• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1) Wujud ketidaksantunan linguistik Tuturan (C4): “Yak yakan!” (Sembrono!)

4.2.3.5 Subketegori Mengacam

Subkategori mengancam pada kategori melecehkan muka muncul karena tuturan penutur menyiratkan suatu ancaman kepada mitra tutur, sehingga membuat mitra tutur tersinggung. Berikut ini contoh tuturan yang termasuk dalam subkategori mengancam.

Cuplikan tuturan 24

P : “Mbak, rumuse bener kaya ngene?” (Mbak, rumusnya benar seperti ini?) MT : “Ya.”

P : “Tenane? Awas nek salah kowe lho!” (C11) (Beneran? Awas kalau salah kamu lho!) MT : “Ya karepmu lah.”

(Ya terserah kamu lah.)

(Konteks tuturan: Penutur perempuan berumur 13 tahun, kelas VII SMP. Mitra tutur perempuan berumur 22 tahun. Penutur adalah adik mitra tutur. Tuturan terjadi di ruang keluarga, saat malam hari. Penutur sedang belajar. Mitra tutur menenami penutur belajar. Penutur bertanya kepada mitra tutur tentang suatu soal. Penutur merasa jawaban mitra tutur tidak meyakinkan.)

Dari tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (C11): ”Tenane? Awas nek salah, kowe lho!” (Beneran? Awas kalau salah, kamu lho!)

2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (C11): Penutur berbicara dengan sinis. Penutur berbicara tanpa melihat mitra tutur. Penutur telah membuat mitra tutur tersinggung. Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah adiknya.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (C11): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar. Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa. Kata fatis yang terdapat dalam tuturan (C11) ialah “lho”. Penutur berbicara dengan nada naik rendah. Tekanan pada kata “tenane”. Intonasi yang digunakan penutur ialah intonasi tanya.

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (C11): Penutur perempuan berumur 13 tahun, kelas VII SMP. Mitra tutur perempuan berumur 22 tahun. Penutur adalah adik mitra tutur. Tuturan terjadi di ruang keluarga, saat malam hari. Penutur sedang belajar. Mitra tutur menenami penutur belajar. Penutur bertanya kepada mitra tutur tentang suatu soal. Penutur merasa jawaban mitra tutur tidak meyakinkan. Tujuan penutur dari tuturannya ialah penutur memastikan kebenaran dan keyakinan pada jawaban mitra tutur. Tindak verbal dari tuturan penutur ialah komisif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur menjawab tuturan mitra tutur dengan kesal karena merasa diragukan.

5) Maksud ketidaksantunan penutur

4.2.4 Kategori Ketidaksantunan Menghilangkan Muka

Teori kategori ketidaksantunan menghilangkan muka diungkapkan oleh Culpeper. Pemahaman Culpeper (2008) mengenai ketidaksantunan berbahasa adalah, ‘Impoliteness, as I would define it, involves communicative behavior

intending to cause the “face loss” of a target or perceived by the target to be so.’

Dia memberikan penekanan pada fakta ‘face loss’ atau ‘kehilangan muka’—kalau dalam bahasa Jawa mungkin konsep itu dekat dengan konsep ‘kelangan rai’ (kehilangan muka). Culpeper memberikan penekanan pada fakta ‘face loss’ atau fakta ‘kehilangan muka’ untuk menjelaskan konsep ketidaksantunan dalam berbahasa. Sebuah tuturan akan dianggap sebagai tuturan yang tidak santun jika tuturan itu menjadikan muka seseorang hilang. Jadi, ketidaksantunan (impoliteness) dalam berbahasa itu merupakan perilaku komunikatif yang diperantikan secara intensional untuk membuat orang benar-benar kehilangan muka (face loss), atau setidaknya orang tersebut ‘merasa’ kehilangan muka.

Suatu tuturan dalam kategori menghilangkan muka terjadi bila penutur secara sengaja mengucapkan suatu tuturan yang tidak hanya membuat mitra tutur tersinggung, tetapi juga membuat mitra tutur malu. Hal inilah yang membuat suatu tuturan dalam kategori ini menjadi tidak santun.

Tuturan yang termasuk dalam kategori ketidaksantunan menghilangkan muka ditemukan empat belas tuturan. Keempat belas tuturan tersebut terbagi dalam empat subkategori, yaitu subkategori menyindir, mengejek, menyalahkan, dan memerintah. Berikut ini contoh tuturan yang termasuk dalam ketegori ini.

4.2.4.1Subkategori Menyindir

Subkategori menyindir dalam kategori menghilangkan muka terjadi ketika penutur secara sengaja membuat mitra tutur tersindir akibat tuturannya, sehingga membuat mitra tutur tersinggung dan malu. Berikut ini contoh tuturan yang termasuk dalam subkategori menyindir.

Cuplikan tuturan 34

MT 1 : “Tapi tetap rajin membantu pekerjaan bapak dan ibu di rumah kan, Pak?” MT 2 : “Diminum, Mbak.”

P : “Kalau pas ada ibue, kesete.” (D2) (Kalau waktu ada ibunya, malasnya.)

(Konteks tuturan: Penutur laki-laki berusia 64 tahun. Mitra tutur 1 perempuan berumur 21 tahun. Mitra tutur 2 perempuan berumur 19 tahun. Mitra tutur 1 adalah tamu. Mitra tutur 2 adalah anak penutur. Tuturan terjadi di dalam ruang tamu, saat sore hari. Mitra tutur 1 bertamu di rumah penutur. Mitra tutur 1 bertanya tentang sifat rajin mitra tutur 2. Mitra tutur 2 mengantarkan minuman untuk penutur dan mitra tutur.)

Cuplikan tuturan 36

MT 1 : “Permisi. Mau tanya, Bu. Rumah di sebelah, rumahnya siapa, Bu?”

MT 2 : “Rumahnya Bu Agus, Mbak. Mau tanya-tanya apa je, Mbak? Itu ibunya.”

MT 1 : “Cuma tanya-tanya biasa. Terima kasih, Bu.” P : “Itu Mbak bapaknya gajinya kurang.” (D4)

(Konteks tuturan: Penutur perempuan berumur 33 tahun sebagai tetangga mitra tutur 2. Mitra tutur 2 perempuan berumur 45 tahun. Mitra tutur 1 perempuan berumur 21 tahun sebagai tamu. Tuturan terjadi di luar rumah, saat sore hari. Penutur sedang berbincang-bincang dengan tetangga di depan rumah dalam keadaan santai. Mitra tutur 1 menghampiri penutur untuk menanyakan nama pemilik rumah yang berada di samping rumah penutur. Penutur menjawab pertanyaan mitra tutur 1. Penutur melihat sang pemilik rumah, mitra tutur 2, berada di luar rumah.)

Dari kedua tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (D2): “Kalau pas ada ibue, kesete.” (Kalau waktu ada ibunya, malasnya.)

Tuturan (D4): “Itu Mbak bapaknya gajinya kurang.” 2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (D2): Penutur dengan sengaja berbicara di depan mitra tutur 2. Penutur tidak memperhatikan mitra tutur 2. Penutur berbicara dengan volume yang keras. Penutur telah membuat mitra tutur 2 malu. Penutur sadar bahwa mitra tutur 2 adalah anaknya.

Tuturan (D4): Penutur berbicara dengan sengaja. Penutur berbicara dengan tertawa. Penutur menganggap hal yang dituturkan berupa lelucon, padahal hal tersebut termasuk hal yang bersifat pribadi. Penutur telah membuat mitra tutur 2 tersinggung dan malu.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (D2): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar. Bahasa nonstandar ditandai dengan penyisipan kata “pas” dan “kesete” yang merupakan kata dalam bahasa Jawa. Penutur berbicara dengan nada turun datar. Tekanan pada kata “kesete”. Intonasi yang digunakan penutur ialah intonasi berita.

Tuturan (D4): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa populer yang merupakan bahasa sehari-hari. Penutur berbicara dengan nada naik rendah. Tekanan pada frasa “gajinya kurang”. Intonasi yang digunakan penutur ialah intonasi berita.

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (D2): Penutur laki-laki berusia 64 tahun. Mitra tutur 1 perempuan berumur 21 tahun. Mitra tutur 2 perempuan berumur 19 tahun. Mitra tutur 1 adalah tamu. Mitra tutur 2 adalah anak penutur. Tuturan terjadi di dalam ruang tamu, saat sore hari. Mitra tutur 1 bertamu di rumah penutur. Mitra tutur 1 bertanya tentang sifat rajin mitra tutur 2. Mitra tutur 2 mengantarkan minuman untuk penutur dan mitra tutur. Tujuan penutur dari tuturannya ialah penutur menunjukkan bahwa mitra tutur 2 tidak rajin apabila ada ibunya di rumah. Tindak verbal dari tuturan penutur ialah ekspresif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur 2 hanya diam dan tersenyum malu.

Konteks tuturan (D4): Penutur perempuan berumur 33 tahun sebagai tetangga mitra tutur 2. Mitra tutur 2 perempuan berumur 45 tahun. Mitra tutur 1 perempuan berumur 21 tahun sebagai tamu. Tuturan terjadi di luar rumah, saat sore hari. Penutur sedang berbincang-bincang dengan tetangga di depan rumah dalam keadaan santai. Mitra tutur 1 menghampiri penutur untuk menanyakan nama pemilik rumah yang berada di samping rumah penutur. Penutur menjawab pertanyaan mitra tutur 1. Penutur melihat sang pemilik rumah, mitra tutur 2, berada di luar rumah. Tujuan penutur dari tuturannya ialah penutur menyindir mitra tutur 2 yang tidak mau diwawancari oleh mitra tutur 1 karena penutur menganggap mitra tutur 1 akan bertanya tentang penghasilan keluarga mitra tutur 2. Tindak verbal dari tuturan penutur ialah

ekspresif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur 2 hanya diam saja.

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (D2): Penutur bermaksud menyindir mitra tutur yang bersikap malas bila sang ibu ada di rumah.

Tuturan (D4): Penutur hanya bermaksud bercanda kepada mitra tutur.

4.2.4.2Subkategori Mengejek

Subkategori mengejek dalam kategori menghilangkan muka terjadi karena penutur dengan sengaja mengucapkan tuturan yang bermaksud mengejek atau meremehkan mitra tutur, sehingga membuat mitra tutur tersinggung dan malu. Berikut ini contoh tuturan yang termasuk dalam subkategori mengejek.

Cuplikan tuturan 35

MT 1 : “Kalau boleh, saya bisa gantian bertanya dengan ibu, Pak?” P : “Wah nek ibue ki bodho, Mbak.” (D3)

(Wah ibunya itu bodoh, Mbak.)

MT 2 : Iya, Mbak. Jangan dengan saya, dengan Bapak saja.

(Konteks tuturan: Penutur laki-laki berusia 64 tahun. Mitra tutur 1 perempuan berumur 21 tahun. Mitra tutur 2 perempuan berumur 45 tahun. Mitra tutur 1 adalah tamu. Mitra tutur 2 adalah istri penutur. Tuturan terjadi di dalam ruang tamu, saat sore hari. Mitra tutur 1 bertamu di rumah penutur. Mitra tutur 1 bertanya tentang pendidikan mitra tutur 2. Mitra tutur 2 ada di luar rumah. Mitra tutur mendengar tuturan penutur.)

Cuplikan tuturan 45

P : “Bu, aku ganti hp ya?”

MT : “Lha hp-ne sing lawas ngopo? Kae nganggo hp-ne ibu wae.”

(Lha hp-nya yang lama kenapa? Itu pakai hp-nya ibu saja.) P : “Hapene ibu ki wis jadul.” (D13)

(Hp-nya ibu itu sudah jadul.)

MT : Yo ben, sing penting isih isa nggo telpon.

(Konteks tuturan: Penutur laki-laki berumur 19 tahun. Mitra tutur perempuan berumur 36 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur. Tuturan terjadi di ruang keluarga, saat sore hari. Penutur meminta handphone baru kepada mitra tutur. Mitra tutur menganjurkan penutur untuk memakai handphone penutur dulu. Penutur tidak mau memakai handphone penutur.)

Dari kedua tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (D3): “Wah nek ibue ki bodho, Mbak.” (Wah ibunya itu bodoh, Mbak.)

Tuturan (D13): “Hpne ibu ki wis jadul.” (Hpnya ibu itu sudah jadul.) 2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (D3): Penutur berbicara dengan volume yang keras. Penutur berbicara dengan tertawa meremehkan. Penutur telah membuat mitra tutur 2 malu. Penutur sadar jika mitra tutur 2 adalah istrinya.

Tuturan (D13): Penutur dengan sengaja berbicara di depan mitra tutur. Penutur berbicara dengan ekspresi mengejek. Penutur telah membuat mitra tutur malu. Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah anaknya.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (D3): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar. Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa. Penutur berbicara dengan nada turun datar. Tekanan pada kata “bodho”. Intonasi yang digunakan penutur ialah intonasi berita.

Tuturan (D13): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar. Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa dan penggunaan

kata slang “jadul”. Penutur berbicara dengan nada naik rendah. Tekanan kata “jadul”. Intonasi yang digunakan penutur ialah intonasi berita.

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (D3): Penutur laki-laki berusia 64 tahun. Mitra tutur 1 perempuan berumur 21 tahun. Mitra tutur 2 perempuan berumur 45 tahun. Mitra tutur 1 adalah tamu. Mitra tutur 2 adalah istri penutur. Tuturan terjadi di dalam ruang tamu, saat sore hari. Mitra tutur 1 bertamu di rumah penutur. Mitra tutur 1 bertanya tentang pendidikan mitra tutur 2. Mitra tutur 2 ada di luar rumah. Mitra tutur mendengar tuturan penutur. Tujuan penutur dari tuturannya ialah penutur menunjukkan bahwa mitra tutur 2 tidak lebih pintar daripada penutur. Tindak verbal dari tuturan penutur ialah ekspresif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur 2 menimpali tuturan penutur.

Konteks tuturan (D13): Penutur laki-laki berumur 19 tahun. Mitra tutur perempuan berumur 36 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur. Tuturan terjadi di ruang keluarga, saat sore hari. Penutur meminta handphone baru kepada mitra tutur. Mitra tutur menganjurkan penutur untuk memakai handphone penutur dulu. Penutur tidak mau memakai handphone penutur. Tujuan penutur dari tuturannya ialah penutur mengejek handphone mitra tutur yang sudah dianggap kuno. Tindak verbal dari tuturan penutur ialah ekspresif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur menjawab tuturan penutur dengan kesal.

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (D3): Penutur bermaksud meremehkan mitra tutur yang dianggap tidak lebih pintar dari dirinya.

Tuturan (D13): Penutur hanya bermaksud bercanda kepada mitra tutur.