• Tidak ada hasil yang ditemukan

MPR SEBELUM DAN SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945 A.MPR RI Sebelum Perubahan UUD 1945

2. Susunan MPR

Perdebatan mengenai susunan MPR, telah terjadi sejak dalam Panitia Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan pada tahun 1945. Sukiman mengusulkan supaya anggota MPR secara langsung dipilih oleh rakyat. Moh. Hatta menolak usul ini dengan mengatakan bahwa kalau organis tidak bisa langsung. Oleh sebab itu, jadilah rumusan yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) yang menentukan bahwa MPR terdiri dari anggota-anggota DPR, ditambah dengan utusan-utusan daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan UU.103 Jawaban Bung Hatta ini mengingatkan kita pada pendapat Bung Karno dan Supomo dihubungkan dengan pendapat Adam Muller yang menolak pemikiran yang didasarkan pada aliran individualisme dan hukum alam sebagaimana dikemukakan dalam rapat Panitia Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan.104

101

Sri Soemantri, Kedudukan Lembaga-Lembaga Negara . . . Op. Cit., hlm. 45

102

Sri Soemantri.1985. Ketetapan MPR(S) . . . Op. Cit., hlm.42.

103

A.S.S. Tambunan.MPR Perkembangan dan Pertumbuhannya Suatu Pengamatan dan Analisis, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hal 40.

57

Keanggotaan MPR terdiri atas anggota DPR ditambah utusan daerah dan utusan golongan, sehingga keseluruhan anggota MPR itu benar-benar diharapkan mencerminkan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Unsur anggota MPR mencerminkan penjelmaan demokrasi politik (political democracy) yang didasarkan atas prosedur perwakilan politik (political representation) dalam rangka menyalurkan aspirasi dan kepentingan seluruh bangsa dan bernegara, sedangkan utusan golongan mencerminkan prinsip demokrasi ekonomi (economic democracy) yang didasarkan atas prosedur perwakilan fungsional (fungtional representation). Sistem perwakilan fungsional itu dimaksudkan untuk mengatasi ataupun menutupi kelemahan sistem politik atau sistem perwakilan politik. Jika anggota DPR berorientasi nasional untuk kepentingan seluruh nasional, untuk kepentingan bangsa dan negara, maka utusan daerah diadakan untuk menjamin agar kepentingan daerah-daerah tidak terabaikan hanya karena orientasi untuk mengutamakan kepentingan nasional. Dengan demikian, keberadaan para anggota MPR benar-benar mencerminkan seluruh lapisan dan golongan rakyat, sehingga tepat diberi kedudukan yang tertinggi (supreme)105

Selanjutnya kata-kata yang digunakan oleh UUD 1945 Pasal 2 ayat (1) juga dibahas dalam cara menentukan penyusunan keanggota MPR. Berdasarkan penafsiran bahasa, untuk DPR disebut anggota-anggota karena harus dipilih oleh rakyat, sedangkan utusan-utusan daerah karena memeng tidak harus dipilih oleh rakyat, melainkan DPRD untuk duduk dalam MPR. Begitu pula disebut utusan

105

Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945,Yogyakarta, FH UII, 2003, hlm 38.

58

golonganan-golongan karena memang tidak dimaksud untuk dipilih oleh rakyat tetapi diutus oleh golongan-golongan untuk duduk dalam MPR.106

Setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1946 pada tanggal 18 April 1946, Jumlah anggotanya ditegaskan manjadi 200 orang. Untuk memperkuat dasar hukumnya kemudian pada tanggal 8 Juli 1946 dikeluarkan UU No. 12 dengan materi praktis sama dengan PP No. 2 Tahun 1946. Jumlah anggota pemilihan umum yang bertingkat, 60 orang hasil penunjukan partai-partai politik, dan 30 orang ditunjuk oleh Presiden.

Mengenai cara pengisian utusan golongan di MPR diserahkan kepada Legislatif untuk menentukan dalam bentuk UU. Kemudian dalam UU (demikian juga dalam Penpres/Perpres) dipakai sistem pengangkatan dan penunjukan oleh Presiden sebagai Kepala Negara.

107

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat, selanjutnya disebut dengan singkatan M.P.R., terdiri atas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan Utusan-utusan dari Daerah, Golongan Politik dan Golongan Karya. (2) Jumlah anggota M.P.R. adalah dua kali lipat jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Anggota tambahan M.P.R. terdiri dari: a. Utusan Daerah seperti tersebut dalam pasal 8; b.Utusan Golongan Politik dan Golongan Karya ditetapkan berdasarkan imbangan hasil pemilihan umum; organisasi Golongan Politik/Karya yang ikut pemilihan umum, tetapi tidak mendapat wakil di D.P.R. dijamin satu utusan di M.P.R yang jumlah keseluruhannya tidak melebihi sepuluh orang utusan; c. Utusan Golongan Karya Angkatan Bersenjata dan Golongan Karya bukan Angkatan Bersenjata yang ditetapkan berdasarkan pengangkatan. (4) Jumlah anggota M.P.R. yang diangkat ditetapkan sebanyak sepertiga dari seluruh anggota M.P. R. Susunan dari MPR juga diatur dalam Pasal 1 UU No. 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPRD, yang berbunyi:

“1. Susunan

106

A.S.S Tambunan, MPR Perkembangan . . . Op. Cit, hlm 40-41.

107

59

dan terdiri: a. Anggota D.P.R. yang diangkat seperti tersebut dalam pasal 10 ayat (4); b. Anggota tambahan M.P.R. dari golongan Karya Angkatan Bersenjata seperti tersebut dalam ayat (3) huruf c yang pengangkatannya ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata. c. Anggota tambahan M.P.R. dari Golongan Karya bukan Angkatan Bersenjata seperti dalam ayat (3) huruf c diangkat oleh Presiden baik atas usul organisasi yang bersangkutan maupun atas prakarsa Presiden. (5) Jumlah Utusan Golongan Karya A.B.R.I. dan Golongan Karya bukan A.B.R.I. yang dimaksud dalam ayat (4) b dan c ditetapkan oleh Presiden.”

Dalam perkembangan selanjutnya UU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPRD, mengalami perubahan akan tetapi tetap di dalam naungan keberlakuan UUD 1945, yaitu UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPRD. Dalam ketentuan Pasal 2 UU ini mengatur susunan MPR yang berbunyi:

“(1) MPR terdiri atas anggota DPR ditambah dengan: a. Utusan Daerah; b. Utusan Golongan. (2) Jumlah anggota MPR adalah 700 orang dengan rincian: a. Anggota DPR sebanyak 500 orang; b. Utusan Daerah sebanyak 135, yaitu lima orang dari tiap-tiap Daerah Tingkat I; c. Utusan Golongan sebanyak 65 orang. (3) Utusan Daerah dipilih oleh DPRD Tingkat I. (4) Tata cara pemilihan anggota MPR Utusan Daerah sebagaimana dimaksud ayat (3) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD. (5) DPR menetapkan jenis dan jumlah wakil dari masing-masing golongan. (6) Utusan Golongan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diusulkan oleh golongan masing-masing kepada DPR untuk ditetapkan. (7) Tata cara penetapan anggota MPR Utusan Golongan sebagaimana yang dimaksud ayat (5) dan ayat (6) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR.108