• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

B. Karakter Siswa

3. Sumber Pembentukan Karakter

Doni Koesoema (2007: 93) mengungkapkan bahwa faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter antara lain faktor yang sifatnya keturunan atau hereditas. Menurut struktur genetis riwayat keluarga menunjukkan bahwa sifat anak tidak jauh berbeda dengan orang tuanya. Proses pewarisan genetis yang

sifatnya keturunan ini tidak hanya dipakai untuk menjelaskan karakter seseorang berdasar latar belakang sejarah keluarga, namun juga untuk menjelaskan karakter seseorang dengan memakai paradigma gender.

Triyana (2010: 6-7) menyatakan bahwa sumber utama pembentukan karakter adalah keluarga terutama kedua orang tua. Proses tersebut berlangsung melalui interaksi antara orang tua dan anak. Triyana mengutip pendapat Damon bahwa sumber utama pembentukan karakter adalah keluarga, terutama kedua orang tua. Berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter seseorang sangat dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Orang tua yang memberikan pendampingan dengan baik, cenderung membentuk anak yang taat, memiliki orientasi sosial dan harga diri yang positif. Orang buta yang membesarkan anak dengan rasa cinta cenderung mengembangkan anak dengan karakter kuat. Anak yang tumbuh dalam keluarga yang demokratif dan terbuka, cenderung berkembang menjadi pribadi yang taat, memiliki harga diri yang kuat, penalaran moral yang kokoh, dan kepekaan suara hati.

Singgih Dirgagunarsa dalam Kaswardi (1993: 176) dalam buku tentang Pendidikan nilai memasuki tahun 2000 menegaskan bahwa sejak masa dininya, anak mewarisi beberapa sifat atau meniru cara-cara dan sikap orang tua. Dengan meniru sikap orang tua dalam cara penilaian terhadap beraneka warna makanan, keadaan, bahkan terhadap orang yang berbeda-beda, maka anak akan memiliki sikap dan penelitian yang sama seperti orang tuanya. Anak kecil tidak hanya memperoleh penilaian dan sitem nilai orang tua melalui peniruan, melainkan cara-cara beraksi, cara-cara memperlihatkan emosi dan masih banyak hal diperolehnya

melalui peniruan. Dengan bertambahnya umur, terlihat bahwa anak tidak hanya memperoleh sifat dan sikap yang mudah ditiru, akan tetapi juga belajar secara tidak sengaja, secara tidak langsung dari peristiwa-peristiwa yang dialami setiap hari.

Peran sekolah dalam membentuk karakter anak selalu bersifat sekunder. Proses pembentukan karakter di sekolah diwarnai oleh situasi interaksi antar teman. Selama berinteraksi dengan teman sebaya para siswa dapat belajar memecahkan masalah, membangun persahabatan, melatih kejujuran dan menanam rasa setia kawan. Lingkungan masyarakat juga turut mempengaruhi pembentukan karakter seseorang. Pengaruh masyarakat pada pembentukan karakter berlangsung melalui media massa, nilai kultural dan suasana hidup secara umum. Karakter anak sangat dipengaruhi oleh suasana kehidupan setiap hari.

Singgih Dirgagunarsa dalam Kaswardi (1993: 178-180) dalam buku tentang Pendidikan nilai memasuki tahun 2000 juga menegaskan bahwa anak yang sudah bersekolah, lingkungan bergaul menjadi luas. Ia akan meniru lebih banyak orang. Ia mungkin meniru teman sekelas. Mungkin saja ia meniru guru yang mengajar dengan cara-cara yang mudah ditirunya. Tentunya tidak dapat dipungkiri bahwa si anak disamping bertambah kepandaiannya juga akan memperoleh nilai-nilai yang akan mendasari hubungannya dengan orang lain. Dengan sengaja maupun tidak sengaja akan meniru banyak dari gurunya. Di sekolah guru terutama menanamkan berbagai hal pada anak sebagai bekal kehidupannya kelak. Kebiasaan-kebiasaan yang mungkin belum didapatkannya di rumah, sekarang mulai ditanamkan pada anak didik.

Dalam pembentukan nilai anak, jelas terlihat peran orang tua dan guru, baik secara aktif maupun pasif, sengaja maupun tidak, anak melalui peniruan dan belajar memperoleh nilai-nilai dari orang lain. Meningkat ke masa remaja dengan daya pikir yang lebih luas dan kritis, anak tidak mudah menerima dan meniru sesuatu dari orang lain. Mereka masih meniru tetapi dengan suatu tujuan tertentu. Mereka akan meniru suatu perilaku yang mereka anggap hebat dan bisa membantu menutupi kekurangan atau kelemahan mereka. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pembentukan nilai pada anak dapat terjadi melalui imitasi, identifikasi dan belajar secara aktif dalam proses belajar mengajar di sekolah.

Heri Gunawan (2012: 20) menegaskan bahwa salah satu hal yang mempengaruhi perkembangan karakter adalah kehendak/ kemauan. Kemauan adalah dorongan untuk melangsungkan segala ide dan segala yang dimaksud, walaupun disertai dengan berbagai rintangan dan kesukaran-kesukaran, namun sekali-kali tidak mau tunduk kepada rintangan-rintangan tersebut. Salah satu kekuatan yang berlindung di balik tingkah laku adalah kehendak atau kemauan keras. Hal itulah yang menggerakkan dan merupakan kekuatan yang mendorong manusia dengan sungguh-sungguh untuk berperilaku (berakhlak), sebab dari kehendak itulah menjelma suatu niat yang baik dan buruk dan tanpa kemauan pula semua ide, keyakinan kepercayaan pengetahuan menjadi pasif tak akan ada artinya atau pengaruhnya bagi kehidupan.

Deshi Ramadhani, SJ (2009: 256) dalam bukunya tentang ”Lihatlah

Tubuhku menegaskan bahwa manusia sebagai gambar dan rupa Allah sendiri

rupa Allah sendiri memiliki ciri yang sama. Kebebasan yang dimaksud bukan untuk melakukan apa pun yang kita kehendaki, melainkan untuk melakukan apa yang memang diserukan oleh bahasa-bahasa tubuh kita. Seruan Kristus selalu merupakan undangan bagi kita untuk mengalami pembebasan. Ia ingin agar dengan rahmat penebusan-Nya, kita membebaskan tubuh agar sungguh menjadi manusia. Ia ingin agar kita semakin penuh membuka diri pada cinta-Nya, karena pada akhirnya hanya cinta-Nya itulah yang akan sungguh memuaskan kita. Tawaran pembebasan itu ada di depan mata kita agar kita bisa kembali utuh sebagai manusia.

M. Sastrapratedja, SJ dalam Kaswardi (1993: 4) dalam buku tentang Pendidikan nilai memasuki tahun 2000 menegaskan bahwa suatu nilai menjadi pegangan seseorang, suatu norma, prinsip hidup seseorang. Nilai yang dipilih

secara bebas akan diinternalisasi, dipelihara dan menjadi pegangan hidup

seseorang. Memilih nilai secara bebas berarti bebas dari tekanan apa pun, baik tekanan yang jelas maupun yang terselubung dari orang-orang yang dicintainya. Nilai-nilai yang ditanamkan pada masa kecil bukanlah merupakan suatu nilai yang penuh bagi seseorang. Situasi tempat atau lingkungan, hukum dan peraturan dalam masyarakat, bisa memaksakan suatu nilai pada seseorang yang sebenarnya tidak disukainya. Pada taraf ini semuanya itu bukan merupakan nilai orang tersebut. Nilai dalam arti sepenuhnya adalah nilai yang kita pilih secara bebas.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakter dibentuk dari berbagai sumber yakni keturunan, keluarga, sekolah, masyarakat dan juga kehendak bebas. Dikatakan bahwa struktur genetis riwayat keluarga menunjukkan

bahwa sifat anak tidak jauh berbeda dengan orang tuanya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor genetika berpengaruh terhadap pembentukan karakter seseorang. Di lain pihak karakter seseorang dipengaruhi oleh keluarga khususnya orang tua. Pola asuh orang tua dapat mempengaruhi pembentukan karakter anak-anak. Pola asuh yang positif akan mengarahkan anak-anak untuk bertumbuh dan berkembang secara positif. Misalnya Orang tua yang memberikan pendampingan dengan baik, cenderung membentuk anak yang taat, memiliki orientasi sosial dan harga diri yang positif. Sebaliknya pola asuh yang salah akan membentuk karakter anak yang cenderung negatif. Misalnya orang tua yang selalu marah pada anak secara tidak langsung membentuk pribadi anak menjadi pemarah.

Thomas Lickona dalam bukunya tentang Educating For Character

(2012: 48), menegaskan bahwa keluarga merupakan sumber pendidikan moral yang paling utama bagi anak-anak. Orang tua adalah guru pertama mereka dalam pendidikan moral. Mereka jugalah yang memberikan pengaruh paling lama terhadap perkembangan moral anak-anak. Di sekolah para guru pengajar setiap tahunnya akan berubah, tetapi di luar sekolah anak-anak tentunya memiliki sedikitnya satu orang tua yang memberikan bimbingan dan membesarkan mereka selama bertahun-tahun.

Hubungan antar orang tua dan anak pun dipenuhi dengan berbagai perbedaan khusus dalam hal emosi yang menyebabkan anak-anak merasakan dicintai dan dihargai atau tidak dicintai dan dikesampingkan. Akhirnya para orang tua berada dalam posisi yang mengharuskan mereka untuk mengajarkan nilai sebagai bagian dari sebuah pandangan tentang dunia yang lebih besar yang

menawarkan sebuah pandangan tentang arti hidup dan alasan-alasan utama sebagai pengantar sebuah kehidupan yang bermoral. Semua hal tersebut diuraikan berdasarkan sejumlah penelitian yang merujuk pada kekuatan dari pengaruh orang tua.

Selain faktor keturunan dan keluarga, pembentukan karakter seseorang juga dipengaruhi oleh lingkungan sekolah dan juga lingkungan tempat tinggal. Walaupun lingkungan sekolah dan tempat tinggal dikatakan sebagai faktor sekunder namun hal ini juga berpengaruh terhadap pembentukan karakter seseorang. Interaksi seorang anak dengan teman-teman sebaya di sekolah juga dapat mempengaruhi karakternya. Interaksi yang baik dan positif akan membentuk karakter anak menjadi baik dan positif. Sebaliknya interaksi yang kurang baik akan membawa dampak negatif pula.

Lingkungan masyarakat juga berpengaruh terhadap pembentukan karakter seorang anak. Pengaruh lingkungan masyarakat terhadap pembentukan karakter seorang anak dapat melalui media massa, nilai kultural dan suasana hidup masyarakat. Media massa yang baik akan membantu seorang anak untuk bertumbuh dan berkembang secara positif. Nilai kultural dan suasana hidup masyarakat yang baik juga akan mendukung pembentukan karakter seorang anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangan. Misalnya lingkungan yang tertib dan disiplin akan mempengaruhi karakter anak menjadi anak yang tertib dan disiplin. Sebaliknya suasana hidup masyarakat kurang kondusif akan berpengaruh terhadap pembentukan karakter seorang anak dalam masa pertumbuhan dan

perkembangannya. Misalnya lingkungan masyarakat yang malas akan mempengaruhi karakter seorang anak yang malas.

Kehendak bebas juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi karakter seseorang. Bahwa kehendak dan kemauan yang kuat merupakan dorongan yang berasal dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu yang dianggap baik. Tantangan dan rintangan bukan merupakan penghalang untuk melakukan sesuatu jika ada kehendak/ kemauan yang kuat yang berasal dari dalam diri seseorang. Kehendak bebas mau menegaskan sifat dasar manusia sebagai gambar dan rupa Allah yang bebas. Kebebasan yang dimaksudkan disini bukan berarti bahwa kita bebas melakukan apapun tetapi melakukan apa yang memang diserukan oleh bahasa-bahasa tubuh. Kristus sendiri juga menyerukan agar manusia pun mengalami pembebasan. Bahwa dengan rahmat penebusan-Nya kita dapat membebaskan tubuh agar kita pun semakin membuka diri pada cinta-Nya dan menjadi manusia yang utuh. Disini dapat disimpulkan bahwa pembentukan karakter seorang anak berpengaruh terhadap keturunan atau hereditas, keluarga, sekolah, lingkungan masyarakat dan juga kehendak bebas dari pribadi.

Dokumen terkait