i
PENGARUH PENDIDIKAN KRISTIANITAS TERHADAP KARAKTER
SISWA KELAS XI SMA PANGUDI LUHUR VAN LITH MUNTILAN
TAHUN AJARAN 2013/2014
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh :
Lukas Lito Wato
NIM : 101124055
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
PERSEMBAHAN
Dari hati yang tulus, kupersembahkan skripsi ini kepada Tuhan Yesus Guru dan
Sahabatku, Pendamping dan Penolong Utama dalam penulisan skripsiku ini.
Bunda Maria Penolong Abadi yang selalu setia membimbing, menuntun, menopang
dan menguatkanku dalam penulisan skripsi ini.
Kepada ayah, ibu, saudara, saudari, ponakan, semua anggota keluarga, sahabat dan
kenalan yang telah membantu dan mendukung saya selama penulisan skripsi ini.
Kepada para dosenku yang selalu setia membimbing dan menuntun saya selama studi
di Universitas Sanata Dharma. Kepada kampusku, istanaku tempat aku meniti
masa depanku.
Kepada siapa saja yang telah mendukungku lewat cinta dan perhatian mereka yang
v
MOTTO
Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya
( Pengkhotbah 3: 11)
Mintalah maka akan diberikan kepadamu, carilah maka kamu akan mendapat, ketuklah maka pintu akan dibukakan bagimu
viii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul PENGARUH PENDIDIKAN KRISTIANITAS
TERHADAP KARAKTER SISWA KELAS XI SMA PANGUDI LUHUR VAN LITH MUNTILAN TAHUN AJARAN 2013/2014. Judul ini dipilih berdasarkan keingintahuan penulis akan bagaimana sumbangan pendidikan kristianitas terhadap karakter siswa di SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan. Hal ini sangat perlu diketahui agar para pendamping memiliki pijakan untuk melaksanakan pendampingan kristianitas di SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan.
Pendidikan kristianitas adalah sebuah proses untuk mendidik, menuntun dan mengarahkan setiap pribadi agar menjadi pribadi yang sungguh kristiani seturut teladan Yesus Kristus sendiri. Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai moral yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Karakter ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain keturunan atau hereditas, keluarga, sekolah, masyarakat dan kehendak bebas. Salah satu pembentukan karakter di SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan adalah melalui pendidikan kristianitas.
Berdasarkan pemikiran di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu, H0 : tidak ada pengaruh pendidikan kristianitas terhadap karakter siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan Tahun Ajaran 2013/2014. Ha: ada pengaruh pendidikan kristianitas terhadap karakter siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur van Lith MuntilanTahun ajaran 2013/2014.
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif berbentuk regresi. Penelitian ini bersifat populatif. Populasi dari penelitian ini adalah para siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan sebanyak 153 responden. Instrumen yang digunakan adalah skala sikap yang dikembangkan dalam 49 pernyataan mengenai pendidikan kristianitas dan 50 pernyataan mengenai karakter siswa. Dari hasil uji validitas pada taraf signifikansi 5%, N 153 siswa dengan nilai kritis 0,159 terdapat 99 item valid.
Sedangkan dari hasil uji reliabilitas diperoleh koefisien alpha sebesar 0,934 yang
berarti reliabilitas instrumen cukup tinggi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai mean pendidikan kristianitas adalah
145,52 dan mean karakter siswa adalah 156,65. Kedua mean tergolong baik. Dari
hasil uji regresi linear sederhana dengan taraf signifikansi 5%, diperoleh nilai r2
ix ABSTRACT
This thesis is entitled THE EFFECT OF CHRISTIANITY EDUCATION
TO THE CHARACTER OF CLASS XI STUDENTS IN PANGUDI LUHUR VAN LITH SENIOR HIGH SCHOOL MUNTILAN, ACADEMIC YEAR 2013/2014. The title was chosen based on the author’s curiosity to find out the contribution of Christianity education in building the students’ character in Pangudi Luhur van Lith Senior High School, Muntilan. By knowing it, the educators have the standpoint to apply Christianity Guidance in assissting the students in Pangudi Luhur van Lith Senior High School.
Christianity Education is a process to educate, guide and direct each individual in order to become a person who truly Christian according to the example of Jesus Christ Himself. The character is a way of thinking and behaving in accordance with the moral values that characterizes each individual to live and work together well within the scope of the family, community, nation and state. This character is influenced by many factors, such as heredity, family, school, community and free will. One of the character building formations in Pangudi Luhur van Lith Senior High School is through Christianity education.
Based on the argument above, it can be hypothized that, H0: there is no influence of Christianity education on students’ character in class XI Pangudi Luhur van Lith Senior High School Academic Year 2013/2014. Ha: there is the influence of Christianity education on students’ character in class XI Pangudi Luhur van Lith Senior High School Academic Year 2013/2014.
This research is a regression quantitative research. This research used population sample. The population of this research was 153 students of Class XI of Pangudi Luhur van Lith Senior High School. The instrument used was the attitude scale which was developed in 49 statements about Christianity education and 50 statements about the character of students. Based on the test of validity at 5% significance level, N 153 students with the critical value of 0.159, there were 99 valid items. While the results of reliability test showed the coefficient alpha was 0.934 which means the reliability of the instrument was quite high.
The results showed that the mean point of Christianity education was 145.52
and the mean point of students’ character was 156.65. It means both means were
quite well. From the test of the simple linear regression with a significance level of
5%, it was shown that r2 was 0,458 (45.8%) which means that there was positive
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
membimbing dan menuntun penulis dengan terang Roh Kudus dan Rahmat-Nya
yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
PENGARUH PENDIDIKAN KRISTIANITAS TERHADAP KARAKTER SISWA
KELAS XI SMA PANGUDI LUHUR VAN LITH MUNTILAN TAHUN AJARAN
2013/2014.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memberikan sumbangan bagi pihak
sekolah mengenai pentingnya pendidikan kristanitas terhadap karakter siswa. Hal ini
merupakan salah satu upaya untuk membentuk karakter siswa agar dapat menjadi
rasul awam yang tangguh bagi Gereja dan masyarakat. Di samping itu skripsi ini
sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian Program Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat
keterlibatan dan andil dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak
langsung yang dengan setia mendampingi, memberi motivasi, membimbing dan
memberi kritikan yang membangun. Maka dari itu penulis menyampaikan terima
kasih dan penghargaan yang tulus kepada :
1. F.X. Dapiyanta, SFK.,M.Pd., selaku dosen utama pembimbing skripsi yang setia
mendampingi, menuntun, mengembangkan ide dan memberi samangat dengan
penuh kesabaran dan kesetiaan membimbing dengan sepenuh hati dalam seluruh
xi
2. Yoseph Kristianto, SFK.,M.Pd., selaku dosen penguji II sekaligus dosen
pembimbing akademik yang selalu memberi semangat dan dorongan kepada
penulis dalam penulisan skripsi ini.
3. Dr. B. A. Rukiyanto, SJ, selaku dosen penguji III yang selalu setia memberikan
semangat, motivasi dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
4. Kaprodi IPPAK-USD, Drs. Heryatno W.W,SJ.,M.Ed., yang telah memberikan
izin kepada penulis untuk menyusun skripsi dan melakukan penelitian dari awal
hingga akhir proses penyusunan skripsi ini.
5. Segenap staf dosen prodi IPPAK-USD, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma yang mendidik dan mendampingi penulis selama
belajar sampai selesai skripsi ini.
6. Segenap staf karyawan IPPAK-USD khususnya bagian sekretariat pengajaran
yang telah memberikan arahan bagi penulis selama melakukan penyusunan
skripsi.
7. Br. Martinus Sariya Giri, FIC, selaku kepala sekolah SMA Pangudi Luhur van
Lith Muntilan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengadakan penelitian di SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan.
8. Ibu A. Retno Dewanti, ibu Lusia Prihatin, bapak Andreas Ari Budiyono, bapak
A. Suluh dan para guru SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan yang selalu setia
memberikan informasi dan membantu penulis dalam melengkapi studi dokumen
xii
9. Teman-teman angkatan 2010/2011 yang selalu memberikan motivasi, dukungan,
semangat, masukan dan ide-ide serta kerjasama selama belajar di IPPAK sampai
selesainya skripsi ini.
10. Kedua orang tuaku, bapak Simon Suban Bae dan Ibu Monika Dodi Laru serta
keenam saudaraku yakni: kakak Hendrikus R. Wato, Yohana Monika M. Wato,
Yuliana Monika N. Wato, Elisabeth Monika E. Wato, Andreas T. Wato, adikku
Yohanes L. Wato, semua ponakan serta seluruh anggota keluarga yang selalu
memberikan semangat, dorongan, perhatian dengan penuh cinta dan doa-doa
mereka yang tiada henti sehingga penulisan skripsi ini berjalan baik dan lancar.
11. Segenap anggota keluarga yang telah memberikan cinta kasih, dukungan,
motivasi, semangat dan bantuan baik materi maupun spiritual sehingga penulis
dapat melakukan penyusunan skripsi ini sampai selesai.
12. Sahabatku Fr. Arnoldus, BHK dan adik angkatku Yakobus Moa serta handai
taulan yang selalu setia memberikan semangat, motivasi dan dorongan kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
13. Siswa-siswi kelas XI SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan angkatan
2013/2014 yang telah bersedia memberikan waktu dan kesempatan kepada
penulis sehingga penulis dapat melakukan penelitian dari awal hingga akhir
dengan baik.
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
mendoakan, mendukung, memberi motivasi, bantuan dan peneguhan kepada
penulis dalam menempuh studi di Universitas Sanata Dharma program studi
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL ... xx
DAFTAR SINGKATAN ... xxii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 8
C. Pembatasan Masalah ... 10
D. Rumusan Masalah ... 10
E. Tujuan Penulisan ... 11
xv
G. Metode Penulisan ... 12
H. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS ... 15
A. Pendidikan Kristianitas ... 15
1. Pendidikan ... 15
a. Arti Pendidikan ... 17
b. Tujuan Pendidikan ... 21
c. Aspek Pendidikan ... 24
2. Kristianitas ... 25
a. Pengertian Kristianitas ... 25
b. Sejarah Kristianitas ... 29
c. Spiritualitas Kristiani ... 30
d. Akar dari Kristianitas ... 35
3. Pendidikan Kristianitas ... 38
a. Pengertian Pendidikan Kristianitas ... 38
b. Tujuan Pendidikan Kristianitas ... 40
c. Konteks Pendidikan Kristianitas ... 42
d. Pendekatan Pendidikan Kristianitas ... 47
e. Metode Pendidikan Kristianitas ... 50
f. Media dan Sumber Belajar Pendidikan Kristianitas ... 52
g. Isi Pendidikan Kristianitas ... 58
4. Pendidikan Kristianitas Dalam Konteks Khusus ... 61
a. Pengertian Rasul Awam ... 63
b. Arah dan Tujuan Kerasulan Awam ... 65
c. Tugas Para Awam ... 68
d. Bidang Kerasulan Awam ... 70
1) Kerasulan awam di bidang masyarakat Gereja ... 71
2) Kerasulan awam di bidang keluarga ... 71
3) Kerasulan awam di kalangan generasi muda ... 71
xvi
5) Kerasulan awam dalam taraf nasional dan internasional ... 72
e. Bentuk Kerasulan Awam ... 74
f. Spiritualitas Rasul Awam ... 76
g. Pendidikan Rasul awam ... 78
1) Pendidikan Manusiawi ... 79
2) Pendidikan Spiritual ... 80
3) Pendidikan Teologis ... 82
4) Pendidikan yang sesuai dengan berbagai bentuk kerasulan ... 84
5. Bentuk khusus dari Pendidikan Kristianitas di SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan ... 86
a. Visi dan Misi SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan ... 89
b. Tujuan SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan ... 90
c. Tujuan Pendidikan Kristianitas ... 91
d. Materi Pendidikan Kristianitas ... 91
xvii
3. Sumber Pembentukan Karakter ... 106
4. Proses Pembentukan Karakter ... 113
a. Karakter masa bayi dan batita ... 114
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 128
A. Jenis Penelitian ... 128
B. Desain Penelitian ... 128
C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 129
1. Tempat Penelitian ... 129
2. Waktu Penelitian ... 129
D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 130
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 131
1. Variabel Penelitian ... 131
2. Definisi Konseptual Variabel ... 131
3. Definisi Operasional Variabel ... 131
a. Pendidikan Kristianitas ... 131
b. Karakter Siswa ... 133
4. Teknik Pengumpulan Data ... 134
5. Instrumen Penelitian ... 135
xviii
7. Pengembangan Instrumen ... 142
a. Uji Coba Terpakai ... 142
b. Uji Validitas ... 142
c. Uji Reliabilitas ... 143
8. Deskripsi Data ... 144
a. Variabel Pendidikan Kristianitas ... 144
b. Variabel Karakter Siswa ... 145
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 150
A. Hasil Penelitian ... 150
1. Uji Persyaratan Analisis ... 150
a. Uji Normalitas ... 150
b. Uji Linearitas ... 153
c. Uji Homokedastisitas ... 154
2. Deskripsi Data ... 155
a. Pendidikan Kristianitas ... 155
b. Karakter Siswa ... 162
B. Uji Hipotesis ... 172
C. Hasil Studi Dokumen ... 178
D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 183
E. Refleksi Kateketis ... 189
1. Dasar Refleksi ... 189
a. Pengertian Katekese ... 189
b. Tujuan Katekese ... 190
c. Isi Katekese ... 191
xix
e. Katekese bagi Kaum Muda ... 193
f. Aspek Kateketis dalam Pendidikan Kristianitas ... 194
g. Aspek Kateketis dalam Pendidikan Karakter ... 199
2. Refleksi atas Hasil Penelitian ... 205
F. Keterbatasan Penelitian ... 209
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ... 210
A. Simpulan ... 210
B. Saran ... 213
DAFTAR PUSTAKA ... 215
LAMPIRAN ... 217
Lampiran 1 : Surat Keterangan Penelitian ... (1)
Lampiran 2 : Instrumen Penelitian ... (2)
Lampiran 3 : Contoh Instrumen Penelitian ... (9)
Lampiran 4 : Hasil Analisis Variabel Pendidikan Kristianitas ... (16)
Lampiran 5 : Hasil Analisis Variabel Karakter Siswa ... (26)
Lampiran 6 : Hasil Analisis SPSS ... (36)
Lampiran 7 : Hasil Studi Dokumen ... (38)
Lampiran 8 : Keseluruhan Variabel X dan Y ... (39)
xx
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jumlah Responden ... 130
Tabel 2 Skor Alternatif Jawaban Variabel X dan Y ... 136
Tabel 3 Kisi-kisi Instrumen Variabel Pendidikan Kristianitas ... 136
Tabel 4 Kisi-kisi Instrumen Variabel Karakter Siswa ... 139
Tabel 5 Reliability Statistics ... 144
Tabel 6 Kriteria Kategori Variabel X ... 145
Tabel 7 Kriteria Kategori Variabel Y ... 146
Tabel 8 Test of Normality ... 152
Tabel 9 Anova ... 153
Tabel 10 Rangkuman Statistik Deskripsi Pendidikan Kristianitas ... 155
Tabel 11 Statistik Perencanaan Pembelajaran... 156
Tabel 12 Deskripsi Perencanaan Pembelajaran ... 157
Tabel 13 Statistik Pelaksanaan Pembelajaran ... 158
Tabel 14 Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran ... 159
Tabel 15 Statistik Evaluasi Pembelajaran ... 160
Tabel 16 Deskripsi Evaluasi Pembelajaran ... 161
Tabel 17 Rangkuman Statistik Deskriptif Karakter siswa ... 162
Tabel 18 Statistik Karakter Ekstrover dan Introver ... 163
xxi
Tabel 20 Statistik Karakter Pengindera dan Intuitif ... 166
Tabel 21 Deskripsi Karakter Pengindera dan Intuitif ... 167
Tabel 22 Statistik Karakter Perasa dan Pemikir ... 168
Tabel 23 Deskripsi Karakter Perasa dan Pemikir ... 169
Tabel 24 Statistik Karakter Pengamat dan Penilai ... 170
Tabel 25 Deskripsi Karakter Pengamat dan Penilai ... 171
Tabel 26 Descriptive Statistics ... 173
Tabel 27 Model Summaryb ... 173
Tabel 28 Anovab ... 174
Tabel 29 Coefficientsa ... 175
Tabel 30 Correlations ... 176
Tabel 31 Studi Dokumen ... 179
Tabel 32 Rangkuman Statistik Studi Dokumen ... 181
xxii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan dalam Penelitian
ANOVA : Analisys of Variance
Ho : Hipotesis nol
Ha : Hipotesis alternatif
SPSS : Statistical Product and Service Solutions
Std : Standard
Dev : Deviasi
Sig : Signifikansi
B. Singkatan Dokumen Gereja
LG : Lumen Gentium
Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja
AA : Apostolicam Actuositatem
Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam
DV : Dei Verbum
Konstitusi Dogmatik tentang Wahyu Ilahi
GE : Gravissimum Educationis
Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen
GS : Gaudium et Spes
Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Tugas Gereja di dalam Dunia Modern.
AG : Ad Gentes
Dekrit Konsili Vatikan II tentang Karya Misioner Gereja.
IM : Inter Mirifica
Dekrit Konsili Vatikan II tentang Komunikasi Sosial
EN : Evangelii Nuntiandi
xxiii
CT : Catechesis Tradendae
Ensiklik dari Paus Yohanes Paulus II tentang Penyelenggaraan Katekese Masa Kini (16 Oktober 1979).
C. Singkatan Teks Kitab Suci
Kej : Kejadian
BPS : Balai Pusat Statistik
xxiv
IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
KWI :Konferensi Waligereja Indonesia
No : Nomor
PUK : Pedoman Umum Katekese
PL : Pangudi Luhur
SCP : Shared Christian Praxis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Pada dasarnya, pendidikan merupakan bekal manusia untuk
bertumbuh dan berkembang menjadi lebih baik. Kehidupan manusia dalam dunia
pendidikan mempunyai latar belakang yang berbeda-beda baik dari segi ekonomi,
sosial budaya dan segi kehidupan lainnya. Perbedaan inilah dapat berpengaruh
terhadap pendidikan seseorang. Menurut data BPS RI, persentasi penduduk buta
huruf menurut kelompok umur pada tahun 2003-2013 mencapai 17,20%. 6,75%
buta huruf adalah anak-anak berusia 15-17 tahun (Sumber: BPS RI, Susenas
2003-2013). Hal ini menunjukkan bahwa cukup banyak remaja yang tidak
mengenyam pendidikan di sekolah. Ada remaja yang memilih untuk menjadi
pengamen, penjual koran bahkan ada yang memilih menjadi pengemis di jalanan
ataupun mengemis dari rumah ke rumah. Selain itu juga banyak kaum muda
yang terlibat dalam kasus penggunaan narkotika dan obat-obat terlarang, seks
bebas, aborsi, minuman keras, tawuran sekolah dan kenakalan remaja lainnya.
Sikap mereka berubah menjadi apatis, kurang peka pada situasi sekitar, tidak tahu
menghargai orang lain, individual, egois dan angkuh.
Thomas Lickona dalam bukunya Educating for Character (2012: 4)
perhatian sekolah, tampaknya tidak ada masalah yang lebih mengkhawatirkan dari
pada masalah kenakalan remaja. Lebih dari 20 tahun (1968-1988), jumlah tindak
kekerasan kriminal meningkat sebanyak 53%, dan tindakan-tindakan tersebut
berupa pembunuhan, pemerkosaan, pencurian dan perusakan. Lebih tepatnya
tindakan tersebut dilakukan oleh para remaja lelaki dan perempuan yang berusia
di bawah tujuh belas tahun. Perilaku kenakalan remaja yang berbentuk kekerasan
sering terjadi pada anak-anak yang tinggal dalam satu lingkungan, yang kemudian
membentuk tindakan-tindakan keji dan brutal yang memperlihatkan rendahnya
jiwa kemanusiaan yang sengaja dilakukan tanpa rasa bersalah.
Melihat situasi yang terjadi di lapangan, Gereja bangkit dan menyerukan
kepada segenap anggota Gereja agar dapat menolong kaum muda yang masa
depannya sudah berada diambang pintu kehancuran. Misalnya pembangunan
sekolah-sekolah di daerah pinggiran. Salah satu contoh konkrit yang dapat kita
lihat adalah Sekolah Dasar eksperimen yang didirikan oleh Romo Mangun
Wijaya, Pr di Kedung Ombo Jawa Tengah. Selain itu juga yayasan-yayasan
Katolik berupaya untuk membangun sekolah-sekolah swasta Katolik baik di kota
maupun di daerah pedesaan serta daerah-daerah pedalaman lainnya. Di samping
itu juga sekolah-sekolah swasta Katolik memberikan keringanan kepada peserta
didik dengan biaya pendidikan yang cukup murah. Tujuannya adalah agar semua
peserta didik dari usia pendidikan dasar sampai pendidikan menengah bisa
mengenyam pendidikan yang layak. Seruan Gereja tentunya yang pertama-tama
ditujukan kepada keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam Gravissimum
kehidupan kepada anak-anak, terikat kewajiban amat berat untuk mendidik
mereka. Maka orang tualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang
pertama dan utama.
Dalam Gravissimum Educationis artikel 5 ditegaskan bahwa: di antara
segala upaya pendidikan, sekolah mempunyai makna yang istimewa. Sementara
terus menerus mengembangkan daya kemampuan akal budi, berdasarkan misinya
sekolah menumbuhkan kemampuan memberi penilaian yang cermat,
memperkenalkan harta warisan budaya yang telah dihimpun oleh
generasi-generasi masa silam, meningkatkan kesadaran akan tata nilai, menyiapkan siswa
untuk mengelola kejuruan tertentu, memupuk rukun persahabatan antara para
siswa yang beraneka watak-perangai maupun kondisi hidupnya dan
mengembangkan sikap saling memahami. Kecuali itu sekolah merupakan
bagaikan suatu pusat kegiatan maupun kemajuan, yang serentak harus melibatkan
keluarga-keluarga, para guru, bermacam-macam perserikatan yang memajukan
hidup berbudaya, kemasyarakatan dan keagamaan, masyarakat sipil dan segenap
keluarga manusia. Karena dari sinilah seorang pribadi manusia mulai tumbuh dan
berkembang. Salah satu seruan yang dikumandangkan oleh Gereja adalah
pendidikan kristianitas. Hal ini tertuang dalam pendahuluan pernyataan tentang
pendidikan kristen paragraf yang ketiga. Ditegaskan bahwa: Gereja berperan serta
dalam pengembangan dan perluasan pendidikan. Oleh sebab itu Konsili Suci
menetapkan berbagai prinsip dasar tentang pendidikan kristiani, khususnya di
bukti nyata bahwa Gereja peduli dan peka pada situasi dan keadaan yang terjadi
dalam dunia dewasa ini .
Pendidikan kristianitas merupakan salah satu aspek yang sangat penting
dalam seluruh kehidupan menggereja. Dengan demikian sangatlah penting jika
sejak dini anak-anak sudah mengalami pendidikan kristianitas agar dapat mengerti
dan memahami nilai-nilai kristiani yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
Gravissimum Educationis artikel kedua ditegaskan bahwa: berkat kelahiran baru
dari air dan Roh Kudus umat kristiani telah menjadi ciptaan baru serta disebut
dan memang menjadi putera puteri Allah. Maka semua orang kristiani berhak
menerima pendidikan kristiani. Pendidikan itu tidak hanya bertujuan pendewasaan
pribadi manusia seperti telah diuraikan, melainkan terutama hendak mencapai,
supaya mereka yang telah dibaptis langkah demi langkah makin mendalami
misteri keselamatan, dan dari hari ke hari makin menyadari kurnia iman yang
telah mereka terima; supaya mereka belajar bersujud kepada Allah Bapa dalam
Roh dan kebenaran (Yoh 4: 23), terutama dalam perayaan liturgi; supaya mereka
dibina untuk menghayati hidup mereka sebagai manusia baru dalam kebenaran
dan kekudusan yang sejati (Ef 4: 22-24); supaya dengan demikian mereka
mencapai kedewasaan penuh, serta tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan
kepenuhan Kristus (Ef 4: 13), dan ikut serta mengusahakan pertumbuhan Tubuh
mistik.Tentunya pendidikan kristianitas itu sendiri membutuhkan sebuah proses
dan waktu yang cukup lama agar dapat membantu anak untuk bertumbuh dan
berkembang, baik dalam iman maupun dalam kepribadian mereka. Konsili
yang amat berat untuk mengusahakan segala sesuatu, supaya seluruh umat
beriman menerima pendidikan kristen, terutama angkatan muda yang merupakan
harapan Gereja.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kurangnya pendidikan kristianitas dalam
keluarga sangat berpengaruh terhadap tingkah laku anak. Lingkungan tempat
tinggal yang kurang kondusif juga amat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan kepribadian anak itu sendiri. Selain itu juga lingkungan pendidikan
yang kurang nyaman dan pendidik yang kurang peka pada kehidupan dan situasi
peserta didik juga akan sangat berpengaruh terhadap karakter siswa. Disamping
itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin hari semakin
maju dan berkembang ini, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan setiap pribadi. Hal ini mengakibatkan banyak perubahan dalam diri
setiap pribadi khususnya perubahan karakter. Banyak kaum muda yang mudah
jatuh dan terseret dalam arus globalisasi. Oleh karena itu maka peran pendidikan
kristianitas sangat penting dalam mengatasi persoalan-persoalan yang terjadi di
lapangan saat ini.
Dalam Gravissimum Educationis artikel 1 menegaskan bahwa semua
orang dari suku, kondisi atau usia manapun juga, berdasarkan martabat mereka
selaku pribadi mempunyai hak yang tak dapat diganggu gugat atas pendidikan
yang cocok dengan tujuan maupun sifat perangai mereka, mengindahkan
perbedaan jenis, serasi dengan tradisi-tradisi kebudayaan serta para leluhur,
sekaligus juga terbuka bagi persekutuan persaudaraan dengan bangsa-bangsa lain,
Seruan Konsili tersebut mau mengingatkan dan menyuarakan kepada
dunia bahwa semua orang tanpa kecuali berhak memperoleh pendidikan yang
layak agar setiap pribadi dapat bertumbuh dan berkembang dalam iman dan
kepribadian mereka. Pendidikan yang baik akan sangat membantu setiap pribadi
untuk bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang matang,
bertanggungjawab dan dewasa serta mampu untuk menanggapi segala sesuatu
yang terjadi di sekitarnya.
Gereja memandang bahwa sekolah-sekolah Katolik merupakan wadah
yang tepat sebagai tempat untuk mendidik dan membina kaum muda agar mereka
dapat bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang utuh. Gereja melihat
bahwa di dalam lembaga pendidikan Katolik, para siswa tidak hanya diajarkan
menjadi seorang pribadi yang cerdas tetapi mereka juga dididik untuk menjadi
pribadi yang sungguh kristiani.
SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan adalah salah satu lembaga
pendidikan Katolik yang menekankan perlunya pendidikan kristianitas di sekolah.
Hal ini sangat penting bagi lembaga dalam mempersiapkan peserta didik untuk
menjadi pribadi yang sungguh kristiani dalam kehidupan mereka. Pendidikan
kristianitas di SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan kelas XI juga bertujuan
untuk mempersiapkan peserta didik menjadi rasul awam yang handal dan tangguh
di tengah Gereja dan masyarakat. Pendidikan kristianitas merupakan salah satu
kegiatan ekstrakurikuler dan masuk dalam kurikulum pengembangan yang
terdapat di kelas XI SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan. Mengingat siswa
XI juga merupakan siswa yang masuk dalam masa remaja yang sedang
mengalami berbagai gejolak dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Dengan
demikian maka pendidikan kristianitas sangat penting untuk diajarkan. Tentunya
karakter siswa pada masa peralihan ini masih sangat labil dan mudah dipengaruhi
oleh tawaran-tawaran dari dunia luar misalnya minuman keras, tawuran sekolah,
seks bebas, pergaulan bebas dan lain sebagainya. Oleh karena itu maka sangatlah
penting jika pendidikan kristianitas diajarkan di kelas XI sebagai bekal bagi siswa
dalam menempuh pendidikan di bangku Sekolah Menengah Atas.
Berdasarkan pengalaman penulis ketika mengajar mata pelajaran
pendidikan kristianitas kelas X selama satu tahun di SMA Pangudi Luhur van Lith
Muntilan tahun ajaran 2012/2013, penulis melihat bahwa karakter siswa dapat
terbentuk melalui pendidikan atau pengajaran serta pendampingan guru di
sekolah. Penulis juga mencari informasi melalui pendamping pendidikan
kristianitas, ibu A. Retno Dewanti dan Pamong Asrama Putera SMA Pangudi
Luhur van Lith bapak Suluh. Mereka mengisahkan bahwa siswa-siswi kelas XI
mengalami perubahan karakter yang cukup signifikan ketika mulai berdinamika
dalam seluruh kegiatan baik di sekolah maupun di asrama. Awal masuk di SMA
Pangudi Luhur van Lith Muntilan, mereka masih membawa kebiasaan-kebiasaan
dari rumah misalnya: kurang disiplin, malas belajar, malas berdoa, malas ke
gereja dan lain sebagainya. Namun ketika mulai berdinamika dalam kegiatan
pembelajaran dan pendampingan di sekolah mereka mulai merubah sikap mereka
yang kurang baik menjadi lebih baik. Misalnya lebih disiplin, rajin belajar, rajin
Secara spesifik penulis mau meneliti salah satu mata pelajaran
ekstrakurikuler yakni mata pelajaran pendidikan kristianitas. Melalui mata
pelajaran ini penulis ingin mengetahui dan meneliti lebih lanjut tentang pengaruh
pendidikan kristianitas terhadap karakter siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur van
Lith Muntilan. Melalui dinamika dan proses pembelajaran yang terjadi penulis
melihat bahwa pendidikan kristianitas memberikan sumbangan bagi peserta didik.
Penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut pengaruh pendidikan
kristianitas di SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan. Dengan demikian judul
skripsi yang diangkat oleh penulis adalah : PENGARUH PENDIDIKAN
KRISTIANITAS TERHADAP KARAKTER SISWA KELAS XI SMA
PANGUDI LUHUR VAN LITH MUNTILAN TAHUN AJARAN 2013/20014.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan
masalah penulisan sebagai berikut:
1. Tingginya angka buta huruf pada anak usia 15-17 tahun menunjukkan bahwa
masih banyak anak remaja usia sekolah yang tidak mengeyam pendidikan. Hal
ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kepribadian
mereka.
2. Rendahnya pendidikan mengakibatkan banyak kaum muda yang terlibat dalam
kasus penggunaan narkotika dan obat-obat terlarang, seks bebas, aborsi,
3. Pendidikan kristianitas merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam
seluruh kehidupan menggereja. Dengan demikian sangatlah penting jika sejak
dini anak-anak sudah diajarkan tentang pendidikan kristianitas agar dapat
mengerti dan memahami nilai-nilai kristiani yang ada dalam kehidupan
sehari-hari.
4. Kurangnya pendidikan kristianitas dalam keluarga sangat berpengaruh
terhadap tingkah laku anak karena keluarga adalah sekolah pertama dan utama
bagi anak sebelum masuk ke pendidikan formal.
5. Situasi lingkungan tempat tinggal yang kurang kondusif juga amat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak itu sendiri.
6. Kurang adanya perhatian dari lembaga pendidikan, lingkungan pendidikan
yang kurang nyaman dan pendidik yang kurang peka pada kehidupan dan
situasi peserta didik juga akan sangat berpengaruh terhadap karakter siswa.
7. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin hari semakin
maju dan berkembang ini juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan setiap pribadi. Hal ini mengakibatkan banyak perubahan dalam
diri setiap pribadi khususnya perubahan karakter.
8. Kurang adanya perhatian pendidik tentang pendidikan nilai dan karakter juga
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kepribadian
siswa khususnya karakter siswa itu sendiri.
9. Pendidikan Kristianitas merupakan salah satu wadah pembentukan dan
pembinaan kepribadian dan karakter siswa, namun sayangnya belum banyak
C. Batasan Masalah
Setelah melihat permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan di atas
maka, penulis memilih dua aspek yang akan dikaji yaitu mengenai pendidikan
kristianitas dan karakter siswa. Mengingat luasnya aspek yang dikaji dalam
pendidikan kristianitas dan juga aspek karakter siswa yang cukup luas. Dengan
demikian maka penulis membatasi penulisannya pada pendidikan kristianitas dan
karakter siswa dengan tujuan agar penulisan dapat lebih terfokus dan mendalam
dalam mengkaji aspek-aspek tersebut.
Oleh karena itu, judul penulisan ini dibatasi pada “Pengaruh pendidikan
kristianitas terhadap karakter siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur van Lith
Muntilan Tahun Ajaran 2013/2014”. Penulisan ini akan lebih melihat pengaruh
yang ditimbulkan dari pendidikan kristianitas terhadap karakter siswa kelas XI di
SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan tahun ajaran 2013/2014.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka ada beberapa
permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana pendidikan kristianitas di SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan?
2. Bagaimana karakter siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan
tahun ajaran 2013/2014 ?
3. Seberapa besar pengaruh pendidikan Kristianitas terhadap karakter siswa kelas
E. Tujuan Penulisan
1. Untuk mendeskripsikan pengertian pendidikan kristianitas di SMA Pangudi
Luhur van Lith Muntilan.
2. Untuk mengetahui karakter siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur van Lith
Muntilan tahun ajaran 2013/2014.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pendidikan kristianitas terhadap
karakter siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan tahun ajaran
2013/2014.
F. Manfaat Penulisan
Penulisan ini mempunyai manfaat bagi :
1. Penulis
Bagi penulis sendiri yang merupakan mahasiswa IPPAK sebagai calon
pendidik dan pewarta, penelitian ini dapat membantu penulis dalam
mempersiapkan diri untuk menjadi seorang guru Agama Katolik maupun katekis
dimanapun penulis tinggal atau bertugas nantinya serta menjadi bekal untuk
menghadapi berbagai macam persoalan yang akan dihadapi dalam lembaga
pendidikan maupun hidup menggereja.
2. Para Mahasiswa IPPAK
Penelitian ini juga kiranya dapat memberikan sumbangan bagi para
Mahasiswa IPPAK agar dapat mempersiapkan diri secara sungguh- sungguh
3. Sebagai sumber belajar bagi peneliti dalam merencanakan, melaksanakan dan
menyusun suatu penelitian agar berguna bagi kepentingan banyak orang.
G. Metode Penulisan
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode analitis berdasarkan
penelitian. Tulisan ini dikembangkan melalui penelitian lapangan yakni dengan
mengumpulkan, memaparkan dan menganalisis data di lapangan serta menarik
kesimpulan. Data yang dibutuhkan dalam penelitian melalui penyebaran angket
untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pendidikan kristianitas terhadap
karakter siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan tahun ajaran
2013/2014 .
H. Sistematika Penulisan
Sebagai sebuah gambaran umum tentang hal apa saja yang akan dibahas
dalam penulisan ini, penulis akan menyampaikan pokok-pokok gagasan sebagai
berikut :
1. BAB I berisikan pendahuluan yang meliputi latar belakang, identifikasi
masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, metode penelitian dan sitematika penulisan.
2. BAB II dibagi menjadi lima bagian. Bagian pertama membahas tentang
pendidikan kristianitas yang meliputi : pendidikan, kristianitas, pendidikan
pendidikan akan dibahas mengenai arti pendidikan, tujuan pendidikan dan
aspek pendidikan. Pada bagian kristianitas akan diuraikan tentang sejarah
kristianitas, iman kepercayaan kristiani, spiritualitas kristiani dan akar dari
kristianitas. Pada bagian pendidikan Kristianitas akan dibahas mengenai
pengertian pendidikan kristianitas, hakikat pendidikan kristianitas, tujuan
pendidikan kristianitas, konteks pendidikan kristianitas, pendekatan pendidikan
kristianitas, metode pendidikan kristianitas, media pendidikan kristianitas dan
isi pendidikan kristianitas. Pada bagian pendidikan kristianitas dalam konteks
khusus akan dibahas mengenai pengertian rasul awam, arah dan tujuan
kerasulan awam, tugas para awam, bidang kerasulan awam, bentuk kerasulan
awam, spiritualitas rasul awam dan pendidikan rasul awam. Setelah itu
dibahas mengenai bentuk khusus pendidikan kristianitas di SMA Pangudi
Luhur van Lith Muntilan. Bagian kedua membahas tentang karakter yang
meliputi: pengertian karakter, jenis karakter, sumber pembentukan karakter,
proses pembentukan karakter, dan komponen karakter yang baik. Pada bagian
yang ketiga akan membahas tentang penelitian yang relevan. Bagian yang
keempat membahas tentang kerangka pikir dan pada bagian yang kelima akan
dibahas tentang hipotesis penelitian.
3. BAB III berisi tentang metodologi penelitian yang dilakukan oleh peneliti
tentang pengaruh pendidikan kristianitas terhadap karakter siswa kelas XI
SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan tahun ajaran 2013/2014 yang meliputi:
jenis penelitian, desain penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan
definisi konseptual variabel, defenisi operasional variabel, teknik pengumpulan
data, instrumen penelitian, kisi-kisi instrumen, pengembangan instrumen,
deskripsi data, uji persyaratan analisis dan uji hipotesis.
4. BAB IV berisi tentang hasil penelitian dan pembahasannya yang meliputi
laporan hasil penelitian yang terdiri atas uji persyaratan analisis dan deskripsi
data penelitian, uji hipotesis, studi dokumen, pembahasan hasil penelitian,
refleksi kateketis penelitian dan keterbatasan penelitian.
5. BAB V berisi tentang kesimpulan dan saran yang diajukan berkaitan dengan
pembahasan pengaruh pendidikan kristianitas terhadap karakter siswa kelas XI
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
A. Pendidikan Kristianitas
Sebelum penulis menguraikan tentang pendidikan kristianitas, pada bab
ini terlebih dahulu akan diuraikan mengenai pendidikan yang meliputi arti, tujuan
dan aspek-aspek pendidikan. Kemudian akan diuraikan tentang kristianitas yang
meliputi: sejarah kristianitas, iman kepercayaan kristiani, spiritualitas kristiani dan
akar dari pendidikan kristianitas. Setelah diuraikan secara detail tentang
kristianitas, akan diuraikan tentang pendidikan kristianitas yang meliputi:
pengertian pendidikan kristiani, hakekat, tujuan, konteks, pendekatan, metode,
media, isi dari pendidikan kristiani. Setelah itu akan diuraikan tentang pendidikan
kristianitas dalam konteks khusus dan bentuk khusus dari pendidikan kristianitas
di SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan. Pada point berikutnya akan diuraikan
tentang karakter, penelitian yang relevan, kerangka pikir dan hipotesis penelitian.
1. Pendidikan
Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses komunikasi yang di
dalamnya mengandung transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan
keterampilan-keterampilan, di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung secara terus menerus
dalam buku yang berjudul Ilmu Pendidikan (Siswoyo, D. 2008 : 18-19) sebagai
berikut :
Pendidikan merupakan suatu proses dimana potensi-potensi yang dimiliki setiap individu, kemampuan-kemampuan serta kapasitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan dalam hidup sehari-hari disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dengan alat (media) yang disusun sedemikian rupa dan digunakan oleh manusia menolong dirinya sendiri atau orang lain untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan.
Selain itu, pendidikan juga merupakan sarana untuk memperkembangkan
kehidupan manusia, karena pendidikan menyediakan waktu, materi dan arahan
sebagai bekal bagi manusia untuk menjalani kehidupan. Namun tidak hanya itu
saja, pendidikan juga tidak hanya berarti pendidikan formal di lingkup sekolah
melainkan juga pendidikan non formal yang dialami melalui segala pengalaman,
tindakan dan sikap manusia di dalam menjalani kehidupan setiap hari di sekolah,
masyarakat ataupun dalam keluarga (Mulyana R, 2004: 4-5).
Kenyataan yang dialami manusia menunjukkan bahwa, pada dasarnya
manusia dapat dididik dan membutuhkan pendidikan yang dapat mengembangkan
hidupnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu dan dapat dipertanggungjawabkan
dalam hidupnya, baik untuk dirinya sendiri ataupun untuk orang lain. Untuk
mencapai tujuan yang ingin dicita - citakan setiap manusia harus berusaha seturut
kemampuan yang dimiliki, tetapi terkadang manusia itu sendiri lemah, belum siap
dalam menjalankan sesuatu untuk mencapai tujuan tersebut dalam hidupnya.
Maka mengingat keadaan setiap manusia ini, pendidikan sangat dibutuhkan dan
“ keadaan lemah, tidak berdaya, belum siap inilah yang menyebabkan anak
manusia dapat dididik dan perlu pendidikan (homo educandum et educabile ) “
a. Arti Pendidikan
Apabila berbicara tentang pendidikan, setiap orang cenderung berpikir
tentang sekolah sebagai tempat menimba ilmu pengetahuan. Memang benar
bahwa sekolah sebagai tempat menimba ilmu pengetahuan berhubungan erat
dengan pendidikan. Perlu diketahui bahwa pendidikan dapat dilaksanakan dalam
lembaga formal maupun informal. Selain dari kedua lembaga itu, pengalaman
hidup juga bisa merupakan pendidikan yang selalu dialami dalam keluarga,
tempat bekerja dan sebagainya. Mgr. Geise dalam Borgias Fransiskus (2006:
171-172) menerangkan, bahwa arti penting proses pembelajaran multikultural
merupakan suatu wacana filosofis untuk dapat membentuk kesadaran dan fakta
pluralitas dalam hidup bermasyarakat seseorang. Melihat kenyataan yang ada
dalam kehidupan bermasyarakat, setiap manusia masih pilih-pilih dalam hal
pergaulan, kurang kesadaran setiap manusia untuk dapat mengenal suku, agama
dan ras dari hati ke hati menjadikan kesenjangan hubungan antar umat beragama.
Dalam memperdalam segi dinamis pembelajaran, ada hal yang menarik
untuk dijadikan simbol kata dalam pendidikan. Menurut Mgr. Geise dalam
Borgias Fransiskus (2006: 178-181) pada dasarnya “ pendidikan bermuara dan
berasal dari bahasa latin dari kata Educare : educare (keluar dari) dan kata ducere
sendiri mempunyai arti menumbuhkan, memelihara, mendidik, membesarkan dan
menuntun keluar dari: kesempitan, keterkungkungan, keterbelakangan,
kebodohan, kegelapan budi, dan lain-lain. Pendidikan yang dialami manusia
seharusnya membuat manusia mampu belajar terus menerus sampai akhir hayat.
Suroso Prawiroharjo dalam Dwi Siswoyo (2008: 15) menerangkan,
“salah satu konsep tentang pendidikan yang banyak diajarkan dalam lembaga
pendidikan guru adalah menggambarkan pendidikan sebagai bantuan pendidikan
untuk membantu peserta didik menjadi dewasa“. Bila hanya menekankan agar
peserta didik lebih dewasa, pendidikan sama halnya dengan persekolahan yang
hanya mendidik anaknya untuk dapat berpikir cerdas tetapi kurang mementingkan
segala aspek pribadi manusia seperti halnya kepribadian diri.
Dwi Siswoyo (2008: 17) mengatakan bahwa “pendidikan merupakan
suatu kekuatan yang dinamis dalam kehidupan setiap individu yang
mempengaruhi perkembangan fisik dan jiwanya (akal, rasa dan kehendak) sosial
dan moralitasnya. “Pendidikan yang baik akan memberikan kekuatan yang
dinamis dalam mempengaruhi kemampuan dan perkembangan kepribadian setiap
individu. Pendidikan yang baik akan memberikan kekuatan yang dinamis dalam
mempengaruhi kemampuan dan perkembangan kepribadian setiap individu dalam
pertemuannya dengan sesama dalam masyarakat serta hubungannya dengan
Tuhan.
Doni Koesoema A, (2007: 54), menegaskan bahwa pendidikan senantiasa
berkaitan dengan dimensi sosialitas manusia. Manusia sejak kelahirannya telah
membutuhkan kehadiran orang lain dalam menopang hidupnya. Menurut Doni
pengembangan diri manusia secara utuh, melalui berbagai macam dimensi yang
dimilikinya (religius, moral, personal, sosial, kultural, temporal, institusional,
relasional dan sebagainya) demi proses penyempurnaan dirinya secara terus
menerus dalam memaknai hidup dan sejarahnya di dunia ini dalam kebersamaan
dengan orang lain (Doni Koesoema 2007: 54).
Romo Driyarkara (1980: 126) menegaskan bahwa pendidikan adalah
memanusiakan manusia muda. Disini boleh dikatakan bahwa, pendidikan dapat
menghantar manusia pada perubahan baik dalam aspek kognitif, afektif,
emosional dan spiritual. Beliau menegaskan bahwa pendidikan hendaknya
menghantar orang pada suatu perubahan yang lebih baik. Yang dimaksudkan oleh
Dryarkara adalah pengangkatan martabat manusia menuju taraf insani. Dryarkara
menegaskan bahwa pendidikan menjadi pemikiran ilmiah apabila memenuhi
beberapa syarat yaitu: pemikiran kritis, metodis dan sistematis. Dengan pemikiran
kritis orang tidak menerima apa yang ditangkap dari kenyataan. Metodis yang
dimaksudkan adalah bahwa dalam proses berpikir dan menyelidiki, orang
mempergunakan cara atau metode tertentu. Sedangkan sistematis yang
dimaksudkan disini adalah dalam proses berpikir, orang dijiwai oleh suatu ide
tertentu yang menyeluruh dan menyatu sehingga ada keserasian.
Disamping itu juga ada 2 hal penting dalam pendidikan yang ditemukan
oleh Dryarkara. Pertama: Proses. Pendidikan membutuhkan proses belajar dari
ketidaktahuan menjadi lebih tahu. Hal ini membutuhkan waktu yang cukup lama
bagi peserta didik untuk berproses. Kedua: Eksitensialisme/keberadaan kita.
berproses dan berusaha. Tolak ukur yang dipakai oleh Driyarkara dalam
pendidikan adalah: Dialogis (Pendidik dan peserta didik) dan Humanis
(Memanusiakan manusia muda).
Dari defenisi-defenisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan merupakan suatu usaha untuk menumbuhkan, memelihara, mendidik,
menghantar dan menuntun peserta didik agar keluar dari kesempitan,
keterbelakangan, kebodohan dan kegelapan hati. Pendidikan sebagai usaha untuk
membantu peserta didik agar dapat bertumbuh dan berkembang dalam segala
aspek kehidupan. Pendidikan yang baik akan memberikan suatu kekuatan yang
dinamis dalam mempengaruhi kemampuan dan perkembangan kepribadian setiap
individu dalam pertemuannya dengan sesama dalam masyarakat serta
hubungannya dengan Tuhan.
Pendidikan sangat erat kaitannya dengan dimensi sosial manusia. Hal ini
berarti bahwa manusia sangat membutuhkan kehadiran orang lain dalam seluruh
kehidupannya. Pendidikan ditujukan untuk pengembangan manusia secara utuh
melalui berbagai dimensi kehidupan yakni religius, moral, personal, sosial,
kultural, temporal, institusional, rasional dan sebagainya. Hal ini bertujuan untuk
menyempurnakan diri manusia secara terus menerus. Pendidikan yang baik dapat
menghantar manusia menuju perubahan baik dalam aspek kognitif, afektif,
emosional dan spiritual. Dengan demikian kehidupan manusia menjadi lebih baik.
Romo Fransiskus van Lith menegaskan bahwa dalam pendidikan, lembaga
sendiri dan sebagai usaha untuk mendukung munculnya pelaku-pelaku perubahan
sosial (Banawiratma, SJ 1991: 65).
b. Tujuan Pendidikan
Setiap organisasi ataupun lermbaga pendidikan tentunya memiliki tujuan
tertentu. Tujuan itu bermacam-macam seperti tujuan untuk memerdekakan, untuk
mewujudkan keadilan sosial, untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, dan untuk menjadi orang yang baik. Pendidikan untuk
kemerdekaan menunjukkan bahwa pendidikan ingin menjadikan peserta didiknya
“ manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya dan merdeka tenaganya
(Said, 1989: 103). Moore T. W dalam Dwi Siswoyo (2008: 81) “ Tujuan umum
pendidikan adalah suatu yang ingin dicapai oleh kegiatan pendidikan“. Suatu
pemikiran yang logis bahwa pendidikan harus dimulai dengan tujuan, yang
diasumsikan sebagai nilai. Tanpa kesadaran tujuan, maka praktek pendidikan
tidak ada artinya. Berbagai pendidikan manusia mempunyai tujuan yang sama
yaitu kedewasaan yang mempunyai ciri mampu untuk hidup dengan pribadi
mandiri.
Menurut Hoogveld dalam Dwi Siswoyo (2008: 81) “Mendidik itu berarti
membantu manusia muda agar mampu menunaikan tugas hidupnya secara
mandiri”. Selain menjadikan manusia muda hidup secara pribadi, yang ingin
dicapai dalam suatu pendidikan adalah agar kemampuan tertentu manusia itu
kelak mempunyai kesempurnaan tertentu dalam hidup. Tujuan akhir dari
Kebahagiaan sempurna yang ingin ditujukan menurut Notonegoro dalam Dwi
Siswoyo (2008: 8) ialah suatu keadaan yang menimbulkan (1) kepuasan yang
sepuas-puasnya hingga (2) tidak menimbulkan keinginan lain lagi dan (3) kekal
atau abadi.
Stephen R. Covey (1994: 38) menegaskan bahwa tujuh kebiasaan
manusia bukanlah seperangkat formula pemberi semangat yang terpisah atau
sepotong-sepotong. Selaras dengan hukum alam pertumbuhan, ketujuh kebiasaan
tersebut memberikan pendekatan yang meningkat, berurutan, dan sangat terpadu
terhadap perkembangan keefektifan pribadi dan antar pribadi. Mereka
menggerakkan kita secara progresif pada kontinum kematangan dari
ketergantungan (dependent) menuju kemandirian (independence) hingga
kesalingtergantungan (interdependence). Kita masing-masing memulai kehidupan
sebagai bayi, yang tergantung sepenuhnya kepada orang lain. Kita diarahkan,
diasuh, dan ditunjang oleh orang lain. Tanpa pemeliharaan ini, kita hanya dapat
hidup selama beberapa jam atau beberapa hari paling lama. Lalu secara
berangsur-angsur, selama berbulan-bulan dan tahun-tahun berikutnya, kita menjadi mandiri
secara fisik, mental, emosional, hingga akhirnya kita pada hakikatnya dapat
mengurus diri sendiri, menjadi diarahkan oleh batin dan percaya diri.
Pada kontinum kematangan, ketergantungan adalah paradigma anda.
Anda mengurus saya; anda datang melalui saya; anda tidak berhasil; saya
menyalahkan anda untuk hasilnya. Kemandirian adalah paradigma saya. Saya
dapat melakukannya; saya bertanggungjawab; saya percaya diri; saya dapat
kita dapat bekerja sama; kita dapat menggabungkan bakat dan kemampuan kita
serta menciptakan sesuatu yang lebih besar secara bersama-sama.
Orang yang bergantung membutuhkan orang lain untuk mendapatkan apa
yang mereka kehendaki. Orang yang mandiri dapat memperoleh apa yang mereka
kehendaki melalui usaha mereka sendiri. Orang yang saling tergantung
menggabungkan upaya mereka dengan upaya orang lain untuk mencapai
keberhasilan terbesar mereka. Jika saya mandiri, secara fisik, saya dapat bekerja
sendiri dengan lumayan baik. Secara mental, saya dapat berpikir sendiri, saya
dapat pindah dari satu tingkat abstraksi ke tingkat yang lain. Saya dapat berpikir
secara kreatif dan analitis dan menyusun serta mengekspresikan gagasan saya
dengan cara-cara yang dapat dimengerti. Secara emosional, saya akan diabsahkan
dari dalam diri sendiri. Saya akan diarahkan oleh batin. Perasaan nilai diri saya
tidak akan dipengaruhi apakah saya disukai atau diperlakukan dengan baik atau
tidak.
Kemandirian sejati dari karakter memberi kekuatan kepada kita untuk
bertindak dan bukan menjadi sasaran tindakan. Kemandirian sejati membebaskan
kita dari ketergantungan kita pada keadaan dan orang lain dan merupakan cita-cita
pembebas yang layak. Cara berpikir mandiri saja tidak sesuai dengan realitas
kesalingtergantungan. Orang mandiri yang tidak memiliki kematangan berpikir
dan tidak bertindak dengan saling tergantung mungkin merupakan produsen
individual yang baik, tetapi mereka tidak akan manjadi pemimpin yang baik atau
pemain tim yang baik. Mereka tidak berasal dari paradigma kesalingtergantungan
organisasi. Ketika anda benar-benar menjadi mandiri, anda mempunyai dasar
untuk kesalingtergantungan yang efektif. Anda memiliki dasar karakter yang
dapat anda gunakan untuk mengusahakan secara efektif “ Kemenangan Publik “
(Public Victory) yang lebih berorientasi pada kepribadian dalam tim kerja, kerja
sama dan komunikasi.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan itu
sendiri adalah membantu manusia agar mampu menunaikan tugasnya secara
mandiri. Puncak dari kemandirian adalah adanya kesalingtergantungan antara satu
dengan yang lain. Hal ini membuktikan bahwa dalam kehidupan ini seseorang
bergantung atau membutuhkan orang lain. Orang yang saling tergantung
menggabungkan upaya mereka dan orang lain untuk mencapai suatu keberhasilan.
Hal ini berarti bahwa ketika seseorang menjadi pribadi yang mandiri, ia
mempunyai dasar untuk saling ketergantungan yang efektif dengan orang lain.
Dengan demikian terciptalah kerjasama dan komunikasi yang baik antara satu
dengan yang lain sehingga tercapailah tujuan yang diharapkan atau dicita-citakan.
c. Aspek Pendidikan
Sastrapratedja dalam Kaswardi (1993: 4) membagi aspek pendidikan
menjadi tiga yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan kata lain,
pendidikan menyangkut usaha pengembangan pemahaman setiap orang sebagai
dukungan terhadap aspek yang lain. Pengetahuan yang telah diterima kemudian
diresapkan serta direfleksikan dalam hati seseorang sebagai bahan pertimbangan
menunjukkan bagian yang perlu diolah. Ketiga aspek ini merupakan suatu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu pendidikan.
Winkel (1996: 16-24) sependapat dengan Sastrapratedja, bahwa
pendidikan merupakan usaha untuk memperkembangkan aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik. Ketiganya harus seimbang supaya kepribadian menjadi utuh.
Dengan kata lain, orang menjadi lebih manusiawi sesuai dengan kodratnya,
terutama di dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Kristianitas
a. Pengertian Kristianitas
J.C. Tukiman, T (1975 : 25) menegaskan bahwa : kristianitas bukanlah
suatu fase dalam seluruh perkembangan paham religi umat dan idea-idea moril,
akan tetapi kristianitas adalah pilihan individuil yang mengatasi segala pengaruh.
Untuk itulah ia menekankan bahwa tugas kehidupan adalah tugas seorang kristen,
sebab kristianitas selalu menuntut kebenaran obyektif yang tergantung pada
keputusan subyektif satu orang dengan lainnya dalam terang Kristus. Seandainya
kristianitas itu hanya semata-mata tergantung pada pilihan akhir dan kriteria
rationil dari kaum beriman, pasti kebenaran obyektif tidak akan tercapai.
Dari pengertian tersebut, kita dapat memahami bahwa kristianitas sebagai
suatu pilihan individu untuk mengatasi berbagai pengaruh. Oleh karena itu maka
kristianitas menekankan tugas seorang kristen adalah tugas kehidupan yang
menuntut kebenaran obyektif yang tergantung pada keputusan subyektif dalam
Menurut Leonardus Samosir (2007: 785), kristianitas mendefinisikan
dirinya dengan kata “Gereja“. Di dalam kata ini termuat gambaran, apa dan
bagaimana kristianitas semestinya. Tanpa mereduksi keseluruhan pesan Perjanjian
Baru, disini hanya akan dilihat dua gambaran Gereja, yakni dari Kisah Rasul dan
Surat Paulus kepada umat di Korintus.
Walaupun Kisah Rasul tidak secara eksplisit menyebut kata “ jemaat“
atau “Gereja“, namun Kisah Rasul memberikan gambaran tentang umat kristiani
yang ideal. Kisah Rasul 2: 41-47 dan 4: 32-37, menyuguhkan satu gambaran,
bagaimana semestinya komunitas kristiani. Keterlibatan anggota dalam kelompok,
baik dalam hidup yang jasmani maupun yang rohani, keterpancaran ”cahaya
rohani” yang menarik orang di luar, antara lain menjadi identitas kristiani.
Rasul Paulus dalam surat kepada Umat di Korintus menyuguhkan
metafer “Tubuh Mistik Kristus”. Gereja adalah Tubuh Mistik Kristus yang bersatu
dengan Kristus sebagai Kepala. Gereja dianalogikan dengan organisme dengan
anggota-anggotanya yang saling menunjang, sesuai dengan kharisma dan
fungsinya masing-masing. Gereja memang bukan sekedar organisasi di mana
anggota-anggotanya bekerja sesuai dengan fungsinya. Gereja berkaitan dengan
peristiwa keselamatan Allah di dalam Yesus Kristus. Dalam kaitan ini: Allah
lewat Roh-Nya menganugerahkan berbagai karisma yang membangun kesatuan
Gereja di bawah Kristus sebagai Kepala.
Baik Kisah Rasul maupun Surat Rasul Paulus kepada umat di Korintus
memberikan gambaran tentang identitas secara positif; dalam artian menyuguhkan
perwujudan detail dan konkretnya menjadi terbuka. Keterbukaan ini terbukti
dalam sejarah: ada sekian kelompok kristiani yang secara detail berbeda satu sama
lain. Metafer Gereja sebagai “ Tubuh Mistik Kristus “ masuk ke dalam Dokumen
Konsili Vatikan II.
Di samping ini masih ada metafer lain yang dianggap sebagai “
pengimbang “ metafer yang titik beratnya kristologis dan hirarki ini, yakni
metafer “Umat Allah”. Gereja adalah Tubuh Mistik Kristus yang diikat dan
dibimbing oleh Kristus, tetapi Gereja tidak bisa menyamakan dirinya dengan
tujuan terakhir umat beriman. Gereja adalah “Umat Allah“ yang berjalan bersama
menuju ke tujuan yakni kesatuan atau kebahagiaan bersama Allah.
Untuk menyambungkan Gereja dengan masyarakat, maka Dokumen
Konsili Vatikan II menyodorkan metafer “tanda dan sarana“: Gereja adalah tanda
dan sarana keselamatan yang dari Allah. Gereja tidak lagi digambarkan sebagai
bahtera yang menjaring ikan sebanyak mungkin ketika berangkat menuju pantai
abadi, tetapi menjadi penerang bagi bahtera lain yang berjalan menuju pantai
abadi.
Sebuah metafer (atau gambaran) tetaplah sebuah metafer (atau
gambaran). Metafer (atau gambaran) mau menggambarkan sebuah realitas,
bukannya mau memberikan batasan sampai kepada wujud konkret. Karena itu,
metafer atau gambaran mesti dilihat dalam konteksnya masing-masing. Gambaran
dalam Kisah Rasul memberikan sketsa tentang sebuah jemaat yang ideal. Namun
gambaran Gereja jaman sekarang tidak boleh dibatasi hanya dengan gambaran
tidak bisa sepenuhnya menjadi acuan di tengah Gereja yang memikirkan ulang
posisinya dalam masyarakat.
Begitu juga dengan metafer dari Paulus yang dilatar-belakangi oleh
perpecahan jemaat. Gereja yang “karismatis” adalah Gereja yang ideal. Namun
secara konkret, manusia sebagai anggota Gereja yang konkret tidak bisa
meninggalkan bentuk organisasi untuk menjaga kesolidan jemaat. Begitu juga
halnya dengan metafer dalam dokumen-dokumen Konsili Vatikan II, seperti
Tubuh Mistik Kristus yang Kristologis dan hirarkis, metafer Umat Allah yang
melihat aspek pengembaraan Gereja yang beranggotakan orang berdosa, dan
terminus Tanda dan sarana Keselamatan yang mau memberikan penekanan pada
makna Gereja bagi dunia. Berbagai metafer tadi menunjukkan gerak identitas
Gereja yang menyandang “essensi” tertentu tetapi sekaligus menjawab persoalan
partikular, dan dengan begitu memunculkan metafer atau gambaran yang berbeda.
Dari pernyataan atau uraian tentang pengertian kristianitas tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa kristianitas pada hakikatnya adalah penghayatan
nilai-nilai kristiani. Nilai-nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai-nilai-nilai-nilai-nilai kristiani yang
terdapat dalam Gereja Katolik seturut teladan Yesus Kristus sendiri. Misalnya
kasih, sukacita, damai sejahtera, pengampunan, kerendahan hati,
kelemahlembutan, kebersamaan dan lain sebagainya. Penghayatan nilai-nilai
kristiani ini dapat terwujud dalam kehidupan sehari hari-hari. Hal ini merupakan
b. Sejarah Kristianitas
Menurut Michael Keene (2006: 6) kristianitas berawal dari provinsi
Palestina jajahan Romawi (yang sekarang adalah negara-negara Israel, Palestina
dan Yordania) sekitar 2000 tahun yang lalu dan didasarkan pada kehidupan,
pengajaran, kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Walaupun Yesus hanya
mengajar selama tiga tahun dan wafat secara hina di atas kayu salib di luar kota
Yerusalem, kelahiran-Nya sekarang dirayakan di seluruh dunia dan menjadi titik
pangkal penghitungan waktu, bahkan oleh orang-orang non-Kristen.
Kristianitas pada awalnya tumbuh sebagai gerakan radikal di dalam
tradisi Yahudi yang jauh lebih tua. Yesus adalah seorang Yahudi. Tetapi setelah
kematian-Nya, agama baru itu tersebar lebih luas di antara orang-orang kafir
dibanding dengan orang-orang Yahudi. Tidak lama kemudian, kristianitas
mengembangkan hidupnya sendiri lepas dari agama induknya walaupun hubungan
antara kedua agama itu tetap kompleks dan menimbulkan masalah untuk jangka
waktu yang lama.
Oleh karena kristianitas menyebar di luar kekaisaran Romawi, kehidupan
dan ajaran Yesus tetap tinggal di hati orang yang percaya. Jika agama-agama lain
mengakui Yesus sebagai seorang Guru dan nabi besar, umat Kristen percaya
bahwa Ia adalah Allah atau Putera Allah yang mengambil wujud manusia untuk
memulihkan hubungan antara Allah dan manusia yang telah rusak akibat dosa dan
ketidaktaatan manusia. Mereka percaya bahwa Yesus disalib dan bangkit kembali,
untuk menghancurkan kuasa dosa dan maut, dan ia sekarang memerintah sebagai
dengan Allah melalui Kristus dalam hidup, dalam kuasa Roh Kudus. Kristianitas
tidak hanya peduli terhadap keselamatan perorangan tetapi juga menciptakan
suatu komunitas kaum beriman (Gereja) dan menanggapi ajaran-ajaran Kristus
yang radikal tentang perilaku sosial dan moral.
c. Spiritualitas Kristiani
Menurut Michael Keene (2006: 88), spiritualitas melibatkan setiap aspek
kehidupan, baik secara individual maupun bersama-sama. Tradisi Ibrani
menekankan spiritualitas sebagai suatu penyatuan; sedangkan tradisi Yunani
meletakkan tekanannya pada suatu keinginan yaitu kerinduan yang kuat, untuk
mengalami Allah baik di dunia ini maupun di dalam kehidupan yang akan datang.
Dalam spiritualitas Kristen, kedua aspek penyatuan dan keinginan itu
digabungkan dan hal ini telah menambah vitalitas dan daya cipta Kristen secara
mengagumkan.
Umat kristiani telah mengembangkan bermacam-macam bentuk
spiritualitas secara luas termasuk doa, dan meditasi, ibadat, ziarah dan pembacaan
Alkitab secara pribadi. Bagi umat kristiani kehidupan spiritualitas mereka
mempengaruhi segala sesuatu yang mereka kerjakan, walaupun itu tidak begitu
berarti. Perwujudan nyata dari karya luar biasa Roh Kudus di dalam kehidupan
mereka dapat dilihat dalam bidang kesejahteraan sosial dan etika, juga di dalam
karya-karya seni, musik, literatur dan arsitektur. Spiritualitas adalah cara hidup;
Michael Keene (2006: 90) menegaskan bahwa dalam kurun waktu dari
tiga tahun dalam tugas pelayanan-Nya kepada orang banyak, Yesus menyatakan
kepada mereka tentang Kerajaan Allah yang sudah dekat, dengan memanggil
mereka yang mendengarkan dan menanggapi pesannya pada hidup pelayanan
serta pemuridan. Orang-orang yang mengikuti guru religius pada zaman Yesus
mengikatkan diri mereka kepada guru yang menurut mereka pengajaran-Nya
paling menarik. Namun Yesus membalikkan kebiasaan ini ketika ia memilih
murid-murid-Nya yang paling dekat dengan memanggil mereka supaya mengikuti
Dia. Yesus juga memperluas panggilan untuk pemuridan bagi orang lain, dengan
kebebasan bagi mereka untuk menerima atau menolak. Menjadi seorang murid
memerlukan perubahan hati secara radikal. Komitmen secara total kepada Yesus
yang oleh para penulis Injil sering digambarkan sebagai kesediaan untuk
meninggalkan segalanya termasuk semua orang yang berada di sekeliling mereka.
Dalam Sabda-Nya Yesus menegaskan bahwa “ setiap orang yang mau mengikuti
Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku. Karena
siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi
barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan
menyelamatkannya” (Mrk 8: 35-35).
Kisah seorang anak muda kaya yang memiliki kekuasaan melukiskan hal
mengikut Yesus ini secara sempurna. Kepada anak muda ini, yang menyatakan
bahwa ia telah melaksanakan seluruh perintah agama Yahudi dari masa mudanya,
Yesus mengatakan, “Hanya satu lagi kekuranganmu. Pergilah, juallah apa yang
beroleh harta di surga. Kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku.” Dalam Injil
orang-orang yang mengikut Yesus meninggalkan segala-galanya” termasuk
pekerjaan, keluarga dan anak-anak. Untuk beberapa dari antara mereka, menjadi
seorang murid Yesus juga berarti mau hidup selibat demi Allah dan kerajaan-Nya.
Usaha keras dalam spiritualitas Kristen yang dilakukan melalui berdoa,
berziarah atau beribadat memampukan umat untuk semakin dekat kepada Allah
dan membuat pemuridan Kristen lebih berarti. Tidak ada dua orang Kristen yang
sama, demikian juga tidak ada dua jalan menuju ke kedewasaan kristiani yang
sama. Dalam kristianitas, umat yang beranekaragam dapat menggunakan jalan
yang berbeda-beda untuk menuju kepada Allah melalui Yesus dengan
menggunakan bermacam-macam cara berdoa, beribadat atau musik untuk
membantu perjalanan iman mereka.
Khotbah di Bukit menyajikan secara keseluruhan pengajaran Yesus.
Tidak ada tempat lain dalam Injil yang memperlihatkan sifat pemuridan Kristen
Yang radikal yang diterangkan dengan lebih jelas, selain dalam perikop ini.
Pemuridan Kristen dalam Injil berarti membentuk keputusan pribadi, yang sering
harus dibayar dengan sangat mahal, untuk mengikuti Yesus yang akan
mempengaruhi setiap dimensi kehidupan. Pemuridan berarti mengubah hubungan,
membentuk sikap pribadi terhadap harta benda dan kekayaan, memberikan
susunan prioritas baru dan memberi arti yang baru tentang cinta kasih. Pemuridan
membawa seluruh perspektif baru terhadap pemenuhan pribadi.
Bilamana berbicara tentang pemuridan Kristen, Yesus mengutip hukum