• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS PADAT DAN CAIR SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN

DENGAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS PADAT DAN CAIR DI RUMAH SAKIT

UMUM KABANJAHE KABUPATEN KARO TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH

PUTRI YANI BR SITEPU NIM : 111000279

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

(2)

SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS PADAT DAN CAIR SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN

DENGAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS PADAT DAN CAIR DI RUMAH SAKIT

UMUM KABANJAHE KABUPATEN KARO TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

PUTRI YANI BR SITEPU NIM : 111000279

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)
(4)

ABSTRAK

Rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, menghasilkan limbah padat dan limbah cair yang dapat mengganggu kesehatan dan menimbulkan kerugian bagi lingkungan jika tidak ditangani dengan baik.

Untuk itu perlu menganalisis bagaimana proses pengelolaan limbah medis padat dan cair serta faktor-faktor yang mendukung terlaksananya pengelolaan limbah medis padat dan cair di rumah sakit.

Jenis penelitian ini survey yang bersifat deskriptif yaitu untuk menganalisis sistem pengelolaan limbah medis padat dan cair serta untuk mengetahui faktor-faktor yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan limbah medis padat dan cair di RSU Kabanjahe tahun 2015. Objek penelitian adalah unit pengelolaan limbah medis padat dan cair. Data diperoleh dengan cara wawancara dan observasi yang berpedoman pada Kepmenkes RI No.1204 tahun 2004 dan dianalisis secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan limbah medis padat dan cair masih belum memenuhi syarat. Pada pengelolaan limbah medis padat, tahap pemilahan antara limbah medis dan non medis, pengumpulan yang menggunakan gerobak dorong sebagian terbuka, pemusnahan di incinerator dan pembuangan akhir belum memenuhi syarat. Tenaga pengolah limbah belum terlatih karena pihak rumah sakit tidak pernah memberikan pelatihan, sarana dan prasarana masih belum memenuhi syarat. Pada pengelolaan limbah cair didapati masalah proses pengelolaan belum optimal, juga tidak dilakukan proses pemeriksaan kualitas effluent air limbah.

Kesimpulan penelitian ini adalah pengelolaan limbah medis padat dan cair di RSU Kabanjahe tidak memenuhi syarat, sarana penampung limbah medis padat tidak dilengkapi oleh kantong plastik dan warna wadah tidak sesuai dengan jenis limbahnya. Sarana pengangkutan yang digunakan adalah gerobak dorong yang terbuka. Limbah medis cair diolah di IPAL dengan sistem Up Flow Filter dengan prinsip kerjanya berdasarkan lumpur aktif, tetapi tidak dilakukan pemeriksaan kualitas effluent sebelum dibuang ke lingkungan. Sarana dan prasarana masih ada yang tidak memenuhi syarat sehingga perlu pembenahan, serta penerapan pedoman yang sesuai dengan peraturan pemerintah yang ada.

Kata kunci : pengelolaan limbah medis, padat, cair dan rumah sakit

(5)

ABSTRACT

In providing the health service for the community, hospital result solid and liquid waste that can harm the health and environment if it is not handle properly.

That’s why we need to analyze the process of solid and liquid medical waste management and the factors that support the implementation ofsolid and liquid medical waste management in hospital.

The type of this research is descriptive survey that analyze the system of solid and liquid medical waste management as and to determine the factors that affect the implementation of solid and liquid medical waste management in Rumah Sakit Umum Kabanjahe on 2015. The object of this research is the management unit of solid and liquid medical waste. The data were obtained by interview and observation based on Kepmenkes RI No. 1204 on 2004 and analyzed descriptively.

The result showed that the management of solid and liquid medical waste is still not in accordance. In management of solid medical waste, the stage of sorting between medical and non medical waste, collection use the whellbarow open, destruction in incenarator and final disposal are not yet qualified. The personel of waste processing is still not untrained because the hospital never gave training , facilities and infrastructure are still noteligible also. In management of liquid medical waste, the process of management are still not optimal, and there is not any inspection process for the effluent quality of liquid medical waste.

The conclusion of this research is the medical management of solid and liquid waste in RSU Kabanjahe are not eligble. The tool of receiving station are not equipped with solid medical waste plastic bags and the colour of container is not appropriate with the kind of waste. Means of transport used is the whellbarow open. The liquid medical waste treated in the IPAL with stream flow filter system with it’s working principle is based on active sludge but not examined the quality of effluent before being discharged into the environment. Facilities and infrastructure are still not fulfill the criteria so it need more repairing, and the implementation of the guidelines which accordance with the goverment regulations.

Key word : management of medical waste, solid, liquid and hospital

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Putri Yani br Sitepu Tempat/Tanggal Lahir : Kabanjahe 4 April 1994 Suku Bangsa : Batak Karo

Agama : Kristen Protestan Anak Ke : 2 dari 3 Bersaudara Status Perkawinan : Belum Menikah Nama Ayah : Bebas Sitepu Suku Bangsa Ayah : Batak Karo

Nama Ibu : C br Sembiring (+) Suku Bangsa Ibu : Batak Karo

Alamat Rumah : Desa Ujung Teran Kecamatan Merdeka Kab. Karo

Pendidikan Formal

1. SD : SD Negeri No 045955 Ujung Teran-Deram Tahun 1999-2005 2. SMP : SMP Methodist Berastagi Tahun 2005-2008

3. SMA : SMA Negeri 1 Berastagi Tahun 2008-2011

4. Akademi : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Tahun 2011-2015

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Yesus Kristus atas kasih dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sistem Pengelolaan Limbha Medis Padat dan Cair Serta Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Pelaksanaan Pengelolaan Limbah Medis Padat dan Cair di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2015” guna memenuhi salah satu syarat untuk memeperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Selama penyelesaian skripsi mulai dari awal hingga akhir selesainya skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

2. Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing I skripsi sekaligus Ketua Penguji, yang telah banyak meluangkan waktu, tulus dan sabar memberian saran, bimbingan serta arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. dr. Surya Dharma, MPH, selaku Dosen Pembimbing II skripsi sekaligus Penguji I yang telah banyak meluangkan waktu, tulus dan sabar

(8)

memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

5. Ir. Indra Chahaya S, MSi, selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan banyak arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

6. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS, selaku Dosen Penguji III yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

7. Eka Lestari Mahyuni, SKM, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang memberikan dukungan dan saran-saran serta membimbing selama penulis megikuti pendidikan.

8. Seluruh Dosen dan Staf di FKM USU yang telah memberikan bekal dan ilmu selama megikuti pendidikan.

9. Rumah Sakit Umum Kabanjahe yang telah memberikan izin kepada penulis untuk meneliti dan meluangkan waktu untuk membantu dalam pengerjaan skripsi ini.

10. Teristimewa untuk orangtuaku, Bapak tersayang ( Bebas Sitepu) dan mendiang Ibu tercinta ( C br Sembiring) yang selalu mendoakan, memberikan kasih sayang dan dukungan kepada penulis.

11. Kakak ( Pinta Ulina br Sitepu, Amd) dan abang ipar ( Pilip Ginting, SKM) serta adik ( Beri Prima Sitepu) dan sepupu (Tesalonika br Sitepu, Dika Ariska br Sitepu), atas dukungannya dan doa sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

(9)

12. KK Ekklesia ( Kak Erika, Kak Fransisca, Sri Dewi, Putri Sihol, Agustina , Renta dan Nova) yang selalu mendoakan dan mendukung selama ini.

13. Sahabatku ( Tetty Petty, Agustina, Renta, Delima, Martha Helen dan Sri Dewi ) serta teman-teman seperjuangan di FKM dan teman-teman Peminatan Kesehatan Lingkungan Angkatan 2011 yang tidak dapat disebut satu persatu yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama ini.

14. Teman-teman PBL ( Deli, Sheyna, Kak Santi, Kak Yanti, Kak Nella, Kak Wani, Widnaz, Irene, Martha, Anggun, Joen, Daniel dan Pak Iful) dan LKP ( Mitra, Elisnawati, Elisabet dan Renta) yang selalu mendoakan dan mendukung selama ini.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu pebulis mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Agustus 2015

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK... ii

ABSTACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Rumah Sakit ... 7

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit ... 7

2.1.2 Misi Rumah Sakit ... 7

2.1.3 Karateristik Rumah Sakit ... 8

2.1.4 Fungsi Rumah Sakit ... 8

2.2 Limbah Rumah Sakit ... 9

2.2.1 Limbah Medis Padat ... 9

2.2.1.1 Sumber Limbah Medis Padat ... 10

2.2.1.2 Pengelolaan Limbah Padat RS ... 12

2.2.2 Limbah Padat Non Medis ... 19

2.2.3 Limbah Medis Cair ... 20

2.2.3.1 Sumber Limbah Cair Rumah Sakit ... 20

2.2.3.2 Parameter Limbah Cair Rumah Sakit ... 21

2.2.3.3 Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit ... 23

2.3 Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit ... 32

2.3.1 Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan RS ... 33

2.4 Dampak Limbah Terhadap Kesehatan ... 36

2.4.1 Bahaya Akibat Limbah Infeksius dan Benda Tajam ... 37

2.4.2 Bahaya Limbah Kimia dan Farmasi ... 37

2.4.3 Bahaya Limbah Genotoksik ... 38

2.4.4 Bahaya Limbah Radioaktif ... 39

2.5 Audit Lingkungan Rumah Sakit ... 39

2.5.1 Ruang Lingkup Audit Lingkungan Rumah Sakit ... 40

2.5.1.1 Kebijakan Rumah Sakit ... 40

2.5.1.2 Sumber Daya Manusia ... 40

2.5.1.3 Money (Uang) ... 47

(11)

2.5.1.4 Sarana dan Prasarana ... 47

2.5.1.5 Metode/Pedoman Teknis ... 48

2.6 Kerangka Konsep ... 49

BAB III METODE PENELITIAN ... 50

3.1 Jenis Penelitian ... 50

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 50

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 50

3.2.2 Waktu Penelitian ... 50

3.3 Objek dan Sampel Penelitian ... 50

3.3.1 Objek Penelitian ... 50

3.3.2 Sampel Penelitian ... 51

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 51

3.4.1 Data Primer ... 51

3.4.1.1 Pengamatan (Observasi) ... 51

3.4.1.2 Wawancara ... 51

3.4.1.3 Kuesioner ... 52

3.4.2 Data Sekunder... 52

3.5 Defenisi Operasional ... 52

3.6 Aspek Pengukuran ... 53

3.6.1 Pengelolaan Limbah Medis Padat dan Cair ... 53

3.6.2 Pengetahuan ... 54

3.6.3 Sikap ... 54

3.6.4 Tindakan ... 55

3.7 Metode Analisis Data ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 57

4.1 Gambaran Rumah Sakit Umum Kabanjahe ... 57

4.1.1 Sejarah Rumah Sakit Umum Kabanjahe ... 57

4.1.2 Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Kabanjahe ... 58

4.1.2.1 Visi ... 58

4.1.2.2 Misi ... 58

4.1.3 Ketenagaan ... 59

4.1.4 Sarana dan Prasarana ... 61

4.2 Pengelolaan Limbah Medis Padat dan Cair di RSU Kabanjahe ... 63

4.2.1 Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Pelaksanaan Pengelolaan Limbah Padat dan Cair di RSU Kabanjahe ... 63

4.2.1.1 Kebijakan Rumah Sakit ... 63

4.2.1.2 Sumber Daya Manusia ... 64

4.2.1.3 Dana ... 65

4.2.1.4 Sarana dan Prasarana ... 66

4.2.1.5 Pedoman Teknis ... 66

4.2.2 Pengelolaan Limbah Medis Padat di RSU Kabanjahe ... 67

4.2.2.1 Penampungan ... 67

4.2.2.2 Pengangkutan ... 69

4.2.2.3 Penyimpanan Sementara ... 70

4.2.2.4 Pemusnahan Limbah Padat dan Pembuangan Akhir ... 70

4.2.3 Pengelolaan Limbah Medis Cair di RSU Kabanjahe ... 71

(12)

4.2.3.1 Saluran Air Limbah ... 71

4.2.3.1 Pengolahan Air Limbah ... 72

4.3 Penilaian Pemeriksaan Pengelolaan Limbah Medis Padat dan Cair di RSU Kabanjahe ... 74

4.4 Sikap Pengetahuan dan Tindakan Petugas Pengolah Limbah Medis Padat dan Cair di RSU Kabanjahe ... 76

4.4.1 Karateristik Responden ... 76

4.4.2 Pengetahuan Petugas Limbah Medis Padat dan Cair ... 77

4.4.3 Sikap Petugas Pengolah Limbah Medis Padat dan Cair di RSU Kabanjahe ... 83

4.4.4 Tindakan Petugas Pengolah Limbah Medis Padat dan Cair di RSU Kabanjahe ... 86

BAB V PEMBAHASAN ... 90

5.1 Pengelolaan Limbah Medis Padat ... 90

5.1.1 Penampungan ... 90

5.1.2 Pengangkutan ... 91

5.1.3 Penyimpanan Sementara ... 92

5.1.4 Pemusnahan Limbah Padat dan Pembuangan Akhir ... 93

5.2 Pengelolaan Limbah Cair... 94

5.2.1 Saluran Air Limbah ... 94

5.2.2 Pengolahan Air Limbah ... 95

5.3 Prasyarat Pengelolaan Limbah Medis Padat dan Cair di RSU Kabanjahe Tahun 2015 ... 97

5.4 Faktor-Faktor Yang Berkaitan dengan Pelaksanaan Pengelolaan Limbah Medis Padat dan Cair ... 98

5.4.1 Kebijakan Rumah Sakit ... 98

5.4.2 Sumber Daya Manusia ... 99

5.4.3 Dana ... 102

5.4.4 Sarana dan Prasarana ... 102

5.4.5 Pedoman Teknis ... 103

5.5 Perilaku Petugas Pengolah Limbah Medis Padat dan Cair di RSU Kabanjahe ... 104

5.5.1 Karateristik Responden ... 104

5.5.2 Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden ... 105

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 110

6.1 Kesimpulan ... 110

6.2 Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 112 LAMPIRAN

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis Wadah dan Label Limbah Mdis Padat Sesuai Kategori ... 15 Tabel 4.1 Jenis dan Jumlah Ketenagan RSU Kabanjahe bedasarkan Pendidikan

Tahun 2014 ... 59 Tabel 4.2 Jenis Pelayanan Rawat Jalan yang Ada di RSU Kabanjahe ... 61 Tabel 4.3 Jenis Pelayanan Rawat Jaan Inap dan Jumlah Tempat Tidur yang Ada

di RSU Kabanjahe ... 61 Tabel 4.4 Jensi Instalasi Penunjang Medis/Non Medis yang Ada di RSU

Kabanjahe ... 62 Tabel 4.5 Jenis-jenis Limbah Padat di Ruangan RSU Kabanjahe ... 68 Tabel 4.6 Penilaian Skoring Pengelolaan Limbah Medis Padat dan Cair di RSU

Kabanjahe ... 73 Tabel 4.7 Distribusi Responden berdasarkan Karateristik Petugas Pengolah

Limbah Medis Padat dan Cair ... 76 Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Pengolahan

Limbah Medis Padat di RSU Kabanjahe Tahun 2015 ... 77 Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan Tentang

Pengolahan Limbah Medis Padat di RSU Kabanjahe Tahun 2015 ... 80 Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Pengolahan

Limbah Medis Cair di RSU Kabanjahe Tahun 2015 ... 80 Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan Tentang

Pengolahan Limbah Medis Cair di RSU Kabanjahe Tahun 2015 ... 82 Taabel 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Tentang Pengolahan

Limbah Medis Padat di RSU Kabanjahe Tahun 2015 ... 83 Tabel 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Tentang

Pengolahan Limbah Medis Padat di RSU Kabanjahe Tahun 2015 ... 84 Tabel 4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Tentang Pengolahan Limbah

Medis Cair di RSU Kabanjahe Tahun 2015 ... 85 Tabel 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Tentang

(14)

Tabel 4.16 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Tentang Pengolahan

Limbah Medis Padat di RSU Kabanjahe Tahun 2015 ... 87 Tabel 4.17 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Tindakan Tentang

Pengolahan Limbah Medis Padat di RSU Kabanjahe Tahun 2015 ... 88 Tabel 4.18 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Tentang Pengolahan

Limbah Medis Cair di RSU Kabanjahe Tahun 2015 ... 88 Tabel 4.19 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Tindakan Tentang

Pengolahan Limbah Medis Cair di RSU Kabanjahe Tahun 2015 ... 89

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Waste Stabilization Pond System ... 28 Gambar 2. Waste Oxidation Ditch Treatment System ... 29 Gambar 3. Anaerobik Filter Treatment System ... 31

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner untuk Limbah Medis Padat ... 115

Lampiran 2. Kuesioner untuk Limbah Medis Cair ... 121

Lampiran 3. Lembar Observasi Penelitian ... 127

Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian ... 130

Lampiran 5. Surat Penelitian... 137

(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Dalam Indonesia Sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa (Depkes RI, 2000).

Menurut Hendrik L. Blum yang dikutip oleh Kusnoputranto (2000), bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Dari keempat faktor tersebut, di negara yang sedang berkembang, faktor lingkungan dan faktor perilaku mempunyai peranan yang sangat besar disamping faktor-faktor lainnya terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Masalah lingkungan erat sekali hubungannya dengan dunia kesehatan.

Untuk mencapai kondisi masyarakat yang sehat diperlukan lingkungan yang baik pula. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan tersebut. Sarana pelayanan kesehatan merupakan tempat bertemunya kelompok masyarakat penderita penyakit, kelompok masyarakat pemberi

(18)

pelayanan, kelompok pengunjung dan kelompok lingkungan sekitar. Adanya interaksi di dalamnya memungkinkan menyebarnya penyakit bila tidak didukung dengan kondisi lingkungan yang baik dan saniter (Paramita, 2007).

Rumah sakit (RS) adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat(Depkes RI, 2009). Dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat, institusi RS secara langsung menghasilkan limbah buangan berbentuk padat, cair dan gas yang berasal dari pelayanan medis (rawat inap, rawat jalan/Poliklinik, rawat intensif, rawat darurat, haemodialisa, kamar jenazah dan bedah sentral). Dari penunjang medis (dapur pusat, laundry, laboratorium klinik, laboratorium patologi anatomi dan radiologi) dan dari perkantoran serta fasilitas sosial (perkantoran dan administrasi, asrama pegawai dan co-As, rumah dinas, dan lain-lain.

Limbah Rumah sakit adalah buangan hasil proses kegiatan dimana sebagian limbah tersebut merupakan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang mengandung mikroorganisme pathogen, infeksius dan radioaktif. Limbah tersebut sebagian dapat dimanfaatkan ulang dengan teknologi tertentu dan sebagian lainnya sudah tidak dapat dimanfaatkan kembali. Dengan demikian limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan rumah sakit (Depkes RI, 2006).

Rumah sakit dalam melaksanakan fungsinya menghasilkan/menimbulkan berbagai buangan baik itu limbah cair, maupun limbah padat. Dalam hal ini jika tidak diberi penanganan yang baik maka dapat menimbulkan berbagai gangguan

(19)

kesehatan baik kepada pasien rumah sakit maupun kepada pegawai rumah sakit yang bekerja di rumah sakit tersebut dan ini tentu saja merugikan rumah sakit itu sendiri dan lingkungan sekitarnya. Namun penanganan limbah dari sejumlah rumah sakit masih belum memenuhi standar, hampir semua rumah sakit daerah di Indonesia tidak memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) untuk mengolah limbah cair dan incinerator (tungku pembakar) untuk mengelola limbah padat dan radioaktif, termasuk juga sistem pewadahan khusus yang seharusnya dibedakan antara limbah berbahaya dengan limbah lainnya tampaknya belum dilakukan.

Jumlah limbah medis yang bersumber dari fasilitas kesehatan diperkirakan semakin lama semakin meningkat. Penyebabnya yaitu jumlah rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, maupun laboratorium medis yang terus bertambah.

Pada Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013 menyebutkan bahwa jumlah rumah sakit di Indonesia mencapai 2.228 unit yang terdiri dari 1725 unit rumah sakit umum dan 503 unit rumah sakit khusus. Fasilitas kesehatan yang lain diperkirakan jumlahnya akan terus meningkat (Kemenkes RI, 2014).

Dalam profil kesehatan Sumatera Utara, terdapat 5 Rumah Sakit di Kabupaten Karo. Rumah sakit umum merupakan satu-satunya rumah sakit Pemerintah yang ada di Kabupaten Karo. Rumah Sakit Umum Kabanjahe adalah rumah sakit negeri kelas C. Rumah sakit Umum terletak di tengah Kota Kabanjahe dan dekat dengan pemukiman penduduk. Dalam pengelolaan limbahnya telah menggunakan IPAL untuk limbah cair dan incinerator untuk limbah padat. Rumah Sakit ini memiliki IPAL dan incinerator sendiri.

(20)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yulvizar (2011), pengolahan limbah di rumah sakit menunjukkan penurunan kadar fenol, pH, BOD, COD dan TSS melalui pengolahan limbah yang menggunakan lumpur aktif. Walaupun mengalami penurunan yang nyata, tetapi kadar parameter tersebut tidak memenuhi persyaratan baku mutu yang ditetapkan.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan, Rumah Sakit Umum Kabanjahe telah melakukan pengelolaan terhadap limbah medis padat dan cair.

Limbah medis padat akan dimusnahkan di incinerator. Limbah cair diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke Sungai Dah yang ada di daerah Kabanjahe.

Walaupun sudah dilakukan pengelolaan, masih didapati beberapa masalah dalam pengelolaan limbah padat dan limbah cair.

Dalam pengelolaan limbah padat, pemisahan antara limbah medis dan limbah non medis belum dilaksanakan dengan baik. Dalam pengelolaan limbah medis cair memang sudah menggunakan metode yang baik, tetapi di rumah sakit Umum ini tidak melakukan pemeriksaan terhadap air limbah yang diolah sebelum dibuang ke sungai sebagaimana yang ditetapkan oleh KepMenKes RI NO 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang system pengelolaan limbah medis padat dan cair yang ada di Rumah Sakit Umum Kabanjahe. Juga ingin mengetahui faktor-faktor yang mendukung terlaksananya pengelolaan limbah medis padat dan cair di Rumah Sakit Umum Kabanjahe.

(21)

1.2 Rumusan Masalah

Rumah sakit sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan harus mampu menciptakan lingkungan yang sehat, salah satu caranya adalah dengan melakukan pengelolaan limbah secara baik. Selama ini di Rumah Sakit Umum Kabanjahe masih didapati limbah yang tidak dikelola dengan baik, juga penanganan limbah yang masih tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang ada. Oleh karena itu, penting kiranya dilakukan analisis pengelolaan limbah di Rumah Sakit Umum Kabanjahe untuk mengetahui bagaimanakah sistem pengelolaan limbah padat dan cair di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2015, juga faktor-faktor yang mendukung terlaksananya pengelolaan limbah medis padat dan cair di Rumah Sakit Umum Kabanjahe.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1Tujuan Umum

Untuk menganalisis proses pengelolahan limah medis padat dan cair serta untuk mengetahui faktor-faktor yang berkaitan dengan terlaksananya pengelolaan limbah medis padat dan cair di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menganalisis proses pengelolahan limbah medis padat di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo tahun 2015.

2. Menganalisis proses pengelolahan limbah medis cair di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo tahun 2015.

(22)

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan atau berkaitan dengan terlaksananya pengelolaan limbah medis padat dan cair di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo tahun 2015.

4. Untuk mengetahui skor penilaian pengelolaan limbah medis padat dan cair di RSU Kabanjahe sesuai dengan Kepemenkes RI No.1204 Tahun 2004.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pihak Rumah Sakit Umum Kabanjahe dalam proses pengolahan limbah medis cair dan padat dalam hal peningkatan proses pengelolahan limbah agar lebih baik lagi.

2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah setempat dalam rangka peningkatan proses pengelolahan limbah medis cair dan padat pada rumah sakit yang ada di Kabupaten Karo.

3. Memberikan pengalaman dan tambahan ilmu pengetahuan bagi penulis dalam waktu melaksanakan penelitian.

4. Sebagai informasi dan bahan referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya, khususnya pada bidang ilmu kesehatan lingkungan.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah sebagai sarana pelayanan keseahatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat mejadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Depkes RI, 2004).

Rumah sakit memberikan pelayanan rujukan medik spesialistik dan sub spesialistik. Fungsi utamanya adalah menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersiat penyembuhan dan pemulihan pasien (Djojodibroto,1997).

Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial. Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (Depkes RI, 2009).

2.1.2 Misi Rumah Sakit

Menurut Keputusan Menkes RI No. 983/SK/MENKES/XI/1992, Rumah Sakit umum mempunyai misi memberikan pelayanan keseahatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat keseahtan masyarakat. Misi khusus rumah sakit umum adalah aspirasi yang ditetapkan dan ingin dicapai oleh pemilik rumah sakit. Rumah sakit khusus memberikan pelayanan sesuai dengan kekhususannya, rumah sakit perusahaan mempunyai keistimewaan sesuai dengan keperluan perusahaan yang mengusahakannya.

(24)

2.1.3 Karateristik Rumah Sakit

Organisasi rumah sakit mempunyai sejumlah sifat-sifat yang secara serentak tidak dipunyai organisasi lain pada umumnya. Sifat atau karateristik itu adalah :

1. Sebagaian besar tenaga kerja rumah sakit adalah tenaga professional.

2. Wewenang kepala rumah sakit berbeda dengan wewenang pwrusahaan.

3. Tugas-tugas kelompok professional lebih banyak dibandingkan tugas kelompok manajerial.

4. Beban kerja tidak bisa diatur.

5. Jumlah pekerjaan dan sifat pekerjaan di unit kerja beragam.

6. Hampir semua kegiatan bersifat urgent.

7. Pelayanan rumah sakit sifatnya sangat individualistic. Setiap pasien harus dipandang sebagai individu yang utuh, aspek fisik, aspek mental, aspek sosiokultural, dan aspek spiritual harus mendapat perhatian penuh.

8. Tugas memberikan pelayanannya bersifat pribadi, pelayanann ini harus cepat, tepat, kesalahan tidak bisa ditolerir.

9. Pelayanan berjalan terus menerus 24 jam (Djojodibroto, 1997).

2.1.4 Fungsi Rumah Sakit

Untuk menjalankan tugas Rumah Sakit mempunyai beberapa fungsi, yaitu 1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan dengan standar

pelayanan rumah sakit.

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

(25)

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya mansia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

4. Penyelenggaraan penelitian dan pegembnagan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan keseahtan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang keseahtan (Depkes RI, 2009).

2.2 Limbah Rumah Sakit

Limbah RS adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan RS dalam bentuk padat, cair pasta (gel) maupun gas yang dapat mengandung mikroorganisme pathogen bersifat infeksius, bahan kimia beracun dan sebagian bersifat radioaktif (Depkes, 2006).

Menurut KepMenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas. Limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit ini harus ditangani dengan baik dan benar agar tidak mencemari lingkungan dan tidak membahayakan mayarakat yang ada lingkungan rumah sakit.

2.2.1 Limbah Medis Padat

Limbah medis padat adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien. Termasuk dalam kegiatan tersebut juga kegiatan medis di poliklinik, perawatan, bedah, kebidanan, otopsi, dan ruangan laboratorium. Limbah padat medis sering juga disebut sebagai sampah biologis. Sampah biologis terdiri dari :

(26)

1. Sampah medis yang dihasilkan dari ruangan poliklinik, ruang perawatn, ruang bedah, atau ruang kebidanan seperti, misalnya perban, kasa, alat injeksi, ampul, dan botol bekas obat injeksi, kateter, swab, plester, masker, dan sebagainya.

2. Sampah patologis yang dihasilkan dari ruang poliklinik, bedah, kebidanan atau ruang otopsi, misalnya plasenta, jaringan organ, anggota badan, dan sebagainya.

3. Sampah laboratorium yang dihasilkan dari pemeriksaan laboratorium diagnostic atau penelitian, misalnya sediaan media dan bangkai binatang percobaan (Chandra, 2007).

2.2.1.1 Sumber Limbah Padat Rumah Sakit

Limbah padat rumah sakit dapat digolongkan menurut jenis unit penghasilnya.

1. Kantor/administrasi menghasilkan limbah berupa kertas.

2. Unit obstetric dan ruang perawatan obstretric menghasilkan limbah berupa dressing, sponge, placenta, ampul, termasuk kapsul perak nirat, jarum syringe, masker disposable, disposable drapes, sanitary napkin, blood lancet disposable, disposable catheter disposable unit enema, disposable diaper dan underpad, sarung tangan disposable.

3. Unit emergency dan bedah termasuk ruang perawat menghasilkan limbah dressing, sponge, jaringan tubuh termasuk amputasi, ampul bekas, masker diposable, jarum dan syringe drapes, casb, sarung bedah.

(27)

4. Unit laboratorium, ruang mayat, patologi dan autopsy menghasilkan gelas terkontaminasi, termasuk pipet petridish, wadah specimen, side specimen, jaringan tubuh, organ, tulang.

5. Unit isolasi menghasilkan bahan-bahan kertas yang mengandung buangan nasal dan sputum, dressing dan bandages, masker disposable, sisa makanan, perlengkapan makan.

6. Unit perawatan menghasilkan limbah ampul, jarum disposable dan syringe kertas dan lain-lain.

7. Unit pelayanan menghasilkan limbah karton, kertas bungkus, kaleng, botol, sampah dari ruang umum dan pasien, sisa makanan, buangan.

8. Unit gizi/dapur menghasilkan limbah sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain.

9. Halaman menghasilkan limbah berupa sisa pembungkung daun ranting, debu (Depkes RI, 2002).

Limbah layanan kesehatan dari berbagai sumber memiliki komposisi yang berbeda-beda, umumnya limbah tersebut memiliki komposisi sebagai berikut:

1. Layanan kesehatan yang dikelola oleh perawat sebagian besar limbah infeksius dan banyak benda tajam.

2. Praktik dokter banyak limbah infeksius dan sedikit benda tajam.

3. Klinik dan dokter gigi sebagian besar limbah infeksius dan benda tajam, dan limbah yang mengandung logam berat berkadar tinggi.

4. Asuhan kesehatan di rumah (misalnya, dialysis, injeksi insulin) umumnya limbah infeksius dan benda tajam (Pruss.A, 2005).

(28)

2.2.1.2 Pengelolaan Limbah Padat Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan penghasil limbah klinis terbesar. Berbagai jenis limbah yang dihasilkan di rumah sakit dan unit-unit pelayanan medis membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan bagi penunggu dan terutama petugas yang menangani limbah tersebut.

Banyak sekali limbah yang dihasilkan di rumah sakit. Sebagian besar dapat membahayakan siapa saja yang kontak dengannya, karena itu perlu prosedur tertentu dalam pembuangannya. Tidak semua limbah klinis berbahaya, tetapi ada beberapa yang dapat menimbulkan ancaman pada saat penanganan, penampungan, pengangkutan dan atau pemusnahannya karena beberapa alasan seperti berikut:

a. Volume limbah yang dihasilkan melebihi kemampuan pembuangannya.

b. Beberapa diantara limbah berpotensi menimbulkan bahaya kepada yang terlibat dalam pembuangan, apabila tidak ditangani dengan baik.

c. Limbah ini juga menimbulkan pencemaran lingkungan bila mereka dibuang secara sembrono dan akhirnya membahayakan atau mengganggu kesehatan masyarakat.

Kebijaksanaan dalam pembuanagn limbah sering kali tergantung kepada keadaan lokal,ukuran, kekhususan, infrastruktur yang ada dan ketersediaan atau tidaknya insenerator.

(29)

A. Penanganan dan Penampungan 1. Pemisahan dan Pengurangan

Dalam pengembangan strategi pengelolaan limbah, alur limbah harus diindentifikasi dan dipilah-pilah. Reduksi keseluruhan volume limbah hendaknya merupakan proses yang kontinyu. Pemilahan dan reduksi volume limbah medis yang sejenis merupakan persyaratan keamanan yang penting untuk petugas pembuang sampah, petugas emergensi dan masyarakat.

Pemilahan dan reduksi volume limbah hendaknya mempertimbangkan hal-hal berikut ini:

a. Kelancaran penanganan dan penampungan limbah.

b. Pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan khusus, dengan pemisahan limbah B3 dan non B3.

c. Diusahakan sedapat mungkin menggunakan bahan kima non-B3.

d. Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah untuk mengurangi biaya, tenaga kerja dan pembuangan.

Pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada tempat penghasil adalah kunci pembunagn yang baik. Dengan limbah berada dalam kantong atau container yang sama untuk penyimpanan, pengangkutan dan pembuanagn akan mengurangi kemungkinan kesalahan petugas dan penaganannya.

2. Penampungan

Sarana penampungan untuk limbah harus memadai, diletakkan pada tempat yang pas, aman dan hygienis. Faktor-faktor tersebut perlu mendapatkan

(30)

perhatian dalam pengembangan seluruh strategi pembuangan limbah untuk rumah sakit.

Pemadatan adalah cara efisien dalam penyimpanan limbah yang bisa dibuang dengan landfill.

Terdapat berbagai kantong yang digunakan untuk pembuangan limbah di rumah sakit dengan menggunakan bermacam-macam warna. Tidak hanya standarisasi dalam mengurangi kesalahan mausia dalam pemisahan sampah karena disana sering terjadi mutasi staf dalam antar rumah sakit atau dengan instansi lain. Karena itu perlu standar secara nasional tentang kode warna dan identifikasi kantong dan kontainer limbah. Keseragaman standar kantong dan container limbah mempunyai keuntungan sebagai berikut:

a. Mengurangi biaya dan waktu pelatihan staf yang dimutasikan antar instansi/unit.

b. Meningkatkan keamanan secara umum, baik pada pekerjaan di lingkungan rumah sakit maupun pada penanganan limbah di rumah sakit.

c. Pengurangan biaya produksi kantong dan container.

Semula kode standar yang digunakan hanya untuk 3 golongan sampah yang paling berbahaya. Sampah infeksius kantong berwarna kuning dengan simbol biohazard yang telah dikenal secara internasional. Sampah sitotoksik kantong berwarna ungu dengan symbol limbah sitotoksik (berbentuk cell dalam telophase). Sampah radioaktif kantong berwarna merah dengan symbol radioaktif yang telah dikenas secara internasional.

(31)

Menurut KepMenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit adapun kode, lambang dan warna dalam pemilahan sampah adalah seperti tabel dibawah ini:

Tabel 2.1. Jenis Wadah Dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategori No. Kategori Warna

Kontainer/

Kantong Plastik

Lambang Keterangan

1. Radioaktif Merah Kantong boks

timbal dengan symbol

radioaktif 2. Sangat

Infeksius

Kuning Kantong

plastic kuat, anti bocor, atau container yang dapat disterilisasi dengan oktaf 3. Limbah

Infeksius, patologi

Kuning Kantong

plastik kuat dan anti bocor,

(32)

B. Pengangkutan Limbah

Strategi pembuangan limbah rumah sakit hendaknya memasukkan prosedur pengangkutan limbah internal dan eksternal bila memungkinkan.

Pengangkutan limbah internal biasanya berasal dari titik penampungan awal ke tempat pembungan atau incinerator di dalam dengan menggunakan kereta dorong.

Peralatan-peralatan tersebut harus jelas dan diberi label, dibersihkan secara reguler dan hanya digunakan untuk mengangkut sampah. Setiap petugas hendaknya dilengkapi dengan proteksi dengan alat proteksi dan pakaian yang bagus.

Pengangkutan sampah klinis dan yang sejenis ke tempat pembuangan di luar memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus selalu diikuti oleh semua petugas yang terlibat. Bila limbah diangkut dengan container khusus, container harus kuat dan tidak bocor.

Kendaraan yang digunakan untuk mengangkut limbah hendaknya mudah memuat dan membongkar serta mudah dibersihkan dan dilengkapi dengan alat

dan anatomi

atau container

4. Sitotoksis Ungu Container

plastik kuat dan anti bocor 5. Limbah

kimia dan farmasi

Coklat - Kantong

plastik atau container

(33)

pengumpul kebocoran. Desain kendaraan sedemikian rupa sehingga sopir dan masyarakat terlindung bila sewaktu-waktu terjadi kecelakaan. Kendaraan juga harus dipasang tanda/kode. Sopir harus dilatih untuk prosedur pekerjaan ini.

Dalam hal ini limbah harus diberi label dengan jelas dan diidentifikasi dengan menggunakan container khusus bila memungkinkan dengan cara lain.

C. Metode Pembuangan

Sebagian besar limbah medis dan yang sejenis dibuang dengan incenarator atau landfill. Metode yang digunakan tergantung pada factor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi, peraturan yang berlaku, aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat.

1. Perlakuan Sebelum Dibuang

Reklamasi dan daur ulang untuk limbah kimia berbahaya hendaknya dipertimbangkan untuk digunakan bilamana secara teknis dan ekonomis memungkinkan. Dalam beberapa hal perlu dilakukan autoclaving atau dengan desinfeksi menggunakan bahan kimia tertentu.

a. Autoclaving

Autoclaving sering digunakan untuk perlakuan limbah infeksius. Limbah dipanasi dengan uap dibawah tekanan. Dalam banyak hal sterilisasi bukanlah yang terpenting. Perlakuan dengan suhu yang tinggi pada periode singkat membunuh bakteri vegetative dan mikroorganisme lain yang membahayakan penjamah limbah. Kantong limbah plastik biasa hendaknya tidak digunakan karena tidak tahan panas dan akan meleleh selama autoclaving. Karena itu perlu digunakan kantong autoclaving.

(34)

b. Desinfeksi dengan bahan kimia

Limbah infeksius dalam jumlah kecil dapat didesinfeksi dengan bahan kimia seperti hypochlorite atau oermaganate. Cairan desinfeksi dapat diserap oleh limbah, akan menambah bobot dan karenanya menambah masalah penanganan.

2. Incenarator

Incenarator adalah istilah yang dipergunakan untuk menjelaskan semua system pembakaran, walau hanya satu yang bisa dipandang efektif. Kotak api atau incenarator domestik adalah ruang tunggal dimana biasanya pembakaran tidak terjadi secara lengkap dan suhu tidak bisa dikendalikan. Residu incenarator bisa dibuang di landfill, namun bila residu mengandung pencemaran logam berat, peraturan yang berlaku untuk pembuangan logam berat harus diikuti.

Bila Incenerator akan digunakan di rumah sakit, maka beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan adalah ukuran, desain yang disesuaikan dengan peraturan pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam komplek rumah sakit dan jalur pembuangan abu, dan sarana gedung untuk melindungi incenarator dari bahaya kebakaran. Beberapa hal yang perlu dipahami dalam menggunakan incenarator:

a. Memenuhi standar kualitas udara

Tergantung pada jenis limbah yang dibakar, emisi gas bisa berupa gas beracun seperti hydrogen klorida, nitrogen klorida dan belerang oksida. Karena itu pemeliharaan incenerator merupakan hal yang penting untuk efesiensi

(35)

pengoperasian. Hal ini akan menjamin bahwa persyaratan emisi dipenuhi sekaligus untuk jangka panjang menekan biaya pengoperasian.

b. Lokasi sarana incenarator

Lokasi incenarator di dalam rumah sakit tentu terbatas dalam halaman rumah sakit. Untuk ini disarankan lokasi sarana incenarator rumah sakit agar mempertimbahngkan segi ekonomis dan estetika. Standar emisi untuk incenarator harus mengikuti peraturan perundangan yang berlaku (Depkes RI, 2002).

2.2.2 Limbah Padat Non Medis

Limbah padat nonmedis adalah semua sampah padat diluar sampah padat medis yang dihasilkan dari berbagai kegiatan seperti berikut :

a. Kantor dan administrasi b. Unit perlengkapan c. Ruang tunggu d. Ruang inap

e. Unit gizi dan dapur

f. Halaman parker dan taman g. Unit pelayanan

Sampah yang dihasilkan dapat berupa kertas, karton, kaleng, botol, sisa-sisa makanan, sisa kemasan, kayu, logam, daun, serta ranting, dan sebagainya.

(36)

2.2.3 Limbah Medis Cair

Limbah cair RS adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan RS, yang kemungkinan mengandung mikroorganisme bahan beracun, dan radio aktif serta darah yang berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2006).

Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan rumah sakit, yang meliputi : limbah cair domestik, yakni buangan kamar dari rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif (Said, 1999).

Limbah medis cair adalah limbah cair yang mengandung zat beracun, seperti bahan-bahan kimia anorganik. Zat-zat organik yang berasal dari air bilasan ruang bedah dan otopsi apabila tidak dikelola dengan baik atau langsung dibuang ke saluran pembuangan umum akan sangat berbahaya dan dapat menimbulkan bau yang tidak sedap serta akan mencemari lingkungan sekitar (Chandra, 2007).

2.2.3.1 Sumber Limbah Cair Rumah Sakit

Limbah cair rumah sakit bisa dibagi menjadi tiga bagian yang masing- masing limbah berasal dari kegiatan atau unit-unit yang berbedadi rumah sakit.

1. Air limbah infeksius : air limbah yang berhubungan dengan tindakan medis seperti pemeriksaan mikrobiologis dari poliklinik, perawatan, penyakit menular dan lain – lain.

2. Air limbah domestik : air limbah yang tidak ada berhubungan tindakan medis yaitu berupa air limbah kamar mandi, toilet, dapur dan lain – lain.

(37)

3. Air limbah kimia : air limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, laboratorium, sterilisasi, riset dan lain – lain (Chandra, 2007).

3.2.3.2 Parameter Limbah Cair Rumah Sakit

Berbagai kualitas limbah cair yang penting untuk diketahui adalah bahan padat tersuspensi (suspended solids), bahan padat terlarut (dissolved solid), kebutuhan oksigen biokimia (biochemical oxygen demand), Kebutuhan oksigen kimiawi (chemical Oxygen Demand ), pH (power Hidrogen), oksigen terlarut (Disolved Oxygen), kebutuhan klor (Chlorine demand).

1. Bahan Padat Tersuspensi

Bahan padat tersuspensi adalah bahan yang dihilangkan pada penyaringan (filtration) melalui media standar halus dengan diameter 1 mikron. Bahan padat tarsuspensi dikelompokkan lagi dalam bahan padat yang tetap (fixed solid) dan yang menguap (volatile solids). Bahan padat yang menguap merupakan bahan yang bersifat organic yang diharapkan dapat dihilangkan melalui penguraian secara biologis (biological degredation) atau pembakaran.

Fixed solids merupakan bahan padat yang bersifat tetap.

2. Bahan Padat Terlarut

Bahan padat terlarut adalah bahan padat yang terdapat dalam filtrate yang diperoleh setelah penghilangan bahan padat tersuspensi. Bahan ini mewakili garam-garam dalam larutan, termasuk garam-garam mineral dari penyediaan air. Bahan padat terlarut penting terutama apabila limbah cair akan digunakan kembali setelah pengolahan.

(38)

3. BOD

BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan untuk mencacah-mendegradasi-atau mengoksidasi limbah organik yang terdapat di air lingkungan(Sunu, 2001).

4. COD

COD menggambarkan jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organic secara kimiawi, baik yang dapat didekomposisi secara biologis maupun yang sukar didekomposisis secara biologis. Oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan untuk megoksidasi air sampel(Soemirat,2007).

5. DO

DO adalah banyaknya oksigen yang terkandung di dalam air dan diukur dalam satuan milligram per liter. Oksigen terlarut digunakan sebagai tanda serajat pengotoran limbah yang ada. Semakin besar oksigen terlarut, maka menunjukkan derajat pengotoran yang relative kecil. Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di dalam air, kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya (Sumantri, 2010).

6. Ph

pH limbah cair adalah ukuran keasaman atau kebasaan limbah cair. pH menunjukkan perlu tidaknya penggolahan pendahuluan untuk mencegah

(39)

terjadinya gangguan pada proses pengolahan air limbah cair secara konvensional.

7. Kebutuhan klor

Pendesinfeksian terhadap efluen limbah cair yang diolah diperlukan angka kebutuhan klor yang merupakan parameter kualitas yang penting. Angka tersebut merupakan fungsi dari kekuatan limbah. Semakin tinggi derajat pengolahan, semakin kecil angka kebutuhan klor dari efluen (Suparmin,2002).

3.2.3.3 Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit

Tujuan utama pengolahan limbah cair secara konvensional adalah mengurangi kandungan BOD, SS dan organisme patogen. Selain itu pengolahan limbah cair dibutuhkan untuk menghilangkan kandungan nutrient, bahan kimia beracun, senyawa yang tidak dapat diuraikan secara biologis dan padatan terlarut.

Proses pengolahan limbah cair umumnya dibagi menjadi empat kelompok, yaitu:

a. Pengolahan Pendahuluan

Kegunaan utama pengolahan pendahuluan antara lain untuk melindungi unit-unit pengolahan dari kegagalan operasi, serta mengurangi inefisiensi yang mungkin terjadi akibat proses awal yang salah.

1. Penyaringan

Proses penyaringan dibagi dalam saringan kasar dan saringan halus. Saringan halus terbuat dari kawat kasa, plat berlubang, bahan lain dengan lebar bukaan 5 m atau kurang. Saringan kasar terdiri dari batang berpenampang persegi atau bulat yang dipasang berjajar pada penampang aliran.

(40)

2. Penghilangan partikel padat

Partikel padat dalam limbah cair terdiri dari partikel pasir kasar, partikel kasar padat yang mengendap dari limbah ketika kecepatan aliran menurun. Unit ini berfungsi sebagai pengendapan partikel padat yang terkandung dalam air buangan untuk mencegah kerusakan peralatan mekanik, penyumbatan pada pipa atau saluran akibat adanya deposit partikel padat. Unit yang biasanya dipakai adalah penangkap partikel padat (grit chamber) yang direncanakan untuk menghilangkan partikel-pertikel padat (diameter 0,2 mm dengan gravitasi spesifik).

3. Pencacah

Fungsi pencacah yaitu sebagai penyaring dan pemotong secara otomatis padatan yang terkandung agar ukurannya menjadi lebih kecil tanpa penyisihan bahan padat itu dari aliranpencacahan terdiri dari drum cast iron atau bahan lain yang berlubang-lubang, berotasi pada sumbu vertical dengan motor penggerak dan reduction gearbox diatasnya. Drum tersebut mirip saringan dengan lubang horizontal 6-8 mm.

Padatan terbawa aliran masuk ke dalam drum, padatan yang berukuran lebih besar dari lubang terbawa putaran drum dan dipotong oleh gigi-gigi pemotong yang dipasang pada plat pemotong permanen dengan posisi vertical di bagian luar drum. Aliran yang masuk ke dalam drum tersebut kemudian turun mealui sifon menuju saluran unit berikutnya. Pemasangan pencacah bisa dilakukan sebelum dan sesudah penghilang partikel padat.

(41)

4. Parshall Flume

Fungsi parshal flume adalah sebagai pengontrol kecepatan aliran air dalam grit chamber agar terjadi kecepatan tetap sehingga terjadi pengendapan partikel padat dengan kadar organic terbatas sebagai pengukuran debit aliran.

b. Pengolahan Tahap Pertama 1. Tangki sedimentasi

Pengolahan tahap pertama bertujuan untuk mengendapkan partikel yang terdapat dalam efluen pengolahan pendahuluan, sehingga pengolahan tahap pertama sering disebut proses sedimentasi. Pada proses ini limbah cair mengalir dalam tangki ataupun ke bak pengendap dengan kecepatan aliran sekitar 0,9 cm/detik sehingga padatan akan mengendap di dasar tangki secara gravitasi. Akibatnya limbah cair menjadi lebih jernih.

2. Tangki imhoff (Imhoff Tank)

Tangki imhoff berupa struktur bangunan yang terdiri atas dua ruang. Struktur bangunan tersebut mempunyai dua fungsi, yaitu pencernaan dan pengendapan.

Tangki Imhoff terdiri dari ruangan atas yang berfungsi untuk sedimentasi dan bersekat sehingga memungkinkan endapan lumpur mengalir masuk ke ruang pencernaan lumpur di bagian bawah. Tangki Imhoff dirancang untuk menghilangkan kandungan padatan yang dapat mengendap konsentrasi tinggi.

c. Pengolahan Tahap Kedua

Pengolahan tahap kedua disebut juga pengolahan secara biologis karena pada tahap ini memanfaatkan mikroorganisme untuk menguraikan limbah cair dalam betnuk bahan organik terlarut menjadi produk yang lebih sederhana dan

(42)

partikel flokulen yang dapat mengendap. Produk yang dihasilkan disebut lumpur aktif.

Proses pengolahan ini merupakan tahapan penting dalam rangkaian proses pengolahan limbah cair. Hal ini disebabkan pada tahap inilah terjadi reduksi zat organic yang sesungguhnya. Efluen dari tahap ini seharusnya dibuang ke badan air penerima sesuai dengan kelas badan air tersebut. Jika efluen dari pengolahan tahap kedua akan dimanfaatkan kembali atau badan air penerima menuntut perayaratan yang ketat, maka diperlukan pengolahan tahap ketiga. Selain itu pada pengolahan tahap kedua proses desinfeksi diperlukan jika kandungan mikroorganisme dala efluen tidak memenuhi standar. Agar diperoleh hasil yang memuaskan proses pengolahan secara biologis perlu diperhatikan beberapa faktor, seperti konsentrasi mikroorganisme yang tinggi dalam reactor, kontak yang cukup antara influen dengan mikroorganisme, kondisi lingkungan yang sesuai bagi mikroorganisme saat reaksi berlangsung dan pemisahan mikroorganisme dari efluen mudah dilakukan.

d. Pengolahan Tahap Ketiga

Pengolahan tahap ketiga disebut juga pengolahan lajutan. Proses ini disebut pengolahan tahap ketiga karena mengolah efluen dari pengolahan tahap kedua. Apabila proses ini mengacu pada metode dan peroses pengolahan kontaminan tertentu yang tidak tertangani pada tahap pengolahan konvensional sebelumnya, maka proses ini disebut pengolahan lanjutan.

(43)

e. Pengolahan Lumpur

Lumpur adalah hasil samping dari pengolahan limbah cair. lumpur pada pengolahan limbah cair dibedakan berdasarkan sumber, karateristik dan jumlah yang dihasilkan. Komposisi kandungan lumpur yang dihasilkan perlu diketahui untuk menentukan jenis pengolahannya. Komposisi lumpur meliputi kandungan zat padat, lemak dan minyak, nitrogen, fosfat, besi, silika, pH, kebasaan, asam organik, dan kandungan energy. Apabila lumpur diolah secara anaerobic, diperlukan data parameter pH, kebasaan, dan asam organik. Apabila dilakukan pengolahan dengan pembakaran atau land treatment, diperlukan data kandungan logam berat, pestisida dan hidrokarbon (Soeparman, 2002).

Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2002 dalam Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia ada beberapa cara pengolahan limbah rumah sakit.

a. Waste Stabilizationn Pond System ( kolam stabilisai air limbah)

Sistem pengolahan air limbah ini memerlukan lahan yang sukup luas, maka sistem ini dianjurkan untuk rumah sakit di pedalaman atau di luar kota yang biasanya masih tersedia lahan yang cukup luas.

Sistem ini hanya terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana, yaitu:

1) Pump sump (pompa air kontrol)

2) Stabilization pond ( kolam stabilisasi) biasanya 2 buah 3) Bak klorinasi

4) Control room (ruang untuk kontrol) 5) Inlet

6) Interconnection antar 2 kolam stabilisasi

(44)

7) Outlet dari kolam stabilisasi menuju ke system klorinasi

Gambar 1. Waste Stabilization Pond System

Dari gambar di atas dapat kita lihat bahwa limbah yang belum diolah akan masuk ke dalam kolam fakultatif, dari kolam fakultatif akan dialirkan ke dalam kolam bertekanan tinggi, dari kolam ini limbah akan dialirkan ke dalam limbah pematangan sebelum dialirkan ke badan penerima.

b. Waste Oxidation Ditch Treatment System (kolam stabilisasi air limbah) System kolam oksidai ini telah dipilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit yang terletak di tengah-tengah kota, karena tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi sendiri dibuat bulat atau elip dari air limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama kontak dengan oksigen dari udara.

Kemudian air limbah dialirkan ke dalam sedimentation tank untuk mengendapkan benda-benda padat dan lumpur lainnya. Selanjutnya air yang sudah nampak jernih dialirkan ke bak klorinasi sebelum dibuang ke dalam sungai

Kolam fakultatif

Kolam bertekanan tinggi

Kolam

alga Kolam pematanagn n

keluaran Limbah

mentah

(45)

atau badan air lainnya. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge Drying Bed.

Sistem oxidation Ditch ini terdiri dari komponen-komponen berikut:

1) Pump sump (pompa air kotor)

2) Oxidation Ditch (kolam oksidasi) biasanya cukup satu buah 3) Sedimentation Tank ( bak pengendapan)

4) Chlorination Tank (bak klorinasi)

5) Sludge Drying Bed (tempat mengeringkan lumpur biasanyya 1-2 petak) 6) Control Romm (ruang kontrol)

Gambar 2. Waste Oxidation Ditch Treatment System

Dari gambar diatas dapat kita lihat bahwa limbah masuk ke dalam parit oksidasi dimana disini limbah cair akan berputar dengan bantuan baling-baling yang ada di tengah-tengah parit. Dari parit limbah akan berkumpul di bendungan sebelum masuk ke dalam klarifiers, di dalam klarifiers akan dimasukkan lumpur aktif. Air limbah dari bak clarifier yang sudah lebih jernih dialirkan ke bak effluent. Sebelum masuk ke effluent tank, air limbah diberikan khlorin untuk mengendalikan jumlah populasi bakteri pada ambang yang tidak membahayakan.

Parit oksidasi

keluaran

Baling-baling bendunga

n

Limbah masuk

Lumpur aktif

(46)

Sebagai mata rantai terakhir, air limbah ditampung di dalam effluent tank yang pada akhirnya akan dibuang ke parit dan bermuara ke sungai (Djadja, I.M., 2006).

c. Anaerobik Filter Treatment System

Sistem pengolahan air limbah melalui pembusukan anaerobik melalui suatu filter/saringan, dimana air limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pre- treatment dengan septic tank (Inhoff Tank)

Dari proses Anaerobic Filter treatment biasanya akan menghasilkan effluent yang mengandung zat-zat asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan chlor lebih banyak untuk proses oxidasinya, oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak klorinasi ditampung dulu kepada bak/kolam stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut diatas, sehingga akan menurunkan jumlah chlorine yang dibutuhkan pada proses klorinasi nanti.

Sistem anaerobik Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai berikut:

1) Pump sump (pompa air kotor) 2) Septic Tank (Inhoff Tank) 3) Anaerobic Filter

4) Stabilization Tank (Bak Stabilisasi) 5) Chlorination Tank (bak klorinasi)

6) Sludge Drying Bed (tempat mengeringkan lumpur biasanyya 1-2 petak) 7) Control Romm (ruang kontrol)

(47)

Gambar 3. Anaerobik Filter Treatment System

Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari besar kecilnya rumah sakit atau jumlah tempat tidur, maka konstruksi Anaerobic Filter Treatment System dapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut, misalnya:

1) Volume septic tank 2) Jumlah anaerobic filter 3) Volume stabilization tank 4) Jumlah chlorination tank 5) Jumlah sludge drying bed

6) Perkiraan luas lahan yang diperlukan.

Dalam penelitian Arfan (2013), untuk mengolah parameter-parameter air limbah, unit-unit pengolahan yang diterapkan dirumah sakit terdiri dari unit pengolahan pendahuluan, unit pengolahan primer, dan unit pengolahan sekunder.

Pada pengolahan primer dilakukan operasi fisik yang bertujuan untuk menyisihkan padatan yang terapung maupun terlarut di dalam air limbah untuk memasuki tahapan pengolahan selanjutnya, yaitu pengolahan sekunder. Dalam

Air limbah baku

saringan keluara

n

Tangki penembus

Tangki membran udara Tangki aerasi

Tangki balancing

(48)

pengolahan sekunder digunakan proses biologi atau kimia untuk menyisihkan sebagian besar kandungan organic dalam air limbah. Unit-unit pengolahannya adalah sebagai berikut:

a. Unit pengolahan pendahuluan : fine screen, tangki ekualisasi.

b. Unit pengolahan tingkat pertama : dissolved air flotation (DAF)

c. Unit pengolahan tingkat kedua : upflow anaerobic sludge blanket (UASB), sequencing batch activated sludge.

Metode pengolahan tersebut menggunakan proses aerobic dan anaerobic.

Metode pengolahan ini akan menghasilkan effluent yang sesuai dengan baku mutu limbah cair bagi kegiatan rumah sakit.

2.3 Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

Kesehatan lingkungan adalah upaya perlindungan, pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang diarahkan menuju keseimbangan ekologi pada tingkat kesejahteraan manusia yang semakin meningkat (Arifin, 2009).

Kesehatan lingkungan rumah sakit adalah upaya penyehatan dan pengawasan lingkungan rumah sakit yang mungkin berisiko menimbulkan penyakit dan atau gangguan kesehatan bagi masyarakat sehingga terciptanya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Upaya kesehatan lingkungan rumah sakit/puskesmas meliputi kegiatan- kegiatan yang kompleks sehingga memerlukan penanganan secara lintas program dan lintas sektor serta berdimensi multi disiplin, untuk itu diperlukan tenaga dan prasarana yang memadai dalam pengawasan kesehatan lingkungan rumah sakit/puskesmas (Depkes RI, 2004).

(49)

2.3.1 Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

Rumah sakit sebagai sarana umum wajib memelihara dan meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan persyaratan Kepmenkes RI No. 1204 tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Adapun persyaratan kesehatan lingkungan Rumah Sakit Berdasarkan Kepmenkes RI/No 1204/MENKES/SK/X/2004 yang dikutip Sabarguna (2011), adalah :

a. Penyehatan ruang dan bangunan dan halaman rumah sakit

Adalah upaya penyehatan yang dilakukan pada semua ruang/unit dan halamam yang ada di dalam batas pagar rumah sakit.

b. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan minuman

Upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kesehatan individu dan lingkungan.

c. Penyehatan air

Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dapat langsung diminum. Sumber penyediaan air minum dan untuk keperuan rumah sakit berasal dari Perusahaan Air Minum, air yang didistribusikan melalui tingkat air, air kemasan dan harus memenuhi persyaratan kualitas air minum. Persyaratan air minum di rumah sakit adalah sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 907/Menkes/SK/VII/2002 Tentang Syarat-syarat dan pengaawasan Kualitas Air Minum.

(50)

d. Pengelolaan limbah

Adalah upaya yang dilakukan untuk mengelolah semua limbah yang ada di rumah sakit.

e. Pengelolaan tempat pencucian linen (laundry)

Laundry rumah sakit adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan sarana penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan desinfektan, mesin uap, pengering, meja dan meja setrika. Persyaratan laundry rumah sakit adalah suhu air panas untuk pencucian 70ᵒC dalam waktu 25 menit atau 95 ᵒC dalam waktu 10 menit.

f. Pengendalian serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya

Adalah upaya untuk mengurangi populasi serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya sehingga tidak menjadi vektor penularan penyakit.

Persyaratannya adalah kepadatan jentik aedes sp yang diamati melalui indeks container harus 0, tidak ditemukan lubang tanpa kawat kasa, semua ruangan di rumah sakit harus bebas dari kecoa, tidak ditemukannya tanda-tanda keberadaan tikus, tidak ditemukannya lalat di dalam ruangan yang tertutup, di lingkungan rumah sakit harus bebas kucing dan anjing.

Menurut Depkes RI tahun 2004, program sanitasi di rumah sakit terdiri dari penyehatan bangunan dan ruangan, penyehatan air, penyehatan tempat pencucian umum termasuk tempat pencucian linen, pengendalian serangga dan tikus, sterilisasi/desinfeksi, perlindungan radiasi, penyuluhan kesehatan lingkungan, pengendalian infeksi nosokomial, dan pengelolaan sampah/limbah.

(51)

Untuk mengoptimalkan penyehatan lingkungan Rumah Sakit dari pencemaran limbah yang dihasilkan, baik limbah padat maupun cair maka Rumah Sakit harus mempunyai fasilitas sendiri yang ditetapkan oleh KepMenkes RI No.

1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit yaitu :

1. Fasilitas Pengelolaan Limbah Padat

Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber, mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun, melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi, setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui pertifikasi dari pihak yang berwenang. Limbah padat sebelum diolah harus dilakukan pemilahan, limbah yang digunakan kembali harus dipisahkan dari limbah yang tidak dimanfaatkan kembali dan juga haru melalui proses sterilisasi.

2. Fasilitas Pengolahan Limbah Cair

Limbah cair harus dikumpulkan dalam container yang sesuai dengan karateristik bahan kimia dan radioogi, volume, dan prosedur penanganan dan penyimpanannya. Rumah sakit harus mempunyai instalasi pengolahan limbah cair sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan bangunan disekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis, apabila belum ada atau tidak bekerja system pengolahan air limbah perkotaan.

(52)

2.4 Dampak Limbah Terhadap Kesehatan Dan Lingkungan

Limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit pasti memiliki dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan. Apabila limbah rumah sakit tidak dikelola dengan baik dan benar bisa mengakibatkan penyakit atau cedera. Sisa buangan limbah jika dibuang langsung ke lingkunagan akan mencemari lingkungan dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Sifat bahaya dari limbah rumah sakit tersebut mungkin muncul akibat satu atau beberapa karateristik berikut:

a. Limbah mengandung agen infeksius b. Limbah bersifat genetoksik

c. Limbah mengandung zat kimia atau obat-obatan berbahaya atau beracun.

d. Limbah mengandung benda tajam.

Kelompok utama yang beresiko terkena dampak limbah ini adalah:

a. Dokter, perawat, pegawai layanan kesehatan dan tenaga bagian pemeliharaan rumah sakit.

b. Pasien yang menjalani perawatan di instansi layanan kesehatan atau di rumah.

c. Penjenguk pasien rawat inap.

d. Tenaga bagian layanan pendukung yang bekerja sama dengan instansi layanan kesehatan, mislanya bagian binatu, pengelolaan limbah dan bagian transportasi.

e. Pegawai pada fasilitas pembuangan limbah (misalnya di tempat penampungan sampah akhir atau insenerator) termasuk pemulung.

Referensi

Dokumen terkait

Menjadi Panglima Tertinggi Angkatan Tentera Malaysia dengan kuasanya dilaksanakan oleh Majlis Angkatan Tentera Mengisytiharkan darurat apabila keselamatan negara

berasal dari pesanan %o. Biaya tenaga kerja langsung didistribusikan sebagai berikut: &*'" ke Pesanan %o. 7isa o-erhead sebesar $.1!*2!2 belum bangunan dan peralatan

Mode merupakan fungsi dari properti dinamik struktur yang bersangkutan (dalam hal ini hanya massa dan kekakuan) dan bebas dari pengaruh waktu dan frekuensi getaran. Dengan

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok,

Pada ketinggian air 10 mm di bak destilator dan penambahan reflektor, jumlah air tertinggi yang dihasilkan alat destilasi konvensional sebanyak 2,52 liter/hari dengan G

Laju deposisi pembuatan lapisan tipis tipe p sebagai fungsi laju H 2 pada temperatur 210ºC ditunjukkan pada gambar 4.2 dari grafik bahwa laju deposisi menurun

Bilamana wakil perusahaan yang hadir pada pembuktiaan kualfikasi tidak memenuhi ketentuan tersebut, maka perusahaan tersebut dinyatakan belum melakukan pembuktian

Persentase KBK = seluruhnya siswa banyaknya belajar tuntas yang siswa banyaknya x 100% Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang digunakan untuk mata pelajaran IPS di kelas