• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.1. Keragaan Usahatani Padi Organik

6.1.2. Subsistem Budidaya Padi Organik

Teknik budidaya padi organik secara umum tidak jauh berbeda dibanding dengan teknik budidaya padi pada umumnya. Teknik budidaya padi organik antara lain penyemaian dan persiapan lahan, pengolahan lahan, penanaman dan penyulaman, penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama, pemantauan tanaman, dan pemanenan. Kebutuhan tenaga kerja lebih banyak dibutuhkan di budidaya padi organik dibandingkan dengan konvensional, terutama dalam perawatan tanaman. Pada setiap aktivitas petani padi organik tersertifikasi dalam periode budidaya padi hingga panen diawasi terus oleh tim ICS (Internal Control System) yang merupakan tim di bawah kepengurusan Gapoktan Simpatik. Tim ini bertanggung jawab memastikan setiap proses tahapan usahatani padi organik memenuhi kaidah-kaidah pertanian organik. Selain itu tim ini juga bertugas untuk melakukan pembelian gabah petani organik pada saat musim panen tiba. Tim ini berasal dari beberapa ketua kelompok tani yang dipilih berdasarkan kompetensi yang dibutuhkan.

6.1.2.1. Penyiangan Benih Padi

Berdasarkan pedoman SRI (System of Rice Intensification) benih padi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan bibit adalah sebesar 7-10 kg per hektar lahan. Sebelum dilakukan penyemaian petani akan melakukan penyeleksian benih melalui metode yang sederhana yaitu merendam benih pada larutan garam selama satu malam. Pada proses ini akan terseleksi benih yang baik yaitu benih yang tenggelam di dasar larutan, artinya benih berisi atau bernas. Selain itu proses ini membantu merangsang proses perkecambahan pada benih.

Penyemaian benih diharuskan pada media tanah yang gembur dan memiliki stuktur tanah yang baik sehingga memberikan kondisi yang kondusif bagi pertumbuhan akar. Selain itu, penyemaian benih tidak menggunakan media lahan secara langsung namun memakai alas plastik guna menahan akar tidak tembus ke tanah sehingga merusak akar pada saat bibit dicabut saat akan ditanam di lahan sawah. Media yang dialasi plastik diisi dengan campuran kompos dengan tanah kering gembur dengan ketebalan empat cm dengan komposisi perbandingan 1:1. Selain menggunakan media plastik pada lahan, proses penyemaian dapat dilakukan pada nampan plastik, atau besek (pipiti). Selanjutnya benih ditaburkan

secara merata pada media, lalu ditutupi dengan jerami serta pengkondisian tanah lembab (tidak tergenang). Pada metode SRI ini bibit yang ditanam adalah bibit usia muda yaitu sekitar tujuh hari (dihitung tumbuh dari kecambah) berbeda dengan metode konvensional yang menanam bibit dengan usia sekitar 14-20 hari. 6.1.2.2. Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan dilakukan proses pembalikan lahan dan perataan lahan. Pada umumnya petani Kab. Tasikmalaya membalik lahan atau membajak menggunakan traktor bajak atau menggunakan hewan ternak untuk menarik mata bajak. Selain itu, tenaga kerja manusia juga diperlukan untuk membuat pematang sawah dan membuat aliran irigasi ke sawah. Selanjutnya untuk menjaga kesuburan lahan, lahan sawah akan diberikan pupuk kandang dan pupuk organik, atau minimal jerami hasil panen yang telah dicacah terlebih dahulu. Setelah itu dilakukan proses perataan tanah mengunakan lalandak yang bergerigi dan gasrokan yang memiliki bidang datar.

6.1.2.3. Penanaman dan Penyulaman

Terdapat perbedaan signifikan antara metode SRI dengan metode budidaya padi konvensional dalam proses ini. Perbedaan tersebut antara lain, penggunaan bibit muda pada metode SRI yaitu 7-10 hari, tanam bibit tunggal, dengan jarak tanam bibit yang lebar berkisar 27-35 cm antar lubang, serta ditanam dangkal yaitu sekitar 0,5-1 cm. Metode ini telah teruji berhasil meningkatkan produksi panen petani padi organik di Kabupaten Tasikamalaya Jawa Barat hingga 100 persen. Namun, baik petani padi organik tersertifikasi dan petani padi organik non-serifikasi masih ada yang belum mau menerapkan sistem ini. Hal ini disebabkan sulitnya menghilangakan praktek penanaman padi yang telah mereka lakukan sejak lama, terutama pada penanaman bibit tunggal. Mereka berpendapat penanaman bibit tunggal merepotkan karena harus melakukan penyulaman berulang-ulang jika ada bibit yang mati dalam satu lubang. Namun, pada praktek budidaya padi organik proses ini tidak menjadi faktor krusial dalam penetapan sertifikasi organik selama tidak ada kontaminasi zat-zat kimia ke lahan.

Proses ini berisi pembuatan parit-parit di area pinggir lahan sawah untuk mengalirkan irigasi ke lahan. Namun, irigasi lahan diusahakan lahan tidak

tergenang tetapi berada dalam kondisi lembab atau becek. Air yang berasal dari irigasi harus steril dari zat-zat kimia termasuk pupuk dan pestisida kimia yang terbawa dalam aliran irigasi sawah. Selanjutnya proses penyulaman bibit padi dilakukan hingga padi berumur 40 HST (hari setelah tanam). Penyulaman dilakukan secara berkala disetiap 10 hari sejak penanaman bibit selama empat kali. Bibit yang digunakan untuk penyulaman adalah bibit yang disiapkan dari hasil penyiangan benih pertama.

6.1.2.4. Penyiangan Gulma

Penyiangan gulma merupakan aspek penting dalam praktek budidaya padi organik karena biasanya petani menggunakan herbisida kimia untuk membasmi gulma pada lahan tanaman padi. Namun, pada padi organik penggunaan herbisida kimia sangat dilarang. Proses yang jamak dilakukan oleh petani adalah melalui metode manual dalam melakukan penyiangan gulma yaitu menggunakan tangan, kored, dan lalandak. Kored dan lalandak mempermudah dalam proses penyiangan gulma yang ada di lahan. Penggunaan metode manual ini berakibat pada pemakaian tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan pada praktek budidaya konvenisonal pada tahapan ini. Selain itu proses penyiangan gulma pada usahatani padi organik lebih banyak yaitu empat kali pada setiap 7 hari hingga 28 HST dibandingkan dengan pada usahatani padi secara konvensional yang hanya membutuhkan dua kali penyiangan gulma.

6.1.2.5. Pemupukan dan Pengendalian OPT

Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk organik yang telah dibuat oleh petani. Pupuk ini berupa padatan yang berasal dari bahan-bahan organik yang telah diproses dalam waktu kurang lebih tiga minggu. Pada umumnya pemupukan dilakukan dua kali yaitu pada proses pengolahan lahan serta pada waktu tanaman padi berada pada fase vegetatif yaitu hingga 60 HST. Selanjutnya nutrisi bagi tanaman juga diberikan melalui penyemprotan MOL (Mikro Organisme Lokal) sebanyak 10 liter dalam empat kali proses penyemprotan. MOL ini selain berfungsi untuk menambah nutrisi tanaman juga menambah jumlah organisme mikro yang membantu kesuburan lahan sawah.

Upaya pengendalian organisme pengendali tanaman terutama hama yang menyerang padi menggunakan pestisida organik yang dibuat sendiri oleh petani. Pestisida yang digunakan menggunakan bahan-bahan organik yang disesuaikan dengan hama yang ingin dikendalikan. Namun, pada prinsipnya bahan-bahan yang digunakan untuk membuat pestisida merupakan bahan organik yang memiliki sifat berbau menyengat, terasa panas jika tersentuh, serta memiliki rasa yang pahit. Petani biasanya mengguakan kombinasi bahan-bahan organik yang ada di sekitar lingkungan mereka. Penyemprotan pestisida organik sebaiknya dilakukan secara minimal yaitu pada kondisi organisme penggangu tanaman telah dalam jumlah yang merugikan. Namun, petani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya pada umumnya melakukan penyemprotan pestisida organik sebanyak dua kali yaitu saat padi berumur tujuh HST dan 14 HST.

6.1.2.6. Pemantauan Tanaman

Tahapan ini merupakan salah satu tahapan yang menjadi perbedaan yang signifikan antara usahatani padi organik dan padi konvensional. Pada tahapan ini petani harus melakukan pengamatan tanaman diluar penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama penyakit yaitu secara rutin petani memantau sawahnya setiap hari untuk mengkontrol kondisi tanaman terutama pada fase vegetatif dan fase generatif. Biasanya petani padi organik menghabiskan waktu selama dua jam per hari pada periode tersebut untuk melakukan pemantauan tanaman.

6.1.2.7. Pemanenan

Pemanenan padi di Kabupaten Tasikmalaya tergantung pada daerah yang ditanami padi serta varietas yang digunakan, sehingga waktu panen petani tidak bersamaan. Namun, rata-rata panen padi berada pada kisaran umur padi 115-130 HST (hari setelah tanam). Padi yang sudah siap dipanen memiliki ciri-ciri berbiji bernas serta telah menguning. Petani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya menggunakan sabit sebagai alat pemotong panen padi hingga didapat malai padi. Selanjutnya malai padi dirontokkan menggunakan alat gebot yaitu sejenis alat yang terbuat dari kayu sebagai media perontok gabah jika malai dipukulkan pada alat tersebut. Selain itu, petani biasanya menggunakan treser yaitu alat pemisah

gabah dengan malainya yang bentuknya bergerigi dan digerakkan menggunakan pedal untuk yang manual atau motor jika telah menggunakan mesin.

Dokumen terkait