• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Islam

Dalam dokumen Studi Islam (Halaman 122-136)

STUDI ISLAM TINJAUAN METODOLOGIS

B. Studi Islam

1. Pengertian Studi Islam

Studi Islam atau ”Dirasah Islamiyah” di Barat dikenal dengan istilah Islamic Studis), yang secara sederhana dapat di artikan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam. Dengan perkataan lain ”usaha sadar dan sistimatis untuk mengetahui dan memahami serta membahasa secara mendalam tentang seluk beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik yang berhubungan dengan normatifitas (ajaran-ajarannya), historisitas (sejarahnya) maupun aktualisasi (pengamalannya) secara nyata dalam kehidupan sehari-hari sepanjang sejarah.9

”.

8 Muti Ali, Metode Memahami Agama Islam, Jakarta, Bulan Bintang , 1991, .hlm. 32

Usaha untuk mempelajari agama Islam tersebut dalam kenyataannya bukan hanya dilaksanakan dikalangan umat Islam saja, melainkan juga oleh orang-orang di luar Islam. Dilihat dari tujuannya, maka nampaknya ada perbedaan dari kedua kelompok (Islam dan non Islam). Dikalangan umat Islam , studi keislaman bertujuan untuk memahami dan mendalamai serta membahas ajaran-ajaran Islam agar dapat dilaksanakan dan diamalkannya secara benar , serta menjadikannya sebagai pegangan dan pedoman hidup (way of life). Sedangkan diluar kalangan Islam , studi keislaman bertujuan untuk mempelajari seluk beluk agama dan praktek-praktek keagamaan yang berlaku dikalangan umat Islam , yang semata-mata sebagai ilmu pengetahuan. Namun sebagaimana ilmu-ilmu pada umumnya, maka ilmu pengetahuan tentang seluk-beluk agama Islam tersebut bisa dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan tertentu baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Dalam prakteknya studi ke Islaman yang dilakukan oleh para orientalis , terutama pada awal-awal mereka mengadakan studi tentang Islam, lebih mengarah dan menekankan pada pengetahuan tentang kelemahan-kelemahan ajaran agama Islam dan parktek-praktek pengamalan ajaran agama Islam yang dilakukan oleh umatnya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga akibatnya muncul-muncul angapan miring terhadap Islam dan kadang kala digunakan untuk menghancurkan Islam dari dalam. Namun demikian pada masa akhir-akhir ini banyak juga dikalangan para orientalist yang obyektif dan bersikap ilmiah terhadap agama Islam dan umatnya. Tentu saja pandangan-pandangan demikian sangat bermanfaat bagi pengembangan studi Islam dikalangan umat Islam sendiri.10

Para ahli studi ke-Islaman di luar kalangan umat Islam tersebut dikenal sebagai kaum ”Orientalist”, yaitu orang-orang Barat yang mengadakan studi terhadap dunia Timur, termasuk didalam dunia Islam.

2. Urgensi Studi Islam

Dewasa ini kehadiran agama dituntut terlibat secara aktif didalam menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama Islam tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau terhenti sekedar disampaikan dalam khutbah, melainkan secara konsepsional mampu menawarkan cara-cara yang efektif dalam menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia;

Islam sebagai agama yang membawa missi rahmatan lil ’alamin memiliki ajaran universal dan bersifat manusiawi berisi nilai-nilai dan ajaran yang konprehensif yang diharapkan mampu memberikan berbagai alternatif penyelesaian terhadap keadaan problematis umat yang hidup dizaman modern dan globalisasi . Hal ini penting agar Islam sebagai agama tetap eksis dengan tuntutan zaman tanpa kehilangan identitasnya. Islam juga merupakan agama universal, sesuai dengan fitrah manusia dan cocok dengan tuntutan hati nurani manusia yang berisi ajaran yang sempurna baik tentang kehidupan dunia maupun ukhrawi guna menghantarkan kebahgian lahir bathin dunia dan akhirat. Sebagai konsekwensinya, maka Islam menjadi agama dakwah yakni agama yang harus disampaikan kepada seluruh umat manusia dengan teks-teks yang jelas dalam sumber ajarannya Al-Qur’an dan Al hadits. Selanjutnya ajaran-ajaran tersebut perlu diterapkan dalam semua asfek kehidupan .

Harun Nasution mengatakan bahwa Islam berlainan dengan agama yang pada umumnya diketahui, bukan hanya mempunyai satu atau dua aspek akan tetapi multi asfek antara lain asfek teologi, ibadah, moral, mistisme, filsafat, sejarah, kebudayaan dan sebagainya . Abudinata menambahkan bahwa kehadiran Islam yang dibawa nabi Muhammad saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahera lahir dan bathin. Petunjuk yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadits amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan

yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan iptek, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, kemitraan, egaliter, anti feodalistik, cinta kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan sikap positif lainnya.11 Akan tetapi pengetahuan tentang Islam dari satu atau dua aspek dan bahkan dari satu aliran atau mazhab saja akan menimbulkan menimbulkan pengetahun yang tidak lengkap tentang Islam dan hal ini yang pada umumnya terjadi di Indonesia. Di Indonesia pada umumnya dikenal hanya dari aspek teologi dan itupun hanya dari aliran tradisional. Ari aspek hukum hanya dari mazhab syafi’i. Demikian jug aspek-aspek lain seperi moral, mistis, filsafat, sejarah, kebudayaan serta aliran dan mazhab lain kurang dikenal akibatnya pengetahuan kita di Indonesia tidak sempurna, hakikat Islam tidak begitu dikenal sehingga akhirnya menimbulkan kesalah pahaman tentang Islam. Harun Nasution menambahkan situasi keberagaman di Indonesia cendrung menampilkan kondisi keberagaman yang legalistik

formalistik, agama hanya dimanifestasikan dalam bentuk ritual formal sehingga muncul formalisme keagamaan yang lebih

mementingkan “bentuk” dari pada ‘Isi”. Akibatnya agama kurang dipahami sebagai seperangkat paradigma moral dan etika yang bertujuan membebaskan manusia dari kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan. Ditambahkannya usaha perbaikan pemahaman dan penghayatan agama terutama dari sisi etika dan moral kurang mendapat perhatian memadai. Kenyataan Islam sekarang menampilkan keadaan yang jauh dari ideal. Ibadah yang dilakukan umat Islam seperti puasa, sholat, zakat, haji dan sebagainya hanya terhenti pada membayar kewajiban dan menjadi lambang kesalehan, 11 Nata dalam Fadhil Al Jamli, Menerabas Krisis Pendidikan Dunia Islam

buah dari ibadah yang berdimensi kepedulian sosial kurang nampak.12

Selanjutnya dikalangan masyarakat terjadi kesalah pahaman dalam memahami dan menghayati pesan simbolik keagamaan. Akibatnya agama lebih dihayati sebagai pen-yelamat individu bukan keberkahan sosial. Pesan spiritual agama menjadi mandeg terkristal dalam kumpulan mitos dan ungkapan simbolik tanpa makna. Contoh kecil kesalah pahaman antara lain seorang ibu yang mancari tujuh orang untuk diajak patungan berkorban, usaha ibu gagal bukan karena sulitnya mencari tujuh orang tapi karena ada angapan bahwa sapi kurban diakhirat anti tidak bia dinaiki bersama dengan ibu tadi karena bukan mukhrim. Kasus lain ketika ada orang yang kurang beruntung secara teologis mereka cepat-cepat mengembalikan pada takdir (jabariyah) secara teologi ini mungkin benar akan tetapi yang lebih arif juga dilihat sebab-sebabnya dari aspek yang lain apakah pada aspek historis, kultur dan sebagainya.13

Masdar F. Mas’udi mengatakan bahwa kesalahan oleh sebagian umat Islam adalah mengabaikan agama sebagai sistim nilai etika dan moral . Sebagai contoh Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoitas muslim dan terbesar di dunia, para pejabatnya rajin merayakan hari besar agama ternayat menduduki peringkat terkemuka diantara negara-negara yang paling korup di dunia.14

Kenyataan lain konplik intra agama Islam yang didasari organisasi formal belum final disamping itu akhir ini juga kita dihadapkan pada krisis nasional antara lain krisisi kerukunan umat beragama. Studi agama belum mampu dalam melahirkan muslim yang tasamuh dalam pluralitas agama. Syafi’i Ma’arif melihat bahwa penyebabnya kualitas keagaman 12 Nasution, Islam ditinjau,,,hlm., 34.

13 Abudin Nata, Metodologi…hlm., 4 – 5)

umat yang masih rendah. Penyebab lain menurutnya karena metode yang tidak konprehensif dalam memahami ajaran Islam. Proses Islamisasi menurutnya secara kualitatif belum mencapai tingkat yang sempurna. Islam sebegitu jauh belum mampu mengantikan sepenuhnya kepercayaan-kepercayaan dan tradisi kultural lokal sebagai basis organisasi sosial.15

Mukti Ali menawarkan 3 pendekatan dalam memahami agama Islam naqli (tardisional) aqli (rasional dan kasyf (mistis) dan ke 3 pendekatan ini harus dilakukan secara serem pak dan mengunakan metode lintas disiplin ilmu. Menu rutnya kesalahan selama ini pendekatan terhadap Islam sangat pincang . Para orientalis melakukan kajian terhadap Islam dengan menggunakan metode ilmiah saja akibatnya yang terlihat hanya eksternal (bagian dari luar ) Islam. Mereka tidak mengerti Islam secara utuh. Sebaliknya para ulama sudah terbiasa memahami Islam secara doktriner dan dogma akibatnya penafsiran tersebut sulit diterapkan ditengah-tengah kehidupan masyarakat, terkesan Islam tidak mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman dan pembnagunan.

16

Bambang Sugiarto menjelaskan dalam hubungan dengan urgensi studi Islam : agama era postmodern seperti durian jatuh, Berakhirnya perang dingin dan kacaunya kiblat nilai, menyebabkan agama dijadikan primadona baru peradaban yang menjanjikan. Disisi lain kenyataannya bagai-kan kejatuhan durian diatas kepala, ia pusing dan oleng karena terlalu banyak dibebani harapan post modern. Disatu sisi ia diharapkan tampil kedepan membawa kearifan dan penyelesaian masalah. Menurutnya ada 3 tantangan yang dihadap agama sekarang termasuk Islam : Pertama, da-lam menghadapi persoalan kontemporer yang ditandai dis 15 Nata dalam Ahmad syafi›i Ma›arif, Islam dan masalah kenegaraan 1985,

hlm., 3

orientasi dan degradasi moralitas, agama ditantang sebagai suara moral yang aotentik; Kedua, agama harus menghadapi kecendrungan pluralisme, mengolahnya dalam kerangka ”teologi” baru dan mewujudkaya dalam aksi-aksi kerjasama plural. Ketiga, Agama tampil pebagai pelopor perlawanan terhadap ketidakadilan, penindasan.17 Menurutnya tantangan diatas sulit diatasi karena beberapa faktor : 1) Kemelut dalam masing-masing ubuh agama sering muncul kepermukaan. Sikap agresif yang berlebihan terhadap peeluk agama lain seringkali merupakan penyebab terjadinya ketegangan; Komarudin Hidayat dalam Andito yang dikutif DR. Jaih Mobarak hlm 6 mengatakan bahwa ada 5 tipologi sikap keberagamaan yakni Ekslusivisme, yakni pandangan bahwa ajarannya yang paling benar hanyalah agama yang dipeluknya,

Inklusivisme yakni pandangan bahwa agama yang diluar yang

dipeluknya juga terdapat kebenaran, meskipun tidak seutuh dan sesempurna agama yang dianutnya, Pluralisme, yakni secara teologis pluralitas agama dipandang sebagai suatu realitas, masing-masing berdiri sejajar sehingga semangat missionaris atau dakwah diangap tiak relevan; Eklektivisme, yakni sikap keberagaamaan yang berusaha memilih dan mempertemukan berbagai segi ajaran agama yang dipandang baik dan cocok untuk dirinya sehingga format akhir dari sebuah agama menjadi semacam mozaik yang bersifat eklektika, Universalisme yakni pandangan bahwa pada dasarnya semua agama satu dan sama. Hanya kerena faktor historis-antropologis agama kemudian tampil dalam format plural. Di Indoensia nampaknya umat Islam masih didominasi pandangan ekslusivisme. 2) Paham tentang kemutlakan Tuhan juga memudahkan orang untuk mengidentikan kemutlakan itu dengan kemutlakan agamanya. 3) Keyakinan bahwa segala tindakan seperti diatas akan dibalas oleh Tuhan dengan pahala, menyebabkan kekerasan terhadap pemeluk agama 17 Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarak, Metodologi Studi Islam, hlm., 5

lain justru dianggap sebagai bagian dai keutamaan moral yang pada akhirnya agama akan kehilangan kridibilitasnya, 4) Naik daunya posisi agama dalam konstelasi peradaban masa kini agamapun menajdi rawan ditunggangi kepentingan politik, ekonomi dan kultur kelompok-kelompok tertentu ataupun pribadi. Jika ini terjadi agama yang pada awalnya diharapkan menjadi terapi bagi kemelut modernitas, justru akan semakin dirasa sebagai penyakit yang berbahaya.18

Kita menyadari bahwa pada saat ini umat Islam masih berada dalam posisi marginal dan lemah dalam berbagai asfek kehidupan sosial budaya serta harus berhadapan dengan dunia modern yang serba maju dan canggih. Dalam kondisi demikian seharusnya umat Islam dituntut untuk melakukan gerakan-gerakan pemikiran yang diharapkan dapat melahirkan konsep-konsep pemikiran yang cermerlang dan operasional untuk mengantisifasi perkembangan dan kemajuan tersebut. Disisi yang lain umat Islam juga masih berada dalam suasana problematis, Pertama, disatu sisi jika mereka hanya berpegang pada ajaran yang merupakan hasil penafsiran ulama terdahulu yang merupakan warisan doktriner, turun temurun dan dianggap sebagai ajaran yang sudah mapan, sempurna dan paten serta tidak ada keberanian untuk melakukan pemikiran ulang, maka berarti umat Islam akan mengalami kemadekan intelektual yang pada gilirannya akan menghadapi masa depan yang suram. Disisi yang lain, jika mereka melakukan usaha pembaharuan dan pemikiran kembali secara kritis dan rasional terhadap ajaran Islam guna menyesuaikan dengan tuntutan zaman, maka akan dituduh sebagai umat yang meninggalkan /tidak setia terhadap ajaran Islam yang dianggap sebagai ajaran yang sudah mapan dan sempurna. Kedua, pesartnay perkembangan ilmu pebngetahuan dan teknologi serta semakin menglobalnya dunia membuka era baru dalam perkembangan budaya dan peradaban manusia. Era 18 Ibid., hlm.6

ini ditandai dengan semakin dekatnya hubungan komuniaksi dan jarak antar bangsa dan budaya manusia seolah-olah dunia nampak sebagai sebuah sistem dimana antara suatu negara dengan yang lainnya saling bergantung. Dalam suasana pergaulan dan persahabatan yang akrab tersebut dibutuhkan aturan, nilai dan norma yang universal yang dapat daakui oelh semua bangsa. Persoalannya sekarang darimanakh sumber peraturan, norma dan pedoman hidup pergaulan tersebut diperoleh ?.19 Muhaimin, 1994 ; 23)

Lebih lanjut Muhaimin mengatakan bahwa pendekatan studi keislaman yang mendominasi kalangan ulama lebih cendrung bersifat subyektif, apologi dan doktriner serta menutup diri terhadap pendekatan yang dilakukan oleh kalangan luas Islam yang sumber dasarnya Al-Qur’an dan Hadits yang ada dasarnya bersifat rasional dan adaptif terhadap tuntutan dan perobahan zaman telah berkembang menjadi ajaran-ajaran yang baku dan kaku serta tabu terhadap sentuhan-sentuhan akal rasionalitas dan tuntutan perobahan dan perkembangan zaman. Bahkan kehidupan keagamaan sarat sosial budaya umat Islam terkesan mandeg, membeku dan ketinggalan zaman. Dan yang lebih payah lagi keadaan yang demikian yang menjadi sasaran dan obyek studi dari kaum orintalisme dalam studi keislamannya. Sehingga mereka mendapatkan kenyataan-kenyataan bahwa ajaran Islam sebagaimana yang nampak dalam fenomena dan praktik umatnya ternyata tidak rasional dan dan ilmiah dan tidak mampu menjawab tantangan zaman.

Jamari yang dikutip Hakim mengatakan bahwa salah satu prinsif teori fungsional menyatakan bahwa segala sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya. Karena sejak dulu hingga sekarang agama dengan tanggung menyatakan eksistensinya, berarti agama mempunyai dan memerankan peran dan fungsi di masyarakat. Oleh karena 19 Muhaimin, Dimensi-Dimensi...hlm., 23

itu, secara umum studi Islam menajdi penting karena agama, termasuk agama Islam memerankan sejumlah peran dan fungsi ditengah-tengah masyarakat.

Teori ini merupakan teori sosial yang dikembangkan oleh Talcot Parsons (1902-1979) yang dinamakan dengan Teori Struktural–Fungsional yang dikembangkan merupakan sebuah teori sosial yang dipengaruhi oleh filsafat fenomenologi yang menekankan adanya suatu intensionalitas, dimana eksistensi subyek dan obyek yang juga mempunyai kesadaran saling mempunyai ketergantungan, karena keduanya mempunyai sebuah relasi inter subyektivitas atau dunia alterego. Teori ini menekankan pada adanya keteraturan, sehingga teori ini menggunakan konsep fungsi, disfungsi dan keseimbangan (equilibrium).

Teori struktural fungsional (Talcot Parsons 1902-1979) merupakan suatu teori yang menekankan adanya suatu ketertiban (orde) dalam kehidupan masyarakat. Dalam teori ini masyarakat dipandang sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan. Teori ini mempunyai asumsi bahwa setiap tatanan (struktur) dalam sistem sosial akan berfungsi pada yang lain, sehingga bila fungsionalitasnya tidak ada, maka struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya.20

Agama merupakan fenomena sosio-historik dan sosio filosofik yang bermakna penting bagi manusia yang homo re-legius. Signifikansi sosial agama bagi manusia adalah lantaran agama dipersepsikan memiliki kesanggupan me maknai, mengatur dan menyelesaikan berbagai persoalan hidup manusia. Fakta sejarah membuktikan bahwa lebih dari 80 % penduduk dunia mengakui keberadaan agama, dan sisanya karena faktor-faktor tertentu mengingkari kehadiran agama sebagai realitas kehidupan sebenarnya.

Agama yang termanifestasi dalam bebagai bentuknya yang paling tidak secara sosiologi, terwujud dalam tiga corak pengungkapan universalnya sebagai belief system, system

of workshif dan system of social relation, dalam realitasnya

memiliki berbagai fungsi mendasar.

Pertama, fungsi edukatif yaitu fungsi berkenaan dengan upaya pemindahan dan pengalihan (transper) nilai dan norma keagamaan kepada masyarakat. Dalam konteks ini agama memberikan orientasi, motivasi serta membantu mengenal dan memahami sesuatu yang sakral, suci atau makhluk tertinggi. Kedua, fungsi salfatif (penyelamatan), dimana agama diakui sebagai struktur yang memberikan rasa kedamaian, ketenangan dan ketabahan dalam menghadapi berbagai persoalan pelik yang dihadapi manusia. Agama menentukan dan mengarahkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan., memberikan harapan ketika manusia dalam situasi ketidakpastian, penderitaan, kekecewaan, prustasi atau kemiskinan. Ketiga, fungsi social (pengawasan social), dimana agama sebagai system norma dan nilai dipersepsi mempunyai kekuatan yang absah untuk menjaga terbinanya pola-pola kelakuan dan kaidah sosial milik masyarakat. Agama memberikan pembatasan (limitasi), dan pengkondisian (conditioning) terhadap tindakan atau perilaku individu atau masyarakat sehingga dapat mengarahkan tercapainya tujuan masyarakat itu sendiri. Keempat, agama dipandang sebagai

sistem relasi sosial adalah fungsi integratife. Dalam konteks

ini agama menjadi necessary ingrediens of well integrated

society, atau merupakan the primary source of integration.21

Agama menjadi unsur niscaya atau sumber utama terbentuknya integrasi masyarakat yang baik. Agama bahkan dipandang memiliki kemampuan membangun tatanan sosial ( social

order ) yang kuat. Atas dasar kesamaan dan kesepakatan serta

ikatan psiko-religius, kredo, dogma, kultus, symbol, tata nilai 21 J. Milton Yinger, (1960) dalam Chusnul Fuad Yusuf , 2003 hlm,. 92 .

dan norma serta cara-cara spiritualitas tertentu yang diyakini, maka para penganut agama cendrung berupaya sebaik mungkin untuk mempertahankan serta mengamalkan ajarannya dan memperjuangkan agama yang dianutnya. Dalam perspektif ini sangat jelas bahwa agama memang memiliki fungsi utama yang necessary bagi terbentuknya integritas sosial dalam masyarakat atau bangsa. Namun demikian, dalam prosesnya, ketika egoisme dan fanatisme keagamaan tumbuh terlalu kuat dalam diri penganutnya, maka apa yang terjadi justru realitas sebaliknya, yakni munculnya proses disintegrasi sosial. 3. Tujuan Studi Islam

Setiap usaha pasti memiliki tujuan, dan setiap orang yang terlibat dalam suatu usaha senantiasa mengarahkan segala daya dan upaya untuk mencapai tujuan tersebut secara efektif dan efesien. Studi Islam sebagai suatu upaya untuk mempelajari secara mendalam tentang Islam dan segala seluk beluknya sudah barang tentu mempunyai tujuan yang jelas yang sekaligus menunjukan kemana studi Islam tersebut diarahkan. Dengan arah dan tujuan yang jelas, maka dengan sendirinya studi Islam merupakan usaha sadar dan tersusun secara sisitimatis.

Adapun arah dan tujuan studi Islam dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Untuk mempelajari secara mendalam tentang apa sebe-narnya (hakikat) agama Islam itu dan bagaimana po-sisinya serta hubungannya dengan agama-agama lain dalam kehidupan budaya manusia;

Sehubungan dengan hal diatas, maka studi Islam dilaksanakan berdasarkan asumsi bahwa agama Islam sebenarnya diturunkan oleh Allah untuk membimbing dan mengarahkan serta menyempurnakan pertumbuhan dan perkembangan agama-agama dan budaya umat manusia dimuka bumi. Agama yang pada mulanya tumbuh dan

berkembang berdasarkan pengalaman dan pengunaan akal serta budi daya manusia, diarahkan oleh Islam menjadi agama monotheisme yang benar. Sementara Allah telah menurunkan ajaran Islam sejak pase awal dari pertumbuhan dan perkembangan akal budi manusia tersebut. Kemudian silih berganti rasul-rasul telah diutus oleh Allah untuk menyampaikan ajaran agama Islam, guna meluruskan dan menyempurnakan perkembangan akal dan budi daya manusia serta agama mereka menjadi agama tauhid. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ajaran agama Islam telah tumbuh dan berkembangan sejalan dengan perkembangan akal pikir dan budi-daya manusia untuk mewujudkan suatu kehidupan budaya dan peradaban yang islami. Kalaupun suatu waktu masih nampak adanya pertentangan antara ajaran Islam dengan akal pikir dan budi daya manusia, maka dapat diduga bahwa penyebabnya adalah telah terjadi kemacetan atau penyimpangan dalam perkembangannya.

Dengan mengali kembali hakikat ajaran Islam, maka akan dapat digunakan sebagai alat analisis terhadap kemacetan dan penyimpangan akal pikir dan budaya manusia serta ajaran agama Islam sekaligus.

b. Untuk mempelajari secara mendalam sumber dasar ajaran agama Islam dan bagaimana aktualisasinya sepanjang sejarah;

Studi ini berdasarkan asumsi bahwa agama Islam sebagai agama samawi terakhir membawa ajaran-ajaran yang bersifat final dan mampu mememcahkan masalah-masalah kehidupan manusia, menjawab tantangan dan tuntutan sepanjang zaman. Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman yang semakin komplek ini akan menimbulkan pertumbuhan dan perkembangan budaya serta peradaban manusia yang semakin maju dan modern. Pertanyaannya adalah mampukah sumber dasar ajaran

agama Islam tetap aktual dan menjadi faktor dinamik dari perkembangan sistim budaya dan peradaban yang semakin maju dan modern tersebut atau mungkin akan menyebabkan kehilangan dinamikanya, sehingga ketinggalan zaman dan menghambat pembangunan. Maka inilah sesungguhnya yang merupakan tantangan studi

Dalam dokumen Studi Islam (Halaman 122-136)