• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.4. Sistem Agribisnis Ubi Jalar Di Desa Cikarawang 1 Subsistem Pengadaan Sarana Produks

5.4.2. Subsistem Onfarm

a. Pelaku-pelaku dalam Subsistem Produksi

Kegiatan produksi dilakukan sendiri oleh pemilik lahan ataupun tenaga kerja dalam keluarga serta luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga yang digunakan umumnya merupakan buruh tani di Desa Cikarawang. Pekerja bekerja mulai pukul 07.00-12.00 dengan upah yang diterima bergantung jenis kelamin dan pembagian kerjanya. Pekerja pria di pembuatan guludan dibayar dengan sistem tumbak dimana per tumbaknya (4 m) dihargai Rp.1.200-1.500 sedangkan untuk pekerjaan lainnya dibayar Rp. 20.000. Selain diberi bayaran berupa uang tunai, pekerja pria pun menerima natura berupa makanan ringan dan kopi. Pekerja wanita biasanya dipekerjakan dalam proses pembibitan dan penanaman dengan upah Rp. 15.000 tanpa natura.

b. Skala Usaha

Usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang rata-rata termasuk dalam skala kecil. Penentuan hal tersebut didasarkan pada luasan lahan yang digunakan untuk bertani ubi jalar. Rata-rata luas lahan yang digunakan untuk mengusahakan ubi

58 jalar berukuran 2.000 m2. Peralatan yang digunakan pun masih cukup sederhana sehingga budidaya ubi jalar di daerah penelitian masih tergolong skala kecil.

c. Proses Produksi dan Teknologi

Proses usahatani ubi dilakukan di lahan terbuka, mulai dari proses pembibitan sampai dengan pemanenan. Proses budidaya ubi jalar secara umum meliputi pembibitan, pengolahan lahan dan pembuatan guludan, penanaman, pengairan, penyulaman, pembongkaran sementara, penyiangan, pembalikan batang, pemupukan, pengendalian hama penyakit, dan pemanenan.

(1) Pembibitan

Varietas yang ditanam oleh petani responden di wilayah penelitian adalah ubi jalar varietas AC (kuningan). Alasan utama mayoritas petani menanam varietas AC dikarenakan varietas tersebut lebih cepat dipanen dibandingkan varietas lainnya. Ubi jenis ini dapat dipanen lebih cepat dibandingkan jenis ubi lainnya yaitu dalam kurun waktu 3,5-4 bulan. Selain itu, varietas AC juga memiliki beberapa kelebihan antara lain produktivitas tinggi, mudah ditanam, umbi besar, dan kecocokan dengan lahan.

Terdapat tiga metode yang digunakan petani di wilayah penelitian untuk memperoleh bibit ubi jalar yaitu dengan cara pengipukan atau melakukan pembibitan sendiri, hasil produksi sebelumnya, atau hasil produksi petani lain. Mayoritas petani responden yaitu sebanyak 57,14 persen menggunakan bibit dari hasil panen sebelumnya, sebanyak 14,29 persen melakukan pengipukan untuk pembibitan, dan bibit hasil produksi petani lain sebanyak 28,57 persen.

Pembibitan dengan cara pengipukan ubi dimulai dengan menanam ubi di lahan penunasan. Umbi yang ditanam adalah umbi dengan ukuran besar dan sehat. Jumlah umbi yang digunakan untuk pengipukan kurang lebih sebanyak 50 kg. Setelah 2-3 bulan, tunas yang tumbuh dipotong dan dipindahkan ke lahan yang lebih luas. Tiga bulan kemudian bibit ubi sudah dapat digunakan sebagai bibit dengan cara memotong bagian pucuk atau batang tunas tersebut. Bibit hasil pengipukan dapat digunakan hingga tiga generasi.

Bibit yang diperoleh dari hasil produksi sebelumnya atau hasil produksi petani lain menggunakan stek pucuk atau stek batang. Pemetikan stek pucuk dan batang tersebut diperoleh dari tanaman ubi jalar yang sudah berumur kurang lebih

59 dua bulan, pertumbuhan tanamannya sehat dan normal. Pemetikan dilakukan dengan menggunakan gunting dan mayoritas petani melakukannya di pagi hari. Ukuran stek yang digunakan sepanjang 25-30 cm. Perbanyakan dengan stek batang dan pucuk memiliki kelemahan yaitu terjadi penurunan hasil pada turunannya sehingga maksimum hanya 3-5 generasi yang dapat digunakan sebagai tunas untuk penanaman berikutnya. Mayoritas petani menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dalam proses pembibitan. Tenaga kerja yang digunakan untuk pembibitan sebanyak 1,66 HOK.

Secara umum proses pembibitan di daerah penelitian sesuai dengan literatur budidaya yang ada. Namun yang membedakan hanyalah tidak dilakukannya proses penyimpanan bibit ditempat teduh selama satu minggu seperti yang dianjurkan. Ini terjadi karena petani responden terbiasa menanam bibit langsung setelah bibit dipotong dari indukannya.

(2) Pengolahan Lahan dan Pembuatan Guludan

Pengolahan lahan bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik dan menstabilkan kondisi tanah dari kondisi sebelumnya. Pengolahan lahan yang dilakukan petani responden dalam usahatani ubi jalar bergantung pada tanaman yang ditanam sebelumnya. Tanaman yang biasa ditanam petani sebelum menanam ubi adalah padi dan ubi. Rotasi antara kedua tanaman tersebut berpengaruh pada efisiensi usahatani ubi jalar. Pengaruhnya antara lain adalah pada modal dan manajemen lahan. Jika lahan sebelumnya ditanam oleh ubi, maka saat pembuatan guludan, tanah diberikan pupuk kandang untuk menambah unsur hara dalam tanah sehingga diperlukan tambahan modal untuk pembelian pupuk kandang dengan upah setiap tenaga kerja sebesar Rp. 1.200 per tumbak (4 m) sedangkan jika lahan sebelumnya ditanami padi maka tidak perlu diberikan pupuk kandang saat pembuatan guludan namun upah setiap tenaga kerja yang dibayarkan lebih besar yaitu Rp. 1.500 per tumbak.

Pada tahap pembuatan guludan, umumnya guludan dibuat dengan lebar 40- 100 cm, tinggi 35-70 cm, jarak antar guludan 15-100 cm, dan panjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan. Guludan adalah tanah yang dibentuk meninggi menyerupai setengah lingkaran. Pengolahan lahan dan pembuatan guludan di daerah penelitian sudah sesuai dengan anjuran.

60 Jumlah tenaga kerja rata-rata yang digunakan dalam pembuatan guludan sebanyak 3,99 HOK dengan upah yang diberikan dihitung dengan ukuran per tumbak dihargai Rp. 1.200-1.500 dimana satu tumbak berukuran 4 m. Upah tenaga kerja pada pengolahan lahan pun dipengaruhi oleh jenis tanaman yang ditanam sebelumnya. Upah pengolahan lahan yang sebelumnya ditanami padi lebih mahal daripada yang ditanami ubi.

(3) Penanaman

Penanaman ubi jalar yang dilakukan petani di lokasi penelitian adalah sistem monokultur. Proses penanaman ubi jalar dengan sistem monokultur artinya dalam satu luasan lahan hanya ditanami oleh satu jenis tanaman saja yaitu ubi. Dari 35 petani responden hanya 3 petani saja yang menggunakan sistem tanam tumpang sari. Tanaman yang ditumpangsarikan dengan ubi antara lain jagung dan kacang tanah. Penanaman ubi jalar di daerah penelitian dilakukan pada bulan November dan Maret. Jarak tanam bibit ubi antara 0-30 cm. Teknik penanaman stek ubi jalar ditanam dengan posisi miring terhadap tanah atau mendekati posisi tertidur. Alasan petani menanam dengan posisi tersebut agar menghasilkan umbi dengan jumlah lebih banyak. Tenaga kerja yang digunakan untuk menanam stek ubi jalar adalah tenaga kerja wanita sebanyak 2,15 HOK dengan upah sebesar Rp. 15.000. Penanaman di daerah penelitian sesuai dengan anjuran.

(4) Pengairan

Pengairan bertujuan untuk memberikan atau menambahkan unsur hara dan mineral pada tanaman terutama di saat musim kemarau. Di lokasi penelitian, petani mengandalkan air hujan sebagai sumber utama untuk mengairi lahan. Jika musim kemarau datang maka petani mengairi lahan ubi jalar melalui irigasi yang berasal dari waduk Situgede. Waktu pengairan tidak ditentukan secara pasti oleh petani sedangkan menurut anjuran pengairan perlu rutin dilakukan hingga tanaman berumur 1-2 bulan. Pengairan baru dihentikan pada umur 2-3 minggu sebelum panen.

(5) Penyulaman

Penyulaman merupakan proses penanaman kembali tanaman di lahan dikarenakan tanaman sebelumnya tidak tumbuh atau afkir. Cara penyulaman yakni dengan mencabut tanaman yang mati kemudian mengganti dengan tanaman

61 baru. Penyulaman dilakukan oleh petani di lokasi penelitian pada waktu satu minggu setelah tanam. Pada lokasi penelitian, penyulaman juga biasanya dilakukan bersamaan dengan penyiangan gulma. Penyulaman umumnya dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga. Jumlah rata-rata tenaga kerja yang digunakan untuk penyulaman sebanyak 1,11 HOK.

(6) Pembongkaran Sementara

Pembongkaran sementara merupakan proses pembukaan kembali sisi-sisi guludan ubi jalar. Bongkaran guludan selanjutnya didiamkan selama 1 minggu. Setelah 1 minggu, bongkaran tersebut ditaburkan pupuk kandang di kedua atau satu sisi dan pupuk NPK di sisi lainnya (jika ingin menggunakannya) kemudian bongkaran kembali ditutup.Tujuan dilakukan pembongkaran sementara agar dapat memberikan ruang masuk cahaya matahari ke dalam tanah sehingga dapat menjadikan ukuran umbi lebih besar dan menggemburkan tanah.

(7) Penyiangan

Penyiangan adalah proses pencabutan gulma di sekitar tanaman ubi. Gulma merupakan tanaman lain yang kehadirannya tidak diinginkan dan dapat menggangu pertumbuhan tanaman utama. Penyiangan dilakukan agar tanaman ubi dapat memperoleh unsur hara dan cahaya matahari dalam jumlah cukup tanpa tersaingi oleh tumbuhan lain. Kegiatan ini dilakukan oleh petani di lokasi penelitian setelah tanaman berumur 2-4 minggu. Jumlah rata-rata tenaga kerja yang digunakan untuk penyiangan sebanyak 1,11 HOK.

(8) Pembalikan Batang

Pembalikan batang atau lebih dikenal petani dengan istilah pengebatan merupakan pengangkatan tanaman ubi dari tanah agar akar-akar kecil yang baru tumbuh tidak menempel di tanah dan hasil fotosintesis seluruhnya difokuskan untuk memperbesar umbi. Pembalikan batang hanya dilakukan oleh beberapa petani saja di lokasi penelitian.

(9) Pemupukan

Pemupukan merupakan kegiatan terpenting dalam berusahatani ubi jalar. Petani di lokasi penelitian melakukan pemupukan pada saat pengolahan lahan dan pembongkaran sementara. Pupuk yang banyak digunakan oleh petani di lokasi penelitian dalam bertani ubi jalar antara lain pupuk kandang, pupuk urea dan

62 pupuk phonska. Pupuk kimia lainnya seperti pupuk NPK, TSP, dan KCl jarang digunakan oleh petani. Pupuk kandang diperoleh petani dari kotoran hewan ternak yang mereka pelihara atau membelinya dari peternak di lokasi penelitian. Rata- rata jumlah pupuk kandang yang digunakan adalah 99,64 kg/ha, urea sebanyak 99,64 kg/ha, dan phonska sebanyak 82,56 kg/ha. Sedangkan pupuk NPK digunakan petani sebanyak 41,28 kg/ha, TSP sebanyak 51,96 kg/ha, KCl hanya sebanyak 1,14 kg/ha. Selain pupuk jenis padat, sebagian kecil petani pun menggunakan pupuk cair sebanyak 49,11 ml/ha.

Pemberian pupuk jenis padat dilakukan dengan membuat alur pada guludan dengan kedalaman 5-10 cm kemudian pupuk ditaburkan sambil ditimbun dengan tanah. Jumlah rata-rata tenaga kerja yang digunakan untuk pemupukan sebanyak 1,36 HOK.

(10) Pengendalian Hama dan Penyakit

Di lokasi penelitian, pengendalian hama penyakit tanaman ubi jalar dilakukan sesuai kondisi hama penyakit yang menyerang tanaman. Pengendalian menggunakan pestisida dilakukan jika tanaman yang diserang lebih dari 10 persen sedangkan jika hanya sedikit hama penyakit yang menyerang hanya dilakukan penanganan dengan memangkas atau mencabutnya

Hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman ubi di lokasi penelitian adalah lanas dan ulat. Penyebabnya adalah perubahan cuaca dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya sehingga hama dan penyakit berkembang. Akibatnya ubi jalar yang sudah mendekati waktu panen menjadi membusuk dan daun umbi pun menjadi banyak berlubang sehingga hanya sekitar 20-50 persen saja dari total jumlah panen biasanya yang dapat dipanen. Pengendalian hama penyakit dilakukan dengan menyemprotkan pestisida sebanyak 50 ml dicampurkan dengan 20 liter air. Jumlah rata-rata tenaga kerja yang digunakan untuk pengendalian hama penyakit sebanyak 0,1 HOK.

(11) Panen

Ubi jalar di lokasi penelitian dapat dipanen pada umur 3,5-4 bulan. Pengambilan keputusan waktu panen dipengaruhi oleh permintaan pasar dan juga kebutuhan finansial petani. Jika kebutuhan finansial petani mendesak maka pada umur 3,5 bulan ubi akan langsung dipanen. Rata-rata hasil panen per Ha yang

63 dijual petani sebanyak 92,326 ton. Harga ubi jalar di lokasi penelitian berfluktuasi mengikuti harga pasar berkisar Rp. 1.200- Rp. 2.000. Pada Tabel 17 disajikan rata-rata jumlah panen dan harga jual yang diterima petani di daerah penelitian yang dibedakan berdasarkan luasan lahan.

Tabel 17. Rata-rata Jumlah Panen dan Harga Jual Ubi Jalar pada Petani dengan Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha

Keterangan < 0,5 Ha > 0,5 Ha

Jumlah panen (kg/Ha) 13.422,15 12.967,26

Harga Jual (Rp/kg) 1.832 2.000

Pada Tabel 17 diketahui jumlah panen ubi jalar petani dengan luas lahan < 0,5 Ha sebesar 13.422,15 kg/Ha, sedikit lebih besar dibandingkan dengan petani dengan luas lahan > 0,5 Ha yaitu 12.967,26 kg/Ha. Rata-rata harga jual yang diterima petani pun berbeda, petani dengan luas lahan < 0,5 Ha memperoleh harga jual sebesar Rp.1.832/kg sedangkan petani dengan luas lahan > 0,5 Ha memperoleh harga jual sebesar Rp.2.000/kg.

Semua petani di lokasi penelitian menjual hasil panen langsung di lahannya dengan biaya panen ditanggung oleh poktan atau tengkulak selaku pembeli. Petani menerima penjualan hasil panennya setelah 3-7 hari kemudian. Adapun kegiatan pemanenan antara lain pemetikan daun untuk bibit dan pakan, penggalian ubi jalar, pembersihan umbi dari tanah, pengumpulan dalam karung, dan pengangkutan hasil panen ke jalan. Umumnya tengkulak hanya akan membeli umbi dengan kualitas terbaik dan sisanya akan dibiarkan begitu saja di lahan.

Sistem penjualan ubi jalar dilakukan dengan sistem bukti artinya tengkulak akan memberikan tanda bukti sesuai dengan jumlah panen ubi jalar pada petani. Upah yang diterima oleh tenaga kerja pemanenan disesuaikan dengan jumlah umbi hail panen yang dikerjakan. Setiap satu kilogram umbi dihargai Rp.100 untuk setiap pekerja. Jumlah rata-rata tenaga kerja yang digunakan untuk panen sebanyak 0,44 HOK.

d. Kendala Produksi

Permasalahan yang dihadapi petani pada subsistem produksi adalah serangan organisme pengganggu tanaman seperti lanas atau hama boleng. Lanas merupakan kumbang kecil yang bagian sayap dan moncongnya berwarna biru,

64 namun coraknya berwarna merah. Kumbang betina dewasa hidup pada permukaan daun sambil meletakkan telur di tempat yang terlindung. Telur menetas menjadi larva (ulat), selanjutnya ulat akan membuat gerekan (lubang kecil) pada batang atau ubi yang terdapat di permukaan tanah terbuka. Gejalanya adalah terdapat lubang-lubang kecil bekas gerekan yang tertutup oleh kotoran berwarna hijau dan berbau menyengat. Hama ini biasanya menyerang tanaman ubi jalar yang sudah berubi. Bila hama terbawa oleh ubi ke gudang penyimpanan, sering merusak ubi hingga menurunkan kuantitas dan kualitas produksi secara nyata (Jayanto 2009). Ini terjadi karena perubahan musim secara tiba-tiba dan persoalan ini belum teratasi secara efektif. Untuk mengatasi hama lanas yang banyak menyerang ubi sebaiknya petani melakukan pergiliran atau rotasi tanaman dengan jenis tanaman lain selain ubi jalar.

Permasalahan lain adalah saluran irigasi agak terhambat setelah adanya pembangunan wisata Situgede sehingga menyulitkan petani dikala musim kemarau tiba. Untuk itu, pemerintah daerah sebaiknya mengatur sistem irigasi pertanian di wilayah penelitian terlebih setelah adanya pembangunan wisata setempat sehingga tidak berdampak pada produktifitas komoditas pertanian. 5.4.3. Subsistem Pasca Panen

Ubi jalar yang sudah memasuki masa panen dipanen menggunakan cangkul kemudian umbi dibersihkan dari tanah yang melekat dan selanjutnya ubi yang berukuran besar dimasukkan dalam karung untuk selanjutnya dibawa ke gudang pengumpulan untuk ditimbang beratnya. Tidak ada kriteria pasti untuk mengelompokkan ubi ke dalam kategori baik, yang terpenting umbi berukuran besar dan tidak terserang hama. Umbi berukuran kecil dan masih berkualitas baik biasanya dimanfaatkan menjadi tepung ubi sedangkan kualitas buruk dibiarkan di lahan. Tidak terdapat kendala yang berarti di dalam subsistem pasca panen.

5.4.4. Subsistem Pemasaran