• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber Limbah Cair Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Limbah Rumah Sakit

2.2.3 Limbah Medis Cair

2.2.3.1 Sumber Limbah Cair Rumah Sakit

Limbah cair rumah sakit bisa dibagi menjadi tiga bagian yang masing-masing limbah berasal dari kegiatan atau unit-unit yang berbedadi rumah sakit.

1. Air limbah infeksius : air limbah yang berhubungan dengan tindakan medis seperti pemeriksaan mikrobiologis dari poliklinik, perawatan, penyakit menular dan lain – lain.

2. Air limbah domestik : air limbah yang tidak ada berhubungan tindakan medis yaitu berupa air limbah kamar mandi, toilet, dapur dan lain – lain.

3. Air limbah kimia : air limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, laboratorium, sterilisasi, riset dan lain – lain (Chandra, 2007).

3.2.3.2 Parameter Limbah Cair Rumah Sakit

Berbagai kualitas limbah cair yang penting untuk diketahui adalah bahan padat tersuspensi (suspended solids), bahan padat terlarut (dissolved solid), kebutuhan oksigen biokimia (biochemical oxygen demand), Kebutuhan oksigen kimiawi (chemical Oxygen Demand ), pH (power Hidrogen), oksigen terlarut (Disolved Oxygen), kebutuhan klor (Chlorine demand).

1. Bahan Padat Tersuspensi

Bahan padat tersuspensi adalah bahan yang dihilangkan pada penyaringan (filtration) melalui media standar halus dengan diameter 1 mikron. Bahan padat tarsuspensi dikelompokkan lagi dalam bahan padat yang tetap (fixed solid) dan yang menguap (volatile solids). Bahan padat yang menguap merupakan bahan yang bersifat organic yang diharapkan dapat dihilangkan melalui penguraian secara biologis (biological degredation) atau pembakaran.

Fixed solids merupakan bahan padat yang bersifat tetap.

2. Bahan Padat Terlarut

Bahan padat terlarut adalah bahan padat yang terdapat dalam filtrate yang diperoleh setelah penghilangan bahan padat tersuspensi. Bahan ini mewakili garam-garam dalam larutan, termasuk garam-garam mineral dari penyediaan air. Bahan padat terlarut penting terutama apabila limbah cair akan digunakan kembali setelah pengolahan.

3. BOD

BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan untuk mencacah-mendegradasi-atau mengoksidasi limbah organik yang terdapat di air lingkungan(Sunu, 2001).

4. COD

COD menggambarkan jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organic secara kimiawi, baik yang dapat didekomposisi secara biologis maupun yang sukar didekomposisis secara biologis. Oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan untuk megoksidasi air sampel(Soemirat,2007).

5. DO

DO adalah banyaknya oksigen yang terkandung di dalam air dan diukur dalam satuan milligram per liter. Oksigen terlarut digunakan sebagai tanda serajat pengotoran limbah yang ada. Semakin besar oksigen terlarut, maka menunjukkan derajat pengotoran yang relative kecil. Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di dalam air, kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya (Sumantri, 2010).

6. Ph

pH limbah cair adalah ukuran keasaman atau kebasaan limbah cair. pH menunjukkan perlu tidaknya penggolahan pendahuluan untuk mencegah

terjadinya gangguan pada proses pengolahan air limbah cair secara konvensional.

7. Kebutuhan klor

Pendesinfeksian terhadap efluen limbah cair yang diolah diperlukan angka kebutuhan klor yang merupakan parameter kualitas yang penting. Angka tersebut merupakan fungsi dari kekuatan limbah. Semakin tinggi derajat pengolahan, semakin kecil angka kebutuhan klor dari efluen (Suparmin,2002).

3.2.3.3 Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit

Tujuan utama pengolahan limbah cair secara konvensional adalah mengurangi kandungan BOD, SS dan organisme patogen. Selain itu pengolahan limbah cair dibutuhkan untuk menghilangkan kandungan nutrient, bahan kimia beracun, senyawa yang tidak dapat diuraikan secara biologis dan padatan terlarut.

Proses pengolahan limbah cair umumnya dibagi menjadi empat kelompok, yaitu:

a. Pengolahan Pendahuluan

Kegunaan utama pengolahan pendahuluan antara lain untuk melindungi unit-unit pengolahan dari kegagalan operasi, serta mengurangi inefisiensi yang mungkin terjadi akibat proses awal yang salah.

1. Penyaringan

Proses penyaringan dibagi dalam saringan kasar dan saringan halus. Saringan halus terbuat dari kawat kasa, plat berlubang, bahan lain dengan lebar bukaan 5 m atau kurang. Saringan kasar terdiri dari batang berpenampang persegi atau bulat yang dipasang berjajar pada penampang aliran.

2. Penghilangan partikel padat

Partikel padat dalam limbah cair terdiri dari partikel pasir kasar, partikel kasar padat yang mengendap dari limbah ketika kecepatan aliran menurun. Unit ini berfungsi sebagai pengendapan partikel padat yang terkandung dalam air buangan untuk mencegah kerusakan peralatan mekanik, penyumbatan pada pipa atau saluran akibat adanya deposit partikel padat. Unit yang biasanya dipakai adalah penangkap partikel padat (grit chamber) yang direncanakan untuk menghilangkan partikel-pertikel padat (diameter 0,2 mm dengan gravitasi spesifik).

3. Pencacah

Fungsi pencacah yaitu sebagai penyaring dan pemotong secara otomatis padatan yang terkandung agar ukurannya menjadi lebih kecil tanpa penyisihan bahan padat itu dari aliranpencacahan terdiri dari drum cast iron atau bahan lain yang berlubang-lubang, berotasi pada sumbu vertical dengan motor penggerak dan reduction gearbox diatasnya. Drum tersebut mirip saringan dengan lubang horizontal 6-8 mm.

Padatan terbawa aliran masuk ke dalam drum, padatan yang berukuran lebih besar dari lubang terbawa putaran drum dan dipotong oleh gigi-gigi pemotong yang dipasang pada plat pemotong permanen dengan posisi vertical di bagian luar drum. Aliran yang masuk ke dalam drum tersebut kemudian turun mealui sifon menuju saluran unit berikutnya. Pemasangan pencacah bisa dilakukan sebelum dan sesudah penghilang partikel padat.

4. Parshall Flume

Fungsi parshal flume adalah sebagai pengontrol kecepatan aliran air dalam grit chamber agar terjadi kecepatan tetap sehingga terjadi pengendapan partikel padat dengan kadar organic terbatas sebagai pengukuran debit aliran.

b. Pengolahan Tahap Pertama 1. Tangki sedimentasi

Pengolahan tahap pertama bertujuan untuk mengendapkan partikel yang terdapat dalam efluen pengolahan pendahuluan, sehingga pengolahan tahap pertama sering disebut proses sedimentasi. Pada proses ini limbah cair mengalir dalam tangki ataupun ke bak pengendap dengan kecepatan aliran sekitar 0,9 cm/detik sehingga padatan akan mengendap di dasar tangki secara gravitasi. Akibatnya limbah cair menjadi lebih jernih.

2. Tangki imhoff (Imhoff Tank)

Tangki imhoff berupa struktur bangunan yang terdiri atas dua ruang. Struktur bangunan tersebut mempunyai dua fungsi, yaitu pencernaan dan pengendapan.

Tangki Imhoff terdiri dari ruangan atas yang berfungsi untuk sedimentasi dan bersekat sehingga memungkinkan endapan lumpur mengalir masuk ke ruang pencernaan lumpur di bagian bawah. Tangki Imhoff dirancang untuk menghilangkan kandungan padatan yang dapat mengendap konsentrasi tinggi.

c. Pengolahan Tahap Kedua

Pengolahan tahap kedua disebut juga pengolahan secara biologis karena pada tahap ini memanfaatkan mikroorganisme untuk menguraikan limbah cair dalam betnuk bahan organik terlarut menjadi produk yang lebih sederhana dan

partikel flokulen yang dapat mengendap. Produk yang dihasilkan disebut lumpur aktif.

Proses pengolahan ini merupakan tahapan penting dalam rangkaian proses pengolahan limbah cair. Hal ini disebabkan pada tahap inilah terjadi reduksi zat organic yang sesungguhnya. Efluen dari tahap ini seharusnya dibuang ke badan air penerima sesuai dengan kelas badan air tersebut. Jika efluen dari pengolahan tahap kedua akan dimanfaatkan kembali atau badan air penerima menuntut perayaratan yang ketat, maka diperlukan pengolahan tahap ketiga. Selain itu pada pengolahan tahap kedua proses desinfeksi diperlukan jika kandungan mikroorganisme dala efluen tidak memenuhi standar. Agar diperoleh hasil yang memuaskan proses pengolahan secara biologis perlu diperhatikan beberapa faktor, seperti konsentrasi mikroorganisme yang tinggi dalam reactor, kontak yang cukup antara influen dengan mikroorganisme, kondisi lingkungan yang sesuai bagi mikroorganisme saat reaksi berlangsung dan pemisahan mikroorganisme dari efluen mudah dilakukan.

d. Pengolahan Tahap Ketiga

Pengolahan tahap ketiga disebut juga pengolahan lajutan. Proses ini disebut pengolahan tahap ketiga karena mengolah efluen dari pengolahan tahap kedua. Apabila proses ini mengacu pada metode dan peroses pengolahan kontaminan tertentu yang tidak tertangani pada tahap pengolahan konvensional sebelumnya, maka proses ini disebut pengolahan lanjutan.

e. Pengolahan Lumpur

Lumpur adalah hasil samping dari pengolahan limbah cair. lumpur pada pengolahan limbah cair dibedakan berdasarkan sumber, karateristik dan jumlah yang dihasilkan. Komposisi kandungan lumpur yang dihasilkan perlu diketahui untuk menentukan jenis pengolahannya. Komposisi lumpur meliputi kandungan zat padat, lemak dan minyak, nitrogen, fosfat, besi, silika, pH, kebasaan, asam organik, dan kandungan energy. Apabila lumpur diolah secara anaerobic, diperlukan data parameter pH, kebasaan, dan asam organik. Apabila dilakukan pengolahan dengan pembakaran atau land treatment, diperlukan data kandungan logam berat, pestisida dan hidrokarbon (Soeparman, 2002).

Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2002 dalam Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia ada beberapa cara pengolahan limbah rumah sakit.

a. Waste Stabilizationn Pond System ( kolam stabilisai air limbah)

Sistem pengolahan air limbah ini memerlukan lahan yang sukup luas, maka sistem ini dianjurkan untuk rumah sakit di pedalaman atau di luar kota yang biasanya masih tersedia lahan yang cukup luas.

Sistem ini hanya terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana, yaitu:

1) Pump sump (pompa air kontrol)

2) Stabilization pond ( kolam stabilisasi) biasanya 2 buah 3) Bak klorinasi

4) Control room (ruang untuk kontrol) 5) Inlet

6) Interconnection antar 2 kolam stabilisasi

7) Outlet dari kolam stabilisasi menuju ke system klorinasi

Gambar 1. Waste Stabilization Pond System

Dari gambar di atas dapat kita lihat bahwa limbah yang belum diolah akan masuk ke dalam kolam fakultatif, dari kolam fakultatif akan dialirkan ke dalam kolam bertekanan tinggi, dari kolam ini limbah akan dialirkan ke dalam limbah pematangan sebelum dialirkan ke badan penerima.

b. Waste Oxidation Ditch Treatment System (kolam stabilisasi air limbah) System kolam oksidai ini telah dipilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit yang terletak di tengah-tengah kota, karena tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi sendiri dibuat bulat atau elip dari air limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama kontak dengan oksigen dari udara.

Kemudian air limbah dialirkan ke dalam sedimentation tank untuk mengendapkan benda-benda padat dan lumpur lainnya. Selanjutnya air yang sudah nampak jernih dialirkan ke bak klorinasi sebelum dibuang ke dalam sungai

Kolam fakultatif

Kolam bertekanan tinggi

Kolam

alga Kolam pematanagn n

keluaran Limbah

mentah

atau badan air lainnya. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge Drying Bed.

Sistem oxidation Ditch ini terdiri dari komponen-komponen berikut:

1) Pump sump (pompa air kotor)

2) Oxidation Ditch (kolam oksidasi) biasanya cukup satu buah 3) Sedimentation Tank ( bak pengendapan)

4) Chlorination Tank (bak klorinasi)

5) Sludge Drying Bed (tempat mengeringkan lumpur biasanyya 1-2 petak) 6) Control Romm (ruang kontrol)

Gambar 2. Waste Oxidation Ditch Treatment System

Dari gambar diatas dapat kita lihat bahwa limbah masuk ke dalam parit oksidasi dimana disini limbah cair akan berputar dengan bantuan baling-baling yang ada di tengah-tengah parit. Dari parit limbah akan berkumpul di bendungan sebelum masuk ke dalam klarifiers, di dalam klarifiers akan dimasukkan lumpur aktif. Air limbah dari bak clarifier yang sudah lebih jernih dialirkan ke bak effluent. Sebelum masuk ke effluent tank, air limbah diberikan khlorin untuk mengendalikan jumlah populasi bakteri pada ambang yang tidak membahayakan.

Parit oksidasi

keluaran

Baling-baling bendunga

n

Limbah masuk

Lumpur aktif

Sebagai mata rantai terakhir, air limbah ditampung di dalam effluent tank yang pada akhirnya akan dibuang ke parit dan bermuara ke sungai (Djadja, I.M., 2006).

c. Anaerobik Filter Treatment System

Sistem pengolahan air limbah melalui pembusukan anaerobik melalui suatu filter/saringan, dimana air limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pre-treatment dengan septic tank (Inhoff Tank)

Dari proses Anaerobic Filter treatment biasanya akan menghasilkan effluent yang mengandung zat-zat asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan chlor lebih banyak untuk proses oxidasinya, oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak klorinasi ditampung dulu kepada bak/kolam stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut diatas, sehingga akan menurunkan jumlah chlorine yang dibutuhkan pada proses klorinasi nanti.

Sistem anaerobik Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai berikut:

1) Pump sump (pompa air kotor) 2) Septic Tank (Inhoff Tank) 3) Anaerobic Filter

4) Stabilization Tank (Bak Stabilisasi) 5) Chlorination Tank (bak klorinasi)

6) Sludge Drying Bed (tempat mengeringkan lumpur biasanyya 1-2 petak) 7) Control Romm (ruang kontrol)

Gambar 3. Anaerobik Filter Treatment System

Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari besar kecilnya rumah sakit atau jumlah tempat tidur, maka konstruksi Anaerobic Filter Treatment System dapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut, misalnya:

1) Volume septic tank 2) Jumlah anaerobic filter 3) Volume stabilization tank 4) Jumlah chlorination tank 5) Jumlah sludge drying bed

6) Perkiraan luas lahan yang diperlukan.

Dalam penelitian Arfan (2013), untuk mengolah parameter-parameter air limbah, unit-unit pengolahan yang diterapkan dirumah sakit terdiri dari unit pengolahan pendahuluan, unit pengolahan primer, dan unit pengolahan sekunder.

Pada pengolahan primer dilakukan operasi fisik yang bertujuan untuk menyisihkan padatan yang terapung maupun terlarut di dalam air limbah untuk memasuki tahapan pengolahan selanjutnya, yaitu pengolahan sekunder. Dalam

Air

pengolahan sekunder digunakan proses biologi atau kimia untuk menyisihkan sebagian besar kandungan organic dalam air limbah. Unit-unit pengolahannya adalah sebagai berikut:

a. Unit pengolahan pendahuluan : fine screen, tangki ekualisasi.

b. Unit pengolahan tingkat pertama : dissolved air flotation (DAF)

c. Unit pengolahan tingkat kedua : upflow anaerobic sludge blanket (UASB), sequencing batch activated sludge.

Metode pengolahan tersebut menggunakan proses aerobic dan anaerobic.

Metode pengolahan ini akan menghasilkan effluent yang sesuai dengan baku mutu limbah cair bagi kegiatan rumah sakit.

2.3 Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

Kesehatan lingkungan adalah upaya perlindungan, pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang diarahkan menuju keseimbangan ekologi pada tingkat kesejahteraan manusia yang semakin meningkat (Arifin, 2009).

Kesehatan lingkungan rumah sakit adalah upaya penyehatan dan pengawasan lingkungan rumah sakit yang mungkin berisiko menimbulkan penyakit dan atau gangguan kesehatan bagi masyarakat sehingga terciptanya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Upaya kesehatan lingkungan rumah sakit/puskesmas meliputi kegiatan-kegiatan yang kompleks sehingga memerlukan penanganan secara lintas program dan lintas sektor serta berdimensi multi disiplin, untuk itu diperlukan tenaga dan prasarana yang memadai dalam pengawasan kesehatan lingkungan rumah sakit/puskesmas (Depkes RI, 2004).

2.3.1 Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

Rumah sakit sebagai sarana umum wajib memelihara dan meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan persyaratan Kepmenkes RI No. 1204 tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Adapun persyaratan kesehatan lingkungan Rumah Sakit Berdasarkan Kepmenkes RI/No 1204/MENKES/SK/X/2004 yang dikutip Sabarguna (2011), adalah :

a. Penyehatan ruang dan bangunan dan halaman rumah sakit

Adalah upaya penyehatan yang dilakukan pada semua ruang/unit dan halamam yang ada di dalam batas pagar rumah sakit.

b. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan minuman

Upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kesehatan individu dan lingkungan.

c. Penyehatan air

Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dapat langsung diminum. Sumber penyediaan air minum dan untuk keperuan rumah sakit berasal dari Perusahaan Air Minum, air yang didistribusikan melalui tingkat air, air kemasan dan harus memenuhi persyaratan kualitas air minum. Persyaratan air minum di rumah sakit adalah sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 907/Menkes/SK/VII/2002 Tentang Syarat-syarat dan pengaawasan Kualitas Air Minum.

d. Pengelolaan limbah

Adalah upaya yang dilakukan untuk mengelolah semua limbah yang ada di rumah sakit.

e. Pengelolaan tempat pencucian linen (laundry)

Laundry rumah sakit adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan sarana penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan desinfektan, mesin uap, pengering, meja dan meja setrika. Persyaratan laundry rumah sakit adalah suhu air panas untuk pencucian 70ᵒC dalam waktu 25 menit atau 95 ᵒC dalam waktu 10 menit.

f. Pengendalian serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya

Adalah upaya untuk mengurangi populasi serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya sehingga tidak menjadi vektor penularan penyakit.

Persyaratannya adalah kepadatan jentik aedes sp yang diamati melalui indeks container harus 0, tidak ditemukan lubang tanpa kawat kasa, semua ruangan di rumah sakit harus bebas dari kecoa, tidak ditemukannya tanda-tanda keberadaan tikus, tidak ditemukannya lalat di dalam ruangan yang tertutup, di lingkungan rumah sakit harus bebas kucing dan anjing.

Menurut Depkes RI tahun 2004, program sanitasi di rumah sakit terdiri dari penyehatan bangunan dan ruangan, penyehatan air, penyehatan tempat pencucian umum termasuk tempat pencucian linen, pengendalian serangga dan tikus, sterilisasi/desinfeksi, perlindungan radiasi, penyuluhan kesehatan lingkungan, pengendalian infeksi nosokomial, dan pengelolaan sampah/limbah.

Untuk mengoptimalkan penyehatan lingkungan Rumah Sakit dari pencemaran limbah yang dihasilkan, baik limbah padat maupun cair maka Rumah Sakit harus mempunyai fasilitas sendiri yang ditetapkan oleh KepMenkes RI No.

1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit yaitu :

1. Fasilitas Pengelolaan Limbah Padat

Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber, mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun, melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi, setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui pertifikasi dari pihak yang berwenang. Limbah padat sebelum diolah harus dilakukan pemilahan, limbah yang digunakan kembali harus dipisahkan dari limbah yang tidak dimanfaatkan kembali dan juga haru melalui proses sterilisasi.

2. Fasilitas Pengolahan Limbah Cair

Limbah cair harus dikumpulkan dalam container yang sesuai dengan karateristik bahan kimia dan radioogi, volume, dan prosedur penanganan dan penyimpanannya. Rumah sakit harus mempunyai instalasi pengolahan limbah cair sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan bangunan disekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis, apabila belum ada atau tidak bekerja system pengolahan air limbah perkotaan.

2.4 Dampak Limbah Terhadap Kesehatan Dan Lingkungan

Limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit pasti memiliki dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan. Apabila limbah rumah sakit tidak dikelola dengan baik dan benar bisa mengakibatkan penyakit atau cedera. Sisa buangan limbah jika dibuang langsung ke lingkunagan akan mencemari lingkungan dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Sifat bahaya dari limbah rumah sakit tersebut mungkin muncul akibat satu atau beberapa karateristik berikut:

a. Limbah mengandung agen infeksius b. Limbah bersifat genetoksik

c. Limbah mengandung zat kimia atau obat-obatan berbahaya atau beracun.

d. Limbah mengandung benda tajam.

Kelompok utama yang beresiko terkena dampak limbah ini adalah:

a. Dokter, perawat, pegawai layanan kesehatan dan tenaga bagian pemeliharaan rumah sakit.

b. Pasien yang menjalani perawatan di instansi layanan kesehatan atau di rumah.

c. Penjenguk pasien rawat inap.

d. Tenaga bagian layanan pendukung yang bekerja sama dengan instansi layanan kesehatan, mislanya bagian binatu, pengelolaan limbah dan bagian transportasi.

e. Pegawai pada fasilitas pembuangan limbah (misalnya di tempat penampungan sampah akhir atau insenerator) termasuk pemulung.

2.4.1 Bahaya Akibat Limbah Infeksius dan Benda Tajam

Limbah infeksius dapat mengandung berbagai macam mikroorganisme patogen. Patogen tersebut dapat memasuki tubuh manusia melalui beberapa jalur:

a. Akibat tusukan, lecet, atau luka di kulit.

b. Melalui membrane mukosa.

c. Melalui pernapasan.

d. Melalui ingesti.

Contoh infeksi yang mungkin disebabkan oeh pajanan terhadap limbah layanan kesehatan adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh organism Mycrobacterium tuberculodid, virus campak, Streptococcus pneumonia dimana media penularannya adalah melalui secret yang terhirup dan air liur.

Di fasilitas kesehatan, keberadaan bakteri yang resisten terhadap antibiotik dan desinfektan kimia juga dapat memperbesar bahaya yang muncul akibat limbah layanan kesehatan yang buruk pengelolaannya. yang terkontaminasi darah manusia. Benda tajam tidak hanya dapat menyebabkan luka gores maupun luka tusukan tetapi juga dapat menginfeksi luka jika terkontaminasi patogen. Penyakit yang ditimbulkan oleh limbah infeksius dan benda tajam umumnya terjadi melalui cedera dan jarum suntik. Jarum suntik merupakan bagian yang penting dalam limbah benda tajam dan berbahaya karena sering terkontaminasi darah pasien (Pruss.A, 2005).

2.4.2 Bahaya Limbah Kimia dan Farmasi

Banyak zat kimia dan bahan farmasi berbahya digunakan dalam layanan kesehatan. Oleh sebab itu di dalam limbah terkandung bahan kimia yang

berbahaya dan dapat menyebabkan intoksikasi atau keracunan, baik akibat pajanan secara akut maupun secara kronis dan cedera, termasuk luka bakar.

Intoksikasi dapat terjadi akibat diabsorbsinya zat kimia atau bahan farmasi melalui kulit atau membran mukosa, atau melalui pernapasan atau pencernaan.

Residu zat kimia yang dibuang ke dalam saluran air kotor dapat menimbulkan efek merugikan pada pengoperasian pabrik pengelolaan limbah biologis dan efek toksik pada ekosistem lingkungan yang menampung air tersebut. Masalah yang sama juga dapat disebabkan oleh residu bahan farmasi yang mungkin mengandung antibiotic serta obat lainnya, logam berat seperti merkuri, fenol dan turunannya serta desinfektan dan antiseptik(Pruss.A, 2005).

2.4.3 Bahaya Limbah Genotoksik

Derajat keseriusan bahaya bagi pekerja layanan kesehatan yang bertugas dalam pengelolaan atau pembuanagan limbah genotksik bergantung pada toksisitas gabungan setiap zat itu sendiri dan intensitas serta durasi pajanan pada limbah tersebut. Pajanan terhadap zat genotoksik di lingkungan layanan kesehatan juga dapat terjadi semasa persiapan atau selama terapi yang menggunakan obat atau zat tertentu. Jalur pajanan utama adalah dengan menghirup debu atau aerosol, absorpsi melalui kulit, tanpa sengaja menelan makanna yang terkontaminasi obat-obatan sitotoksik, zat kimia, atau limbah dan kebiasaan buruk saat makan. Pajanan juga dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan secret tubuh pasien yan

Derajat keseriusan bahaya bagi pekerja layanan kesehatan yang bertugas dalam pengelolaan atau pembuanagan limbah genotksik bergantung pada toksisitas gabungan setiap zat itu sendiri dan intensitas serta durasi pajanan pada limbah tersebut. Pajanan terhadap zat genotoksik di lingkungan layanan kesehatan juga dapat terjadi semasa persiapan atau selama terapi yang menggunakan obat atau zat tertentu. Jalur pajanan utama adalah dengan menghirup debu atau aerosol, absorpsi melalui kulit, tanpa sengaja menelan makanna yang terkontaminasi obat-obatan sitotoksik, zat kimia, atau limbah dan kebiasaan buruk saat makan. Pajanan juga dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan secret tubuh pasien yan