• Tidak ada hasil yang ditemukan

BABBIIIB IMANBKATOLIKB

5. Sumber Iman

b. Peristiwa Inkarnasi

Peristiwa inkarnasi menjadi dasar iman Katolik yang kedua. Inkarnasi itu adalah suatu penjelmaan. Umat Katolik meyakini bahwa Sabda Allah terwujud dalam daging dan tinggal di tengah-tengah umat melalui manusia Yesus. Jadi, inkarnasi berarti mengambil bentuk atau menjadi daging yaitu menjadi manusia. Dalam istilah lain dikatakan bahwa Sabda Allah diwahyukan melalui pribadi manusia Yesus, sehingga umat Katolik berkeyakinan, Yesus adalah seorang manusia yang dilahirkan oleh kuasa Allah dari seorang perawan suci yang bernama Maria. Untuk itu bukan berarti Allah beristrikan Maria, melainkan Maria mengandung dari Allah (Roh Kudus) dan melahirkan seorang putera yang bernama Yesus (Michel, 2001: 50).

5. Sumber Iman

a. Tradisi dan Kitab Suci

Tradisi dan Kitab Suci menjadi sumber iman bagi seluruh umat Katolik. Gereja telah meyakini bahwa sumber iman kepercayaannya adalah wahyu yang berasal dari Allah. Namun wahyu tidak disamaartikan dengan Kitab Suci. Wahyu Allah diperoleh dari Tradisi lisan dan Kitab Suci. Jadi, sumber iman Katolik tidak hanya Kitab Suci.

Ajaran-ajaran yang disampaikan oleh Tuhan tidak perlu mencari kebenaran dengan menyelidiki Kitab Suci, karena masih ada sumber lain yang menjadi sumber iman kepercayaan kepada Tuhan yang disebut dengan Tradisi. Tradisi merupakan salah satu ajaran sekaligus sumber iman kepercayaan yang tidak tertulis (Pidyarto, 2012: 28-31).

Wahyu dari Allah dimulai dari bangsa Israel yang dilanjutkan, dilengkapi, dan disempurnakan oleh Tuhan sendiri secara lisan yang kemudian dipahami dan diimani secara lisan pula melalui suatu ibadat, doa-doa, dan lain sebagainya sesuai dengan kebiasaan yang ada. Maka, Gereja Katolik memberi istilah Tradisi lisan. Tradisi lisan berarti bukan dalam bentuk tulisan. Tradisi lisan adalah sabda Allah sungguh menggema dalam kehidupan umat beriman sama artinya dengan iman umat akan hidup melalui sabda Allah. Berdasarkan Tradisi lisan ini mulai berkembang tahap demi tahap dalam bentuk bahasa manusia berupa tulisan. Akhirnya para pemimpin Gereja memutuskan dan memilih tulisan suci yang menjadi bagian dalam Kitab Suci dengan menetapkannya dalam bentuk kanon yaitu penetapan resmi tulisan-tulisan tersebut dalam bentuk Kitab Suci. Kitab Suci disebut juga dengan alkitab, Alkitab adalah sabda Allah diyakini oleh Gereja sebagai sumber iman. Hal ini tidak ditafsirkan bahwa Gereja di atas sabda Allah yang ada dalam Alkitab, tetapi Gereja sebagai pendengar diwartakannya sabda Allah dengan kesetiaan dan kerendahan hati. Jadi, Tradisi lisan dan Alkitab mempunyai hubungan khusus, sehingga Alkitab menjadi bentuk tertulis dari adanya Tradisi lisan (Pidyarto, 2012: 34-35).

Bagi Gereja Katolik sumber iman tidak hanya Alkitab, tetapi juga berasal dari Tradisi. Wahyu dari Allah diterima dan diimani oleh Gereja serta dihayati secara lisan terutama dalam ibadat dan ajaran resmi Gereja para rasul dan penggantinya.

Tradisi dalam bahasa Latin disebut tradere berarti melanjutkan, meneruskan. Penulis suci berkat dorongan Roh Kudus menuliskan wahyu tersebut dalam tradisi tadi, sehingga Tradisi itu disebut Alkitab. Jadi, Alkitab bagian dari Tradisi, sehingga Gereja mengatakan bahwa sumber iman dan ajaran Katolik berlandaskan pada Tradisi dan Alkitab (Pidyarto, 2012: 163).

Akan tetapi, Tradisi (T kapital) berbeda dengan tradisi-tradisi (t bukan kapital), karena keduanya mengandung arti yang berbeda. Tradisi (T kapital) berarti berasal dari para rasul yang merupakan wahyu Allah sekaligus dihayati dan diimani oleh Gereja melalui ibadat, doa-doa, dan ajaran-ajarannya, sedangkan tradisi-tradisi (t bukan kapital) merupakan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh Gereja dan bersifat manusiawi (Pidyarto, 2012: 38).

b. Magisterium (Wewenang Mengajar)

Sumber iman yang lain yaitu Magisterium (Wewenang Mengajar). Untuk itu, Yesus dalam ajaran iman Katolik tampil sebagai Guru dan umat-Nya sebagai murid, termasuk pimpinan Gereja. Pimpinan Gereja (hierarki) bertugas untuk mempersatukan umat dalam iman lewat pewartaan Injil. Pewartaan Injil mencakup semua pelayanan umat yang dilaksanakan oleh para rasul dalam bidang kerigma dan katekese, liturgi dan pastoral sesuai ketiga tugas Yesus sebagai Guru, Imam dan Raja/Gembala. Oleh sebab itu, para rasul menyerahkan tugas mulia tersebut kepada para uskup sebagai pengganti para rasul untuk mengajar, supaya Injil selalu dipelihara secara utuh dan menyeluruh oleh Gereja (Dister, 2004: 112).

Pewartaan para rasul dan pelayanan para uskup merupakan unsur penerusan wahyu. Keduanya tak bisa dipisahkan, namun memiliki perbedaan. Perbedaannya

terletak pada pelaksanaan tugas, para rasul dalam pewartaannya bukan sebagai penerus wahyu melainkan juga sebagai wahyu itu sendiri, sebab para rasul menerima wahyu secara langsung sekaligus sebagai pelaku aktif. Untuk itu, penerusan wahyu yang dilakukan para rasul itulah yang menjadi dasar munculnya wahyu. Sedangkan tugas yang dilakukan para uskup melebihi tugasnya sebagai penerus wahyu. Para uskup bertugas untuk menjaga dan menafsirkan seluruhnya sesuai dengan yang diterima dari para rasul berarti para uskup tidak menambah, tidak mengurangi ataupun merubah hal tersebut. Oleh karena itu, wahyu yang telah diterima perlu dilestarikan dan dijaga serta dikembangkan secara penuh supaya mampu diterapkan sesuai dengan waktu dan tempat (Dister, 2004: 113).

Menurut keyakinan Gereja Katolik, penafsir Kitab Suci berprinsip pada Roh Kudus dan pelakunya Wewenang Mengajar Gereja yang hidup. Menurut dokumen Konstitusi Dogmatis dijelaskan bahwa menafsirkan secara autentik sabda Allah yang tertulis atau diturunkan itu dipercayakan kepada wewenang Gereja yang hidup, yang kewibawaannya dilaksanakan atas nama Yesus Kristus (DV 10). Gereja Katolik sebagai umat Allah dan tubuh Kristus, seluruh umat beriman dipersatukan oleh-Nya melalui Roh Allah yang tampak dalam perkumpulan umat beriman. Jadi, kesatuan umat Allah dijamin oleh Roh Kudus sebagai asas kesatuan dan hierarki sebagai organ kesatuan (Dister, 2004: 113).

Hal penting yang perlu diperhatikan adalah pimpinan Gereja tetap anggota umat beriman. Untuk itu, Magisterium tetap berada di bawah sabda Allah sebagai bentuk pengabdian kepadanya, karena Magisterium berperan sebagai penafsir yang berwenang dan sebagai murid yang mempunyai kerendahan hati, sehingga

Magisterium perlu mendengarkan sabda Allah dengan melihat gema sabda tersebut bagi seluruh umat beriman (Dister, 2004: 115-116).

B. Katolik