• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. GAMBARAN UMUM KINERJA SEKTOR PERTANIAN DAN PERPUPUKAN DI INDONESIA

2) Non Urea

3.1. Pengertian Dasar Subsid

3.1.2. Subsidi Dalam Konteks Teori Mikroekonom

Stiglitz (2005) menjelaskan bahwa subsidi merupakan salah satu bentuk

intervensi pemerintah dalam penentuan kebijakan pengeluaran dana pemerintah.

Menganalisa suatu program pemerintah, seperti subsidi rehabilitasi lahan milik,

dengan jalan mempelajari perkembangan serta permasalahan program sering

memberikan manfaat untuk dilakukan penyempurnaan. Analisa berikutnya,

mencoba menghubungkan antara kebutuhan, sumber permintaan terhadap salah

satu bentuk kegagalan pasar seperti kompet7isi yang tidak sempurna, barang

publik, eksternalitas, pasar yang tidak lengkap, dan informasi yang tidak

sempurna. Walaupun keadaan ekonomi mencapai pareto, intervensi pemerintah dapat dilakukan apabila terdapat dua alasan, yaitu: (1) pendapatan masyarakat

45

kurang sempurnanya kriteria penilaian kesejahteraan di dalam persepsi seseorang

terhadap kesejahteraannya. Intervensi pemerintah dapat dilakukan dalam tiga

bentuk yaitu kebijakan untuk produksi publik, kebijakan produksi swasta dengan

perlakuan pajak dan subsidi, serta kebijakan produksi swasta dengan adanya

pengaturan dari pemerintah. Bentuk subsidi dapat berupa pengenaan suatu sistem

perpajakan ataupun pemberian bantuan hibah secara langsung. Apabila subsidi

berupa hibah langsung, maka persyaratan subsidi tersebut perlu ditetapkan sesuai

dengan tujuan subsidi. Penilaian suatu subsidi harus dilihat dalam kurun waktu

jangka panjang, dimana produsen dan konsumen telah menyesuaikan perilakunya,

dan penilaian output dalam kurun waktu jangka pendek.

Fogiel (1992) menjelaskan apabila subsidi dianggap sebagai kebalikan dari

pajak, maka kebijakan subsidi pada suatu kegiatan dapat mempengaruhi

keseimbangan pasar yang berhubungan dengan kegiatan tersebut. Pengaruh pajak

atau subsidi terhadap suatu barang pada pasar persaingan sempurna, dapat

dijelaskan seperti pada Gambar 2. Penerapan pajak pada suatu barang akan

menggeser kurva penawaran S ke kiri, yaitu ST. Sebaliknya kebijakan subsidi

akan menggeser kurva penawaran S ke kanan SS. Kuantitas barang akan menurun

dan harga barang akan mengalami kenaikan dengan adanya pajak. Sedangkan

subsidi akan menyebabkan penurunan harga serta meningkatkan jumlah

persediaan barang. Elastisitas penawaran dan permintaan akan berhubungan

dengan kebijakan subsidi. Pada Gambar 3, kurva permintaan adalah inelastis

sempurna. Oleh sebab itu, jumlah barang yang diminta akan tetap serta tidak

Sumber : Fogiel (1992)

Gambar 2. Pengaruh Pajak atau Subsidi

Sumber : Fogiel (1992)

Gambar 3. Pengaruh Subsidi dengan Kurva Permintaan Inelastis

Namun demikian, harga barang akan turun sebesar nilai subsidi. Dalam hal

ini, konsumen akan mendapat manfaat secara menyeluruh dari kebijakan subsidi

tersebut. Sama halnya dengan kurva penawaran yang elastis sempurna pada

Gambar 4, kebijakan subsidi akan dimanfaatkan sepenuhnya oleh konsumen

sejalan dengan turunnya harga keseimbangan dari PF ke PS. QS QF QT PT PS S D D S SS ST PF Price Quantity D Q PF PS SF SS Quantity Price

47

Sumber : Fogiel (1992)

Gambar 4. Pengaruh Subsidi dengan Kurva Penawaran Elastis

Sebaliknya, apabila kurva permintaan bersifat elastis sempurna, ataupun

kurva penawaran yang bersifat inelastis sempurna, maka produsen akan

menikmati semua keuntungan dari kebijakan subsidi. Di dalam Gambar 5, dimana

kurva permintaan bersifat elastis sempurna, kebijakan subsidi tidak merubah

harga kecuali ada perubahan dari sisi permintaan.

Sumber : Fogiel (1992)

Gambar 5. Pengaruh Subsidi dengan Kurva Permintaan Elastis

Di dalam Gambar 6, volume barang yang ditawarkan tidak dipengaruhi

oleh kebijakan subsidi, karena bentuk kurva penawaran yang bersifat inelastis

PS PF QF QS SS SF QF QS P D SS SF Price Quantity Quantity Price

sempurna. Mengingat subsidi tidak mempengaruhi kurva permintaan, maka

keseimbangan akan tetap di tingkat harga P dan kuantitas barang sebanyak Q.

Sumber : Fogiel (1992)

Gambar 6. Pengaruh Subsidi dengan Kurva Penawaran Inelastis

Ketika kurva penawaran bersifat inelastis sempurna dimana pihak

produsen menerima subsidi dari pemerintah serta tidak mempengaruhi situasi

pasar, maka produsen tersebut mendapatkan keuntungan menyeluruh dari subsidi.

Secara ringkas, apabila kurva penawaran bertambah inelastis atau kurva

permintaan bertambah elastis, maka produsen akan menerima lebih banyak

manfaat dengan adanya subsidi. Sebaliknya, kurva penawaran yang lebih elastis

atau kurva permintaan yang lebih inelastis, maka kebijakan subsidi akan

menyebabkan bertambahnya keuntungan bagi pihak konsumen.

Kebijakan subsidi pemerintah selalu berhubungan dengan barang dan jasa

yang memiliki eksternalitas positif. Pada saat pengaruh negatif dari subsidi

menciptakan alokasi yang tidak efektif, konsumen mengkonsumsi barang yang

disubsidi secara berlebihan (boros). Selanjutnya apabila harga lebih rendah

dibandingkan opportunity cost, maka ada kemungkinan bagi produsen untuk

D S P Q Price Quantity

49

menjadi tidak efektif dalam menggunakan sumber daya untuk memproduksi

barang-barang yang disubsidi (Spencer dan Amos, 1993). Subsidi yang tidak

transparan dan tidak ditargetkan dengan baik bisa saja menyebabkan distorsi

harga, inefesiensi, dan dinikmati oleh orang-orang yang tidak berhak.

Dalam konteks ketersediaan pupuk, subsidi pupuk adalah merupakan

sejumlah transfer yang dibayar oleh pemerintah kepada industri pupuk yang

dihitung berdasarkan selisih antara harga pokok penjualan dengan harga eceran

tertinggi yang ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya subsidi tersebut

diharapkan ketersediaan pupuk selalu dapat terpenuhi dengan harga yang

terjangkau oleh produsen tani sehingga fungsi ketahanan pangan dapat berjalan

dengan baik.

Mengingat arti strategisnya komoditas pupuk, pemerintah beranggapan

bahwa harga pupuk tidak dapat diserahkan begitu saja pada mekanisme

pasar, karena fluktuasi harga akan mengakibatkan perubahan daya beli petani,

konsentrasi pemupukan, dan pada akhirnya volume dan kualitas panen. Apalagi

kenaikan harga pupuk tidak dengan sendirinya diikuti kenaikan harga

output. Di satu sisi harga pupuk harus dipertahankan cukup rendah agar

terjangkau oleh petani, di lain pihak keekonomian produksi pupuk juga harus

dijaga agar industri pupuk tidak mengalami kerugian. Oleh karenanya semenjak

awal tahun 1970 hingga sekarang pemerintah selalu mengintervensi ketersediaan

pupuk melalui kebijakan subsidi.

Menurut Wayan (2010) secara garis besarnya subsidi pupuk berdampak

positif terhadap: 1) peningkatan modal petani, 2) pengembangan pasar pupuk

adopsi teknologi dengan mengurangi risiko dalam pembelajaran teknologi

baru, meningkatkan efektivitas penyuluhan, dan organisasi petani, 4)

peningkatan produktivitas petani, dan 5) perbaikan pendapatan usaha tani.

Dampak positif pertama yang bersifat langsung dari subsidi pupuk

adalah meningkatnya ketersediaan modal bagi petani. Dengan harga pupuk

yang disubsidi, sebagian modal petani yang seharusnya digunakan untuk

membeli pupuk dapat dialokasikan untuk membeli input yang lain. Kontribusi

biaya untuk pupuk berkisar antara 9−22 persen dari total biaya, bergantung pada takaran dan teknologi yang ditetapkan. Jika pada awalnya petani

menggunakan pupuk dengan takaran lebih rendah, subsidi pupuk mendorong

mereka meningkatkan takaran pupuk menjadi optimal.

Dampak positif kedua adalah subsidi pupuk dapat mengatasi pasar

pupuk yang belum bekerja secara efisien atau terjadi kegagalan pasar (market failure). Struktur pasar yang kurang kompetitif, asimetri kekuatan informasi antara penjual dan pembeli sehingga margin keuntungan serta biaya distribusi

yang tinggi, dapat ditekan dengan kebijakan subsidi pupuk. Argumen ini valid

jika subsidi pupuk dapat menyediakan pupuk sesuai dengan azas enam tepat, yaitu

tepat jumlah, kualitas, waktu, harga, jenis, dan tempat.

Dampak positif ketiga dari subsidi pupuk adalah mendorong adopsi

teknologi. Hal ini valid untuk petani yang belum mengenal secara baik manfaat

pupuk, termasuk takaran pupuk yang berimbang/optimal. Dengan adanya subsidi

pupuk,petani tidak khawatir menggunakan teknologi baru (jenis dan takaran

51

Ketiga dampak positif yang diuraikan di atas menciptakan dampak positif

keempat, yaitu meningkatkan produktivitas. Dengan menggunakan konsep

elastisitas produktivitas terhadap harga pupuk, Syafa’at et al. (2006)

menganalisis dampak subsidi pupuk terhadap produktivitas beberapa tanaman

pangan. Secara umum, elastisitas bertanda negatif, yang berarti penurunan harga

pupuk (subsidi harga pupuk) akan meningkatkan produktivitas. Sebagai contoh,

elastisitas produktivitas padi terhadap harga pupuk urea, SP36, dan ZA masing-

masing adalah -0,0681, 0,0799, dan -0,0086. Jika harga pupuk urea turun 1 persen

maka produktivitas padi akan meningkat 0,0681 persen. Disebutkan pula bahwa

secara nasional, penghapusan subsidi pupuk menurunkan produktivitas hingga

9,50 persen. Resultan dari dampak positif subsidi pupuk adalah meningkatnya

pendapatan atau keuntungan usaha tani.

Dampak subsidi pupuk terhadap produksi pertanian, misalnya padi, dan

pasar beras dapat di lihat pada Gambar 7. Jika harga pupuk yang berlaku sebesar

P’0 jumlah pupuk yang digunakan oleh petani adalah sebanyak X0 yang mampu

menghasilkan produksi padi sebesar Y0. Pada jumlah produksi sebesar ini,

kuantitas keseimbangan di pasar beras adalah sebanyak Q’’0 dengan harganya

sebesar P’’0

Dalam upaya memperkuat ketahanan pangan, pemerintah berkeinginan

untuk menaikkan jumlah produksi padi, untuk itu penggunaan pupuk sebagai

input utama dalam produksi padi harus ditingkatkan. Dengan memperhatikan daya

beli petani terhadap permintaan pupuk akhirnya pemerintah berkeinginan untuk

menetapkan ceiling price (Harga Eceran Tertinggi) sebesar P’ .

1. Penetapan HET

(a). Pasar Input Pupuk

(b). Produksi Padi (c). Pasar Output Beras

Gambar 7. Pengaruh Subsidi Pupuk Terhadap Pasar Input, Jumlah Produksi Padi, dan Pasar Output Beras

melalui mekanisme pasar. Dalam hal ini jika pemerintah melakukan pemaksaan

terhadap produsen pupuk agar menjual pupuk pada tingkat harga sebesar P’1

maka produsen hanya mampu menjual pupuk di pasar input sebanyak Q’2, yang

sudah tentu akan mengakibatkan penurunan jumlah pupuk yang digunakan oleh

petani sehingga produksi padi akan menurun, yang akhirnya mempengaruhi

0 Y = f(X) Xpup Ppup Qpup Pbrs Qbrs S0(pup) S1(pup) Dpup P’0 P’1 Q’0 Q’1 X0 X1 P’’0 P’’1 Q’’0 Q’’1 0 0 S0(brs) S1(brs) Dbrs Y0 Y1 E’0 E’1 E’’0 E’’1 Q’2 0 APP MPP Y

53

negatif pasokan di pasar beras. Oleh karena itu agar harga keseimbangan pupuk

dapat turun hingga sebesar P’1 melalui mekanisme pasar maka jumlah pasokan

pupuk di pasar harus bertambah. Cara pemerintah untuk menambah pasokan

pupuk ini adalah dengan memberi subsidi input terhadap produsen pupuk. Dengan

adanya subsidi tersebut kemampuan produsen pupuk untuk menaikkan

produksinya semakin bertambah, yang akhirnya akan menggeser kurva penawaran

pupuk di pasar input dari S’0 ke S’1.

Apabila diasumsikan kemampuan beli petani terhadap pupuk tidak

berubah, sehingga tidak menggeser kurva permintaan pupuk, maka yang terjadi di

pasar input adalah excess demand. Keadaan ini akan menekan harga pupuk turun hingga mencapai P’1. Dengan turunnya harga menyebabkan kemampuan petani

untuk membeli pupuk semakin bertambah menjadi X1, sehingga jumlah produksi

dapat dinaikkan menjadi Y1. Di pasar beras pada akhirnya akan terjadi tambahan

pasokan yang membuat kurva penawaran beras meningkat dari S0(brs) ke S1(brs),

yang menyebabkan excess demand karena kurva permintaan beras tidak berubah. Melalui mekanisme pasar hal ini menyebabkan harga beras di pasar menurun,

yang memberi efek terhadap jumlah beras yang diminta bertambah dari Q’’0

menjadi Q’’1

Pemahaman terhadap subsidi pupuk paling tidak perlu dipandang dari dua

aspek, yaitu aspek efisiensi ekonomi dan aspek redistribusi pendapatan atau

pengalihan surplus dari konsumen ke produsen. Hal ini didasarkan pada

fakta bahwa sebagian besar petani Indonesia adalah petani berlahan sempit

dengan pemilikan aset yang terbatas dan nilai tukar komoditas pertanian yang yang berarti memperbesar kemampuan ketahanan pangan di

cenderung melandai. Dalam kondisi demikian, subsidi pupuk dapat

merupakan salah satu instrumen kebijakan publik yang penting bagi

peningkatan kapasitas produksi petani sekaligus merangsang petani untuk tetap

berproduksi.