada saat proses pembelajaran di kelas saya selalu berupaya mengintegrasikan pendidikan karakter pada mata

commit to user

pelajaran saya. Mungkin anda juga mengetahui mata pelajaran IPS merupakan gabungan dari pelajaran Sejarah, Ekonomi, Sosiologi, dan Geografi. Dalam empat mata pelajaran yang terintegrasi dalam IPS terpadu. Terdapat karakter khusus yang bisa diaplikasikan ke dalamnya. Contoh: Dalam pelajaran sejarah: nilai- nilai karakter yang selalu saya tanamkan adalah cinta tanah air, semangat kebangsaan yang selalu saya sisipkan pada mata pelajaran Sejarah”. Serta pada mata pelajaran geografi selalu saya sisipkan bagaimana cara kita selalu menjaga dan melestariakan bumi kita. Hal ini perlu saya sisipkan walaupun mereka anak-anak yang memiliki hendaya penglihatan atau yang lebih sering disebut tunanetra” (CLHW-01/05: Ngakan Putu Silayusa).

Catatan lapangan hasil wawancara menunjukkan bahwa dalam pembelajaran IPS nilai-nilai karakter yang dapat diambil antara lain: semangat kebangsaan, cinta tanah air, serta cinta terhadap lingkungan. Jadi IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang bisa diintegrasikan pada pendidikan karakter. Dalam proses sosialisasi pada nilai-nilai masyarakat secara universal maka IPS merupakan mata pelajaran yang memenuhi kriteria tersebut.

Dalam observasi secara langsung pada saat proses pembelajaran di dalam kelas solusi yang dilakukan guru dalam mengatasi kendala integrasi nilai-nilai pendidikan karakter pada anak-anak tunanetra, dilakukan tidak hanya sebatas pada pengintegrasian nilai-nilai pada materi pelajaran yang diajarkan saja akan tetapi pembentukkan karakter itu dapat dilihat pada bagaimana cara guru mengajarkan disiplin pada siswa-siswa pada saat proses pembelajaran IPS dimulai. Pada saat proses pembelajaran dimulai siswa-siswi selalu diajarkan agar selalu mengikuti pembelajaran secara tertib. Tertib merupakan salah satu bentuk karakter bangsa yaitu disiplin. Jadi kedisiplinan merupakan suatu dasar dari pembentukkan karakter selanjutnya.

commit to user

Dalam proses pembelajaran upaya-upaya lain yang dilakukan guru IPS untuk dapat memberikan solusi dalam mengatasi kendala implementasi pendidikan karakter antara lain: pada setiap awal semester guru memberikan

siswa buku mata pelajaran IPS berhuruf Braillo. Tujuan pemberian buku

braillo supaya siswa bisa belajar sendiri, serta diharapkan melalui pemberian

buku IPS berhuruf Braillo dapat menumbuhkembangkan minat membaca pada

setiap siswa. Membaca merupakan fundamen yang sangat penting untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai pendidikan karakter. Walaupun tidak bisa membaca secara normal, tapi mereka tetap bisa membaca walaupun dengan cara meraba: Hal ini merupakan salah satu bentuk karakter bangsa yaitu gemar membaca, mandiri, dan rasa ingin tahu.

Gambar 19. Buku mata pelajaran IPS berhuruf Braillo.

Sumber: Doc.Peneliti (2012)

Jadi guru mata pelajaran IPS khususnya pada tingkat SMPLB telah berupaya melakukan solusi dalam membentuk karakter anak-anak tunanetra untuk mempunyai karakter yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia

commit to user

yaitu dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada mata pelajaran IPS. Walaupun dalam kehidupan sehari-hari mereka memiliki suatu keterbatasan baik itu dilihat dari segi kognitif, Afektif, dan Psikomotorik, dan memiliki hendaya penglihatan. Walaupun demikian mereka merupakan

generasi penerus bangsa yang secara holistic harus diberikan pengetahuan

tentang pendidikan karakter. Jadi dalam mata pelajaran IPS banyak sekali nilai-nilai karakter yang bisa diintegrasikan kepada siswa di SLB/A Negeri Denpasar-Bali.

b. Mata Pelajaran IPA

Menurut hasil observasi dan wawancara. Solusi untuk mengatasi kendala yang dihadapi guru dalam proses integrasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada anak berkebutuhan khusus pada mata pelajaran IPA antara. Dari hasil hasil wawancara dapat dituliskan sebagai berikut:

“Dalam pembelajaran IPA upaya-upaya yang dilakukan untuk memberikan solusi dalam pembentukan karakter siswa antara lain: pendekatan pendidikan karakter lebih difokuskan pada kejadian/fakta/ sikap yang pernah mereka alami antara individu, artinya mengurangi tindakan-tindakan/ contoh yang terlalu abstrak, sehingga gampang dipahami oleh anak tunanetra. Dalam

pembelajaran di dalam kelas saya berusaha untuk

mengintegrasikan nilai-nilai karakter misalnya seperti: 1. nilai religious seperti berdoa sebelum memulai dan menutup pelajaran. 2. Nilai karakter disiplin, seperti tertib saat pelajaran sudah dimulai baik itu dalam materi pelajaran manapun dalam pembelajaran yang saya ampu. 3. Nilai karakter Mandiri, seperti ketika diberikan test mereka wajib mengerjakannya sendiri. Metode yang kami gunakan adalah metode Individual. Jika hal ini tidak dilakukan maka khusunya dalam pembelajaran IPA: siswa tunanetra ini akan sulit untuk menterjemakannya dalam bentuk tindakan nyata yang harus selalu diingata dalam prilaku sehari-hari. karena untuk anak visual impairment (tunannetra)

commit to user

mereka hanya bisa merasakan dan mendengar saja. Sehingga kami mempunyai model pembelajaran khusus yang sering dinamakan PLB” (CLHW-02/05: Pande Udayana).

Jadi pendapat diatas menyatakan bahwa, walaupun mereka merupakan anak tunanetra perapan model untuk anak awas perlu dilakukan. Pendekatan model pembelajaran kontekstual pada mata IPA perlu dilakukan agar siswa dapat berpikir secara konteks, logis dan bisa menemukan hakikat dari

pembelajaran itu sendiri (termasuk dalam Trustwothiness, bentuk karakter

yang membuat seseorang menjadi berintegrasi). Jadi menurut guru IPA. Model pembelajaran kontekstual sangat sesuai dengan system pembelajaran jaman sekarang, yang menuntut siswa supaya aktif untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Pada tahap ini karakter siswa akan terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang mereka alami.

Metode yang digunakan dalam upaya pengintegrasian nilai-nilai karakter pada pembelajaran IPA, adalah metode pendekatan individual karena anak tunanetra memang mempunyai kekurangan di dalam penglihatan. Kekurangan tersebut mengindikasikan bahwa guru wajib bekerja extra dan melakukan pendekatan- pendekatan khusus agar mata pelajaran yang di ajarkan dapat terintegrasi dengan baik. Integrasi pembelajaran yang baik akan membantu memudahkan guru untuk memadukan serta mengintegrasikan nilai- nilai pendidikan karakter yang diajarkan pada siswa di sekolah. Jadi dalam hasil wawancara di atas menyatakan metode individual wajib digunakan untuk memhami karakteristik dari anak-anak tunanetra sehingga guru lebih mudah melakukan pendekatan kepada siswa sehingga pembelajaran di dalam kelas

commit to user

dapat berjalan dengan baik. Pembelajaran yang baik berarti memudahkan guru melakukan integrasi nilai-nilai pendidikan karakter pada mata pelajaran yang diampu seperti pada mata pelajaran IPA.

Kenyataan dilapangan menunjukkan pada pembelajaran IPA guru-guru di SLB/A Negeri Denpasar khususnya pada tingkat SMPLB telah melakukan upaya-upaya maksimal dalam proses integrasi pendidikan karakter kepada peserta didik. Contoh guru-guru selalu memberikan pertanyaan kepada siswa saat proses pembelajaran IPA di kelas. Hal ini menunjukkan guru secara tidak langsung mengajarkan siswa karakter untuk selalu berpikir kritis, dan selalu sigap di saat menghadapi sesuatu.

Dalam segi media pembelajaran guru-guru sudah mengupayakan berbagai media pembelajaran yang bisa diraba secara langsung oleh siswa tunanetra pada tingkat SMPLB seperti: media kerangka tubuh manusia, serta patung organ-organ tubuh manusia. Fungsi dari media pembelajaran ini secara tidak langsung menumbuhkan karakter bangsa yaitu rasa ingin tahu siswa untuk mengetahui bentuk-bentuk kerangka tubuh manusia, serta bentuk- bentuk organ-organ tubuh yang dimiliki oleh manusia. Media pembelajaran yang dipakai guru-guru IPA di dalam menumbuhkembangkan karakter rasa ingin tahu siswa pada jenjang SMPLB untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada foto sebagai berikut:

commit to user

Gambar 20. Media pembelajaran yang dipakai guru IPA dalam menumbuhkembangkan rasa ingin tahu siswa.

Gambar 21. Media pembelajaran yang dipakai guru IPA dalam menumbuhkembangkan rasa ingin tahu siswa.

Sumber: Doc. Peneliti (2012).

Dari hasil wawancara dan pengamatan secara langsung dapat dikatakan guru sudah menyadari bahwa, pada mata pelajaran IPA anak tunanetra belajar melalui proses pendengaran dan perabaan, karena bagi mereka untuk mengerti dunia sekelilingnya harus bekerja dengan benda-benda konkret yang dapat dimanipulasi melalui observasi perabaan benda-benda riil,

commit to user

dalam tempatnya yang bersifat alamiah, mereka dapat memahami bentuk, ukuran, berat, kekerasan, sifat-sifat permukaan, kelenturan suhu, dan

sebagainya. Dengan demikian mereka lebih mudah untuk

menginternalisasikan mata pelajaran IPA.

Dapat dijelaskan disini untuk mata pelajaran IPA pada tingkat SMPLB di SLB/A Negeri Denpasar, guru-guru sudah berupaya semkasimal mungkin untuk dapat membentuk karakter peserta didik agar mempunyai kepribadian yang sesuai dengan karakter bangsa Indonesia. Jadi pada mata pelajaran IPA guru bukan hanya mengajarkan materi yang diajarkan. Akan tetapi dibalik materi yang diajarkan guru berusaha mengembangkan materi-materi pembelajaran tersebut untuk bisa diintegrasikan pada pendidikan karakter.

Berpulang dari apa yang di sampaikan tersebut, dapat dikatakan IPA bukan hanya mata pelajaran yang bisa membentuk daya pikir siswa menjadi lebih logis. IPA memberikan solusi dalam membentuk karakter kebangsaan siswa contohnya: nilai karakter mandiri, berpikir kritis ikut mewarnai dan berintegrasi dengan pendidikan karakter sebagai suatu hal yang terpisahkan. Jadi dengan demikian guru mata pelajaran IPA di SLB/A Negeri Denpasar sudah berupaya memberikan solusi terbaik untuk meminimalisir kendala yang dihadapi guru dalam proses implementasi dan integrasinya.

c. Mata Pelajaran Kesenian

Upaya-upaya atau solusi yang dilakukan guru untuk mengatasi kendala integrasi nilai-nilai pendidikan karakter pada anak berkebutuhan pada mata

commit to user

pelajaran Kesenian antara lain dapat dilihat pada hasil wawancara, hasil dokumentasi, dan observasi peneliti secara langsung pada guru Kesenian tingkat SMPLB di SLB/A Negeri Denpasar. Untuk lebih jelasnya dapat dituliskan sebagai berikut

“Dalam mata pelajaran Kesenian saya berusaha mendidik anak agar menjadi berkarakter dan senantiasa menghargai hasil karya seni yang dihasilkan baik itu dalam skup yang kecil maupun besar. Hal itulah yang selalu saya tanamkan kepada siswa agar siswa selalu menghargai hasil karya seni mereka sendiri maupun hasil karya seni orang lain. Dan selalu mengajarkan mereka kesigapan di dalam menerima pelajaran. Contohnya pada saat praktek music, gambelan dan lain-lain, Siswa-siswa di SLB/A Negeri Denpasar khususnya pada tingkat SMPLB diajarkan untuk selalu peka di dalam mendengarkan nada suara nada music dan gambelan karena itulah kelebihan mereka kadang-kadang mereka memiliki kepekaan pendengaran yang intens daripada anak-anak awas pada umumnya” (CLHW 03/05: Dewa Gede Sujana).

Petikan hasil wawancara diatas menyatakan bahwa dalam mata pelajaran Kesenian hal-hal yang harus dilakukan dalam upaya pembentukkan karakter anak, antara lain: dengan mengajarkan anak agar dapat menghargai orang lain, berarti mereka akan dapat menyadari betapa pentingnya hasil karya seni yang dihasilkan oleh diri mereka sendiri baik itu hasil karya seni yang bersifat besar maupun yang bersifat kecil. Jika melihat hasil observasi upaya- upaya yang dilakukan guru dalam pembentukkan karakter anak-anak tunanetra melalui proses integrasi nilai-nilai pendidikan karakter khususnya pada tingkat SMPLB antara lain: Guru selalu berupaya menyisipkan nilai-nilai karakter pada setiap materi ajar yang diajarkan sehingga nilai-nilai karakter bisa diintegrasikan secara baik pada mata pelajaran kesenian. Hal ini dapat terlihat jelas pada saat siswa-siswi diterjunkan dalam praktek yang bersifat

commit to user

psikomotorik seperti mengajarkan siswa bermain alat musik tradisional maupun modern. Pengenalan secara langsung pada praktek bermusik ini bertujuan agar siswa mampu untuk menambah daya kreativitas siswa-siswi dalam hal bermusik. Aplikasi dalam praktek ini diharapkan siswa-siswi ini menjadi generasi penerus bangsa yang selalu menghargai dan selalu senantiasa menjaga tradisi-tradisi peninggalan nenek moyang hal ini ditunjukkan pada pengenalan terhadap musik-musik tradisional.

Jadi guru-guru mata pelajaran kesenian di SLB/A Negeri Denpasar sudah melakukan upaya-upaya untuk membentuk karakter siswa-siswi/ anak- anak berkebutuhan khusus agar mempunyai karakter kebangsaan yang bersifat Indonesianis. Walaupun pada mata pelajaran kesenian nilai-nilai karakter tidak

dapat diintegrasikan secara holistik kepada siswa di SLB/A Negeri Denpasar

yang notabennya adalah anak yang memiliki hendaya penglihatan atau lebih

sering disebut tunanetra.

e. Mata Pelajaran Penjaskes

Dalam mata pelajaran Penjaskes banyak sekali nilai-nilai karakter yang bisa di integrasikan jika diaplikasikan secara baik dan benar. Akan tetapi hal itu akan menjadi kendala jika tidak dapat diaplikasikan dan diinternalisasikan secara benar. Menurut hasil wawancara uapaya-upaya yang dilakukan guru dalam membentuk karakter anak-anak tunanetra cukup bervariasi. Berikut upaya-upaya yang dilakukan guru-guru olahraga (Penjaskes) dalam

commit to user

membentuk karakter anak- anak tunanetra pada tingkat SMPLB di SLB/A Negeri Denpasar - Bali.

“Upaya-upaya yang saya tekankan dalam mengajarkan olah raga adalah selalu menanamkan nilai-nilai kerja sama, toleransi, percaya diri, keberanian disiplin, kejujuran, sportivitas, tanggung jawab, menghargai lawan, keluwesan, estetika dan tenggang rasa” (CLHW 05/06: I Wayan Sukada).

Sesuai dengan hasil observasi di lapangan dapat diamati pada saat

proses pembelajaran penjaskes, hampir Sembilan puluh persen penilaian dilakukan melali praktek-praktek yang bersifat psikomotorik (gerak). Pada saat pembelajaran berlangsung guru berusaha semaksimal mungkin untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter bangsa kepada siswa di SLB/A Negeri Denpasar dengan cara sebagai berikut:

pada saat proses pembelajaran dimulai guru selalu menanamkan sifat sportivitas, kejujuran, serta kerjasama kepada siswa. Contohnya: sebelum memulai pelajaran guru selalu mengintruksikan siswa berdoa. Berdoa merupakan nilai karakter religius yang wajib untuk dilakukan setiap hari.

Berikut dapat dilihat pada saat guru mempraktekkan permainan Borgol. Pada

saat permainan Borgol berlangsung siswa dibiarkan bekerjasama untuk

menghalau bola yang dilemparkan oleh pihak lawan. Siswa diajarkan untuk selalu mempunyai sifat jujur dalam setiap pertandingan. Siswa diharapakan selalu bersifat sportif, karena dalam suatu pertandingan pasti ada yang menang dan kalah, serta tidak lupa menutup pelajaran dengan doa sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan. Karena semua yang telah direncanakan berjalan dengan baik (Bentuk karakter religius). Jadi dapat dikatakan dalam pelajaran

commit to user

penjaskes guru-guru di SLB/A Negeri Denpasar-Bali sudah melakukan upaya- upaya yang maksimal untuk dapat membentuk karakter anak-anak berkebutuhan khusus. Pembentukkan karakter anak-anak berkebutuhan khusus ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada mata pelajaran Penjaskes. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar-gambar dokumentasi sebagai berikut:

Gambar 22. Contoh sikap sportivitas yang ditanamakan guru pada mata pelajaran Penjaskes.

Sumber: Doc Peneliti (2012)

Gambar 23. Sikap cooperative siswa saat pertandingan Boorgol

commit to user

Gambar 24. Doa : Bentuk karakter religius Sumber: Doc. Peneliti (2012)

Hal ini senada dengan yang dilakukan guru Penjaskes yang lain. berikut petikan hasil wawancaranya dengan guru yang bersangkutan:

“ Upaya-upaya dilakukan dalam membentuk karakter siswa pada mata pelajaran penjaskes di SLB/A Negeri Denpasar khususnya pada jenjang SMPLB biasanya dilakukan dengan cara selalu mengajarkan mereka untuk selalu berjuang dan pantang menyerah pada suatu pertandingan, dan selalu bermental. Hal ini selalu saya ajarkan pada siswa di SLB/A negeri Denpasar khususnya pada jenjang SMPLB bahwa kekurangan yang kalian miliki bukanlah penghalang bagi mereka untuk meraih prestasi’’ (CLHW 05/07: Komang Praja).

Dari Hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa guru-guru selalu menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter pada siswa agar selalu berjuang. Perjuangan merupakan awal dari kesuksesan khususnya dalam meraih prestasi dibidang apapun. Kekurangan fisik bukan merupakan kendala bagi mereka yang ingin meraih prestasi. Jadi dari hasil wawancara dan observasi yang peneliti amati, upaya-upaya yang dilakukan guru sudah

commit to user

menunjukkan bahwa, pendidikan karakter sudah terintegrasi dengan baik khusnya pada mata pelajaran penjaskes. Walaupun masih terdapat sejumlah kendala-kendala di dalam pembentukkan karakter anak-anak berkutuhan khusus pada tingkat SMPLB di SLB/A Negeri Denpasar-Bali.

Dalam dokumen I NYOMAN BAYU PRAMARTHA S0861102007 (Halaman 143-157)