• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PERLAWANAN PETANI LAHAN PANTAI KULON PROGO

Pada bagian ini, akan dijelaskan mengenai apa saja strategi yang dilakukan petani lahan pantai Kulon Progo dalam mempertahankan lahan pertaniannya. Penjelasan juga akan memaparkan situasi dan konteks dipilihnya strategi tersebut.

Strategi perlawanan yang dilakukan PPLP berupa strategi perlawanan terbuka dan strategi perlawanan tertutup. Kedua strategi ini dilakukan secara bersamaan, bukan bergantian. Ketika strategi perlawanan terbuka dilakukan, strategi perlawanan tertutup juga dilakukan oleh PPLP.

Strategi Perlawanan Terbuka

Berdasarkan situasi dan konteks aksinya strategi perlawanan terbuka dibagi menjadi tiga periode yaitu (1) tahun 2006 – 2008; (2) tahun 2009 – 2011; dan (3) tahun 2012 – 2014.

Periode I Tahun 2006 - 2008

Periode ini merupakan awal perlawanan, ditandai dengan pembentukan serikat sebagai wadah perlawanan yang diberi nama Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo. Dalam menyuarakan penolakannya, petani bekerja sama dengan Bung Aka, seorang kerabat keraton yang mendukung penolakan mereka. Bung Aka memperkenalkan PPLP pada LBH dan antara keduanya terjalin kerjasama. LBH membantu PPLP dalam mengajukan pengaduan ke Komnas HAM.

Pernyataan ketidaksetujuan PPLP terhadap proyek pertambangan pasir besi disampaikan kepada pemerintah melalui aksi-aksi demonstrasi. Audiensi mereka lakukan dengan pihak pemerintah pusat sebagai upaya meminta kejelasan mengenai isu proyek pertambangan di wilayah mereka. Okupasi lahan melalui pemblokiran jalan sempat mereka lakukan ketika Pilot Project dimulai.

Secara garis besar, aksi-aksi perlawanan yang dilakukan PPLP pada periode pertama ditunjukan oleh gambar 7 dibawah ini.

Pembentukan Serikat Kerja Sama Aksi Demonstrasi Pengaduan Okupasi Lahan Audiensi 1 April 2006 Bung Aka

LBH 26 Mei 2007 23 Agustus 2007 27 Agustus 2007 21 Juli 2008 23 Oktober 2008 24 Oktober 2008 25 Oktober 2008

26Juni 2007 1Maret2008 4November2008 2008 2006

44

Periode II Tahun 2009 – 2011

Terbitnya kontrak karya menjadi penanda dimulainya periode perlawanan kedua. Pada periode ini Aksi penolakan PPLP pada periode ini berbeda dengan sebelumnya. Mereka mengandalkan kekuatan informasi sebagai bentuk perlawanan. Aksi penolakan yang ditujukan kepada pemerintah maupun perusahaan lebih bersifat reaktif.

Perlawanan dengan mengandalkan kekuatan informasi diawali dengan melakukan berbagai kegiatan kampanye. Sesuai khalayak tujuannya, kampanye yang dilakukan PPLP terbagi menjadi dua, yaitu kampanye ke dalam dan kampanye ke luar. Kampanye ke dalam dimaksudkan untuk memperkuat internal PPLP, yaitu berupa (1) syukuran perayaan ulang tahun PPLP; (2) syukuran panen raya; (3) doa bersama (kenduri) sebelum musim tanam; (4) pembuatan perpustakaan; dan (5) pengajian mingguan (mujadahan).

Kampanye ke luar dimaksudkan agar masyarakat luas, terutama di luar Kulon Progo, mengetahui tentang apa yang sedang dihadapi oleh PPLP. Kampanye ini berupa (1) pagelaran teater; (2) penyebaran info melalui internet (media sosial, website, dan sejenisnya); (3) diskusi di berbagai tempat; dan (4) aksi-aksi solidaritas15.

Aksi perlawanan yang juga mulai dilakukan oleh PPLP pada periode ini adalah berjejaring. Berjejaring adalah suatu strategi dimana PPLP bertemu dengan komunitas dengan nasib yang sama untuk kemudian menggabungkan kekuatan, ke dalam komunitas yang besar. Hasil nyata strategi berjejaring yang dilakukan PPLP salah satunya adalah terbentuknya Forum Komunikasi Masyarakat Agraris (FKMA).

Aksi-aksi lainnya, seperti aksi demonstrasi dan pengaduan juga terjadi di periode ini. Hanya saja dalam konteks yang berbeda. Kedua aksi tersebut dilakukan dalam konteks membubarkan/ menggagalkan berbagai rangkaian kegiatan yang sedang berlangsung untuk melancarkan proyek pertambangan pasir besi (bukan sekedar menyuarakan argumen-argumen penolakan). Aksi okupasi lahan yang diwujudkan dengan pemblokiran juga banyak terjadi pada periode ini.

15

Aksi solidaritas ini dilakukan oleh kawan-kawan di luar komunitas PPLP. Ada dua jenis aksi solidaritas, (1) dilakukan dengan izin PPLP – PPLP diajak berdiskusi dalam melakukan aksi, (2) dilakukan tanpa izin PPLP – PPLP tidak diajak berdiskusi dalam melakukan aksi tersebut.

Kampanye Berjejaring Aksi

Demonstrasi Pengaduan Okupasi Lahan Ke Luar Teater Internet Diskusi Aksi Solidaritas Ke Dalam Syukuran Kenduri Perpustakaan Mujadahan FKMA 20 Oktober 2009 31 Maret 2011 Mei 2010 Juni 2010 Desember 2010 Mei 2011 November 2010 Desember 2010 Februari 2011 2011 2009

45 Periode III Tahun 2012 – 2014

Pada periode ini, aksi perlawanan PPLP lebih sedikit dari periode-periode sebelumnya. PPLP, pada masa ini memfokuskan perjuangan pada aksi-aksi kampanye dan jejaring. Aksi demonstrasi dan okupasi lahan hampir sama sekali tidak pernah dilakukan. Aksi pengaduan, terakhir dilakukan pada tanggal 25 Maret 2014, yaitu berupa surat tuntutan penyelidikan atas kegiatan penambangan pasir besi di pesisir Kulon Progo yang ditujukan kepada KPK dan sejumlah instansi lainnya.

Strategi Perlawanan Tertutup

Strategi perlawanan tertutup yang dilakukan oleh PPLP dilakukan sepanjang konflik mengemuka. Strategi perlawanan tertutup ini tidak dibatasi periode, ia terus dilakukan, mulai dari awal-awal perjuangan sampai saat ini. Perlawanan-perlawanan yang bersifat individu dilakukan hampir setiap harinya, bersamaan dengan dilakukannya perlawanan strategi terbuka. Berikut akan dijelaskan aksi-aksi perlawanan tertutup yang dilakukan oleh warga PPLP.

Tabel 9 Presentase pengetahuan responden terhadap aksi dalam strategi perlawanan tertutup sepanjang tahun 2006 – 2014

Aksi Frekuensi (%)

L P Total

Mengabaikan peraturan pihak lawan 69 76 73

Merusak barang pihak lawan 77 94 87

Berlagak bodoh atau berpura-pura tidak tahu 31 71 53

Membicarakan hal-hal yang buruk tentang pihak lawan

85 94 90

Memberikan julukan buruk bagi pihak lawan 85 82 83

Aksi perlawanan tertutup yang paling banyak diketahui responden (90%), baik oleh laki-laki maupun perempuan adalah membicarakan hal-hal yang buruk tentang pihak lawan. Hal-hal yang buruk ini berupa tingkah-tingkah atau aktivitas yang menurut warga dianggap jelek, atau dalam hal ini tidak berpihak

Kampanye Berjejaring Pengaduan

Ke Luar Teater Internet Diskusi Aksi Solidaritas Ke Dalam Syukuran Kenduri Perpustakaan Mujadahan Kegiatan- kegiatan FKMA 25 Maret 2014 2012 2014

46

(merugikan) warga. Pembicaraan mengenai hal buruk ini biasanya diikuti dengan penyebutan julukan bagi pihak-pihak yang mendukung proyek pertambangan pasir besi, baik itu warga, pemerintah, bahkan kesultanan sekalipun.

Sumber: catatan harian

Aksi perlawanan tertutup kedua yang paling banyak (87%) diketahui responden adalah merusak barang pihak lawan. Hal ini karena perusakan barang pihak lawan kerap sekali dilakukan untuk mencegah aktivitas lawan di wilayah pesisir. Seperti untuk pencegahan penelitian yang dilakukan IST Akprind dan penghentian aktivitas di Pilot Project. Aksi perlawanan yang paling sedikit diketahui responden (53%) adalah berlagak bodoh atau berpura-pura tidak tahu. Berlagak bodoh atau berpura-pura tidak tahu dilakukan ketika warga berhadapan langsung dengan pihak lawan (berinteraksi secara langsung dan bersifat individual/ antar individu). Peristiwa ini jarang terjadi. Sekalinya terjadi, yang diketahui warga yaitu pada saat proses persidangan tentang kasus perusakan Pilot Project. Ketika itu salah satu warga menjadi saksi atas kejadian tersebut. Setiap pertanyaan yang diajukan kepadanya, dijawab dengan pertanyaan balik.

Analisis Perbandingan Strategi Perlawanan Petani Lahan Pantai Kulon Progo Tahun Fre k uens i k eg iat an b er sam a I 2006 II 2009 III 2012

Gambar 8 Grafik frekuensi kegiatan bersama PPLP berdasarkan tahun.

Julukan ini seolah sudah lumrah dikatakan oleh siapapun di pesisir Kulon Progo. Mereka mengatakannya dengan nada biasa dan enteng. Sekali-kali pada saat penulis melakukan wawancara mereka menyebut pihak-pihak yang pro pertambangan dengan julukan-julukan tersebut. Kadang, dibarengi pula dengan berbagai umpatan.

Box 6 Catatan tentang pemberian julukan

Perlawanan terbuka Perlawanan tertutup

47 Gambar 10 di atas menunjukkan banyaknya kegiatan (aksi) pada strategi perlawanan terbuka dan strategi perlawanan tertutup yang dilakukan oleh PPLP. Garis siklikal yang digunakan untuk strategi perlawanan terbuka, bermakna bahwa, seiring berjalannya waktu, terdapat aksi yang dilakukan pada awal-awal perjuangan (2006), yang pada waktu berikutnya, ada yang masih dilakukan dan ada juga yang tidak dilakukan lagi.

Pada periode pertama (2006 – 2008), perlawanan yang dilakukan memiliki intensitas yang sangat tinggi (sering dilakukan dengan melibatkan massa yang banyak – dapat mencapai ribuan). Pada periode ini mereka melakukan enam jenis aksi (pembentukan serikat, kerja sama, aksi demonstrasi, pengaduan, okupasi lahan, dan audiensi). Sedangkan pada periode kedua (2009 – 2011), aksi yang dilakukan hanya berjumlah lima. Ada tiga aksi yang tidak dilakukan lagi (pembentukan serikat, kerja sama, dan audiensi), tiga aksi yang tetap (aksi demonstrasi, pengaduan, dan okupasi lahan), serta munculnya dua jenis aksi baru (kampanye dan berjejaring). Pada periode ketiga (2012 – 2014), dari kelima aksi yang dilakukan pada periode sebelumnya, hanya tiga aksi yang masih dilakukan pada periode ini, yaitu pengaduan, berjejaring, dan kampanye.

Selain dari jumlah aksi yang dilakukan, pembagian periode perlawanan yang dilakukan PPLP didasarkan pada konteks dan situasi bagaimana suatu aksi dilakukan. Pada periode pertama dan kedua, aksi demonstrasi sama-sama dilakukan. Namun sebenarnya, jika dilihat lebih jauh, terdapat perbedaan bagaimana aksi demonstrasi dilakukan. Pada periode pertama, aksi demonstrasi dilakukan dimana saja, kapan saja. Hampir setiap hari per bulannya, PPLP menyuarakan penolakan mereka kepada pemerintah. PPLP pada saat itu tidak memperhatikan momen atau situasi yang terjadi pada saat mereka melaksanakan demonstrasi. Pernah pada tahun 2008, PPLP berdemonstrasi di depan gedung DPR, namun ternyata tidak ada seorang anggota dewan pun yang ada di dalam gedung tersebut.

Pada periode kedua, PPLP mulai memperhatikan situasi yang sedang terjadi pada saat melakukan demonstrasi. Sejak tahun 2009, PPLP hanya melakukan aksi demo ketika pemerintah atau perusahaan sedang menyelenggarakan suatu kegiatan. Demonstrasi tidak lagi dilakukan kapan saja dan dimana saja, tapi sudah memperhatikan keefektifan dari aksi demonstrasi tersebut. Hal ini pula yang mendasari penyebab aksi demonstrasi yang dilakukan pada periode kedua lebih sedikit (dua kali), dibanding aksi demonstrasi yang dilakukan pada periode pertama (tujuh kali).

Selain itu, pembagian periode pun dilakukan berdasar pada situasi yang dihadapi oleh PPLP. Intensitas perlawanan yang tinggi pada periode pertama merupakan akibat dari bersatunya seluruh petani lahan pantai dalam mempertahankan lahan mereka. Periode ini merupakan awal-awal perjuangan petani yang kala itu masih panas. Pada periode ini baik pemerintah maupun pihak perusahaan banyak menyelenggarakan kegiatan yang memicu kemarahan PPLP. Sehingga aksi pun banyak dilakukan.

Penurunan intensitas perlawanan yang terjadi pada periode kedua disebabkan oleh terbitnya kontrak karya pertambangan. PPLP mengevaluasi bahwa dengan aksi-aksi perlawanan yang banyak mereka lakukan pada periode pertama ternyata tidak berefek apa-apa pada rencana pertambangan. Intesitas

48

perlawanan yang semakin menurun pada periode ketiga, disebabkan oleh adanya pergantian kepala pemerintahan daerah di kabupaten. Pada periode ini, pemerintah maupun perusahaan tidak lagi gencar dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pertambangan. Tindak-tanduk perusahaan untuk mendapatkan lahan tidak lagi terlihat atau dirasakan secara nyata oleh PPLP seperti pada periode-periode sebelumnya.

Garis linier yang digunakan untuk strategi perlawanan tertutup mengartikan bahwa, perlawanan tertutup dilakukan sepanjang konflik mengemuka. Ia tidak terbatas oleh periode dan waktu. Strategi perlawanan tertutup berjalan bersamaan dengan strategi perlawanan terbuka.

Ikhtisar

Strategi perlawanan yang dilakukan oleh PPLP dalam menolak proyek pertambangan berupa strategi perlawanan terbuka dan strategi perlawanan tertutup. Strategi perlawanan terbuka diwujudkan dengan pembentukan serikat, aksi demonstrasi, okupasi lahan, bekerja sama, audiensi, pengaduan, dan kampanye. Strategi perlawanan tertutup yang dilakukan oleh PPLP adalah mengabaikan peraturan pihak lawan, merusak barang pihak lawan, berlagak bodoh atau berpura-pura tidak tahu, membicarakan hal-hal yang buruk terhadap pihak lawan, serta memberikan julukan yang buruk bagi pihak lawan.

Jika dianalisis berdasarkan konteks kemunculan dari suatu aksi perlawanan, maka strategi perlawanan terbuka yang dilakukan oleh petani Kulon Progo, terbagai atas tiga bagian, yaitu (1) strategi perlawanan 2006 – 2008; (2) strategi perlawanan 2009 – 2011; dan (3) strategi perlawanan 2012 – 2014. Strategi perlawanan pada tiga bagian ini memiliki ciri khasnya masing-masing yang menjadikan antara satu dan lainnya berbeda.

Jika dilihat lebih jauh, strategi perlawanan petani pada masa 2009 – 2011 memberikan perubahan besar terhadap perjuangan perlawanan yang dilakukan oleh petani Kulon Progo. Sejak terbitnya kontrak karya, perjuangan penolakan proyek pertambangan menjadi semakin meluas. Menurut pihak-pihak yang terlibat, perjuangan perlawanan terbagi menjadi tiga, yaitu (1) perlawanan yang dilakukan tiap hari oleh masing-masing individu/ anggota PPLP; (2) perlawanan yang dilakukan secara insidental (aksi reaktif) maupun terencana (seperti perayaan ulang tahun) yang dikomandoi oleh pengurus PPLP; serta (3) perlawanan yang dilakukan oleh mereka yang bersolidaritas terhadap PPLP.

Temuan lain di lapangan menunjukan bahwa PPLP melakukan strategi perlawanan dengan berjejaring, yaitu suatu kegiatan berkumpul untuk menyatukan kekuatan dengan komunitas yang bernasib sama. Strategi ini mulai dilakukan PPLP pada periode kedua. Strategi ini membuat perjuangan PPLP mendapatkan banyak dukungan dan solidaritas dari berbagai pihak.

49