• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENDIDIKAN KRISTIANITAS TERHADAP KARAKTER SISWA KELAS XI SMA PANGUDI LUHUR VAN LITH MUNTILAN TAHUN AJARAN 20132014 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pend

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH PENDIDIKAN KRISTIANITAS TERHADAP KARAKTER SISWA KELAS XI SMA PANGUDI LUHUR VAN LITH MUNTILAN TAHUN AJARAN 20132014 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pend"

Copied!
281
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH PENDIDIKAN KRISTIANITAS TERHADAP KARAKTER

SISWA KELAS XI SMA PANGUDI LUHUR VAN LITH MUNTILAN

TAHUN AJARAN 2013/2014

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh :

Lukas Lito Wato

NIM : 101124055

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN

KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Dari hati yang tulus, kupersembahkan skripsi ini kepada Tuhan Yesus Guru dan

Sahabatku, Pendamping dan Penolong Utama dalam penulisan skripsiku ini.

Bunda Maria Penolong Abadi yang selalu setia membimbing, menuntun, menopang

dan menguatkanku dalam penulisan skripsi ini.

Kepada ayah, ibu, saudara, saudari, ponakan, semua anggota keluarga, sahabat dan

kenalan yang telah membantu dan mendukung saya selama penulisan skripsi ini.

Kepada para dosenku yang selalu setia membimbing dan menuntun saya selama studi

di Universitas Sanata Dharma. Kepada kampusku, istanaku tempat aku meniti

masa depanku.

Kepada siapa saja yang telah mendukungku lewat cinta dan perhatian mereka yang

(5)

v

MOTTO

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya

( Pengkhotbah 3: 11)

Mintalah maka akan diberikan kepadamu, carilah maka kamu akan mendapat, ketuklah maka pintu akan dibukakan bagimu

(6)
(7)
(8)

viii

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul PENGARUH PENDIDIKAN KRISTIANITAS

TERHADAP KARAKTER SISWA KELAS XI SMA PANGUDI LUHUR VAN LITH MUNTILAN TAHUN AJARAN 2013/2014. Judul ini dipilih berdasarkan keingintahuan penulis akan bagaimana sumbangan pendidikan kristianitas terhadap karakter siswa di SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan. Hal ini sangat perlu diketahui agar para pendamping memiliki pijakan untuk melaksanakan pendampingan kristianitas di SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan.

Pendidikan kristianitas adalah sebuah proses untuk mendidik, menuntun dan mengarahkan setiap pribadi agar menjadi pribadi yang sungguh kristiani seturut teladan Yesus Kristus sendiri. Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai moral yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Karakter ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain keturunan atau hereditas, keluarga, sekolah, masyarakat dan kehendak bebas. Salah satu pembentukan karakter di SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan adalah melalui pendidikan kristianitas.

Berdasarkan pemikiran di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu, H0 : tidak ada pengaruh pendidikan kristianitas terhadap karakter siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan Tahun Ajaran 2013/2014. Ha: ada pengaruh pendidikan kristianitas terhadap karakter siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur van Lith MuntilanTahun ajaran 2013/2014.

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif berbentuk regresi. Penelitian ini bersifat populatif. Populasi dari penelitian ini adalah para siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan sebanyak 153 responden. Instrumen yang digunakan adalah skala sikap yang dikembangkan dalam 49 pernyataan mengenai pendidikan kristianitas dan 50 pernyataan mengenai karakter siswa. Dari hasil uji validitas pada taraf signifikansi 5%, N 153 siswa dengan nilai kritis 0,159 terdapat 99 item valid.

Sedangkan dari hasil uji reliabilitas diperoleh koefisien alpha sebesar 0,934 yang

berarti reliabilitas instrumen cukup tinggi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai mean pendidikan kristianitas adalah

145,52 dan mean karakter siswa adalah 156,65. Kedua mean tergolong baik. Dari

hasil uji regresi linear sederhana dengan taraf signifikansi 5%, diperoleh nilai r2

(9)

ix ABSTRACT

This thesis is entitled THE EFFECT OF CHRISTIANITY EDUCATION

TO THE CHARACTER OF CLASS XI STUDENTS IN PANGUDI LUHUR VAN LITH SENIOR HIGH SCHOOL MUNTILAN, ACADEMIC YEAR 2013/2014. The title was chosen based on the author’s curiosity to find out the contribution of Christianity education in building the students’ character in Pangudi Luhur van Lith Senior High School, Muntilan. By knowing it, the educators have the standpoint to apply Christianity Guidance in assissting the students in Pangudi Luhur van Lith Senior High School.

Christianity Education is a process to educate, guide and direct each individual in order to become a person who truly Christian according to the example of Jesus Christ Himself. The character is a way of thinking and behaving in accordance with the moral values that characterizes each individual to live and work together well within the scope of the family, community, nation and state. This character is influenced by many factors, such as heredity, family, school, community and free will. One of the character building formations in Pangudi Luhur van Lith Senior High School is through Christianity education.

Based on the argument above, it can be hypothized that, H0: there is no influence of Christianity education on students’ character in class XI Pangudi Luhur van Lith Senior High School Academic Year 2013/2014. Ha: there is the influence of Christianity education on students’ character in class XI Pangudi Luhur van Lith Senior High School Academic Year 2013/2014.

This research is a regression quantitative research. This research used population sample. The population of this research was 153 students of Class XI of Pangudi Luhur van Lith Senior High School. The instrument used was the attitude scale which was developed in 49 statements about Christianity education and 50 statements about the character of students. Based on the test of validity at 5% significance level, N 153 students with the critical value of 0.159, there were 99 valid items. While the results of reliability test showed the coefficient alpha was 0.934 which means the reliability of the instrument was quite high.

The results showed that the mean point of Christianity education was 145.52

and the mean point of students’ character was 156.65. It means both means were

quite well. From the test of the simple linear regression with a significance level of

5%, it was shown that r2 was 0,458 (45.8%) which means that there was positive

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah

membimbing dan menuntun penulis dengan terang Roh Kudus dan Rahmat-Nya

yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

PENGARUH PENDIDIKAN KRISTIANITAS TERHADAP KARAKTER SISWA

KELAS XI SMA PANGUDI LUHUR VAN LITH MUNTILAN TAHUN AJARAN

2013/2014.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memberikan sumbangan bagi pihak

sekolah mengenai pentingnya pendidikan kristanitas terhadap karakter siswa. Hal ini

merupakan salah satu upaya untuk membentuk karakter siswa agar dapat menjadi

rasul awam yang tangguh bagi Gereja dan masyarakat. Di samping itu skripsi ini

sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian Program Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat

keterlibatan dan andil dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak

langsung yang dengan setia mendampingi, memberi motivasi, membimbing dan

memberi kritikan yang membangun. Maka dari itu penulis menyampaikan terima

kasih dan penghargaan yang tulus kepada :

1. F.X. Dapiyanta, SFK.,M.Pd., selaku dosen utama pembimbing skripsi yang setia

mendampingi, menuntun, mengembangkan ide dan memberi samangat dengan

penuh kesabaran dan kesetiaan membimbing dengan sepenuh hati dalam seluruh

(11)

xi

2. Yoseph Kristianto, SFK.,M.Pd., selaku dosen penguji II sekaligus dosen

pembimbing akademik yang selalu memberi semangat dan dorongan kepada

penulis dalam penulisan skripsi ini.

3. Dr. B. A. Rukiyanto, SJ, selaku dosen penguji III yang selalu setia memberikan

semangat, motivasi dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini.

4. Kaprodi IPPAK-USD, Drs. Heryatno W.W,SJ.,M.Ed., yang telah memberikan

izin kepada penulis untuk menyusun skripsi dan melakukan penelitian dari awal

hingga akhir proses penyusunan skripsi ini.

5. Segenap staf dosen prodi IPPAK-USD, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma yang mendidik dan mendampingi penulis selama

belajar sampai selesai skripsi ini.

6. Segenap staf karyawan IPPAK-USD khususnya bagian sekretariat pengajaran

yang telah memberikan arahan bagi penulis selama melakukan penyusunan

skripsi.

7. Br. Martinus Sariya Giri, FIC, selaku kepala sekolah SMA Pangudi Luhur van

Lith Muntilan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

mengadakan penelitian di SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan.

8. Ibu A. Retno Dewanti, ibu Lusia Prihatin, bapak Andreas Ari Budiyono, bapak

A. Suluh dan para guru SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan yang selalu setia

memberikan informasi dan membantu penulis dalam melengkapi studi dokumen

(12)

xii

9. Teman-teman angkatan 2010/2011 yang selalu memberikan motivasi, dukungan,

semangat, masukan dan ide-ide serta kerjasama selama belajar di IPPAK sampai

selesainya skripsi ini.

10. Kedua orang tuaku, bapak Simon Suban Bae dan Ibu Monika Dodi Laru serta

keenam saudaraku yakni: kakak Hendrikus R. Wato, Yohana Monika M. Wato,

Yuliana Monika N. Wato, Elisabeth Monika E. Wato, Andreas T. Wato, adikku

Yohanes L. Wato, semua ponakan serta seluruh anggota keluarga yang selalu

memberikan semangat, dorongan, perhatian dengan penuh cinta dan doa-doa

mereka yang tiada henti sehingga penulisan skripsi ini berjalan baik dan lancar.

11. Segenap anggota keluarga yang telah memberikan cinta kasih, dukungan,

motivasi, semangat dan bantuan baik materi maupun spiritual sehingga penulis

dapat melakukan penyusunan skripsi ini sampai selesai.

12. Sahabatku Fr. Arnoldus, BHK dan adik angkatku Yakobus Moa serta handai

taulan yang selalu setia memberikan semangat, motivasi dan dorongan kepada

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

13. Siswa-siswi kelas XI SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan angkatan

2013/2014 yang telah bersedia memberikan waktu dan kesempatan kepada

penulis sehingga penulis dapat melakukan penelitian dari awal hingga akhir

dengan baik.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

mendoakan, mendukung, memberi motivasi, bantuan dan peneguhan kepada

penulis dalam menempuh studi di Universitas Sanata Dharma program studi

(13)
(14)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xx

DAFTAR SINGKATAN ... xxii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 10

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penulisan ... 11

(15)

xv

G. Metode Penulisan ... 12

H. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS ... 15

A. Pendidikan Kristianitas ... 15

1. Pendidikan ... 15

a. Arti Pendidikan ... 17

b. Tujuan Pendidikan ... 21

c. Aspek Pendidikan ... 24

2. Kristianitas ... 25

a. Pengertian Kristianitas ... 25

b. Sejarah Kristianitas ... 29

c. Spiritualitas Kristiani ... 30

d. Akar dari Kristianitas ... 35

3. Pendidikan Kristianitas ... 38

a. Pengertian Pendidikan Kristianitas ... 38

b. Tujuan Pendidikan Kristianitas ... 40

c. Konteks Pendidikan Kristianitas ... 42

d. Pendekatan Pendidikan Kristianitas ... 47

e. Metode Pendidikan Kristianitas ... 50

f. Media dan Sumber Belajar Pendidikan Kristianitas ... 52

g. Isi Pendidikan Kristianitas ... 58

4. Pendidikan Kristianitas Dalam Konteks Khusus ... 61

a. Pengertian Rasul Awam ... 63

b. Arah dan Tujuan Kerasulan Awam ... 65

c. Tugas Para Awam ... 68

d. Bidang Kerasulan Awam ... 70

1) Kerasulan awam di bidang masyarakat Gereja ... 71

2) Kerasulan awam di bidang keluarga ... 71

3) Kerasulan awam di kalangan generasi muda ... 71

(16)

xvi

5) Kerasulan awam dalam taraf nasional dan internasional ... 72

e. Bentuk Kerasulan Awam ... 74

f. Spiritualitas Rasul Awam ... 76

g. Pendidikan Rasul awam ... 78

1) Pendidikan Manusiawi ... 79

2) Pendidikan Spiritual ... 80

3) Pendidikan Teologis ... 82

4) Pendidikan yang sesuai dengan berbagai bentuk kerasulan ... 84

5. Bentuk khusus dari Pendidikan Kristianitas di SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan ... 86

a. Visi dan Misi SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan ... 89

b. Tujuan SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan ... 90

c. Tujuan Pendidikan Kristianitas ... 91

d. Materi Pendidikan Kristianitas ... 91

(17)

xvii

3. Sumber Pembentukan Karakter ... 106

4. Proses Pembentukan Karakter ... 113

a. Karakter masa bayi dan batita ... 114

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 128

A. Jenis Penelitian ... 128

B. Desain Penelitian ... 128

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 129

1. Tempat Penelitian ... 129

2. Waktu Penelitian ... 129

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 130

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 131

1. Variabel Penelitian ... 131

2. Definisi Konseptual Variabel ... 131

3. Definisi Operasional Variabel ... 131

a. Pendidikan Kristianitas ... 131

b. Karakter Siswa ... 133

4. Teknik Pengumpulan Data ... 134

5. Instrumen Penelitian ... 135

(18)

xviii

7. Pengembangan Instrumen ... 142

a. Uji Coba Terpakai ... 142

b. Uji Validitas ... 142

c. Uji Reliabilitas ... 143

8. Deskripsi Data ... 144

a. Variabel Pendidikan Kristianitas ... 144

b. Variabel Karakter Siswa ... 145

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 150

A. Hasil Penelitian ... 150

1. Uji Persyaratan Analisis ... 150

a. Uji Normalitas ... 150

b. Uji Linearitas ... 153

c. Uji Homokedastisitas ... 154

2. Deskripsi Data ... 155

a. Pendidikan Kristianitas ... 155

b. Karakter Siswa ... 162

B. Uji Hipotesis ... 172

C. Hasil Studi Dokumen ... 178

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 183

E. Refleksi Kateketis ... 189

1. Dasar Refleksi ... 189

a. Pengertian Katekese ... 189

b. Tujuan Katekese ... 190

c. Isi Katekese ... 191

(19)

xix

e. Katekese bagi Kaum Muda ... 193

f. Aspek Kateketis dalam Pendidikan Kristianitas ... 194

g. Aspek Kateketis dalam Pendidikan Karakter ... 199

2. Refleksi atas Hasil Penelitian ... 205

F. Keterbatasan Penelitian ... 209

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ... 210

A. Simpulan ... 210

B. Saran ... 213

DAFTAR PUSTAKA ... 215

LAMPIRAN ... 217

Lampiran 1 : Surat Keterangan Penelitian ... (1)

Lampiran 2 : Instrumen Penelitian ... (2)

Lampiran 3 : Contoh Instrumen Penelitian ... (9)

Lampiran 4 : Hasil Analisis Variabel Pendidikan Kristianitas ... (16)

Lampiran 5 : Hasil Analisis Variabel Karakter Siswa ... (26)

Lampiran 6 : Hasil Analisis SPSS ... (36)

Lampiran 7 : Hasil Studi Dokumen ... (38)

Lampiran 8 : Keseluruhan Variabel X dan Y ... (39)

(20)

xx

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah Responden ... 130

Tabel 2 Skor Alternatif Jawaban Variabel X dan Y ... 136

Tabel 3 Kisi-kisi Instrumen Variabel Pendidikan Kristianitas ... 136

Tabel 4 Kisi-kisi Instrumen Variabel Karakter Siswa ... 139

Tabel 5 Reliability Statistics ... 144

Tabel 6 Kriteria Kategori Variabel X ... 145

Tabel 7 Kriteria Kategori Variabel Y ... 146

Tabel 8 Test of Normality ... 152

Tabel 9 Anova ... 153

Tabel 10 Rangkuman Statistik Deskripsi Pendidikan Kristianitas ... 155

Tabel 11 Statistik Perencanaan Pembelajaran... 156

Tabel 12 Deskripsi Perencanaan Pembelajaran ... 157

Tabel 13 Statistik Pelaksanaan Pembelajaran ... 158

Tabel 14 Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran ... 159

Tabel 15 Statistik Evaluasi Pembelajaran ... 160

Tabel 16 Deskripsi Evaluasi Pembelajaran ... 161

Tabel 17 Rangkuman Statistik Deskriptif Karakter siswa ... 162

Tabel 18 Statistik Karakter Ekstrover dan Introver ... 163

(21)

xxi

Tabel 20 Statistik Karakter Pengindera dan Intuitif ... 166

Tabel 21 Deskripsi Karakter Pengindera dan Intuitif ... 167

Tabel 22 Statistik Karakter Perasa dan Pemikir ... 168

Tabel 23 Deskripsi Karakter Perasa dan Pemikir ... 169

Tabel 24 Statistik Karakter Pengamat dan Penilai ... 170

Tabel 25 Deskripsi Karakter Pengamat dan Penilai ... 171

Tabel 26 Descriptive Statistics ... 173

Tabel 27 Model Summaryb ... 173

Tabel 28 Anovab ... 174

Tabel 29 Coefficientsa ... 175

Tabel 30 Correlations ... 176

Tabel 31 Studi Dokumen ... 179

Tabel 32 Rangkuman Statistik Studi Dokumen ... 181

(22)

xxii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan dalam Penelitian

ANOVA : Analisys of Variance

Ho : Hipotesis nol

Ha : Hipotesis alternatif

SPSS : Statistical Product and Service Solutions

Std : Standard

Dev : Deviasi

Sig : Signifikansi

B. Singkatan Dokumen Gereja

LG : Lumen Gentium

Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja

AA : Apostolicam Actuositatem

Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam

DV : Dei Verbum

Konstitusi Dogmatik tentang Wahyu Ilahi

GE : Gravissimum Educationis

Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen

GS : Gaudium et Spes

Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Tugas Gereja di dalam Dunia Modern.

AG : Ad Gentes

Dekrit Konsili Vatikan II tentang Karya Misioner Gereja.

IM : Inter Mirifica

Dekrit Konsili Vatikan II tentang Komunikasi Sosial

EN : Evangelii Nuntiandi

(23)

xxiii

CT : Catechesis Tradendae

Ensiklik dari Paus Yohanes Paulus II tentang Penyelenggaraan Katekese Masa Kini (16 Oktober 1979).

C. Singkatan Teks Kitab Suci

Kej : Kejadian

BPS : Balai Pusat Statistik

(24)

xxiv

IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

KWI :Konferensi Waligereja Indonesia

No : Nomor

PUK : Pedoman Umum Katekese

PL : Pangudi Luhur

SCP : Shared Christian Praxis

(25)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam

kehidupan manusia. Pada dasarnya, pendidikan merupakan bekal manusia untuk

bertumbuh dan berkembang menjadi lebih baik. Kehidupan manusia dalam dunia

pendidikan mempunyai latar belakang yang berbeda-beda baik dari segi ekonomi,

sosial budaya dan segi kehidupan lainnya. Perbedaan inilah dapat berpengaruh

terhadap pendidikan seseorang. Menurut data BPS RI, persentasi penduduk buta

huruf menurut kelompok umur pada tahun 2003-2013 mencapai 17,20%. 6,75%

buta huruf adalah anak-anak berusia 15-17 tahun (Sumber: BPS RI, Susenas

2003-2013). Hal ini menunjukkan bahwa cukup banyak remaja yang tidak

mengenyam pendidikan di sekolah. Ada remaja yang memilih untuk menjadi

pengamen, penjual koran bahkan ada yang memilih menjadi pengemis di jalanan

ataupun mengemis dari rumah ke rumah. Selain itu juga banyak kaum muda

yang terlibat dalam kasus penggunaan narkotika dan obat-obat terlarang, seks

bebas, aborsi, minuman keras, tawuran sekolah dan kenakalan remaja lainnya.

Sikap mereka berubah menjadi apatis, kurang peka pada situasi sekitar, tidak tahu

menghargai orang lain, individual, egois dan angkuh.

Thomas Lickona dalam bukunya Educating for Character (2012: 4)

(26)

perhatian sekolah, tampaknya tidak ada masalah yang lebih mengkhawatirkan dari

pada masalah kenakalan remaja. Lebih dari 20 tahun (1968-1988), jumlah tindak

kekerasan kriminal meningkat sebanyak 53%, dan tindakan-tindakan tersebut

berupa pembunuhan, pemerkosaan, pencurian dan perusakan. Lebih tepatnya

tindakan tersebut dilakukan oleh para remaja lelaki dan perempuan yang berusia

di bawah tujuh belas tahun. Perilaku kenakalan remaja yang berbentuk kekerasan

sering terjadi pada anak-anak yang tinggal dalam satu lingkungan, yang kemudian

membentuk tindakan-tindakan keji dan brutal yang memperlihatkan rendahnya

jiwa kemanusiaan yang sengaja dilakukan tanpa rasa bersalah.

Melihat situasi yang terjadi di lapangan, Gereja bangkit dan menyerukan

kepada segenap anggota Gereja agar dapat menolong kaum muda yang masa

depannya sudah berada diambang pintu kehancuran. Misalnya pembangunan

sekolah-sekolah di daerah pinggiran. Salah satu contoh konkrit yang dapat kita

lihat adalah Sekolah Dasar eksperimen yang didirikan oleh Romo Mangun

Wijaya, Pr di Kedung Ombo Jawa Tengah. Selain itu juga yayasan-yayasan

Katolik berupaya untuk membangun sekolah-sekolah swasta Katolik baik di kota

maupun di daerah pedesaan serta daerah-daerah pedalaman lainnya. Di samping

itu juga sekolah-sekolah swasta Katolik memberikan keringanan kepada peserta

didik dengan biaya pendidikan yang cukup murah. Tujuannya adalah agar semua

peserta didik dari usia pendidikan dasar sampai pendidikan menengah bisa

mengenyam pendidikan yang layak. Seruan Gereja tentunya yang pertama-tama

ditujukan kepada keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam Gravissimum

(27)

kehidupan kepada anak-anak, terikat kewajiban amat berat untuk mendidik

mereka. Maka orang tualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang

pertama dan utama.

Dalam Gravissimum Educationis artikel 5 ditegaskan bahwa: di antara

segala upaya pendidikan, sekolah mempunyai makna yang istimewa. Sementara

terus menerus mengembangkan daya kemampuan akal budi, berdasarkan misinya

sekolah menumbuhkan kemampuan memberi penilaian yang cermat,

memperkenalkan harta warisan budaya yang telah dihimpun oleh

generasi-generasi masa silam, meningkatkan kesadaran akan tata nilai, menyiapkan siswa

untuk mengelola kejuruan tertentu, memupuk rukun persahabatan antara para

siswa yang beraneka watak-perangai maupun kondisi hidupnya dan

mengembangkan sikap saling memahami. Kecuali itu sekolah merupakan

bagaikan suatu pusat kegiatan maupun kemajuan, yang serentak harus melibatkan

keluarga-keluarga, para guru, bermacam-macam perserikatan yang memajukan

hidup berbudaya, kemasyarakatan dan keagamaan, masyarakat sipil dan segenap

keluarga manusia. Karena dari sinilah seorang pribadi manusia mulai tumbuh dan

berkembang. Salah satu seruan yang dikumandangkan oleh Gereja adalah

pendidikan kristianitas. Hal ini tertuang dalam pendahuluan pernyataan tentang

pendidikan kristen paragraf yang ketiga. Ditegaskan bahwa: Gereja berperan serta

dalam pengembangan dan perluasan pendidikan. Oleh sebab itu Konsili Suci

menetapkan berbagai prinsip dasar tentang pendidikan kristiani, khususnya di

(28)

bukti nyata bahwa Gereja peduli dan peka pada situasi dan keadaan yang terjadi

dalam dunia dewasa ini .

Pendidikan kristianitas merupakan salah satu aspek yang sangat penting

dalam seluruh kehidupan menggereja. Dengan demikian sangatlah penting jika

sejak dini anak-anak sudah mengalami pendidikan kristianitas agar dapat mengerti

dan memahami nilai-nilai kristiani yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Dalam

Gravissimum Educationis artikel kedua ditegaskan bahwa: berkat kelahiran baru

dari air dan Roh Kudus umat kristiani telah menjadi ciptaan baru serta disebut

dan memang menjadi putera puteri Allah. Maka semua orang kristiani berhak

menerima pendidikan kristiani. Pendidikan itu tidak hanya bertujuan pendewasaan

pribadi manusia seperti telah diuraikan, melainkan terutama hendak mencapai,

supaya mereka yang telah dibaptis langkah demi langkah makin mendalami

misteri keselamatan, dan dari hari ke hari makin menyadari kurnia iman yang

telah mereka terima; supaya mereka belajar bersujud kepada Allah Bapa dalam

Roh dan kebenaran (Yoh 4: 23), terutama dalam perayaan liturgi; supaya mereka

dibina untuk menghayati hidup mereka sebagai manusia baru dalam kebenaran

dan kekudusan yang sejati (Ef 4: 22-24); supaya dengan demikian mereka

mencapai kedewasaan penuh, serta tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan

kepenuhan Kristus (Ef 4: 13), dan ikut serta mengusahakan pertumbuhan Tubuh

mistik.Tentunya pendidikan kristianitas itu sendiri membutuhkan sebuah proses

dan waktu yang cukup lama agar dapat membantu anak untuk bertumbuh dan

berkembang, baik dalam iman maupun dalam kepribadian mereka. Konsili

(29)

yang amat berat untuk mengusahakan segala sesuatu, supaya seluruh umat

beriman menerima pendidikan kristen, terutama angkatan muda yang merupakan

harapan Gereja.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kurangnya pendidikan kristianitas dalam

keluarga sangat berpengaruh terhadap tingkah laku anak. Lingkungan tempat

tinggal yang kurang kondusif juga amat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

perkembangan kepribadian anak itu sendiri. Selain itu juga lingkungan pendidikan

yang kurang nyaman dan pendidik yang kurang peka pada kehidupan dan situasi

peserta didik juga akan sangat berpengaruh terhadap karakter siswa. Disamping

itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin hari semakin

maju dan berkembang ini, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

perkembangan setiap pribadi. Hal ini mengakibatkan banyak perubahan dalam diri

setiap pribadi khususnya perubahan karakter. Banyak kaum muda yang mudah

jatuh dan terseret dalam arus globalisasi. Oleh karena itu maka peran pendidikan

kristianitas sangat penting dalam mengatasi persoalan-persoalan yang terjadi di

lapangan saat ini.

Dalam Gravissimum Educationis artikel 1 menegaskan bahwa semua

orang dari suku, kondisi atau usia manapun juga, berdasarkan martabat mereka

selaku pribadi mempunyai hak yang tak dapat diganggu gugat atas pendidikan

yang cocok dengan tujuan maupun sifat perangai mereka, mengindahkan

perbedaan jenis, serasi dengan tradisi-tradisi kebudayaan serta para leluhur,

sekaligus juga terbuka bagi persekutuan persaudaraan dengan bangsa-bangsa lain,

(30)

Seruan Konsili tersebut mau mengingatkan dan menyuarakan kepada

dunia bahwa semua orang tanpa kecuali berhak memperoleh pendidikan yang

layak agar setiap pribadi dapat bertumbuh dan berkembang dalam iman dan

kepribadian mereka. Pendidikan yang baik akan sangat membantu setiap pribadi

untuk bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang matang,

bertanggungjawab dan dewasa serta mampu untuk menanggapi segala sesuatu

yang terjadi di sekitarnya.

Gereja memandang bahwa sekolah-sekolah Katolik merupakan wadah

yang tepat sebagai tempat untuk mendidik dan membina kaum muda agar mereka

dapat bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang utuh. Gereja melihat

bahwa di dalam lembaga pendidikan Katolik, para siswa tidak hanya diajarkan

menjadi seorang pribadi yang cerdas tetapi mereka juga dididik untuk menjadi

pribadi yang sungguh kristiani.

SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan adalah salah satu lembaga

pendidikan Katolik yang menekankan perlunya pendidikan kristianitas di sekolah.

Hal ini sangat penting bagi lembaga dalam mempersiapkan peserta didik untuk

menjadi pribadi yang sungguh kristiani dalam kehidupan mereka. Pendidikan

kristianitas di SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan kelas XI juga bertujuan

untuk mempersiapkan peserta didik menjadi rasul awam yang handal dan tangguh

di tengah Gereja dan masyarakat. Pendidikan kristianitas merupakan salah satu

kegiatan ekstrakurikuler dan masuk dalam kurikulum pengembangan yang

terdapat di kelas XI SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan. Mengingat siswa

(31)

XI juga merupakan siswa yang masuk dalam masa remaja yang sedang

mengalami berbagai gejolak dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Dengan

demikian maka pendidikan kristianitas sangat penting untuk diajarkan. Tentunya

karakter siswa pada masa peralihan ini masih sangat labil dan mudah dipengaruhi

oleh tawaran-tawaran dari dunia luar misalnya minuman keras, tawuran sekolah,

seks bebas, pergaulan bebas dan lain sebagainya. Oleh karena itu maka sangatlah

penting jika pendidikan kristianitas diajarkan di kelas XI sebagai bekal bagi siswa

dalam menempuh pendidikan di bangku Sekolah Menengah Atas.

Berdasarkan pengalaman penulis ketika mengajar mata pelajaran

pendidikan kristianitas kelas X selama satu tahun di SMA Pangudi Luhur van Lith

Muntilan tahun ajaran 2012/2013, penulis melihat bahwa karakter siswa dapat

terbentuk melalui pendidikan atau pengajaran serta pendampingan guru di

sekolah. Penulis juga mencari informasi melalui pendamping pendidikan

kristianitas, ibu A. Retno Dewanti dan Pamong Asrama Putera SMA Pangudi

Luhur van Lith bapak Suluh. Mereka mengisahkan bahwa siswa-siswi kelas XI

mengalami perubahan karakter yang cukup signifikan ketika mulai berdinamika

dalam seluruh kegiatan baik di sekolah maupun di asrama. Awal masuk di SMA

Pangudi Luhur van Lith Muntilan, mereka masih membawa kebiasaan-kebiasaan

dari rumah misalnya: kurang disiplin, malas belajar, malas berdoa, malas ke

gereja dan lain sebagainya. Namun ketika mulai berdinamika dalam kegiatan

pembelajaran dan pendampingan di sekolah mereka mulai merubah sikap mereka

yang kurang baik menjadi lebih baik. Misalnya lebih disiplin, rajin belajar, rajin

(32)

Secara spesifik penulis mau meneliti salah satu mata pelajaran

ekstrakurikuler yakni mata pelajaran pendidikan kristianitas. Melalui mata

pelajaran ini penulis ingin mengetahui dan meneliti lebih lanjut tentang pengaruh

pendidikan kristianitas terhadap karakter siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur van

Lith Muntilan. Melalui dinamika dan proses pembelajaran yang terjadi penulis

melihat bahwa pendidikan kristianitas memberikan sumbangan bagi peserta didik.

Penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut pengaruh pendidikan

kristianitas di SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan. Dengan demikian judul

skripsi yang diangkat oleh penulis adalah : PENGARUH PENDIDIKAN

KRISTIANITAS TERHADAP KARAKTER SISWA KELAS XI SMA

PANGUDI LUHUR VAN LITH MUNTILAN TAHUN AJARAN 2013/20014.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan

masalah penulisan sebagai berikut:

1. Tingginya angka buta huruf pada anak usia 15-17 tahun menunjukkan bahwa

masih banyak anak remaja usia sekolah yang tidak mengeyam pendidikan. Hal

ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kepribadian

mereka.

2. Rendahnya pendidikan mengakibatkan banyak kaum muda yang terlibat dalam

kasus penggunaan narkotika dan obat-obat terlarang, seks bebas, aborsi,

(33)

3. Pendidikan kristianitas merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam

seluruh kehidupan menggereja. Dengan demikian sangatlah penting jika sejak

dini anak-anak sudah diajarkan tentang pendidikan kristianitas agar dapat

mengerti dan memahami nilai-nilai kristiani yang ada dalam kehidupan

sehari-hari.

4. Kurangnya pendidikan kristianitas dalam keluarga sangat berpengaruh

terhadap tingkah laku anak karena keluarga adalah sekolah pertama dan utama

bagi anak sebelum masuk ke pendidikan formal.

5. Situasi lingkungan tempat tinggal yang kurang kondusif juga amat berpengaruh

terhadap pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak itu sendiri.

6. Kurang adanya perhatian dari lembaga pendidikan, lingkungan pendidikan

yang kurang nyaman dan pendidik yang kurang peka pada kehidupan dan

situasi peserta didik juga akan sangat berpengaruh terhadap karakter siswa.

7. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin hari semakin

maju dan berkembang ini juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

perkembangan setiap pribadi. Hal ini mengakibatkan banyak perubahan dalam

diri setiap pribadi khususnya perubahan karakter.

8. Kurang adanya perhatian pendidik tentang pendidikan nilai dan karakter juga

sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kepribadian

siswa khususnya karakter siswa itu sendiri.

9. Pendidikan Kristianitas merupakan salah satu wadah pembentukan dan

pembinaan kepribadian dan karakter siswa, namun sayangnya belum banyak

(34)

C. Batasan Masalah

Setelah melihat permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan di atas

maka, penulis memilih dua aspek yang akan dikaji yaitu mengenai pendidikan

kristianitas dan karakter siswa. Mengingat luasnya aspek yang dikaji dalam

pendidikan kristianitas dan juga aspek karakter siswa yang cukup luas. Dengan

demikian maka penulis membatasi penulisannya pada pendidikan kristianitas dan

karakter siswa dengan tujuan agar penulisan dapat lebih terfokus dan mendalam

dalam mengkaji aspek-aspek tersebut.

Oleh karena itu, judul penulisan ini dibatasi pada “Pengaruh pendidikan

kristianitas terhadap karakter siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur van Lith

Muntilan Tahun Ajaran 2013/2014”. Penulisan ini akan lebih melihat pengaruh

yang ditimbulkan dari pendidikan kristianitas terhadap karakter siswa kelas XI di

SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan tahun ajaran 2013/2014.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka ada beberapa

permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pendidikan kristianitas di SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan?

2. Bagaimana karakter siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan

tahun ajaran 2013/2014 ?

3. Seberapa besar pengaruh pendidikan Kristianitas terhadap karakter siswa kelas

(35)

E. Tujuan Penulisan

1. Untuk mendeskripsikan pengertian pendidikan kristianitas di SMA Pangudi

Luhur van Lith Muntilan.

2. Untuk mengetahui karakter siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur van Lith

Muntilan tahun ajaran 2013/2014.

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pendidikan kristianitas terhadap

karakter siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan tahun ajaran

2013/2014.

F. Manfaat Penulisan

Penulisan ini mempunyai manfaat bagi :

1. Penulis

Bagi penulis sendiri yang merupakan mahasiswa IPPAK sebagai calon

pendidik dan pewarta, penelitian ini dapat membantu penulis dalam

mempersiapkan diri untuk menjadi seorang guru Agama Katolik maupun katekis

dimanapun penulis tinggal atau bertugas nantinya serta menjadi bekal untuk

menghadapi berbagai macam persoalan yang akan dihadapi dalam lembaga

pendidikan maupun hidup menggereja.

2. Para Mahasiswa IPPAK

Penelitian ini juga kiranya dapat memberikan sumbangan bagi para

Mahasiswa IPPAK agar dapat mempersiapkan diri secara sungguh- sungguh

(36)

3. Sebagai sumber belajar bagi peneliti dalam merencanakan, melaksanakan dan

menyusun suatu penelitian agar berguna bagi kepentingan banyak orang.

G. Metode Penulisan

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode analitis berdasarkan

penelitian. Tulisan ini dikembangkan melalui penelitian lapangan yakni dengan

mengumpulkan, memaparkan dan menganalisis data di lapangan serta menarik

kesimpulan. Data yang dibutuhkan dalam penelitian melalui penyebaran angket

untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pendidikan kristianitas terhadap

karakter siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan tahun ajaran

2013/2014 .

H. Sistematika Penulisan

Sebagai sebuah gambaran umum tentang hal apa saja yang akan dibahas

dalam penulisan ini, penulis akan menyampaikan pokok-pokok gagasan sebagai

berikut :

1. BAB I berisikan pendahuluan yang meliputi latar belakang, identifikasi

masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat

penulisan, metode penelitian dan sitematika penulisan.

2. BAB II dibagi menjadi lima bagian. Bagian pertama membahas tentang

pendidikan kristianitas yang meliputi : pendidikan, kristianitas, pendidikan

(37)

pendidikan akan dibahas mengenai arti pendidikan, tujuan pendidikan dan

aspek pendidikan. Pada bagian kristianitas akan diuraikan tentang sejarah

kristianitas, iman kepercayaan kristiani, spiritualitas kristiani dan akar dari

kristianitas. Pada bagian pendidikan Kristianitas akan dibahas mengenai

pengertian pendidikan kristianitas, hakikat pendidikan kristianitas, tujuan

pendidikan kristianitas, konteks pendidikan kristianitas, pendekatan pendidikan

kristianitas, metode pendidikan kristianitas, media pendidikan kristianitas dan

isi pendidikan kristianitas. Pada bagian pendidikan kristianitas dalam konteks

khusus akan dibahas mengenai pengertian rasul awam, arah dan tujuan

kerasulan awam, tugas para awam, bidang kerasulan awam, bentuk kerasulan

awam, spiritualitas rasul awam dan pendidikan rasul awam. Setelah itu

dibahas mengenai bentuk khusus pendidikan kristianitas di SMA Pangudi

Luhur van Lith Muntilan. Bagian kedua membahas tentang karakter yang

meliputi: pengertian karakter, jenis karakter, sumber pembentukan karakter,

proses pembentukan karakter, dan komponen karakter yang baik. Pada bagian

yang ketiga akan membahas tentang penelitian yang relevan. Bagian yang

keempat membahas tentang kerangka pikir dan pada bagian yang kelima akan

dibahas tentang hipotesis penelitian.

3. BAB III berisi tentang metodologi penelitian yang dilakukan oleh peneliti

tentang pengaruh pendidikan kristianitas terhadap karakter siswa kelas XI

SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan tahun ajaran 2013/2014 yang meliputi:

jenis penelitian, desain penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan

(38)

definisi konseptual variabel, defenisi operasional variabel, teknik pengumpulan

data, instrumen penelitian, kisi-kisi instrumen, pengembangan instrumen,

deskripsi data, uji persyaratan analisis dan uji hipotesis.

4. BAB IV berisi tentang hasil penelitian dan pembahasannya yang meliputi

laporan hasil penelitian yang terdiri atas uji persyaratan analisis dan deskripsi

data penelitian, uji hipotesis, studi dokumen, pembahasan hasil penelitian,

refleksi kateketis penelitian dan keterbatasan penelitian.

5. BAB V berisi tentang kesimpulan dan saran yang diajukan berkaitan dengan

pembahasan pengaruh pendidikan kristianitas terhadap karakter siswa kelas XI

(39)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Pendidikan Kristianitas

Sebelum penulis menguraikan tentang pendidikan kristianitas, pada bab

ini terlebih dahulu akan diuraikan mengenai pendidikan yang meliputi arti, tujuan

dan aspek-aspek pendidikan. Kemudian akan diuraikan tentang kristianitas yang

meliputi: sejarah kristianitas, iman kepercayaan kristiani, spiritualitas kristiani dan

akar dari pendidikan kristianitas. Setelah diuraikan secara detail tentang

kristianitas, akan diuraikan tentang pendidikan kristianitas yang meliputi:

pengertian pendidikan kristiani, hakekat, tujuan, konteks, pendekatan, metode,

media, isi dari pendidikan kristiani. Setelah itu akan diuraikan tentang pendidikan

kristianitas dalam konteks khusus dan bentuk khusus dari pendidikan kristianitas

di SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan. Pada point berikutnya akan diuraikan

tentang karakter, penelitian yang relevan, kerangka pikir dan hipotesis penelitian.

1. Pendidikan

Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses komunikasi yang di

dalamnya mengandung transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan

keterampilan-keterampilan, di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung secara terus menerus

(40)

dalam buku yang berjudul Ilmu Pendidikan (Siswoyo, D. 2008 : 18-19) sebagai

berikut :

Pendidikan merupakan suatu proses dimana potensi-potensi yang dimiliki setiap individu, kemampuan-kemampuan serta kapasitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan dalam hidup sehari-hari disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dengan alat (media) yang disusun sedemikian rupa dan digunakan oleh manusia menolong dirinya sendiri atau orang lain untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan.

Selain itu, pendidikan juga merupakan sarana untuk memperkembangkan

kehidupan manusia, karena pendidikan menyediakan waktu, materi dan arahan

sebagai bekal bagi manusia untuk menjalani kehidupan. Namun tidak hanya itu

saja, pendidikan juga tidak hanya berarti pendidikan formal di lingkup sekolah

melainkan juga pendidikan non formal yang dialami melalui segala pengalaman,

tindakan dan sikap manusia di dalam menjalani kehidupan setiap hari di sekolah,

masyarakat ataupun dalam keluarga (Mulyana R, 2004: 4-5).

Kenyataan yang dialami manusia menunjukkan bahwa, pada dasarnya

manusia dapat dididik dan membutuhkan pendidikan yang dapat mengembangkan

hidupnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu dan dapat dipertanggungjawabkan

dalam hidupnya, baik untuk dirinya sendiri ataupun untuk orang lain. Untuk

mencapai tujuan yang ingin dicita - citakan setiap manusia harus berusaha seturut

kemampuan yang dimiliki, tetapi terkadang manusia itu sendiri lemah, belum siap

dalam menjalankan sesuatu untuk mencapai tujuan tersebut dalam hidupnya.

Maka mengingat keadaan setiap manusia ini, pendidikan sangat dibutuhkan dan

(41)

“ keadaan lemah, tidak berdaya, belum siap inilah yang menyebabkan anak

manusia dapat dididik dan perlu pendidikan (homo educandum et educabile ) “

a. Arti Pendidikan

Apabila berbicara tentang pendidikan, setiap orang cenderung berpikir

tentang sekolah sebagai tempat menimba ilmu pengetahuan. Memang benar

bahwa sekolah sebagai tempat menimba ilmu pengetahuan berhubungan erat

dengan pendidikan. Perlu diketahui bahwa pendidikan dapat dilaksanakan dalam

lembaga formal maupun informal. Selain dari kedua lembaga itu, pengalaman

hidup juga bisa merupakan pendidikan yang selalu dialami dalam keluarga,

tempat bekerja dan sebagainya. Mgr. Geise dalam Borgias Fransiskus (2006:

171-172) menerangkan, bahwa arti penting proses pembelajaran multikultural

merupakan suatu wacana filosofis untuk dapat membentuk kesadaran dan fakta

pluralitas dalam hidup bermasyarakat seseorang. Melihat kenyataan yang ada

dalam kehidupan bermasyarakat, setiap manusia masih pilih-pilih dalam hal

pergaulan, kurang kesadaran setiap manusia untuk dapat mengenal suku, agama

dan ras dari hati ke hati menjadikan kesenjangan hubungan antar umat beragama.

Dalam memperdalam segi dinamis pembelajaran, ada hal yang menarik

untuk dijadikan simbol kata dalam pendidikan. Menurut Mgr. Geise dalam

Borgias Fransiskus (2006: 178-181) pada dasarnya “ pendidikan bermuara dan

berasal dari bahasa latin dari kata Educare : educare (keluar dari) dan kata ducere

sendiri mempunyai arti menumbuhkan, memelihara, mendidik, membesarkan dan

(42)

menuntun keluar dari: kesempitan, keterkungkungan, keterbelakangan,

kebodohan, kegelapan budi, dan lain-lain. Pendidikan yang dialami manusia

seharusnya membuat manusia mampu belajar terus menerus sampai akhir hayat.

Suroso Prawiroharjo dalam Dwi Siswoyo (2008: 15) menerangkan,

“salah satu konsep tentang pendidikan yang banyak diajarkan dalam lembaga

pendidikan guru adalah menggambarkan pendidikan sebagai bantuan pendidikan

untuk membantu peserta didik menjadi dewasa“. Bila hanya menekankan agar

peserta didik lebih dewasa, pendidikan sama halnya dengan persekolahan yang

hanya mendidik anaknya untuk dapat berpikir cerdas tetapi kurang mementingkan

segala aspek pribadi manusia seperti halnya kepribadian diri.

Dwi Siswoyo (2008: 17) mengatakan bahwa “pendidikan merupakan

suatu kekuatan yang dinamis dalam kehidupan setiap individu yang

mempengaruhi perkembangan fisik dan jiwanya (akal, rasa dan kehendak) sosial

dan moralitasnya. “Pendidikan yang baik akan memberikan kekuatan yang

dinamis dalam mempengaruhi kemampuan dan perkembangan kepribadian setiap

individu. Pendidikan yang baik akan memberikan kekuatan yang dinamis dalam

mempengaruhi kemampuan dan perkembangan kepribadian setiap individu dalam

pertemuannya dengan sesama dalam masyarakat serta hubungannya dengan

Tuhan.

Doni Koesoema A, (2007: 54), menegaskan bahwa pendidikan senantiasa

berkaitan dengan dimensi sosialitas manusia. Manusia sejak kelahirannya telah

membutuhkan kehadiran orang lain dalam menopang hidupnya. Menurut Doni

(43)

pengembangan diri manusia secara utuh, melalui berbagai macam dimensi yang

dimilikinya (religius, moral, personal, sosial, kultural, temporal, institusional,

relasional dan sebagainya) demi proses penyempurnaan dirinya secara terus

menerus dalam memaknai hidup dan sejarahnya di dunia ini dalam kebersamaan

dengan orang lain (Doni Koesoema 2007: 54).

Romo Driyarkara (1980: 126) menegaskan bahwa pendidikan adalah

memanusiakan manusia muda. Disini boleh dikatakan bahwa, pendidikan dapat

menghantar manusia pada perubahan baik dalam aspek kognitif, afektif,

emosional dan spiritual. Beliau menegaskan bahwa pendidikan hendaknya

menghantar orang pada suatu perubahan yang lebih baik. Yang dimaksudkan oleh

Dryarkara adalah pengangkatan martabat manusia menuju taraf insani. Dryarkara

menegaskan bahwa pendidikan menjadi pemikiran ilmiah apabila memenuhi

beberapa syarat yaitu: pemikiran kritis, metodis dan sistematis. Dengan pemikiran

kritis orang tidak menerima apa yang ditangkap dari kenyataan. Metodis yang

dimaksudkan adalah bahwa dalam proses berpikir dan menyelidiki, orang

mempergunakan cara atau metode tertentu. Sedangkan sistematis yang

dimaksudkan disini adalah dalam proses berpikir, orang dijiwai oleh suatu ide

tertentu yang menyeluruh dan menyatu sehingga ada keserasian.

Disamping itu juga ada 2 hal penting dalam pendidikan yang ditemukan

oleh Dryarkara. Pertama: Proses. Pendidikan membutuhkan proses belajar dari

ketidaktahuan menjadi lebih tahu. Hal ini membutuhkan waktu yang cukup lama

bagi peserta didik untuk berproses. Kedua: Eksitensialisme/keberadaan kita.

(44)

berproses dan berusaha. Tolak ukur yang dipakai oleh Driyarkara dalam

pendidikan adalah: Dialogis (Pendidik dan peserta didik) dan Humanis

(Memanusiakan manusia muda).

Dari defenisi-defenisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

pendidikan merupakan suatu usaha untuk menumbuhkan, memelihara, mendidik,

menghantar dan menuntun peserta didik agar keluar dari kesempitan,

keterbelakangan, kebodohan dan kegelapan hati. Pendidikan sebagai usaha untuk

membantu peserta didik agar dapat bertumbuh dan berkembang dalam segala

aspek kehidupan. Pendidikan yang baik akan memberikan suatu kekuatan yang

dinamis dalam mempengaruhi kemampuan dan perkembangan kepribadian setiap

individu dalam pertemuannya dengan sesama dalam masyarakat serta

hubungannya dengan Tuhan.

Pendidikan sangat erat kaitannya dengan dimensi sosial manusia. Hal ini

berarti bahwa manusia sangat membutuhkan kehadiran orang lain dalam seluruh

kehidupannya. Pendidikan ditujukan untuk pengembangan manusia secara utuh

melalui berbagai dimensi kehidupan yakni religius, moral, personal, sosial,

kultural, temporal, institusional, rasional dan sebagainya. Hal ini bertujuan untuk

menyempurnakan diri manusia secara terus menerus. Pendidikan yang baik dapat

menghantar manusia menuju perubahan baik dalam aspek kognitif, afektif,

emosional dan spiritual. Dengan demikian kehidupan manusia menjadi lebih baik.

Romo Fransiskus van Lith menegaskan bahwa dalam pendidikan, lembaga

(45)

sendiri dan sebagai usaha untuk mendukung munculnya pelaku-pelaku perubahan

sosial (Banawiratma, SJ 1991: 65).

b. Tujuan Pendidikan

Setiap organisasi ataupun lermbaga pendidikan tentunya memiliki tujuan

tertentu. Tujuan itu bermacam-macam seperti tujuan untuk memerdekakan, untuk

mewujudkan keadilan sosial, untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa, dan untuk menjadi orang yang baik. Pendidikan untuk

kemerdekaan menunjukkan bahwa pendidikan ingin menjadikan peserta didiknya

“ manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya dan merdeka tenaganya

(Said, 1989: 103). Moore T. W dalam Dwi Siswoyo (2008: 81) “ Tujuan umum

pendidikan adalah suatu yang ingin dicapai oleh kegiatan pendidikan“. Suatu

pemikiran yang logis bahwa pendidikan harus dimulai dengan tujuan, yang

diasumsikan sebagai nilai. Tanpa kesadaran tujuan, maka praktek pendidikan

tidak ada artinya. Berbagai pendidikan manusia mempunyai tujuan yang sama

yaitu kedewasaan yang mempunyai ciri mampu untuk hidup dengan pribadi

mandiri.

Menurut Hoogveld dalam Dwi Siswoyo (2008: 81) “Mendidik itu berarti

membantu manusia muda agar mampu menunaikan tugas hidupnya secara

mandiri”. Selain menjadikan manusia muda hidup secara pribadi, yang ingin

dicapai dalam suatu pendidikan adalah agar kemampuan tertentu manusia itu

kelak mempunyai kesempurnaan tertentu dalam hidup. Tujuan akhir dari

(46)

Kebahagiaan sempurna yang ingin ditujukan menurut Notonegoro dalam Dwi

Siswoyo (2008: 8) ialah suatu keadaan yang menimbulkan (1) kepuasan yang

sepuas-puasnya hingga (2) tidak menimbulkan keinginan lain lagi dan (3) kekal

atau abadi.

Stephen R. Covey (1994: 38) menegaskan bahwa tujuh kebiasaan

manusia bukanlah seperangkat formula pemberi semangat yang terpisah atau

sepotong-sepotong. Selaras dengan hukum alam pertumbuhan, ketujuh kebiasaan

tersebut memberikan pendekatan yang meningkat, berurutan, dan sangat terpadu

terhadap perkembangan keefektifan pribadi dan antar pribadi. Mereka

menggerakkan kita secara progresif pada kontinum kematangan dari

ketergantungan (dependent) menuju kemandirian (independence) hingga

kesalingtergantungan (interdependence). Kita masing-masing memulai kehidupan

sebagai bayi, yang tergantung sepenuhnya kepada orang lain. Kita diarahkan,

diasuh, dan ditunjang oleh orang lain. Tanpa pemeliharaan ini, kita hanya dapat

hidup selama beberapa jam atau beberapa hari paling lama. Lalu secara

berangsur-angsur, selama berbulan-bulan dan tahun-tahun berikutnya, kita menjadi mandiri

secara fisik, mental, emosional, hingga akhirnya kita pada hakikatnya dapat

mengurus diri sendiri, menjadi diarahkan oleh batin dan percaya diri.

Pada kontinum kematangan, ketergantungan adalah paradigma anda.

Anda mengurus saya; anda datang melalui saya; anda tidak berhasil; saya

menyalahkan anda untuk hasilnya. Kemandirian adalah paradigma saya. Saya

dapat melakukannya; saya bertanggungjawab; saya percaya diri; saya dapat

(47)

kita dapat bekerja sama; kita dapat menggabungkan bakat dan kemampuan kita

serta menciptakan sesuatu yang lebih besar secara bersama-sama.

Orang yang bergantung membutuhkan orang lain untuk mendapatkan apa

yang mereka kehendaki. Orang yang mandiri dapat memperoleh apa yang mereka

kehendaki melalui usaha mereka sendiri. Orang yang saling tergantung

menggabungkan upaya mereka dengan upaya orang lain untuk mencapai

keberhasilan terbesar mereka. Jika saya mandiri, secara fisik, saya dapat bekerja

sendiri dengan lumayan baik. Secara mental, saya dapat berpikir sendiri, saya

dapat pindah dari satu tingkat abstraksi ke tingkat yang lain. Saya dapat berpikir

secara kreatif dan analitis dan menyusun serta mengekspresikan gagasan saya

dengan cara-cara yang dapat dimengerti. Secara emosional, saya akan diabsahkan

dari dalam diri sendiri. Saya akan diarahkan oleh batin. Perasaan nilai diri saya

tidak akan dipengaruhi apakah saya disukai atau diperlakukan dengan baik atau

tidak.

Kemandirian sejati dari karakter memberi kekuatan kepada kita untuk

bertindak dan bukan menjadi sasaran tindakan. Kemandirian sejati membebaskan

kita dari ketergantungan kita pada keadaan dan orang lain dan merupakan cita-cita

pembebas yang layak. Cara berpikir mandiri saja tidak sesuai dengan realitas

kesalingtergantungan. Orang mandiri yang tidak memiliki kematangan berpikir

dan tidak bertindak dengan saling tergantung mungkin merupakan produsen

individual yang baik, tetapi mereka tidak akan manjadi pemimpin yang baik atau

pemain tim yang baik. Mereka tidak berasal dari paradigma kesalingtergantungan

(48)

organisasi. Ketika anda benar-benar menjadi mandiri, anda mempunyai dasar

untuk kesalingtergantungan yang efektif. Anda memiliki dasar karakter yang

dapat anda gunakan untuk mengusahakan secara efektif “ Kemenangan Publik “

(Public Victory) yang lebih berorientasi pada kepribadian dalam tim kerja, kerja

sama dan komunikasi.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan itu

sendiri adalah membantu manusia agar mampu menunaikan tugasnya secara

mandiri. Puncak dari kemandirian adalah adanya kesalingtergantungan antara satu

dengan yang lain. Hal ini membuktikan bahwa dalam kehidupan ini seseorang

bergantung atau membutuhkan orang lain. Orang yang saling tergantung

menggabungkan upaya mereka dan orang lain untuk mencapai suatu keberhasilan.

Hal ini berarti bahwa ketika seseorang menjadi pribadi yang mandiri, ia

mempunyai dasar untuk saling ketergantungan yang efektif dengan orang lain.

Dengan demikian terciptalah kerjasama dan komunikasi yang baik antara satu

dengan yang lain sehingga tercapailah tujuan yang diharapkan atau dicita-citakan.

c. Aspek Pendidikan

Sastrapratedja dalam Kaswardi (1993: 4) membagi aspek pendidikan

menjadi tiga yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan kata lain,

pendidikan menyangkut usaha pengembangan pemahaman setiap orang sebagai

dukungan terhadap aspek yang lain. Pengetahuan yang telah diterima kemudian

diresapkan serta direfleksikan dalam hati seseorang sebagai bahan pertimbangan

(49)

menunjukkan bagian yang perlu diolah. Ketiga aspek ini merupakan suatu

kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu pendidikan.

Winkel (1996: 16-24) sependapat dengan Sastrapratedja, bahwa

pendidikan merupakan usaha untuk memperkembangkan aspek kognitif, afektif

dan psikomotorik. Ketiganya harus seimbang supaya kepribadian menjadi utuh.

Dengan kata lain, orang menjadi lebih manusiawi sesuai dengan kodratnya,

terutama di dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Kristianitas

a. Pengertian Kristianitas

J.C. Tukiman, T (1975 : 25) menegaskan bahwa : kristianitas bukanlah

suatu fase dalam seluruh perkembangan paham religi umat dan idea-idea moril,

akan tetapi kristianitas adalah pilihan individuil yang mengatasi segala pengaruh.

Untuk itulah ia menekankan bahwa tugas kehidupan adalah tugas seorang kristen,

sebab kristianitas selalu menuntut kebenaran obyektif yang tergantung pada

keputusan subyektif satu orang dengan lainnya dalam terang Kristus. Seandainya

kristianitas itu hanya semata-mata tergantung pada pilihan akhir dan kriteria

rationil dari kaum beriman, pasti kebenaran obyektif tidak akan tercapai.

Dari pengertian tersebut, kita dapat memahami bahwa kristianitas sebagai

suatu pilihan individu untuk mengatasi berbagai pengaruh. Oleh karena itu maka

kristianitas menekankan tugas seorang kristen adalah tugas kehidupan yang

menuntut kebenaran obyektif yang tergantung pada keputusan subyektif dalam

(50)

Menurut Leonardus Samosir (2007: 785), kristianitas mendefinisikan

dirinya dengan kata “Gereja“. Di dalam kata ini termuat gambaran, apa dan

bagaimana kristianitas semestinya. Tanpa mereduksi keseluruhan pesan Perjanjian

Baru, disini hanya akan dilihat dua gambaran Gereja, yakni dari Kisah Rasul dan

Surat Paulus kepada umat di Korintus.

Walaupun Kisah Rasul tidak secara eksplisit menyebut kata “ jemaat“

atau “Gereja“, namun Kisah Rasul memberikan gambaran tentang umat kristiani

yang ideal. Kisah Rasul 2: 41-47 dan 4: 32-37, menyuguhkan satu gambaran,

bagaimana semestinya komunitas kristiani. Keterlibatan anggota dalam kelompok,

baik dalam hidup yang jasmani maupun yang rohani, keterpancaran ”cahaya

rohani” yang menarik orang di luar, antara lain menjadi identitas kristiani.

Rasul Paulus dalam surat kepada Umat di Korintus menyuguhkan

metafer “Tubuh Mistik Kristus”. Gereja adalah Tubuh Mistik Kristus yang bersatu

dengan Kristus sebagai Kepala. Gereja dianalogikan dengan organisme dengan

anggota-anggotanya yang saling menunjang, sesuai dengan kharisma dan

fungsinya masing-masing. Gereja memang bukan sekedar organisasi di mana

anggota-anggotanya bekerja sesuai dengan fungsinya. Gereja berkaitan dengan

peristiwa keselamatan Allah di dalam Yesus Kristus. Dalam kaitan ini: Allah

lewat Roh-Nya menganugerahkan berbagai karisma yang membangun kesatuan

Gereja di bawah Kristus sebagai Kepala.

Baik Kisah Rasul maupun Surat Rasul Paulus kepada umat di Korintus

memberikan gambaran tentang identitas secara positif; dalam artian menyuguhkan

(51)

perwujudan detail dan konkretnya menjadi terbuka. Keterbukaan ini terbukti

dalam sejarah: ada sekian kelompok kristiani yang secara detail berbeda satu sama

lain. Metafer Gereja sebagai “ Tubuh Mistik Kristus “ masuk ke dalam Dokumen

Konsili Vatikan II.

Di samping ini masih ada metafer lain yang dianggap sebagai “

pengimbang “ metafer yang titik beratnya kristologis dan hirarki ini, yakni

metafer “Umat Allah”. Gereja adalah Tubuh Mistik Kristus yang diikat dan

dibimbing oleh Kristus, tetapi Gereja tidak bisa menyamakan dirinya dengan

tujuan terakhir umat beriman. Gereja adalah “Umat Allah“ yang berjalan bersama

menuju ke tujuan yakni kesatuan atau kebahagiaan bersama Allah.

Untuk menyambungkan Gereja dengan masyarakat, maka Dokumen

Konsili Vatikan II menyodorkan metafer “tanda dan sarana“: Gereja adalah tanda

dan sarana keselamatan yang dari Allah. Gereja tidak lagi digambarkan sebagai

bahtera yang menjaring ikan sebanyak mungkin ketika berangkat menuju pantai

abadi, tetapi menjadi penerang bagi bahtera lain yang berjalan menuju pantai

abadi.

Sebuah metafer (atau gambaran) tetaplah sebuah metafer (atau

gambaran). Metafer (atau gambaran) mau menggambarkan sebuah realitas,

bukannya mau memberikan batasan sampai kepada wujud konkret. Karena itu,

metafer atau gambaran mesti dilihat dalam konteksnya masing-masing. Gambaran

dalam Kisah Rasul memberikan sketsa tentang sebuah jemaat yang ideal. Namun

gambaran Gereja jaman sekarang tidak boleh dibatasi hanya dengan gambaran

(52)

tidak bisa sepenuhnya menjadi acuan di tengah Gereja yang memikirkan ulang

posisinya dalam masyarakat.

Begitu juga dengan metafer dari Paulus yang dilatar-belakangi oleh

perpecahan jemaat. Gereja yang “karismatis” adalah Gereja yang ideal. Namun

secara konkret, manusia sebagai anggota Gereja yang konkret tidak bisa

meninggalkan bentuk organisasi untuk menjaga kesolidan jemaat. Begitu juga

halnya dengan metafer dalam dokumen-dokumen Konsili Vatikan II, seperti

Tubuh Mistik Kristus yang Kristologis dan hirarkis, metafer Umat Allah yang

melihat aspek pengembaraan Gereja yang beranggotakan orang berdosa, dan

terminus Tanda dan sarana Keselamatan yang mau memberikan penekanan pada

makna Gereja bagi dunia. Berbagai metafer tadi menunjukkan gerak identitas

Gereja yang menyandang “essensi” tertentu tetapi sekaligus menjawab persoalan

partikular, dan dengan begitu memunculkan metafer atau gambaran yang berbeda.

Dari pernyataan atau uraian tentang pengertian kristianitas tersebut, maka

dapat disimpulkan bahwa kristianitas pada hakikatnya adalah penghayatan

nilai-nilai kristiani. Nilai-nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai-nilai-nilai-nilai-nilai kristiani yang

terdapat dalam Gereja Katolik seturut teladan Yesus Kristus sendiri. Misalnya

kasih, sukacita, damai sejahtera, pengampunan, kerendahan hati,

kelemahlembutan, kebersamaan dan lain sebagainya. Penghayatan nilai-nilai

kristiani ini dapat terwujud dalam kehidupan sehari hari-hari. Hal ini merupakan

(53)

b. Sejarah Kristianitas

Menurut Michael Keene (2006: 6) kristianitas berawal dari provinsi

Palestina jajahan Romawi (yang sekarang adalah negara-negara Israel, Palestina

dan Yordania) sekitar 2000 tahun yang lalu dan didasarkan pada kehidupan,

pengajaran, kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Walaupun Yesus hanya

mengajar selama tiga tahun dan wafat secara hina di atas kayu salib di luar kota

Yerusalem, kelahiran-Nya sekarang dirayakan di seluruh dunia dan menjadi titik

pangkal penghitungan waktu, bahkan oleh orang-orang non-Kristen.

Kristianitas pada awalnya tumbuh sebagai gerakan radikal di dalam

tradisi Yahudi yang jauh lebih tua. Yesus adalah seorang Yahudi. Tetapi setelah

kematian-Nya, agama baru itu tersebar lebih luas di antara orang-orang kafir

dibanding dengan orang-orang Yahudi. Tidak lama kemudian, kristianitas

mengembangkan hidupnya sendiri lepas dari agama induknya walaupun hubungan

antara kedua agama itu tetap kompleks dan menimbulkan masalah untuk jangka

waktu yang lama.

Oleh karena kristianitas menyebar di luar kekaisaran Romawi, kehidupan

dan ajaran Yesus tetap tinggal di hati orang yang percaya. Jika agama-agama lain

mengakui Yesus sebagai seorang Guru dan nabi besar, umat Kristen percaya

bahwa Ia adalah Allah atau Putera Allah yang mengambil wujud manusia untuk

memulihkan hubungan antara Allah dan manusia yang telah rusak akibat dosa dan

ketidaktaatan manusia. Mereka percaya bahwa Yesus disalib dan bangkit kembali,

untuk menghancurkan kuasa dosa dan maut, dan ia sekarang memerintah sebagai

(54)

dengan Allah melalui Kristus dalam hidup, dalam kuasa Roh Kudus. Kristianitas

tidak hanya peduli terhadap keselamatan perorangan tetapi juga menciptakan

suatu komunitas kaum beriman (Gereja) dan menanggapi ajaran-ajaran Kristus

yang radikal tentang perilaku sosial dan moral.

c. Spiritualitas Kristiani

Menurut Michael Keene (2006: 88), spiritualitas melibatkan setiap aspek

kehidupan, baik secara individual maupun bersama-sama. Tradisi Ibrani

menekankan spiritualitas sebagai suatu penyatuan; sedangkan tradisi Yunani

meletakkan tekanannya pada suatu keinginan yaitu kerinduan yang kuat, untuk

mengalami Allah baik di dunia ini maupun di dalam kehidupan yang akan datang.

Dalam spiritualitas Kristen, kedua aspek penyatuan dan keinginan itu

digabungkan dan hal ini telah menambah vitalitas dan daya cipta Kristen secara

mengagumkan.

Umat kristiani telah mengembangkan bermacam-macam bentuk

spiritualitas secara luas termasuk doa, dan meditasi, ibadat, ziarah dan pembacaan

Alkitab secara pribadi. Bagi umat kristiani kehidupan spiritualitas mereka

mempengaruhi segala sesuatu yang mereka kerjakan, walaupun itu tidak begitu

berarti. Perwujudan nyata dari karya luar biasa Roh Kudus di dalam kehidupan

mereka dapat dilihat dalam bidang kesejahteraan sosial dan etika, juga di dalam

karya-karya seni, musik, literatur dan arsitektur. Spiritualitas adalah cara hidup;

(55)

Michael Keene (2006: 90) menegaskan bahwa dalam kurun waktu dari

tiga tahun dalam tugas pelayanan-Nya kepada orang banyak, Yesus menyatakan

kepada mereka tentang Kerajaan Allah yang sudah dekat, dengan memanggil

mereka yang mendengarkan dan menanggapi pesannya pada hidup pelayanan

serta pemuridan. Orang-orang yang mengikuti guru religius pada zaman Yesus

mengikatkan diri mereka kepada guru yang menurut mereka pengajaran-Nya

paling menarik. Namun Yesus membalikkan kebiasaan ini ketika ia memilih

murid-murid-Nya yang paling dekat dengan memanggil mereka supaya mengikuti

Dia. Yesus juga memperluas panggilan untuk pemuridan bagi orang lain, dengan

kebebasan bagi mereka untuk menerima atau menolak. Menjadi seorang murid

memerlukan perubahan hati secara radikal. Komitmen secara total kepada Yesus

yang oleh para penulis Injil sering digambarkan sebagai kesediaan untuk

meninggalkan segalanya termasuk semua orang yang berada di sekeliling mereka.

Dalam Sabda-Nya Yesus menegaskan bahwa “ setiap orang yang mau mengikuti

Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku. Karena

siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi

barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan

menyelamatkannya” (Mrk 8: 35-35).

Kisah seorang anak muda kaya yang memiliki kekuasaan melukiskan hal

mengikut Yesus ini secara sempurna. Kepada anak muda ini, yang menyatakan

bahwa ia telah melaksanakan seluruh perintah agama Yahudi dari masa mudanya,

Yesus mengatakan, “Hanya satu lagi kekuranganmu. Pergilah, juallah apa yang

(56)

beroleh harta di surga. Kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku.” Dalam Injil

orang-orang yang mengikut Yesus meninggalkan segala-galanya” termasuk

pekerjaan, keluarga dan anak-anak. Untuk beberapa dari antara mereka, menjadi

seorang murid Yesus juga berarti mau hidup selibat demi Allah dan kerajaan-Nya.

Usaha keras dalam spiritualitas Kristen yang dilakukan melalui berdoa,

berziarah atau beribadat memampukan umat untuk semakin dekat kepada Allah

dan membuat pemuridan Kristen lebih berarti. Tidak ada dua orang Kristen yang

sama, demikian juga tidak ada dua jalan menuju ke kedewasaan kristiani yang

sama. Dalam kristianitas, umat yang beranekaragam dapat menggunakan jalan

yang berbeda-beda untuk menuju kepada Allah melalui Yesus dengan

menggunakan bermacam-macam cara berdoa, beribadat atau musik untuk

membantu perjalanan iman mereka.

Khotbah di Bukit menyajikan secara keseluruhan pengajaran Yesus.

Tidak ada tempat lain dalam Injil yang memperlihatkan sifat pemuridan Kristen

Yang radikal yang diterangkan dengan lebih jelas, selain dalam perikop ini.

Pemuridan Kristen dalam Injil berarti membentuk keputusan pribadi, yang sering

harus dibayar dengan sangat mahal, untuk mengikuti Yesus yang akan

mempengaruhi setiap dimensi kehidupan. Pemuridan berarti mengubah hubungan,

membentuk sikap pribadi terhadap harta benda dan kekayaan, memberikan

susunan prioritas baru dan memberi arti yang baru tentang cinta kasih. Pemuridan

membawa seluruh perspektif baru terhadap pemenuhan pribadi.

Bilamana berbicara tentang pemuridan Kristen, Yesus mengutip hukum

Gambar

Tabel 1. Jumlah Responden
Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Variabel Pendidikan Kristianitas
Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Variabel Karakter Siswa
Tabel 5. Reliability Statistics
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seringkali pengusul RUU berpendapat bahwa tugas Badan Legsilasi dalam pengharmonisasian RUU hanyalah yang berkaitan dengan aspek teknis legal drafting (pembentukan

1. Intensitas tenaga kerja yang tidak mempengaruhi produksi, justru mengurangi hasil bersih. Peningkatan intensitas penggunaan tenaga kerja yang sejajar dengan peningkatan

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi meneliti kelengkapan administratif dan keabsahan bukti fisik yang diusulkan oleh Kepala Sekolah seperti tersebut pada angka 3 (tiga) dan

Hal ini menunjukan bahwa udem yang ditimbulkan karena induksi karagenan pada telapak kaki tikus berkurang dibandingkan dengan kelompok kontrol positif yang sama

Tabri Tayib, (Kepala MTs Nurul Falah), wawancara tanggal, 10 September 2009.. organisasi, maka segala sesuatu yang akan dilaksanakan tidak akan teratur dan tidak ada yang

Berdasarkan perhitungan skor servqual, diperoleh skor tertinggi pada dimensi tangibles adalah kerapihan dan kebersihan penampilan Teller, pada dimensi responsiveness, atribut

Penulis memilih judul tersebut agar dapat menganalisa dampak dari adanya pembangunan kantor Telkom pada lalu lintas di sekitarnya, sehingga nantinya setelah kantor Telkom

4) Dengan adanya website E-Commerce di CV. Jaya Mandiri Dental khususnya pada proses penjualan bahan dan alat praktek dokter, diharapkan dapat mempermudah pembelian