• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.4. Sistem Agribisnis Ubi Jalar Di Desa Cikarawang 1 Subsistem Pengadaan Sarana Produks

5.4.4. Subsistem Pemasaran a.Saluran Pemasaran

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden, setidaknya terdapat enam saluran pemasaran dalam usahatani ubi jalar. Penjabaran dari setiap saluran pemasaran adalah sebagai berikut:

65

1. Petani Ubi-Konsumen Akhir

Saluran pemasaran ini merupakan saluran terpendek dari sejumlah saluran pemasaran yang ada. Petani ubi dalam saluran ini langsung menjualnya kepada konsumen akhir yang langsung membeli di lahan.

2.Petani Ubi-Tengkulak-Pengecer-Konsumen Akhir

Pada saluran pemasaran kedua, petani ubi menjual hasil panennya kepada tengkulak yang datang langsung ke lahan petani. Petani yang menjalankan saluran ini adalah petani yang tidak tergabung dalam kelompok tani. Tengkulak selanjutnya menjual ubi ke pengecer di pasar tedekat seperti Pasar Petir, Bogor, dan Ciampea. Selanjutnya ubi dibeli oleh konsumen akhir. Harga beli ubi ditentukan oleh tengkulak sehingga menunjukkan bahwa bargaining position

petani di daerah penelitian masih rendah.

3.Petani Ubi-Tengkulak-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen Akhir

Pada saluran pemasaran ketiga, petani ubi menjual hasil panennya kepada tengkulak. Saluran ini pun dilakukan oleh petani yang tidak tergabung dalam kelompok tani. Harga beli ubi ditentukan oleh tengkulak sehingga menunjukkan bahwa bargaining position petani di daerah penelitian masih rendah. Selanjutnya tengkulak menjualnya ke pedagang besar di pasar. Pedagang besar kemudian menjualnya ke pengecer. Selanjutnya ubi dibeli oleh konsumen akhir.

4.Petani Ubi-Poktan-Pabrik Saos-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen Akhir

Saluran pemasaran ini merupakan saluran pemasaran terpanjang dari saluran pemasaran yang ada dan saluran yang paling banyak dilakukan petani di daerah penelitian. Dalam saluran ini, ubi yang dijual ke poktan selanjutnya dijual ke pabrik saos yang sudah menjalin kerjasama dengan poktan. Saos ini kemudian dijual ke pedagang besar, dilanjutkan ke pengecer dan konsumen akhir. Harga beli ubi oleh poktan mengikuti harga ubi yang berlaku di pasar.

5.Petani Ubi-Poktan-Pengecer-Konsumen Akhir

Pada saluran ini, petani menjual ubi hasil panennya kepada poktan baik dalam bentuk ubi segar ataupun dalam bentuk sawutan (ubi yang telah diparut dan dikeringkan). Selanjutnya poktan mengolah ubi segar dan sawutan tersebut

66 menjadi tepung ubi. Tepung ubi selanjutnya dijual ke pengecer di wilayah Jakarta, Tangerang, dan Bekasi untuk selanjutnya dijual pada konsumen akhir.

6.Petani Ubi-Pengecer-Konsumen Akhir

Saluran pemasaran ini merupakan saluran yang paling sedikit dilakukan oleh petani di daerah penelitian. Petani menjual ubi langsung kepada pengecer di pasar terdekat.

Adapun dalam bentuk bagan saluran pemasaran komoditas ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini.

Gambar 5. Saluran Pemasaran Ubi Jalar di Desa Cikarawang

Berdasarkan pada saluran pemasaran ubi jalar yang ada di daerah penelitian menunjukkan bahwa petani menjual hasil panennya ke tempat yang berbeda satu sama lain. Adapun sebaran dan persentase tempat tujuan petani menjual ubi jalarnya disajikan pada Tabel 18 di bawah ini.

Tabel 18. Sebaran dan Persentase Tempat Tujuan Petani Menjual Ubi Jalar

Tempat Tujuan Jumlah (Orang) Persentase (%)

Poktan Setempat 20 57,14

Tengkulak 12 34,29

Pasar 3 8,57

Jumlah 35 100

Tabel 18 menunjukkan bahwa petani di daerah penelitian paling banyak menjual hasil panennya ke poktan setempat dengan persentase sebesar 57,14 persen. Harga beli ubi jalar yang ditetapkan oleh gapoktan mengikuti harga jual Petani Ubi Konsumen akhir Tengkulak Pedagang Besar Pengecer Poktan Pabrik Saos Konsumen akhir Pengecer Pedagang Besar Pengecer Pedagang Pengecer Konsumen Akhir Pengecer Konsumen Akhir

67 ubi yang berlaku di pasar. Saat pengambilan data penelitian, harga jual ubi sebesar Rp. 2.000. Lembaga selanjutnya yang menjadi tempat tujuan petani menjual ubi jalarnya adalah tengkulak yaitu sebesar 34,29 persen. Harga jual yang diterima petani berkisar Rp.1.200-1.800. Hal tersebut menunjukkan bahwa petani yang bergabung dalam kelompok tani menerima harga lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang tidak bergabung dalam kelompok tani. Petani yang menjual hasil panennya ke tengkulak hanya bertindak selaku price taker karena bargaining position petani ubi jalar di daerah penelitian yang masih lemah sehingga mereka hanya menerima harga yang ditentukan oleh tengkulak sedangkan hanya sebagian kecil (8,57 persen) dari petani responden yang berada di daerah penelitian yang menjualnya langsung ke pasar. Untuk itu, sebaiknya petani yang belum bergabung dalam kelompok tani dapat bergabung dengan kelompok tani setempat agar dapat memperkuat posisi tawarnya terhadap harga jual ubi jalar.

Harga jual ubi yang diterima oleh petani pun berbeda. Sebaran harga jual yang diterima oleh petani ubi jalar di daerah penelitian disajikan pada Gambar 6 di bawah ini.

Gambar 6. Persentase Sebaran Harga Jual yang Diterima Petani Ubi Jalar

Berdasarkan Gambar 6 diketahui bahwa mayoritas petani ubi jalar di daerah penelitian sebanyak 66 persen menerima harga jual ubi sebesar Rp.2.000. Persentase terbesar kedua yaitu sebanyak 20 persen petani menerima harga jual ubi sebesar Rp.1.500. Harga jual ubi terbesar kedua selanjutnya yaitu sebesar

68 Rp.1.800 diterima oleh petani di daerah penelitian sebesar 8 persen sedangkan persentase terendah yaitu sebanyak 3 persen petani menerima harga masing- masing Rp.1.200 dan Rp.1.700. Perbedaan harga tersebut diakibatkan oleh perbedaan tempat tujuan menjual ubi yang dilakukan oleh petani di daerah penelitian.

b. Kendala Pemasaran

Permasalahan yang dihadapi petani pada subsistem pemasaran adalah harga jual ubi fluktuatif sehingga disaat supply ubi di pasar melimpah dan menyebabkan harga ubi sangat rendah petani enggan untuk memanen ubi dan membiarkannya saja di lahan. Harga yang berfluktuasi juga menyebabkan modal yang telah dikeluarkan petani pada musim sebelumnya tidak kembali sehingga petani kesulitan untuk membeli input produksi di musim tanam berikutnya. Keadaan tersebut dapat diatasi petani dengan memberikan nilai tambah pada ubi jalar sehingga disaat supply ubi meningkat, petani dapat mengolahnya menjadi produk lain seperti tepung dan keripik ubi jalar. Dengan cara ini petani dapat memperoleh tambahan pendapatan yang dapat digunakan untuk membeli input produksi di musim tanam berikutnya.