• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur biaya budidaya anggrek Cattleya

VI. ANALISIS STRUKTUR BIAYA USAHA BUDIDAYA ANGGREK

6.1.2. Struktur biaya budidaya anggrek Cattleya

Biaya tetap yang dikeluarkan untuk budidaya anggrek Cattleya sama dengan anggrek Vanda baik dalam jumlah maupun kuantiasnya karena waktu budidaya anggrek Vanda dan Cattleya relatif sama. Terdapat sedikit perbedaan pada biaya variabel yaitu pada biaya pembeliaan bibit. Pembelian bibit Catleya yang digunakan lebih murah bila dibandingkan dengan bibit Vanda sehingga biaya produksi per pot anggrek Cattleya lebih murah. Tabel 15 berikut ini merupakan struktur biaya usaha anggrek Cattleya di tiga skala usaha.

Tabel 15. Struktur Biaya Usaha Budidaya Anggrek Cattleya di Tiga Skala Usaha Uraian Usaha I (lahan kecil) Usaha II (lahan menengah) Usaha III (lahan besar) Rp(000)/ 18 bulan Rp/ pot % Rp(000)/ 18 bulan Rp/ pot % Rp(000)/ 18 bulan Rp/ pot % Biaya tetap 88.365 4.418 56.47 87.635 4.317 61.27 542.195 2.159 38.56 Biaya variabel 68.112 17.656 43.53 64.665 23.038 42.46 863.885 27.096 61.44 Total Biaya 156.477 22.074 100 152.300 27.355 100 1.406.080 29.255 100

Berdasarkan biaya produksi tersebut, maka dapat ditentukan biaya produksi per pot masing-masing usaha. Usaha I sebesar Rp 22.074 per pot, usaha II sebesar Rp 27.355 per pot dan usaha III sebesar Rp 29.255 per pot. Berdasarkan

27074 32355 29255 4418 4317 2159 22656 28038 27096 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000

Usaha I Usaha II Usaha III

B iaya/ pot Luas lahan biaya variabel biaya tetap biaya produksi

Berdasarkan Gambar 10, terlihat bahwa biaya tetap per pot yang dihasilkan untuk usaha I dan II hampir sama sedangkan usaha III menghasilkan biaya per pot yang lebih rendah. Ketidakefisienan yang terjadi dalam penggunaan

input tetap pada usaha I dan II terdapat dikomponen input tenaga kerja. Fragmentasi lahan dalam luasan yang kecil menyebabkan kebutuhan tenaga kerja menjadi lebih banyak. Biaya variabel per pot yang dihasilkan menunjukan kecenderungan yang meningkat seiring dengan meningkatnya skala usaha.

Ketidakefisienan yang terjadi dalam penggunaan input variabel terdapat pada

usaha III. Hal ini disebabkan karena biaya yang dikeluarkan dalam memperoleh bibit lebih besar dibanding skala lainnya.

Gambar 10. Bentuk Kurva Struktur Biaya Anggrek Cattleya di Tiga Skala Usaha Berdasarkan uraian tersebut menunjukan dengan meningkatnya skala usaha (luas lahan) akan mengakibatkan biaya per pot yang dikeluarkan semakin meningkat. Jika mengacu pada kurva amplop skala usaha (kurva LAC) maka bentuk kurva yang semakin meningkat. Artinya semakin besar skala usaha tanaman anggrek Catlleya maka semakin tidak tefisien. Bentuk kurva amplop skala usaha kasus di tempat penelitian dapat dilihat pada Gambar 10.

data tersebut diketahui bahwa struktur biaya produksi tertinggi berada pada skala III. Tingginya biaya produksi biaya perolehan bibit yang lebih tinggi dibandingkan skala usaha lainnya sehingga menghasilkan struktur biaya yang besar dan terjadi ketidakefisienan biaya bibit. Struktur biaya usaha anggrek Cattleya yang efisien terdapat pada usaha I karena menghasilkan biaya per pot yang paling kecil.

27074 32355 4418 4317 22656 28038 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 Usaha I Usaha II B iaya/ pot 29255 2159 27096

Usaha III Luas lahan biaya produksi biaya tetap biaya variabel

Komponen penerimaan dibedakan atas penerimaan tunai dan penerimaan non tunai. Penerimaan tunai sangat ditentukan dari banyaknya jumlah pot anggrek berbunga yang terjual dan harga jual anggrek, sedangkan penerimaan selain dari usaha anggrek berbunga tidak diperhitungkan dalam penelitian ini. Jumlah pot anggrek yang dihitung dalam penelitian ini adalah pot anggrek yang sudah berbunga yang dijual oleh petani ke pedagang atau yang dijual langsung ke konsumen. Harga yang digunakan pada penerimaan tunai berdasarkan harga jual

Analisis pendapatan dilakukan untuk mengetahui apakah kegiatan yang dilakukan saat ini berhasil atau tidak. Analisis pendapatan pada penelitiaan ini terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai mengukur pendapatan petani tanpa memasukan biaya yang diperhitungkan sebagai komponen biaya. Pendapatan merupakan selisih dari total penerimaan usahatani dengan total pengeluaran usahatani.

6.2. Analisis Pendapatan

Selain itu, perbedaan struktur biaya yang dihasilkan masing-masing usaha pada setiap jenis anggrek disebabkan perbedaan biaya perolehan bibit yang besar. Jika diasumsikan biaya perolehan bibit yang dihasilkan adalah sama disetiap perusahaan maka akan menghasilkan struktur biaya yang kostan atau tidak berbeda jauh. Artinya peningkatan skala usaha (luas lahan) tidak berpengaruh terhadap struktur biaya produksi per pot yang dihasilkan. Hal ini disebabkan dalam usaha budidaya anggrek banyak terdapat biaya-biaya yang bersifat tetap untuk setiap potnya seperti biaya bibit dan biaya pot. Walaupun biaya bibit dan biaya pot berubah seiring berubahnya jumlah produksi namun perubahan tersebut

sebanding dengan biaya per unitnya sehingga biaya per pot menjadi konstan. 

Dari keempat jenis anggrek menunjukan bahwa struktur biaya per pot untuk tanaman anggrek Dendrobium lebih rendah dibandingkan anggrek yang lainnya baik di usaha I, II maupun III. Hal ini berarti jika perusahaan ingin mengembangkan usaha anggrek dengan meningkatkan produksi sejumlah pot tertentu maka biaya untuk memproduksi anggrek Dendrobium yang lebih murah atau jika perusahaan memiliki modal tertentu dalam mengembangkan usahanya maka akan memeperoleh jumlah pot anggrek Dendrobium yang diproduksi lebih banyak dibanding memproduksi anggrek yang lainnya.

Jenis anggrek Usaha I (lahan kecil) Usaha II (lahan menengah)

Usaha III (lahan besar) Jumlah (pot) Harga (Rp) Jumlah (pot) Harga (Rp) Jumlah (pot) Harga (Rp) Dendrobium 200 20.000 1.500 20.000 300 20.000 Phalaenopsis 20 60.000 4.000 35.000 50 40.000 Vanda 10 100.000 10 75.000 100 75.000 Catleya 100 85.000 10 100.000 100 80.000

Jumlah pot berbunga yang dijual selama satu tahun yang dikalikan rata- rata harga jual merupakan komponen penerimaan tunai sedangkan penerimaan non tunai ditentukan dari jumlah pot anggrek yang tidak terjual dengan memperhitungkan tingkat kematiaan dari budidaya anggrek. Tingkat kematian pada masing-masing usaha berbeda-beda yaitu 50 persen untuk usaha I, 15 persen

Berdasarkan data tersebut volume penjualan anggrek Dendrobium dan Phalaenopsis yang tertinggi berada pada usaha II. Hal tersebut disebabkan lokasi kavling di TAR usaha II lebih strategis yaitu di depan kedua pintu masuk TAR. Selain itu, kavling di TAR hanya dijadikan tempat pemasaran dan penjualan

anggrek. Tanaman anggrek yang didisplay hanya tanaman anggrek yang sudah

berbunga saja sehingga konsumen lebih tertarik untuk melihat tanaman anggrek yang berbunga. Kondisi tersebut berbeda dengan kavling usaha I dan II. Selain digunakan sebagai tempat pemasaran, sebagian besar kavling usaha I dan II di TAR juga digunakan sebagai tempat budidaya anggrek sehingga konsumen melihat banyak tanaman anggrek yang belum berbunga dan sedikit sekali tanaman anggrek yang berbunga. Ketersediaan dan keberagaman jenis anggrek yang berbunga akan mempengaruhi preferensi konsumen untuk membeli anggrek. Tabel 16. Rata-Rata Penjualan Anggrek per Bulan di Tiga Skala Usaha Tahun

2010

rata-rata dari setiap jenis anggrek. Harga jual rata-rata dari masing-masing skala usaha berbeda-beda tergantung dari bentuk, warna dan ukuran anggrek. Jumlah anggrek yang terjual pada suatu usaha sangat dipengaruhi oleh beragamnya pilihan anggrek, ketersediaan anggrek yang berbunga, bentuk dan jenis anggrek. Untuk lebih jelas mengenai jumlah anggrek yang terjual dan harga rata-rata anggrek dapat dilihat pada Tabel 16.

Berdasarkan uraian diatas kondisi usaha I dan III berada pada keadaan perusahaan yang akan menutup usahanya karena penjualan tunai yang diperoleh lebih kecil dari biaya variabel tunai yang dikeluarkan. Walaupun usaha anggrek Untuk mengetahui efisiensi dari pendapatan suatu usahatani dapat dilihat dari perbandingan R/C ratio. Analisis R/C ratio penerimaan tunai atas biaya tunai dilakukan untuk mengetahui efisiensi usaha berdasarkan uang tunai yang diperoleh dan dikeluarkan. Berdasarkan hasil analisis R/C ratio penerimaan tunai terhadap biaya tunai di masing-masing usaha diperoleh sebesar 0,77 untuk usaha I, 2,14 untuk usaha II dan 0,09 untuk usaha III. Nilai tersebut berarti setiap tambahan Rp 100 biaya yang dikeluarkan untuk usaha I memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 77, usaha II memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 214 dan usaha III memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 9.

Pendapatan tunai atas biaya tunai yang diperoleh usaha I dan usaha III bernilai negatif sebesar Rp 56.028.000/tahun dan Rp 2.555.020.196/tahun sedangkan usaha II memperoleh nilai yang positif yaitu sebesar Rp 1.096.823.000/tahun. Pendapatan total atas biaya total memiliki hasil yang lebih tinggi, tetapi untuk usaha I dan III pendapatan yang diperoleh masih bernilai negatif yaitu sebesar Rp 11.318.000 dan Rp 1.107.333.529 sedangkan untuk usaha II pendapatan yang diperoleh bernilai positif yaitu sebesarRp 1.212.861.333. Pendapatan yang bernilai negatif menunjukan bahwa perusahaan tersebut mengalami kerugian pada tahun 2010 sedangkan hasil yang positif menunjukan hal yang sebaliknya.

Komponen biaya dibedakan menjadi biaya tunai dan non tunai. Komponen yang termasuk biaya tunai adalah biaya tetap seperti biaya sewa lahan, pajak

lahan, listrik, telepon, tenaga kerja dan biaya variabel seperti biaya bibit seedling,

pupuk, obat-obatan, media tanam dan pot, sedangkan biaya non tunai adalah biaya penyusutan dan sewa lahan yang diperhitungkan. Semua biaya tersebut dihitung dalam jangka waktu satu tahun.

untuk usaha II dan 20 untuk usaha III. Hal tersebut disebabkan hama penyakit dan faktor cuaca. Harga yang digunakan pada penerimaan non tunai merupakan harga

pembelian bibit seedling di masing-masing skala usaha karena pot anggrek yang

Berdasarkan uraian diatas kondisi usaha I berada pada keadaan perusahaan yang mengalami kerugian tetapi masih dapat beroperasi karena peneriamaan total yang diperoleh lebih besar dari biaya variabel yang dikeluarkan tetapi masih lebih kecil dari biaya total sehingga usaha skala I masih dapat menutupi sebagian biaya tetapnya. Untuk mengurangi kerugian yang ditimbulkan, usaha I melakukan usaha rental tanaman hias. Kondisi usaha II berada pada keadaan memperoleh laba karena penerimaan tunai yang diperoleh lebih besar dari biaya tunai yang dikeluarkan. Kondisi usaha III berada pada keadaan perusahaan yang akan menutup usahanya karena penjualan total yang diperoleh lebih kecil dari biaya variabel tunai yang dikeluarkan. Walaupun usaha anggrek tersebut memproduksi tetapi tidak mampu menutupi biaya tetap yang dikeluarkan. Tetapi hal ini tidaklah berarti usaha anggrek usaha III harus membubarkan usahanya karena dengan keahlian memproduksi bibit melalui kultur jaringan, penerimaan tambahan dapat

diperoleh dari penjualan bibit anggrek baik berupa botolan, seedling ataupun

anggrek remaja tergantung dari permintaan konsumen. Selain itu, usaha III juga melakukan usaha rental tanaman hias untuk perkantoran. Untuk lebih jelas mengenai analisis pendapatan budidaya anggrek di tiga skala usaha dapat dilihat pada Tabel 17.

Analisis R/C ratio penerimaan total atas biaya total dilakukan untuk mengetahui efisiensi usaha secara keseluruhan dengan mempertimbangkan komponen penerimaan dan biaya non tunai. Berdasarkan hasil analisis R/C ratio penerimaan total terhadap biaya total di masing-masing skala diperoleh sebesar 0,96 untuk usaha I, 1,86 untuk usaha II dan 0,63 untuk usaha III. Nilai tersebut berarti setiap tambahan Rp 100 biaya yang dikeluarkan untuk skala I memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 96, usaha II memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 186 dan usaha III memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 63. tersebut memproduksi tetapi tidak mampu menutupi biaya tetap yang dikeluarkan.Tetapi hal ini tidaklah berarti usaha anggrek usaha I dan III harus membubarkan usahanya karena dalam analisis ini tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya karena tidak memperhitungkan penerimaan dari anggrek yang tidak terjual. Kondisi usaha II berada pada keadaan memperoleh laba karena penerimaan tunai yang diperoleh lebih besar dari biaya tunai yang dikeluarkan.

Uraian Usaha I (lahan kecil)

Usaha II (lahan menengah)

Usaha III (lahan besar)

Penerimaan

Penerimaan tunai 192.600.000 2.061.000.000 261.000.000 Penerimaan non tunai 56.400.000 196.745.000 1.623.000.000 Total Penerimaan 249.000.000 2.257.745.000 1.884.000.000 Pengeluaran Pengeluaran (tunai) Biaya tetap 47.220.000 142.000.000 187.689.996 Biaya Variabel 45.408.000 142.927.000 502.080.200 Bibit anggrek dendrobium 91.000.000 110.000.000 803.250.000 Bibit anggrek bulan 30.000.000 540.000.000 850.500.000 Bibit anggrek catleya 15.000.000 3.000.000 135.000.000 Bibit anggrek vanda 20.000.000 2.250.000 337.500.000

Bagi hasil pemeliharaan 24.000.000

Total pengeluaran Tunai 248.628.000 964.177.000 2.816.020.196 Pengeluaran (non tunai)

Penyusutan 11.690.000 51.706.667 103.313.333

Lahan 29.000.000 72.000.000

Total biaya tidak tunai 80.706.667 175.313.333

Total Biaya 260.318.000 1.044.883.667 2.991.333.529 Pendapatan tunai atas biaya

tunai

(56.028.000) 1.096.823.000 (2.555.020.196) Pendapatan total atas biaya

total

(11.318.000) 1.212.861.333 (1.107.333.529)

R/C atas biaya tunai 0.77 2.14 0.09

R/C atas biaya total 0.96 1.86 0.63

Break even point atau titik impas merupakan suatu kondisi dimana jumlah penerimaan yang diperoleh sama dengan biaya yang dikeluarkan (laba sama dengan nol). Analisis titik impas merupakan salah satu cara bagi perusahaan untuk mengetahui berapa volume produksi atau penjualan minimum agar usaha tidak memperoleh keuntungan atau mengalami kerugian. Hasil utama ke tiga usaha ini adalah tanaman anggrek berbunga maka penerimaan lainnya tidak diperhitungkan. 6.3. Analisis Break Even Point (BEP)

Nilai BEP untuk anggrek Dedrobium, Phalaenopsis, Vanda dan Cattleya pada usaha II yaitu sebanyak 17. 492 pot, 21.531 pot, 11.545 pot dan 10.249 pot. Nilai BEP untuk anggrek Dedrobium, Phalaenopsis, Vanda dan Cattleya pada usaha II yaitu sebanyak 3.499 pot, 5.345 pot, 1.761 pot dan 1.099 pot. Jumlah penjualan pot usaha II selama tahun 2010 untuk anggrek Dendrobium dan Phalaenopsis telah melebihi dari nilai BEP tetapi pada anggrek Vanda dan Cattleya volume produksi anggrek tersebut masih jauh dibawah dari nilai BEP. Namun besarnya keuntungan yang diperoleh pada usaha II dari penjualan anggrek Dendrobium dan Phalaenopsis mampu menutupi biaya yang dikeluarkan untuk anggrek Vanda dan Cattleya.

Nilai BEP untuk anggrek Dedrobium, Phalaenopsis, Vanda dan Cattleya pada usaha I yaitu sebanyak 3.421 pot, 1.197 pot, 1.142 pot dan 1.073 pot. Jumlah penjualan pot selama tahun 2010 untuk anggrek Cattleya telah melebihi dari nilai BEP tetapi pada penjualan pot anggrek Dendrobium, Phalaenopsis dan Vanda masih kurang dari nilai BEP. Keuntungan dari anggrek Catleya tersebut belum mampu menutupi pengeluaran untuk anggrek yang lainnya sehingga usaha I masih menderita kerugian. Hal tersebut dikarenakan selama tahun 2010 usaha I mengalami penurunan penjualan yang disebabkan penurunan permintaan anggrek dari konsumen. Untuk mengurangi kerugian usaha I harus meningkatkan penjualan pada anggrek Dendrobium, Phalaenopsis dan Vanda. Pengaturan volume produksi perlu dilakukan supaya kontinuitas tanaman anggrek yang berbunga tetap ada setiap bulannya.

Titik impas usaha budidaya anggrek perlu diketahui agar petani tersebut dapat mengetahui kondisi usahanya.Perhitungan titik impas berdasarkan jumlah produksi tanaman anggrek berbunga yang dinyatakan dalam satuan pot. Penggolongan biaya tetap dalam perhitungan titik impas adalah biaya sewa lahan, pajak lahan, listrik, telepon, tenaga kerja dan memasukan biaya yang diperhitungkan seperti penyusustan dan lahan. Biaya variabel yang digunakan

dalam perhitungan terdiri dari biaya bibit seedling anggrek, pupuk, obat-obatan,

media tanam dan pot. Perhitungan titik impas diperoleh dari hasil perhitungan anra biaya tetap dibagi dengan hasil pengurangan antara harga jual dengan biaya variabel rata-rata.

Dendrobium Phalaenopsis Vanda Catleya Usaha I (lahan kecil)

Biaya tetap 39.273.000 58.910.000 88.365.000 88.365.000 Harga jual per unit 20.000 60.000 100.000 100.000 Biaya variabel per unit 8.520 10.770 22.656 17.656

BEP 3.421 1.197 1.142 1.073

Penjualan aktual selama 1 tahun

2.400 600 120 1.200

Usaha II (lahan menengah)

Biaya tetap 40.149.000 133.983.000 87.635.000 87.635.000 Harga jual per unit 20.000 35.000 75.000 100.000 Biaya variabel per unit 8.525 9.931 25.234 20.240

BEP 3.499 5.345 1.761 1.099

Penjualan aktual selama 1 tahun

6.000 48.000 120 120

Usaha III (lahan besar)

Biaya tetap 242.002.223 366.003.333 542.195.000 542.195.000

Harga jual per unit 20.000 40.000 75.000 80.000

Biaya variabel per unit 6.165 23.001 28.038 27.096

BEP 17.492 21.531 11.545 10.249

Penjualan aktual selama 1 tahun

3.600 600 1.200 1.200

 

Tabel 18. Nilai Titik Impas (BEP) di Tiga Skala Usaha

Jumlah penjualan pot usaha III selama tahun 2010 untuk ke empat jenis anggrek masih kurang dari nilai BEP sehingga penerimaan yang dihasilkan tidak mampu menutupi biaya yang dikeluarkan. Untuk mengurangi kerugian sebaiknya usaha III melakukan peningkatan penjualan selain dari anggrek berbunga misalnya

penjualan bibit botolan, seedling atau remaja. Pengaturan waktu budidaya anggrek

juga harus dilakukan sehingga kotinuitas tanaman anggrek yang berbunga setiap bulannya dapat tersedia. Berdasarkan analisis titik impas, dapat disimpulkan bahwa semakin besar skala usaha, maka target penjualan harus semakin besar karena nilai BEP yang dihasilkan semakin besar agar petani bisa menutupi biaya totalnya sehingga terhindar dari kerugian. Hasil perhitungan titik impas dapat dilihat pada Tabel 18.

Kesimpulan dari analisis struktur biaya usaha budidaya anggrek di TAR adalah sebagai berikut :

7.1. Kesimpulan

d. Jumlah pot minimal yang harus dijual setiap usaha agar tidak mengalami

kerugian yaitu nilai BEP usaha I untuk anggrek Dendrobium, Phalaenopsis, Vanda dan Catleya yaitu 3.421 pot, 1.197 pot, 1.142 pot dan 1.073 pot, nilai BEP usaha II untuk anggrek Dendrobium , Phalaenopsis, Vanda dan Catleya yaitu 3.499 pot, 5.345 pot, 1.761 pot dan 1.099 pot, nilai BEP usaha III untuk anggrek Dendrobium, Phalaenopsis, Vanda dan Catleya yaitu 17.492 pot, 21531 pot, 11.545 pot dan 10.249 pot. Semakin

c. Perbedaan struktur biaya yang dihasilkan masing-masing usaha pada

setiap jenis anggrek disebabkan perbedaan biaya perolehan bibit yang besar. Semakin kecil biaya bibit yang dikeluarkan usaha maka biaya produksi per potnya akan semakin efisien karena lebih dari 50 persen dari total biaya per pot berasal dari biaya bibit. Berdasarkan analisis pendapatan, usaha yang paling efisien terjadi pada usaha II karena analisis pendapatan R/C ratio atas biaya tunai maupun biaya total yang diperoleh lebih dari 1 yaitu sebesar 2,14 dan 1,89.

b. Berdasarkan struktur biaya anggrek Dendrobium dengan meningkatnya

skala usaha maka akan menghasilkan biaya produksi per pot yang lebih efisien. Struktur biaya yang efisien pada tanaman anggrek Phalaenopsis terdapat pada usaha II. Struktur biaya yang efisien pada anggrek Vanda dan Cattleya terjadi pada usaha I.

a. Nunky Orchis (usaha I) dan Syams Orchid (usaha III) melakukan budidaya

semua jenis anggrek dalam satu tempat yang sama sedangkan I-yon Orchid (usaha II) melakukan sistem pemeliharaan anggrek yang terpisah antara anggrek Phalaenopsis dengan anggrek yang lainnya. Jika dilihat dari total pot anggrek secara keseluruhan maka semakin meningkatnya skala usaha (luas lahan), jumlah tanaman anggrek yang diproduksi semakin banyak.

Dokumen terkait