• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis usahatani dan sistem tataniaga beras organik di Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis usahatani dan sistem tataniaga beras organik di Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat"

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS USAHATANI PADI ORGANIK DAN SISTEM

TATANIAGA BERAS ORGANIK DI KABUPATEN

TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT

SKRIPSI

FAISAL NAFIS H34061603

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

FAISAL NAFIS. Analisis Usahatani Padi Organik dan Sistem Tataniaga Beras Organik di Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan BUNGARAN SARAGIH).

Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh setiap manusia. Adanya peningkatan kebutuhan pangan di dunia akibat pertambahan penduduk telah mendorong adanya Revolusi Hijau. Namun, saat ini disadari revolusi hijau banyak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan termasuk manusia. Hal ini mendorong adanya sistem pertanian yang selaras dengan alam yang dikenal dengan pertanian organik. Beras sebagai salah satu komoditas pangan utama dunia telah banyak di budidayakan dengan sistem pertanian organik. Kebutuhan beras organik di dunia termasuk di Indonesia, terus meningkat dengan pesat seiring dengan meningkatnya permintaan bahan pangan organik, namun ketersediaan beras organik saat ini belum dapat mencukupi seluruh permintaan yang ada. Petani padi di Kab. Tasikmalaya telah merintis penanaman padi organik sejak tahun 2003 dan mendapatkan sertifikasi dari IMO dan Sucofindo sejak tahun 2008. Melalui kerjasama antara Gapoktan Simpatik dengan PT Bloom Agro pada tahun 2009 beras organik dari Kab.Tasikmalaya berhasil di ekspor ke Amerika. Namun saat ini belum seluruh petani padi organik mendapatkan sertifikasi, sehingga terdapat dua kelompok petani padi organik yaitu petani padi organik tersertifikasi dan petani padi organik non-sertifikasi. Selain itu, akibat keterbatasan kemampuan Gapoktan Simpatik menampung seluruh gabah hasil panen petani padi organik maka Gapoktan Simpatik hanya membeli gabah hasil panen petani padi organik tersertifikasi. Sedangkan petani padi organik non-sertifikasi memperoleh harga jual yang lebih rendah karena dibeli oleh tengkulak. Disamping itu hal tersebut menyebabkan adanya perbedaan jalur tataniaga beras organik yaitu sistem tataniaga beras organik tersertifikasi dan sistem tataniaga beras organik non-sertifikasi. Dikhawatirkan apabila kondisi ini dibiarkan akan menghambat pengembangan agribisnis beras organik.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis perbedaan tingkat pendapatan usahatani serta efisiensi biaya usahatani antara usahatani padi organik tersertifikasi dengan non-sertifikasi, (2) mengidentifikasi saluran, lembaga, fungsi, serta menganalisis struktur dan perilaku pasar tataniaga beras organik di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. (3) menganalisis efisiensi tataniaga beras organik pada setiap saluran tataniaga di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat

(3)

Usahatani padi organik tersertifikasi mengeluarkan biaya total usahatani padi organik yaitu sebesar Rp 43.992.389,00 per hektar per tahun nilai tersebut lebih besar dibanding dengan biaya total yang dikeluarkan pada usahatani padi organik non-sertifikasi yaitu Rp 32.830.582,00 per hektar per tahun. Namun, pendapatan atas biaya total per hektar per tahun yang diterima oleh petani padi organik tersertifikasi yaitu Rp 24.459.481,00 lebih besar dibanding pendapatan atas biaya total per hektar per tahun yang diterima oleh petani padi organik non-sertifikasi yaitu sebesar Rp 10.342.868,00. Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh kedua kelompok responden menguntungkan. Hal ini terlihat pada nilai rasio R/C atas biaya tunai petani padi organik tersertifikasi sebesar 3,03, sedangkan rasio R/C atas biaya tunai petani padi organik non-sertifikasi besarnya 2,30. Rasio R/C atas biaya total petani padi organik tersertifikasi sebesar 1,56 dan petani padi organik non-sertifikasi sebesar 1,32.

Sistem tataniaga beras organik tersertifikasi terdiri dari empat saluran tataniaga. Pada sistem tataniaga beras organik non-sertifikasi terdiri dari dua saluran. Struktur pasar yang dihadapi petani padi organik tersertifikasi adalah monopsoni oleh Gapoktan Simpatik, sedangkan petani padi organik non-sertifikasi menghadapi struktur pasar oligopsoni. Gapoktan Simpatik melakukan monopoli terhadap penjualan beras organik tersertifikasi. Eksportir menghadapi struktur pasar persaingan sempurna. Pedagang pengecer I dan pedagang pengecer II menghadapi pasar oligopoli. Saluran tataniaga padi organik tersertifikasi di Kabupaten Tasikmalaya dapat dikatakan paling efisien adalah saluran tataniaga IV karena memiliki total marjin tataniaga terkecil dan nilai farmer’share terbesar. Namun, saluran I merupakan saluran yang sangat potensial untuk dikembangkan saat ini karena pasar yang menjadi tujuan saluran adalah pasar ekspor yang telah tersedia dan terus meningkat. Selain itu saluran I merupakan saluran dengan volume penjualan beras organik terbesar yaitu 70 persen dari beras yang dihasilkan oleh Gapoktan Simpatik.

Saran yang dapat dilakukan antara lain, percepatan proses sertifikasi kepada petani padi organik non-sertifikasi yang telah memenuhi syarat sertifikasi, kerjasama kontrak pembelian antara Gapoktan Simpatik dan eksportir (PT Bloom Agro) harus mampu mengakomodir kemampuan Gapoktan Simpatik untuk dapat membeli seluruh hasil panen padi organik tersertifikasi, peningkatan peran pemerintah tidak hanya daerah namun juga pusat dalam peningkatan efisiensi kinerja Gapoktan Simpatik baik dalam manajemen produksi pertanian tetapi juga dalam kemampuan manajemen tataniaga beras organik.

(4)

ANALISIS USAHATANI PADI ORGANIK DAN SISTEM

TATANIAGA BERAS ORGANIK DI KABUPATEN

TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT

FAISAL NAFIS H34061603

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Analisis Usahatani Padi Organik dan Sistem Tataniaga Beras Organik di Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Nama : Faisal Nafis

NIM : H34061603

Menyetujui, Pembimbing

Prof. Dr. Dr (HC). Ir. Bungaran Saragih, M.Ec NIP. 19450417 197010 1 001

Mengetahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Usahatani Padi Organik dan Sistem Tataniaga Beras Organik di Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 20 Maret 2011

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kendal pada tanggal 15 Desember 1987 yang merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang berasal dari pasangan Suyahmin, SH dan Katri, SPd. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Merbuh 3 Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal Jawa Tengah pada tahun 2000, dilanjutkan ke SMPN 1 Boja Kabupaten Kendal Jawa Tengah pada tahun 2003, dan pendidikan menengah atas diselesaikan di SMAN 1 Boja Kabupaten Kendal Jawa Tengah pada tahun 2003. Penulis diterima di Mayor Agribisnis di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006. Selain itu penulis juga mengikuti program Minor Agronomi dan Hortikultura di Departemen Agronomi dan Hortikultura.

Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan seperti Komti B01 TPB IPB, BEM TPB IPB 2006-2007 sebagai staff departemen kewirausahaan, IAAS Local Committe IPB sebagai staff HRD 2006-2008, Ketua komisi C (Internal) DPM FEM 2007-2008, Anggota BP Hipma 2007-2008, Ketua DPM FEM 2008-2009. Selain itu, penulis juga tercatat sebagai peraih Beasiswa Program Pengembangan Sumberdaya Manusia Strategis Nurul Fikri 2008-2010 dan Beasiswa Karya Salemba Empat 2008-2010, serta menjadi asisten dosen Ekonomi Umum Tingkat Persiapan Bersama tahun 2009-2010.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Usahatani Padi Organik dan Sistem Tataniaga Beras Organik di Kabupaten

Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat”. Shalawat dan salam senantiasa tercurah

kepada Nabi Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah dan pemimpin terbaik bagi umat manusia.

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tingkat pendapatan usahatani padi organik antara petani padi organik tersertifikasi dan petani padi organik yang non-sertifikasi, mengidentifikasi saluran, lembaga, fungsi, serta menganalisis struktur dan perilaku pasar tataniaga beras organik di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Selain itu juga penelitian ini akan menganalisis efisiensi tataniaga beras organik pada setiap saluran tataniaga di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat dengan pendekatan margin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya. Hingga akhirnya tulisan ini akan menunjukan keterkaitan subsistem off-farm dengan subsistem on-farm dalam agribisnis beras organik di Kabupaten Tasikmalaya

Bogor, 20 Maret 2011

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang atas rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa mengiringi perjalanan hidup penulis, terutama dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian skripsi tidak terlepas dari bantuan, motivasi, doa, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Suyahmin SH dan Katri SPd, orang tua tercinta yang telah memberikan dukungan moral dan mendidik penulis agar selalu menjadi manusia yang lebih baik dan bermanfaat.

2. Prof. Dr.Dr.(HC) Ir. Bungaran Saragih, M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan, masukan, koreksi, dan bantuan selama pra, pelaksanaan, hingga setelah pelaksanaan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen penguji utama pada sidang penulis yang telah bersedia meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi.

4. Dr. Ir. Ratna Winandi Asmarantaka, MS selaku dosen penguji departemen pada sidang penulis yang telah bersedia meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi. Selain itu atas bimbingan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.

5. Seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis yang telah banyak membantu penulis selama ini.

6. Adik penulis Resti Asyifa, atas cinta, kasih sayang, semangat, dukungan,

motivasi dan do’a yang tiada henti-hentinya selama penulis menempuh pendidikan hingga saat ini.

7. Bapak Haji UU Saeful Bahri sebagai Ketua, Bapak Kribo, Bapak Epan sebagai Pegurus Gapoktan SIMPATIK Kabupaten Tasikmalaya yang menerima dan membantu penulis dalam pencarian informasi dan pelaksanaan skripsi di Kabupaten Tasikmalaya.

8. Keluarga Bapak Arifin yang telah dengan baik menerima penulis untuk tinggal di kediamannya pada saat penulis melakukan penelitian.

(10)

10.Seluruh Manajemen dan Pegawai Bongo-Bongo Fastfood Firza Maudi, Triana Gita Dewi, Diniarti Prayuni, Tri Sundari yang telah berjuang bersama dalam merintis bisnis dan selalu memberikan semangat kepada penulis untuk terus mencapai visi yang diinginkan.

11.Seluruh teman-teman Peserta dan Manajer Asrama Program Pengembangan Sumberdaya Manusia Strategis Nurul Fikri (PPSDMS NF) Angkatan 4 Regional 5 Bogor.

12.Teman-teman Departemen Agribisnis IPB dan Kelas B01 Angkatan 43 Tingkat Persiapan Bersama yang telah memberikan banyak pengalaman dan kenangan berharga bagi penulis.

13.Semua pihak yang telah bersedia membantu penulis semasa penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, Terima kasih banyak.

Bogor, 20 Maret 2011

(11)
(12)

4.4.3. Analisis Lembaga dan Fungsi Tataniaga ... 49

7.2.3. Fungsi Tataniaga di Tingkat Eksportir (PT Bloom Agro) ... 98

7.2.4. Fungsi Tataniaga di Tingkat Makelar ... 100

7.2.5. Fungsi Tataniaga di Tingkat Tengkulak ... 101

(13)

7.2.7. Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Pengecer atau

7.4.1.1. Praktek Pembelian dan Penjualan di Tingkat Petani ... 109

7.4.1.2. Praktek Pembelian dan Penjualan di Tingkat Gapoktan Simpatik ... 109

7.4.1.3. Praktek Pembelian dan Penjualan di Tingkat Eksportir ... 110

7.4.1.4. Praktek Pembelian dan Penjualan di Tingkat Pabrik Beras ... 111

7.4.1.5. Praktek Pembelian dan Penjualan di Tingkat Pedagang Pengecer atau Retail ... 112

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Penduduk Indonesia Sesuai Sensus Penduduk

Indonesia (1971-2010) ... 1 2. Daftar Negara-Negara dan Luas Area Produksi Padi

Organik pada Tahun 2004 ... 5 3. Perkembangan Luas Tanam Panen, Produktivitas, dan

Produksi Padi Organik dengan SRI Tahun 2003-2008

di Kab. Tasikmalaya ... 6 4. Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian ... 23 5. Karakteristik dan Struktur Pasar ... 40 6. Contoh Perhitungan Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio

per Hektar per Tahun Tanaman Tahunan ... 48 7. Sebaran Usia Responden Petani Padi Organik ... 55 8. Sebaran Tingkat Pendidikan Formal Responden ... 56 9. Sebaran Tingkat Pengalaman Usahatani Padi Konvensional

dan Usahatani Padi Organik ... 57 10. Sebaran Penguasaan Luas Lahan Petani Padi Organik ... 58 11. Sebaran Status Penguasaan Lahan Petani Padi Organik ... 59 12. Sebaran Responden Pedagang Berdasarkan Rata-Rata

Pengalaman Berdagang dan Bentuk Usaha ... 60 13. Rata-Rata Penggunaan Input Usahatani Padi Organik

Petani Padi Organik Tersertifikasi dan Non-Sertifikasi

per Hektar per Tahun ... 61 14. Bahan-Bahan yang Digunakan dalam Pembuatan Pupuk

Organik untuk Kebutuhan Pupuk per Hektar per Musim ... 64 15. Bahan - Bahan yang Digunakan dalam Pembuatan

MOL (Mikro Organisme Lokal) untuk Kebutuhan Pupuk

per Hektar per Musim ... 66 16. Bahan-Bahan yang Digunakan Dalam Pembuatan Pestisida

Organik Untuk Membuat Empat Liter Pestisida Organik ... 67 17. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Padi Organik

per Hektar per Musim ... 70 18. Nilai Penyusutan Peralatan Pertanian Usahatani Padi Organik

per Hektar Per Tahun ... 71 19. Perbandingan Produksi dan Produktivitas Panen Padi Organik

antara Petani Padi Organik Tersertifikasi dan Non-Sertifikasi Setara Gabah Kering Giling (GKG) pada Periode

(15)

20. Penerimaan Usahatani Padi Oganik per Hektar periode

Agustus 2009 – Agustus 2010 ... 79 21. Biaya Tunai Usahatani Padi Organik Tersertifikasi per Hektar

per Tahun (Periode Agustus 2009 - Agustus 2010) ... 80 22. Biaya yang Diperhitungkan Usahatani Padi Organik

Tersertifikasi per Hektar per Tahun

(periode Agustus 2009 – Agustus 2010) ... 81 23. Biaya Tunai Usahatani Padi Organik Non-Sertifikasi per

Hektar per Tahun (Periode Agustus 2009 – Agustus 2010) ... 82 24. Biaya yang Diperhitungkan Usahatani Padi Organik

Non-Sertifikasi per Hektar per Tahun

(periode Agustus 2009 – Agustus 2010) ... 83 25. Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Organik

Tersertifikasi dan Petani Padi Organik Non-Sertifikasi ... 85 26. Penerimaan, Biaya, Pendapatan, dan R/C Rasio Usahatani

Padi Organik per Hektar per Tahun

(periode Agustus 2009 - Agustus 2010) ... 87 27. Fungsi-Fungsi Tataniaga pada Setiap Saluran Tataniaga Beras

Organik di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat ... 95 28. Biaya - Biaya Tataniaga pada Setiap Lembaga Tataniaga

Beras Organik-Tersertifikasi dan Non-Sertifikasi ... 116 29. Analisis Marjin Tataniaga Beras Organik Tersertifikasi dan

Beras Organik Non-Sertifikasi di Kabupaten Tasikmalaya

Jawa Barat ... 118 30. Farmer’s share pada Setiap Saluran Tataniaga Beras

Organik di Kabupaten Tasikmalaya ... 123 31. Biaya Tataniaga, Keuntungan, Marjin Tataniaga, dan

Rasio Keuntungan terhadap Biaya Tataniaga Beras Organik

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Konsep Agribisnis Sebagai Suatu Sistem... ... 26

2. Contoh Saluran Tataniaga dengan Beberapa Tingkat ... 33

3. Kurva Marjin Tataniaga ... 38

4. Kerangka Pemikiran Operasional ... 44

5. Saluran Tataniaga Beras Organik Tersertifikasi di Kab. Tasikmalaya ... 89

6. Saluran Tataniaga Beras Organik Non-Sertifikasi di Kab. Tasikmalaya ... 91

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Statistik Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi

Provinsi-Provinsi di Indonesia 2009 ... 137

2. Statistik Luas Panen, Hasil per Hektar, dan Produksi Padi Kabupaten/Kota Jawa Barat 2009 ... 138

3. Bagan Stuktur Organisasi Gapoktam Simpatik Kabupaten Tasikmalaya ... 139

4. Daftar Mitra Dan Petani Anggota Gapoktan ... 140

5. Profil Responden Petani Padi Organik Tersertifikasi di Kabupaten Tasikmalaya ... 141

6. Profil Responden Petani Padi Organik Non-Sertifikasi di Kabupaten Tasikmalaya ... 142

7. Profil Pedagang Beras Organik ... 143

8. Kuisioner Penelitian untuk Responden Petani Padi Organik ... 144

(18)

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan paling dasar bagi setiap manusia guna mempertahankan kelangsungan hidupnya, sehingga pangan merupakan hak dasar bagi setiap manusia di dunia. Aturan mengenai pemenuhan hak dasar tersebut tertuang pada kesepakatan antar Negara-Negara di dunia dalam Human Right Declaration pada tahun 1948 di Paris, Perancis dan World Conference on Human Right 1993 di Wina, Austria. Aturan tersebut pada intinya berisi bahwa setiap individu memiliki hak untuk memperoleh pangan yang cukup. Aturan tersebut memiliki arti bahwa setiap negara berkewajiban untuk menyediakan kebutuhan pangan setiap warga negaranya sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya, aturan tersebut dikuatkan kembali pada Sasaran Pembangunan Milenium Dunia yang digagas oleh PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) yang dikenal sebagai Target MDGs (Millennium Development Goals) yang salah satu prioritas pembangunannya adalah pemberantasan bahaya kelaparan di seluruh dunia dengan upaya pemenuhan pangan dengan jumlah dan kualitas yang cukup. Di Negara Indonesia sendiri aturan ini telah tertuang dalam Konstitusi Negara Indonesia salah satunya pada Undang Undang Dasar 1945 pasal 34 yang menjadi landasan bagi Bangsa Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Indonesia Sesuai Sensus Penduduk Indonesia (1971- 2010)

Tahun Jumlah Penduduk Laju Petumbuhan Penduduk ( % )

1971 119.208.229 -

1980 147.490.298 23,72

1990 179.378.946 21,62

1995 194.754.808 8,57

2000 206.264.595 5,33

2005 218.868.791 6,70

2010 237.000.000 *) 8,2

(19)

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat didunia1. Data mengenai perkembangan jumlah penduduk Indonesia dimulai pada tahun 1971 dengan jumlah penduduk 119.208.229 jiwa, namun terjadi peningkatan tinggi menjadi 147.490.298 jiwa pada tahun 1980 dengan laju pertumbuhannya 23,72 persen. Peningkatan penduduk yang tinggi terjadi hingga tahun 1990 dengan laju 21,62 persen atau menjadi 179.378.946 jiwa. Sedangkan, pada tahun 1995 terjadi penurunan laju petumbuhan cukup signifikan mencapai 8,57 persen, atau meningkat menjadi 194.754.808 jiwa dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia tahun 1990. Saat ini, pada tahun 2010 penduduk Indonesia telah mencapai 237.000.000 jiwa (lihat Tabel 1).

Negara-negara berkembang termasuk Indonesia, peningkatan jumlah penduduk yang tinggi akan menjadi masalah terutama pada sektor ekonomi, sosial, dan kesehatan. Namun, dari semua permasalahan tersebut pemenuhan kebutuhan akan pangan bagi setiap penduduknya menjadi permasalahan yang paling utama. Di Indonesia kebijakan mengenai pangan merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang menjadi prioritas. Hal ini dapat terlihat pada besarnya alokasi APBN-P tahun 2010 pada program ketahanan pangan yaitu sebesar 3 triliun rupiah dan 4,4 triliun rupiah untuk subsidi pupuk2 dan program-program ketahanan pangan lainnya. Pemenuhan kebutuhan pangan nasional difokuskan pada penyediaan komoditas beras dalam jumlah yang cukup bagi seluruh penduduk Indonesia. Hal ini disebabkan karena beras merupakan sumber karbohidrat dan energi paling utama bagi penduduk Indonesia. Menurut data CIA World Fact Book 2006, menyatakan bahwa 99 persen penduduk Indonesia menggunakan beras sebagai sumber makanan pokok.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional terutama beras. Indonesia seperti halnya di mayoritas negara di dunia melakukan peningkatan produksi pertanian melalui revolusi hijau. Penerapan revolusi hijau di Indonesia ini dikenal sebagai Program Bimas (Pembimbingan Masyarakat) yang dimulai tahun 1960-an. Program ini membimbing petani untuk menerapkan metode-metode budidaya pertanian

1

(20)

revolusi hijau yaitu penggunaan benih berkualitas, mekanisasi pertanian, penggunaan pupuk kimia, dan penggunaan pestisida dalam pengendalian hama. Program Bimas ini telah berhasil meningkatkan produksi beras nasional hingga Indonesia berhasil mencapai swasembada beras pada tahun 1986.

Namun seiring berjalannya waktu, revolusi hijau memunculkan berbagai dampak negatif yang serius bagi lingkungan dan kehidupan manusia. Adapun dampak-dampak yang muncul akibat revolusi hijau antara lain :

 Penggunaan benih unggul yang seragam menyebabkan banyak jenis-jenis tanaman yang tersingkir dan dapat mendorong pada kepunahan varietas atau jenis benih tertentu. Selain itu, dengan adanya penggunaan varietas yang sama cenderung akan memunculkan meningkatnya populasi hama dalam jumlah yang besar.

 Penggunaan pupuk kimia secara terus menerus dalam pertanian akan mendorong terjadinya degradasi lahan pertanian yang akan menurunkan dari struktur dan komposisi unsur hara di tanah sehingga tanah menjadi ketergantungan terhadap pupuk kimia yang semakin lama akan meningkat.

 Penggunaan pestisida dalam upaya melindungi tanaman terhadap HPT (Hama Penyakit Tanaman) yang salah satunya menggunakan bahan senyawa kimia dicloro diphenil triclorothane (DDT) ternyata berakibat buruk pada lingkungan karena menimbulkan efek residu yang berbahaya bagi tubuh mahluk hidup.

(21)

IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movements) dalam Data Statistik dan Tren Pertanian Organik Dunia Tahun 2009 menyebutkan bahwa permintaan global untuk produk-produk organik terus meningkat, dengan peningkatan penjualan lebih dari lima miliar dolar Amerika per tahun. Padahal pada tahun 2007, penjualan produk pertanian organik internasional telah mencapai 46,1 miliar dolar AS dan diproyeksikan mencapai US $ 100 miliar pada 2010. IFOAM juga menyebutkan bahwa permintaan konsumen untuk produk organik terkonsentrasi di Amerika Utara dan Eropa, dimana kawasan ini menyumbang 97 persen pendapatan global untuk produk organik. Sedangkan wilayah Asia, Amerika Latin dan Australia adalah produsen penting dan eksportir produk pertanian organik. Pertumbuhan permintaan produk organik saat ini tidak sebanding dengan peningkatan produksi atau supply produk organik tersebut.

Produk makanan organik cenderung memiliki harga yang relatif lebih mahal dibanding produk sejenis yang tidak organik (konvensional) dan tergolong sebagai produk premium sehingga konsumen utama dari produk ini adalah golongan masyarakat ekonomi menengah ke atas. Potensi dalam negeri pasar produk organik di Indonesia dapat digambarkan berdasarkan hasil penelitian dari Lembaga Riset AC Nielsen (2008) menyatakan bahwa Indonesia memiliki kelas konsumen yang termasuk kelas menengah ke atas yaitu yang membelanjakan uang minimal Rp. 3.450.000 per bulan, dengan jumlah yang terus naik setiap tahunnya. Diperkirakan pada tahun 2010 jumlah golongan konsumen tersebut telah mencapai 45 juta orang. Selain itu potensi pasar ekspor beras organik masih sangat besar seiring dengan peningkatan kecenderungan konsumsi produk organik dunia.

(22)

Tabel 2. Daftar Negara-Negara dan Luas Area Produksi Padi Organik pada Tahun 2004

Negara Luas Area (Ha)

China 60.000

Indonesia 26.000

Filipina 14.130

Korea Selatan 10.725

Thailand 8.349

Italia 6.928

Pakistan 6.360

Uruguay 800

Taiwan 600

Mexico 150

Sumber : IFOAM 2006 (diolah)

Tabel 2 menunjukan bahwa pada tahun 2004 Indonesia menempati posisi sebagai negara dengan luas area produksi padi organik kedua terbesar di dunia dengan luas area 26.000 hektar. Sedangkan, posisi pertama diduduki oleh China dengan luas area padi organik sebesar 60.000 hektar. Selanjutnya Filipina sebagai negara yang terdapat kantor pusat IRRI (International Rice Research Institute) berada pada posisi ketiga dengan luas sebesar 14.130 hektar. Posisi keempat dan kelima ditempati oleh Korea Selatan dan Thailand dengan luas area produksi padi organik masing-masing sebesar 10.725 hektar dan 8.349 hektar.

(23)

tujuan ekspor produk organik seperti Eropa, Amerika, Jepang dan Australia. Ketertinggalan ini dikarenakan Thailand dan Vietnam telah terlebih dahulu melihat potensi pasar produk pertanian organik, sehingga strategi pengembangan produksi ataupun aturan-aturan terkait dengan produk organik telah lebih maju.

Walaupun tertinggal, saat ini telah ada aturan terkait produk organik di Indonesia yaitu Peraturan Menteri Perdagangan NO. 12/M-DAG/PER/4/2008 yang menjadikan beras organik termasuk kategori beras yang diijinkan untuk di ekspor karena tergolong beras khusus. Selain itu telah disusun aturan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk Sistem Pangan Organik yaitu SNI 6729-2010 yang merupakan revisi dari SNI 01-6729-2002, sebagai sarana sertifikasi atau pengakuan tentang produk organik di Indonesia. Aturan-aturan inilah yang menjadi langkah awal sekaligus pintu peluang bagi petani beras Indonesia untuk beralih menjadi petani beras organik yang nantinya mampu memenuhi permintaan beras organik dalam negeri dan mampu memasuki pasar ekspor.

Salah satu wilayah di Indonesia tepatnya di Provinsi Jawa Barat yaitu Kabupaten Tasikmalaya merupakan salah satu daerah penghasil beras. Daerah ini memiliki luas lahan tanaman padi sebesar 120.254 Ha dan mampu menghasilkan 724.703 ton GKG dengan produktivitas rata-rata sebesar 60,26 Kw/Ha (Lampiran 1). Kabupaten Tasikmalaya tidak hanya menjadi utama penghasil utama padi di Jawa Barat, tetapi juga menjadi daerah penghasil beras organik di Indonesia. Penerapan budidaya padi organik di Kabupaten Tasikmalaya dimulai pada tahun 2003 yang diawali sebelumnya dengan adanya Sekolah Lapang Pembelajaran Ekologi Tanah dan System of Rice Intensification (SL-PET/SRI) yang dijadikan program kerja daerah Pemerintah Kabupaten Tasikamalaya Jawa Barat.

Tabel 3. Perkembangan Luas Tanam Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Organik dengan SRI Tahun 2003-2008 di Kab. Tasikmalaya

No. Uraian Tahun

2003 2004 2005 2006 2007 2008

1 Luas Tanam (Ha) 45 145 346 691 1.680 5.074 2 Luas Panen (Ha) 45 145 346 346 1.119 3.496 3 Produktivitas (Kw/Ha) 69,56 71,31 74,77 78,26 75,83 73,80 4 Produksi (Ton) 311 1.034 2.587 2.708 12.277 25.802

(24)

Tabel 3 menunjukan bahwa perkembangan budidaya padi organik dengan sistem SRI (System Rice of Intensification) di Kabupaten Tasikmalaya mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun, tidak hanya luas lahan namun juga produktivitas serta diikuti dengan peningkatan total produksi padi organik. Pada tahun 2003 perintisan budidaya padi organik dimulai pada lahan dengan luas 45 ha dengan hasil 311 ton per tahun. Pada tahun-tahun berikutnya terjadi peningkatan produksi yang signifikan. Peningkatan produksi beras organik sangat signifikan terjadi pada medio tahun 2006-2007 yaitu dari 2.708 ton menjadi 12.277 ton pada tahun 2007 atau sebesar 350 persen. Peningkatan yang signifikan juga terjadi pada produksi beras organik tahun 2008 yaitu sebesar 110 persen atau menjadi 25.802 ton dari 12.277 ton pada tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah yang signifikan ini terjadi karena adanya penambahan luas lahan pertanian yang menerapkan sistem pertanian organik dan SRI.

Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Simpatik merupakan satu-satunya Gapoktan yang menghimpun para petani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya. Gapoktan ini memiliki 28 kelompok tani dan jumlah anggota kurang lebih 5.616 orang anggota. Gapoktan ini dibentuk atas inisiasi pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya yang tujuan utamanya untuk menaikan posisi tawar petani dalam menghadapai lembaga tataniaga lainnya. Gapoktan ini berperan mengkoordinir produksi dan pemasaran beras organik petani di Kabupaten Tasikmalaya.

Pada tahun 2008 Gapoktan Simpatik telah menjalin kerjasama pemasaran beras organik dengan PT Bloom Agro yang berpusat di Jakarta. Melalui dukungan dari Pemerintah Daerah Tasikmalaya serta PT Bloom Agro Gapoktan Simpatik padi hasil panen petani anggota Gapoktan Simpati berhasil mendapat sertifikasi padi organik dari IMO (Institute for Marketecology Organic) yang berbasis di Swiss dan sertifikat dari Sucofindo untuk standar sertifikasi organik Indonesia. Setelah adanya sertifikasi tersebut Gapoktan Simpatik melalui PT Bloom Agro pada bulan Agustus 2009 melakukan ekspor perdana beras organik ke pasar Amerika Serikat sebesar 18 ton (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tasikmalaya).

(25)

terutama masalah terbesarnya adalah ketergantungan petani terhadap pupuk yang harganya semakin meningkat. Keberhasilan Gapoktan Simpatik dan PT Bloom Agro yang berhasil membuka jalur tataniaga ekspor beras organik yang berasal dari hasil panen petani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya ke Amerika Serikat, menjadi sebuah prestasi besar bagi pertanian Indonesia.

Prestasi tersebut merupakan sebuah prestasi besar bagi Indonesia, mengingat Indonesia pernah menjadi negara importir beras terbesar di dunia. Selain itu dari prestasi ini terbuka peluang besar, khususnya bagi petani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya disamping dapat meningkatkan ekonomi tetapi juga berpotensi menjadikan Kabupaten Tasikmalaya sebagai sentra utama beras organik di Indonesia. Selanjutnya bagi bangsa Indonesia prestasi ini menjadi kesempatan untuk memposisikan Indonesia sebagai eksportir utama beras organik di dunia, sehingga menjadi sumber devisa yang potensial. Dengan demikian upaya peningkatan efektivitas dan efisiensi usahatani dan penataan sistem tataniaga beras organik menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan.

1.2. Perumusan Masalah

Keberhasilan kerjasama Gapokan Simpatik dan PT Bloom Agro dalam mengekspor beras organik yang berasal dari petani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya perlu ditingkatkan baik segi volume ataupun kualitas beras organik tersebut. Namun, dalam upaya peningkatan tersebut terdapat masalah yang berpotensi menghambat upaya tersebut. Petani padi organik anggota Gapoktan Simpatik saat ini belum semuanya mendapatkan sertifikasi lahan dan budidaya organik dari IMO dan Sucofindo.

(26)

Berdasarkan wawancara pada survei pendahuluan penelitian pada April 2010, didapatkan informasi dari Ketua Gapoktan Simpatik bahwa akibat perbedaan status tersebut terjadi pula perbedaan jalur tataniaga antara beras organik tersertifikasi dan beras organik non-sertifikasi. Perbedaan ini terjadi karena Gapoktan Simpatik sebagai organisasi petani padi organik di Kabupaten Tasikmalaya hanya menampung atau membeli gabah hasil panen petani padi organik tersertifikasi, sehingga terjadi perbedaan harga beli antara gabah organik tersertifikasi dengan gabah organik non-sertifikasi.

Perbedaan harga tersebut dikhawatirkan akan menghambat upaya peningkatan produksi padi organik karena petani padi organik non-sertifikasi diduga akan mengurangi input-input usahatani padi organik sebagai upaya menurunkan besarnya biaya usahatani yang disesuaikan dengan pendapatan usahatani yang didapat. Untuk itu perlu adanya kajian mengenai analisis usahatani padi organik tersetifikasi maupun usahatani padi organik non-sertifikasi serta analisis sistem tataniaga beras organik petani yang tersertifikasi dan yang non-sertifikasi di Kabupaten Tasikmalaya.

Diharapkan hasil kajian tersebut mampu memberikan gambaran kondisi usahatani yang ada di tingkat petani dan jalur tataniaga beras organik di Kabupaten Tasikmalaya, sehingga menjadi bahan rekomendasi solusi atas permasalahan tersebut. Berdasarkan uraian diatas permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

1) Bagaimana perbedaan tingkat pendapatan usahatani serta efisiensi biaya usahatani antara usahatani padi organik non-sertifikasi dengan usahatani padi organik tersertifikasi?

2) Bagaimana saluran, lembaga, fungsi, struktur dan perilaku pasar tataniaga beras organik di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat?

3) Bagaimana efisiensi tataniaga beras organik pada setiap saluran tataniaga di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat dengan pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya?

(27)

1.3. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini antara lain :

1) Menganalisis perbedaan tingkat pendapatan usahatani serta efisiensi biaya usahatani antara usahatani padi organik non-sertifikasi dengan usahatani padi organik tersertifikasi.

2) Mengidentifikasi saluran, lembaga, fungsi, serta menganalisis struktur dan perilaku pasar tataniaga beras organik di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat.

3) Menganalisis efisiensi tataniaga beras organik pada setiap saluran tataniaga di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat dengan pendekatan margin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya.

4) Menganalisis keterkaitan antara subsistem off-farm dengan subsistem on-farm pada agribisnis beras organik di Kabupaten Tasikmalaya.

1.4. Manfaat Penelitian 1) Lembaga-Lembaga Terkait

Penelitian ini dapat memberikan evaluasi dan masukan mengenai usahatani dan sistem tataniaga beras organik. Selain itu penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi pemilihan berbagai alternatif saluran tataniaga beras organik yang dapat dikembangkan serta sebagai referensi pelaksanaan usahatani padi organik.

2) Bagi Penulis

Meningkatkan kemampuan penulis dalam mengidentifikasi masalah, menganalisis, dan merumuskan solusi atas pemasalahan yang terjadi sebagai perwujudan dari pengaplikasian ilmu yang diperoleh di bangku kuliah serta sebagai salah satu syarat kelulusan sebagai sarjana ekonomi.

3) Bagi Kalangan Akademisi

(28)

1.5. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan dalam lingkup wilayah yaitu Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat dengan padi organik yang dijadikan komoditi yang diteliti. Petani yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah petani anggota Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Simpatik yaitu gabungan kelompok tani yang seluruh anggotanya khusus petani padi organik dan berada di wilayah Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Pedagang yang akan dijadikan responden dalam penelitian ini adalah pedagang yang melakukan pembelian serta penjualan komoditas padi/gabah/beras organik dari Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Untuk aktifitas perdagangan ekspor beras organik analisis sistem tataniaga hanya dibatasi hingga barang FOB (Free on Board). Sedangkan periode waktu masa panen padi organik yang dijadikan patokan analisis usahatani penelitian dalam satu tahun yaitu antara bulan Agustus 2009-2010.

(29)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Padi

Padi merupakan tanaman pangan utama dunia sebagai sumber kebutuhan bahan pokok pangan yaitu karbohidrat. Dari tanaman padi dapat dihasilkan bulir-bulir gabah yang nantinya melalui proses pengeringan dan penggilingan sehingga menjadi beras. Beras inilah yang diolah menjadi nasi, yang merupakan makanan pokok utama bagi hampir seluruh masyarakat Indonesia. Saat ini masyarakat Indonesia sangat bergantung terhadap nasi sebagai sumber makanan sehari-harinya. Pembudidayaan tanaman padi menjadi salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh pemerintah, karena beras merupakan komoditas terpenting untuk penyediaan pangan masyarakat Indonesia. Padi memiliki berbagai varietas yang akan menghasilkan beras yang berbeda, baik dari segi rasa, maupun aroma. Teknik pembudidayaan tanaman padi sangat beragam di berbagai Negara di Dunia, bahkan diberbagai daerah di Indonesia.

Menurut Siregar (1987), tanaman padi termasuk kedalam golongan tumbuhan Graminae yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Di dalam spesies tanaman padi Oriza Sativa L. terdapat ribuan varietas yang satu sama lain memiliki ciri-ciri khas tersendiri. Antara berbagai varietas yang ada senantiasa terdapat perbedaan, meskipun perbedaan tersebut sangat kecil. Beberapa perbedaan yang terlihat antara varietas yang satu dengan lainya disebabkan oleh adanya pembawaan sifat suatu varietas yang tidak sama. Namun demikian, diantara ribuan varietas dari tanaman padi itu ada beberapa sifat yang sama untuk beberapa varietas dan berdasarkan persamaan ini tanaman padi digolongkan menjadi :

1) Golongan Indica, pada umumnya terdapat di negara–negara yang termasuk daerah tropis.

(30)

2.2. Gambaran Umum Beras

Menurut Suroso (2006), beras tidak hanya merupakan komoditas ekonomi, melainkan juga sebagai komoditas sosial dan politik. Penyebabnya karena beras dibutuhkan oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia, sehingga beras berperan sangat penting terhadap kondisi ekonomi makro, inflasi, risiko ketahanan pangan, pengangguran dan kemiskinan.

2.3. Pengertian Pertanian Organik

Pertanian organik adalah produksi yang menyeluruh dan terpadu yang mengoptimalkan produktivitas agro-ekosistem secara alami sehingga menghasilkan produksi yang berkualitas, aman di konsumsi dan berkelanjutan. Tata cara pertanian organik dengan pendekatan dari Codex Alimentarius Comission (CAC) dan International Federation of Organic Agriculture Movement. Produk pertanian dikatakan organik jika produk tersebut berasal dari sistem produksi pertanian terpadu, yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup serta berkualitas yang berarti aman, bergizi dan berkelanjutan3.

Menurut FAO tahun (2007), pertanian organik diartikan sebagai sistem manajemen produksi menyeluruh yang menghindari penggunaan pupuk kimia; pestisida dan penggunaan organisme yang mengalami rekayasa genetika; polusi udara, air, dan tanah yang minimal; dan peningkatan kesehatan dan produktivitas tanaman dan ternak dalam satu kesatuan.

Winarno (2004), menyatakan bahwa yang disebut pertanian organik adalah suatu sistem manajemen berproduksi secara ekologi yang mempromosikan dan meningkatkan biodiversitas, siklus biologis, dan keaktifan biologi tanah. Sistem tersebut dilaksanakan berdasarkan masukan bahan dari luar kandang pertanian seminimal mungkin dan dalam praktik manajemennya mampu mengembalikan atau mempertahankan dan meningkatkan terjadinya harmoni ekologi.

3

(31)

Prinsip pertanian organik menurut Pracaya (2004) yaitu ramah terhadap lingkungan, tidak mencemarkan dan merusak lingkungan hidup. Cara yang ditempuh agar tujuan tersebut tercapai antara lain :

1) Memupuk dengan kompos, pupuk kandang dan guano. 2) Memupuk dengan pupuk hijau.

3) Memupuk dengan limbah yang berasal dari kandang ternak, rumah pemotongan hewan (RPH), septictank.

4) Mempertahankan dan melestarikan habitat tanaman dengan pola tanam polikultur.

Bahan kimia dalam pertanian konvensional, dipergunakan untuk menyuburkan tanah dan memberantas hama serta penyakit. Melalui pertanian organik, kedua kegiatan tersebut dapat diatasi. Selain menggunakan pupuk kandang, tanaman yang termasuk famili Leguminosae misalnya kacang-kacangan, mempunyai bintil akar yang dapat menambat nitrogen dari udara dan kemudian mengubahnya menjadi nitrogen yang dapat diserap oleh tanaman. Sedangkan, pestisida yang digunakan dalam pertanian organik untuk memberantas hama dan penyakit adalah pestisida organik. Beberapa tanaman yang dapat digunakan sebagai pestisida organik adalah nimba, tembakau, mengkudu, mahoni, pepaya, dan lain-lain. Pestisida organik ini mudah membuatnya, tidak mencemari udara, tidak berbahaya, tidak meracuni konsumen karena dapat terurai, dan tanamannya mudah diperoleh, serta dapat ditanam di kebun (Pracaya, 2004).

2.4. Sistem Budidaya Organik SRI (System of Rice Intensification)

Menurut FAO (2008), mengartikan bahwa budidaya padi SRI diartikan sebagai upaya budidaya tanaman padi yang memperhatikan semua komponen yang ada di ekosistem (tanah, tanaman, mikro organisme dan makro organisme, udara, sinar matahari dan tentunya air) sehingga memberikan produktivitas yang tinggi/optimal/sinergis, menghindari berbagai pengaruh negatif bagi kehidupan komponen tersebut atau menghindari berbagai kerusakannya dan memperkuat dukungan untuk terjadinya aliran energi dan siklus nutrisi secara alami.

(32)

dari tanah, tenaga kerja dan modal melalui beberapa prinsip praktek pengelolaan. SRI bukanlah sebuah paket teknologi melainkan sebuah paket prinsip dan pemahaman bagaimana menanam padi secara lebih baik dan lebih bermanfaat. Petani diharapkan untuk melakukan percobaan terhadap metode ini dan mengadaptasikan metode ini sesuai dengan kondisi tanah, iklim, ketersediaan tenaga kerja sehingga mendapatkan sebuah rumusan praktek SRI terbaik untuk dirinya. Adapun prinsip praktek pengelolaan SRI menurut Ciifad 2010 antara lain sebagai berikut :

1) Persemaian dan Penanaman Bibit Padi di Lahan

a) Penanaman bibit padi di lahan dilakukan saat umur semaian masih muda. Pemindahan ke lahan dilakukan saat bibit padi berumur 8-12 hari yang di tandai dengan ciri fisik seperti hanya memiliki 2 helai daun kecil. Penyemaian biasanya dilakukan di wadah khusus bukan di sebagian petak lahan seperti yang umumnya dilakukan. Ini dilakukan guna mencegah rusaknya akar dan menjaga agar pertumbuhan padi dapat maksimal. Proses penanaman dilakukan dengan hati-hati dan cepat untuk meminimalkan kerusakan pada akar.

b) Untuk mencegah persaingan akar, padi ditanam secara tunggal.

c) Untuk mendorong perakaran yang kuat serta tumbuhnya kanopi, maka jarak tanam dibuat lebih lebar. Ada beberapa jarak tanam yang biasa dipakai yaitu 25 x 25 cm, 30 x 30 cm, 40 x 40 cm atau bahkan sampai 50 x 50 cm tergantung kualitas tanah.

2) Pengelolaan Tanah

(33)

menggunakan mikroskop, tanah sebenarnya adalah rumah bagi banyak makhluk hidup yang berguna bagi tanaman. Drainase dan aerasi yang baik, maka mahkluk hidup di dalam tanah dapat hidup dan berkembang dengan baik yang berarti mereka dapat menjalankan fungsinya untuk mendukung pertumbuhan tanaman dengan maksimal. Mutu dan kesehatan tanah adalah kunci untuk bisa mendapatkan produksi yang baik.

3) Pengelolaan Air

Jumlah air yang digunakan selama budidaya disesuaikan dengan kebutuhan tanaman padi itu sendiri. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan, selama masa pertumbuhan vegetatif, tanaman padi hanya membutuhkan sedikit air. Air hanya digenangkan dengan ketebalan genangan air yang tipis selama tahap pembungaan dan pengisian bulir. Di beberapa negara yang telah mempraktekkan SRI, untuk menghemat waktu kerja beberapa petani mengairi dan mengeringkan sawahnya dengan siklus 3-5 hari. Praktek pengelolaan air di suatu lokasi tergantung tipe tanah, ketersediaan tenaga kerja serta faktor lainnya seperti iklim atau karakter dari varietas padi itu sendiri. Petani harus melakukan percobaan untuk menemukan bagaimana cara terbaik untuk mengelola air.

4) Unsur Hara

SRI sebaiknya unsur hara yang menjadi sumber bahan makanan padi diberikan dalam bentuk bahan organik atau dicampur dengan kompos yang terbuat dari sumber daya yang tersedia di sekitar lokasi produksi. Pemberian kotoran ternak selain kompos menunjukkan hasil panen yang lebih baik. Bahan organik sangat baik untuk mempertahankan struktur tanah, menjaga mutu tanah sehingga banyak mikroba tanah yang berguna bagi tanaman dapat hidup di tanah. Selain itu, bahan organik sangat baik sebagai pengikat air dalam tanah.

5) Pengendalian Gulma

(34)

seluruh kanopi (daun-daun padi) menutupi tanah, yang secara alami menghambat pertumbuhan gulma.

Menurut Ciifat juga, bahwa metode SRI mampu memberikan manfaat lain antara lain sebagai berikut :

1) Meningkatkan produktivitas sumber daya air, tanah dan tenaga kerja.

2) Ramah terhadap lingkungan. Pengurangan pengunaan air memungkinkan penggunaan air untuk keperluan lain. Tanah tidak menjadi rusak dan menjaga keanekaragaman hayati tanah. Padi yang tidak digenangi tidak akan memproduksi metana sebuah gas yang termasuk golongan utama penyebab efek rumah kaca.

3) Dapat diterapkan baik oleh petani dengan kepemilikan lahan yang luas maupun yang sempit.

4) Menjadikan peran petani menjadi penting. Seperti yang sudah disebutkan, bahwa SRI bukanlah sebuah paket teknologi melainkan sebuah paket prinsip dan pemahaman bagaimana menanam padi secara lebih baik dan lebih bermanfaat, maka peran petani untuk keberhasilan metode ini sangat menetukan.

5) Kualitas bulir yang dihasilkan biasanya meningkat. Ketika padi SRI di giling biasanya persentasi yang dihasilkan meningkat karena berkurangnya jumlah bulir yang kosong atau pecah.

6) Pengurangan pemakaian bahan kimia pertanian maka beras yang dihasilkan adalah beras dengan residu bahan kimia dalam jumlah yang rendah sehingga lebih sehat untuk dikonsumsi.

2.5. Tujuan Pertanian Organik

Menurut IFOAM (International Federation Of Organic Agriculture Movement, 1997), tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan sistem pertanian organik adalah :

1) Menghasilkan bahan pangan dengan kualitas nutrisi tinggi serta dalam jumlah yang cukup.

(35)

3) Mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usaha tani dengan mengaktifkan kehidupan jasad renik, flora dan fauna, tanah, tanaman, serta hewan.

4) Memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan. 5) Menggunakan sebanyak mungkin sumber-sumber terbaru yang berasal dari

sistem usahatani.

6) Memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didaur ulang baik didalam maupun diluar usahatani.

7) Menciptakan keadaan yang memungkinkan terbaik, hidup sesuai dengan perilakunya yang hakiki.

8) Membatasi terjadinya semua bentuk pencemaran lingkungan yang mungkin dihasilkan oleh kegiatan pertanian.

9) Mempertahankan keanekaragaman hayati termasuk pelestarian habitat tanaman dan hewan.

10) Memberikan jaminan yang semakin baik bagi para produsen pertanian (terutama petani) dengan kehidupan yang lebih sesuai dengan hak asasi manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh penghasilan dan kepuasan kerja, termasuk lingkungan kerja yang aman dan sehat.

11) Mempertimbangkan dampak yang lebih luas dari kegiatan usahatani terhadap kondisi fisik dan sosial.

2.6. Gambaran Umum Beras Organik

Beras organik adalah beras yang telah dihasilkan dan diproses secara organik berdasarkan standar tertentu dan telah disertifikasi oleh suatu badan mandiri. Organik dapat berarti tidak ada bahan pestisida atau pupuk kimia, merawat kesuburan tanah secara alami atau menggunakan pupuk kompos, menanam tanaman secara bergantian setelah panen, mengendalikan hama dengan predatornya dan menutup rumput liar dengan jerami (International Rice Research Institut, 2004)4.

Keunggulan beras organik adalah sehat, dengan kandungan gizi atau vitamin yang tinggi karena tidak menghilangkan lapisan kulit ari secara

(36)

menyeluruh sehingga beras ini tidak tampak mengkilap seperti beras pada umumnya. Beras lebih enak dan memiliki rasa alami/pulen, lebih tahan basi serta memiliki kandungan serat dan nutrisi lebih baik. Manfaat beras organik bagi lingkungan, diantaranya sistem produksi sangat ramah lingkungan sehingga tidak merusak lingkungan, tidak mencemari lingkungan dengan bahan kimia sintetik dan meningkatkan produktivitas terjaga dan berkelanjutan5.

2.7. Tinjauan Penelitian Terdahulu 2.7.1. Kajian Empiris Mengenai Usahatani

Penelitian Rachmawati (2003) yang berjudul Analisis Usahatani dan Pemasaran Beras Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang dan Cugenang menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan oleh pemilik penggarap dan penggarap menguntungkan. Namun usahatani yang dilakukan petani pemilik penggarap lebih menguntungkan dibanding dengan penggarap. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rasio R/C atas biaya tunai petani pemilik penggarap 3,14 sedangkan rasio R/C penggarap besarnya 1,19. Rasio R/C atas biaya total petani pemilik penggarap sebesar 1,35 dan penggarap sebesar 1,18.

Penelitian Hasian (2008) yang berjudul Usahatani dan Tataniaga Kacang Kapri di Kecamatan Warungkondang, Cianjur, Provinsi Jawa Barat menggunakan analisis pendapatan, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C), dan analisis marjin tataniaga. Analisis marjin tataniaga digunakan untuk melihat tingkat efisiensi tataniaga. Besarnya marjin tataniaga pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya tataniaga dan keuntungan yang diperoleh lembaga tataniaga. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada petani, yaitu sebanyak 30 responden, diketahui bahwa terdapat dua pola saluran tataniaga yang terdapat di Kecamatan Warungkondang yaitu pola I petani ke koperasi sebesar 60 persen dan pola II petani ke pedagang pengumpul sebesar 40 persen. Besarnya marjin tataniaga pada pola I adalah Rp 9.200,00 per kilogram dan pola II adalah Rp 4.500,00 per kilogram. Dari kedua saluran tataniaga tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Kacang kapri yang masuk ke pasar-pasar tradisional mempunyai kualitas yang lebih rendah namun jumlahnya banyak. Sedangkan

5

(37)

untuk kacang kapri yang kualitasnya lebih baik dipasarkan ke supermarket namun dengan jumlah yang lebih sedikit. Berdasarkan analisis marjin tataniaga, pola II memiliki marjin yang kecil tetapi memiliki farmer’s share yang lebih besar.

Penelitian Tirtayasa (2009) yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Biji Petani Primatani di Kota Depok Jawa Barat menunjukkan produksi jambu biji pada daerah Primatani lebih banyak dibandingkan daerah non-Primatani. Hal ini ditunjukkan oleh produktivitas jambu biji per pohon milik petani di daerah Primatani lebih tinggi dibandingkan produktivitas jambu biji per pohon milik petani di daerah non-Primatani.

Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani Primatani dan petani Primatani menguntungkan. Namun usahatani yang dilakukan petani non-Primatani lebih menguntungkan dibandingkan petani non-Primatani. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rasio R/C atas biaya tunai petani non-Primatani 2,56 sedangkan rasio R/C petani Primatani besarnya 2,27. Rasio R/C atas biaya total petani non-Primatani sebesar 2,07 dan petani Primatani sebesar 1,88.

2.7.2. Kajian Empiris Mengenai Tataniaga

Penelitian Gandhi (2008) yang berjudul Analisis Usahatani dan Tataniaga beras Varietas Unggul (Studi Kasus Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warung Kondang, Kabupaten Cianjur) menunjukan bahwa berdasarkan analisis penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani pandan wangi, pendapatan yang diperoleh petani pemilik jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan petani penggarap. Hal itu dapat dilihat dari besarnya rasio R/C atas biaya tunai maupun biaya total petani pemilik (2,42 dan 1,19) dari petani penggarap (1,07 dan 1,08). Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dilihat bahwa usahatani yang dilakukan, baik oleh petani pemilik maupun petani penggarap, masih menguntungkan karena rasio R/C atas biaya tunai maupun biaya totalnya lebih besar dari satu.

(38)

dalam penyaluran beras pandan wangi dari petani hingga konsumen akhir adalah pedagang pengumpul, pedagang besar daerah, pedagang besar luar daerah, pasar swalayan, pedagang pengecer daerah, dan pedagang pengecer luar daerah. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut berupa fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi pelancar (sortasi dan grading).

Penelitian Murdani (2008) mengenai analisis usahatani dan pemasaran beras varietas pandan wangi dan varietas unggul baru di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat menggunakan analisis pendapatan usahatani, analisis rasio R/C, analisis marjin, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keragaan usahatani dan menganalisis pendapatan usahatani padi varietas pandan wangi dan varietas unggul baru, menganalisis saluran pemasaran, fungsi-fungsi tataniaga dan efisiensi pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran beras varietas pandan wangi dan varietas unggul baru di Kecamatan Warungkondang. Berdasarkan hasil analisis usahatani per musim yang dilakukan, diketahui bahwa pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total per hektar usahatani pandan wangi pada setiap musim lebih besar daripada varietas unggul baru. Usahatani kedua varietas ini layak untuk diusahakan dilihat dari nilai rasio R/C. Rasio R/C atas biaya tunai dan rasio R/C atas biaya total usahatani padi pandan wangi lebih besar daripada varietas unggul baru. Hal ini berarti setiap rupiah biaya yang dikeluarkan petani padi pandan wangi akan memberikan penerimaan yang lebih besar daripada penerimaan petani padi varietas unggul baru.

(39)

Penelitian Aniro (2009) yang berjudul Analisis Sistem Tataniaga Beras Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Penelitian bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga nama yang lebih efisien berdasarkan sebaran marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan dan biaya. Berdasarkan penelusuran dengan teknik snowball sampling ditemukan 16 saluran tataniaga beras pandan wangi, 15 saluran tataniaga beras pandan wangi campuran dan 1 saluran tataniaga beras wangi murni. Pada penelitian tersebut juga mengungkap terdapat tujuh lembaga tataniaga dalam sistem tataniaga beras pandan wangi, yaitu petani, tengkulak, Gapoktan Sawargi, penggilingan beras, pabrik beras, distributor, dan retail. Pada sistem tataniaga tersebut terdapat fungsi tataniaga yang dilakukan yaitu fungsi fisik, fungsi pertukaran, dan fungsi fisik.

Berdasarkan hasil analisis keseluruhan saluran yang ditemukan dalam sistem tataniaga beras pandan wangi di Kecamatan Warungkondang disimpulkan bahwa saluran 11 merupakan saluran yang paling efisien yaitu dengan urutan rantai petani, penggilingan, distributor, dan konsumen. Sedangkan, saluran 9 merupakan saluran yang paling tidak efisien yaitu petani, tengkulak, penggilingan, pabrik beras, distributor, retail, dan konsumen.

Hidayat (2010) melakukan analisis pendapatan usahatani dan tataniaga jambu getas merah di Kelurahan Sukaresmi Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor. Analisis pendapatan usahatani dikelompokkan berdasarkan status penguasaan lahan yaitu petani pemilik lahan dan petani penyewa lahan. Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani pemilik lahan dan petani penyewa lahan menguntungkan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rasio R/C atas biaya tunai petani pemilik lahan 2,69 sedangkan rasio R/C atas biaya tunai petani penyewa lahan besarnya 1,81. Rasio R/C atas biaya total petani pemilik lahan sebesar 1,67 dan petani penyewa lahan sebesar 1,66.

(40)

dibandingkan dengan saluran tataniaga lainnya. Disamping itu saluran tataniaga III paling banyak digunakan oleh petani sehingga volume penditribusian padi organik paling banyak dilakukan melalui saluran III.

Tabel 4. Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian

Nama Penulis Judul Tahun Metode Analisis

Rachmawati Analisis Usahatani dan Pemasaran Beras Pandan Wangi Prima Gandhi Analisis Usahatani dan

Tataniaga beras Varietas Unggul

Dian Murdani Analisis Usahatani dan Pemasaran Beras Varietas

Najmi Aniro Analisis Sistem Tataniaga Beras Pandan Wangi di Kecamatan Bayu Hidayat Analisis Pendapatan Usahatani

(41)

Terdapat beberapa persamaan dalam metode penelitian yang digunakan pada beberapa studi terdahulu seperti pada Rachmawati (2003) dan Hasian (2008) serta pada Tirtayasa (2009) dengan Murdani (2009). Pada Rachmawati (2003) dan Hasian (2008) menggunakan metode analisis R/C rasio, margin tataniaga, dan farmer’s share dalam menganalisis penelitianya mengenai topik penelitian usahatani dan tataniaga. Pada penelitian mereka tidak menggunakan analisis lembaga dan fungsi tataniaga, sehingga menurut pendapat penulis kurang memberikan kondisi tataniaga karena penelitian lebih kuantitatif. Begitu pula pada penelitian Tirtayasa (2009) dan Murdiani (2009) yang menggunakan metode analisis yang sama dalam menganalisis penelitianya yaitu analisis pendapatan usahatani, rasio R/C, marjin tataniaga,dan farmer’s share. Walaupun pada kedua penelitian tersebut analisis usahatani lebih dalam karena menambahkan analisis pendapatan usahatani, namun analisis tataniaga terutama kondisi kualitatif seperti fungsi tataniaga dan analisis lembaga tataniaga kurang dibahas secara komperhensif.

Penelitian Aniro tahun 2009 yang menggunakan alat analisis lembaga dan fungsi, saluran, marjin tatataniaga, farmer’s share, dan struktur pasar dalam menganalisis penelitianya dengan topik tataniaga, merupakan referensi penelitian mengenai tataniaga yang dalam. Aniro tidak hanya melakukan analisis secara kuantitatif dalam penelitiannya dengan menghitung marjin tataniaga dan farmer’s share dengan baik, namun juga baik dalam melakukan analisis kualitatif seperti dalam menganalisis lembaga dan fungsi tataniaga. Aniro dalam analisis kualitatif tataniaga tersebut menggunakan bahasa deskriptif dengan baik sehingga mampu menggambarkan kondisi penelitian yang dihadapi. Sedangkan penelitian Gandhi (2008) dan Hidayat (2010), merupakan penelitian yang menggunakan metode analisis yang paling lengkap dalam menganalisis penelitian untuk topik usahatani dan tataniaga. Keduanya melakukan analisis kuantitatif yang baik dalam analisis usahatani dan tataniaga, juga melakukan analisis kualitatif tataniaga dengan baik.

(42)
(43)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Konsep Sistem Agribisnis

Menurut Saragih (2001) sistem agribisnis didefinisikan sebagai bentuk modern dari pertanian primer, paling sedikit mencakup empat subsistem yaitu: subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan (agroindustri hulu) dan perdagangan sarana produksi pertanian primer (seperti industri pupuk, obat-obatan, bibit atau benih, alat dan mesin pertanian); subsistem usahatani (on-farm agribusiness), yang di masa lalu disebut sebagai sektor pertanian primer; subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik dalam bentuk yang siap untuk dimasak (ready to cook) atau siap untuk disaji (ready for used) atau siap untuk dikonsumsi (ready to eat) beserta kegiatan perdagangannya di pasar domestik dan pasar internasional; dan subsistem jasa layanan pendukung seperti lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan dan layanan informasi agribisnis, penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah, asuransi agribisnis, dan sebagainya.

(44)

3.1.2. Konsep Usahatani

Menurut Rivai (1980) yang diacu dalam Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaanya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis, maupun teritorial sebagai pengelolanya. Menurut Soeharjo dan Patong (1973), usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan oleh perorangan atau sekumpulan orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping bermotif mencari keuntungan. Ada empat unsur pokok dalam usahatani yang sering disebut sebagai faktor-faktor produksi (Hernanto 1989) yaitu :

1) Tanah

Tanah merupakan faktor produksi yang relatif langka dibanding dengan faktor produksi lain, distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Oleh karena itu, tanah memiliki beberapa sifat yaitu : (1) luasnya relatif tetap atau dianggap tetap; (2) tidak dapat dipindah-pindahkan dan (3) dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Tanah usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan dan sawah. Tanah tersebut dapat diperoleh dengan cara membuka lahan sendiri, membeli, menyewa, bagi hasil (menyakap), pemberian negara, warisan atau wakaf. Penggunaan tanah dapat diusahakan secara monokultur maupun polikultur atau tumpangsari. 2) Tenaga Kerja

(45)

hingga pemanenan dengan menggunakan inventarisasi jam kerja (1 hari = 7 jam kerja) lalu dijadikan hari kerja total (HK total). Dalam teknis perhitungan, dapat dipakai konversi tenaga kerja dengan cara membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku, yaitu : 1 pria = 1 hari kerja pria (HKP) ; 1 wanita = 0,7 HKP ; 1 ternak = 2 HKP dan 1 anak = 0,5 HKP. Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam dan luar keluarga. 3) Modal

Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta manajemen menghasilkan barang-barang baru yaitu produksi pertanian. Dalam usahatani, yang dimaksud dengan modal adalah tanah, bangunan, alat-alat pertanian, tanaman, ternak, ikan di kolam, bahan-bahan pertanian, piutang di bank, serta uang tunai. Menurut sifatnya, modal dibedakan menjadi dua yakni modal tetap yang meliputi tanah bangunan dan modal tidak tetap yang meliputi alat-alat, bahan, uang tunai, piutang di bank, tanaman, ternak, ikan di kolam. Modal dalam usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, pelepas uang/keluarga/tetangga), hadiah, warisan, usaha lain ataupun kontrak sewa. 4) Manajemen

(46)

penggolongan modal dan pendapatan; dan (e) ukuran-ukuran keberhasilan yang lazim.

3.1.3. Konsep Produksi dan Produktivitas

Kegiatan usahatani, terdapat kegiatan produksi dan pengukuran produktivitas. Menurut Sipper dan Bulfin (1997), produksi adalah suatu proses pengubahan bahan baku menjadi barang jadi. Sistem produksi adalah sekumpulan aktivitas untuk pembuatan suatu produk, dimana dalam pembuatan ini melibatkan tenaga kerja, bahan baku, mesin, energi, informasi, modal dan tindakan manajemen. Menurut Wikipedia (2006), produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi.

Menurut Mangkuprawira (2007), produktivitas adalah rasio output dan input suatu proses produksi dalam periode tertentu. Input terdiri dari manajemen, tenaga kerja, biaya produksi, peralatan, dan waktu. Output meliputi produksi, produk penjualan, pendapatan, pangsa pasar, dan kerusakan produk. Menurut Ravianto (1985), produktivitas adalah suatu konsep yang menunjang adanya keterkaitan hasil kerja dengan sesuatu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari tenaga kerja. Sedangkan menurut Sinungan (2005), produktivitas adalah hubungan antara hasil nyata maupun fisik (barang atau jasa) dengan masukan yang sebenarnya, misalnya produktivitas ukuran efisien produktif suatu hasil perbandingan antara hasil keluaran dan hasil masukan. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa produktivitas adalah suatu perbandingan antara hasil keluaran dengan hasil masukan. Keefektifan produktivitas dapat dilihat dari beberapa faktor masukan yang dipakai dibandingkan dengan hasil yang dicapai.

3.1.4. Konsep Pendapatan Usahatani

(47)

1) Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Istilah lain dari pendapatan kotor usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pendapatan kotor usahatani mencakup pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor tidak tunai.

2) Pendapatan kotor tunai atau penerimaan usahatani adalah nilai uang yang diterima dari usahatani yang berbentuk benda.

3) Pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang seperti hasil panen yang dikonsumsi, digunakan untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan di gudang, dan menerima pembayaran dalam bentuk benda.

4) Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua input yang habis terpakai atau dikeluarkan didalam produksi. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai.

5) Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang sehingga segala keluaran untuk keperluan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak termasuk dalam pengeluaran tunai.

6) Pengeluaran tidak tunai (diperhitungkan) adalah nilai semua input yang digunakan namun tidak dalam bentuk uang misalnya nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit.

7) Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor dengan pengeluaran usahatani untuk mengukur imbalan yang diperoleh petani dari penggunaan faktor-faktor produksi.

Gambar

Tabel 4. Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian
Gambar 1. Konsep Agribisnis Sebagai Suatu Sistem, Saragih (2001)
Gambar 2.  Contoh Saluran Tataniaga dengan Beberapa Tingkat
Gambar 3.   Kurva Margin Tataniaga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada survey pendahuluan melalui proses wawancara yang sudah dilakukan kepada beberapa petani dan lembaga tataniaga, diantara lembaga pemasaran, petani adalah pihak

Tabel 21 menginformasikan pangsa marjin terbesar terdapat pada saluran tataniaga satu dan saluran tataniaga dua dengan tujuan pengrajin tahu/tempe di Kabupaten Cianjur yang

Program ini bertujuan untuk mengarahkan Gapoktan Tekad Tani untuk memproduksi beras organik, mengurangi ketergantungan petani-petani Gapoktan Tekad Tani menggunakan pupuk dan

21 Jumlah petani sampel yang menjual gabah ke lembaga tataniaga 31 22 Distribusi penjualan gabah (setara beras) petani padi Rogojampi 32 23 Distribusi Penjualan beras penggilingan

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwaModel persediaan beras Jawa Tengah terdiri dari 3 subsistem, yaitu subsistem populasi,

Pada saluran tataniaga tingkat 2 (Gambar 2), distributor adalah pedagang beras yang membeli beras langsung dari pemasok dalam jumlah yang sangat besar. Beras lalu

Responden adalah pedagang pengumpul yag dimintai informasi mengenai saluran tataniaga dan marjin tataniaga serta informasi lain yang berguna untuk mendukung

Pedagang pengecer walaupun memperoleh margin yang lebih kecil dari produsen, namun apabila dilihat dari jumlah (kuantitas) beras merah yang dimilikinya, maka ia akan