• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA PROGRAM REBO NYUNDA MELALUI PEMBELAJARAN IPS

METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian

2. Tahap Penentuan Strategi Pendekatan

Tahap langkah kedua berdasarkan hasil penelitian terdapat temuan strategi pendekatan pendidikan karakter pada program Rebo Nyunda yang dikembangkan oleh para guru seperti melalui metode penyampaian kisah, metode pembiasaan, dan metode pemberian teladan sudah berlangsung cukup efektif dengan terlihat adannya perubahan-perubahan karakter seperti apa yang diharapkan oleh para guru dalam tujuan pembelajaran.

Pengembangan pendidikan karakter pada program Rebo Nyunda melalui pembelajaran IPS pertama dengan cara metode penyampaian kisah dengan ceramah. Menurut Matta (2006:34) metode kisah atau cerita ini merupakan salah satu metode yang penting, karena metode ini mampu mengikat pendengar dan mudah diingat untuk mengikuti peristiwanya dan merasakan seolah-olah sebagai tokoh di dalam cerita. Pada proses pelaksanaanya metode ini dapat dilakukan dengan memasukan tokoh-tokoh pahlawan yang berasal dari suku sunda seperti Otto iskandar Dinata, Prabu siliwangi ataupun kisah cerita yang berasal dari sunda seperti legenda tangkuban perahu, kisah situ bagendit, legenda lutung kasarung dan cerita lainnya. Dengan begitu peserta didik mampu mengikat pendengar untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan makna selanjutnya, kemudian makna-makna itu akan menimbulkan kesan dalam hati dan ikut menghayati atau merasakan isi kisah seolah-olah ia yang menjadi tokohnya. Kemudian bagian terakhir guru tinggal menyimpulkan hikmah atau karakter positif apa saja yang dapat dicontoh dari tokoh-tokoh atau peristiwa cerita tersebut. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian dari Isnendes (2014) berjudul Estetika sunda sebagai bentuk kearifan lokal Masyarakat sunda tradisional dalam sawangan pendidikan karakter yang menyatakan bahwa estetika Sunda yakni kosmologi, falsafah, dan karya Sastra sunda seperti legenda Nyi pohaci, legenda lutung kasarung, dan legenda tangkuban perahu dapat dijadikan sebagai media pembelajaran didalam pendidikan karakter untuk digali dan diperlihatkan karakter tauladan yang sudah jadi pada masyarakat Sunda dan bila ditautkan dengan nilai pendidikan karakter yang ditawarkan Kementrian Pendidikan Nasional bersejajaran dengan 16 dari 18 nilai yang ada.

Kedua, untuk metode pembiasaan pada program Rebo Nyunda dilakukan dengan cara peserta didik diharuskan menggunakan pakaian adat sunda dan dapat berkomunikasi dengan bahasa Sunda ketika proses kegiatan belajar mengajar didalam kelas. Berdasarkan temuan peneliti hanya sebagian peserta didik saja yang menggunakan bahasa sunda ketika proses kegiatan pembiasaan bahasa sunda sedangkan untuk pakaian sunda sudah menggunakan semua sepenuhnya.

Kegiatan pembiasan seperti pengunaan bahasa sunda dan pakaian adat sunda ini memberikan manfaat untuk peserta didik dalam membiasakan dan efek latihan terus menerus agar menjadi terbiasa berprilaku budaya sunda (berbahasa sunda dan berpakaian sunda) serta berperan penting dalam membentuk karakter peserta didik untuk mencintai dan melestarikan kearifan budaya lokalnya. Sebagai contoh dengan peserta didik terbiasa dengan penggunaan bahasa sunda yang sesuai dengan undag-undug bahasa sunda maka membuat peserta didik menjadi berlaku sopan dan santun ketika berkomunikasi dengan orang yang lebih tua, sesame atau ke teman yang lebih muda. Berikut contoh praktis berbahasa sunda yang perlu diajarkan oleh guru ketika proses pembiasaan kegiatan pembelajaran sesuai dengan undag-undug bahasa sunda: a) “Sampurasun” ‘pengucapan sapaan dalam bahasa sunda kemudian, ucapkan

“Assalamualaikum”.

b) “Punten” ‘Permisi’ diucapkan saat melewati orang, terutama yang lebih tua, yang sedang duduk atau berdiri di jalan yang dilewati atau saat bertamu.

c) “Hapunteun” ‘Maaf’ diucapkan saat meminta maaf atau memerlukan bantuan pada orang lain.

d) “Hatur nuhun” ‘Terima kasih’ diucapkan saat menyampaikan terima kasih kepada seseorang yang telah memberikan bantuan atau memberikan sesuatu. e) “Wilujeng sumping” ‘Selamat datang’ diucapkan saat menyambut tamu.

f) “Wilujeng enjing” ‘Selamat pagi’, “Wilujeng siang” ‘Selamat siang’, “Wilujeng sonten” ‘Selamat sore’ diucapkan masing-masing saat menyambut tamu pada pagi, siang, dan sore hari.

g) “Mangga” ‘Permisi’ diucapkan saat mohon diri meninggalkan tempat atau pulang atau menjawab orang yang mengucapklan “Punten” ‘Permisi’ di jalan yang dilewati atau yang bertamu.

h) “Muhun” ‘Ya’ diucapkan saat mengiyakan atau membenarkan pernyataan. i) “Kah” atau “Kulan” ‘Ya’ diucapkan masing-masing oleh anak laki-laki dan

perempuan saat menjawab panggilan orang tua (Wahya dan Adji, 2016: 84-85). Ucapan-ucapan di atas perlu dipraktikkan berulang-ulang supaya menjadi kebiasaan. Karena Ucapan tersebut mengandung nilai karakter kesopanan dan keramahan, dan ketika sudah terbiasa dengan bahasa sunda tersebut tentu dapat menimbulkan rasa bangga terhadap bahasa ibu warga sunda tersebut. Hal ini diperkuat dengan pendapat dari Wahya dan Adji (2016:84) jika siswa merasa senang belajar bahasa Sunda, diharapkan muncul rasa kesetiaan, kebanggaan, dan hormat terhadap bahasa Sunda. Kesetiaan, kebanggaan, dan rasa hormat ini sebagai sikap mental, yang merupakan unsur kejiwaan selayaknyalah ditumbuhkan sejak dini. Namun, usaha ini

bukanlah hal yang mudah. Pengajaran Bahasa Sunda harus dibenahi, termasuk peran orang tua dalam keluarga serta pemerintah daerah sangat berperan penting dan bertanggung jawab untuk menciptakan pengajaran bahasa sunda yang diharapkan.

Metode terakhir yang dilakukan guru ketika pengembangan pendidikan karakter pada program Rebo Nyunda dalam pembelajaran IPS adalah dengan pemberian teladan. Menurut Matta (2006:34) metode keteladanan ini merupakan pendidikan dengan memberi contoh, baik berupa tingkah laku, maupun lisan.Keteladanan adalah ilmu pendidikan yang menentukan keberhasilan dalam membentuk sikap, perilaku, moral, spiritual dan sosial anak. Karena dengan memberi contoh yang baik, maka akan menghasilkan peserta didik yang berkarakter.

Menurut Peneliti dalam strategi penetapan pendidikan karakter melalui metode keteladanan performa guru sudah baik dalam memberi teladan kepada para siswa terlihat melalui hasil penelitian bahwa telah menunjukkan sikap sopan dan santun, terlihat ketika guru pertama masuk kelas memberikan teladan dengan menyapa salam terlebih dahulu melalui bahasa sunda terhadap peserta didik.

Dapat disimpulkan bahwa ketiga metode strategi yang dilakukan oleh guru diatas merupakan salah satu proses cara dalam pengembangan pendidikan karakter melalui pewarisan nilai-nilai kearifan lokal budaya sunda. Menurut Muslikhatun (2010:2) mengartikan pewarisan budaya “merupakan proses peralihan nilai-nilai dan norma-norma yang dilakukan dan diberikan melalui pembelajaran oleh generasi tua ke generasi muda”. Selanjutnya Waridah (2000:206) mengartikan “pewarisan budaya sebagai suatu proses peralihan nilai-nilai budaya melalui proses belajar”. Dapat disimpulkan bahwa tujuan pewarisan nilai budaya ini sebenarnya adalah untuk mengenalkan kearifan lokal berupa nilai norma, dan adat istiadat dalam kehidupan seseorang melalui proses belajar. Sehingga orang tersebut bisa mencontohnya, meneladaninya dan mengaplikasikannya dalam hidup bermasyarakat guna terciptanya keadaan yang tertib, tentram, harmonis dalam masyarakat.

Pewarisan nilai budaya ini pada program Rebo Nyunda berdasarkan teori kontak kebudayaan dapat berlangsung dengan tiga cara yakni proses budaya Gillin dan Gillin dalam Soekanto (1995:59) membagi proses sosial yang timbul akibat interaksi sosial, yaitu Proses Asosiatif yang dibagi dalam tiga bentuk, yaitu Akomodasi, Asimilasi dan Akulturasi.

Pertama Akomodasi, menurut Gillin and Gillin dalam Soekanto (1995:59) ini mempunyai pengertian yang sama dengan pengertian adaptasi yang dipergunakan oleh para ahli biologi untuk menunjuk pada proses penyesuaian diri makhluk hidup dengan alam sekitarnya. Maksud dari proses akomodasi ini adalah ketika dilakukan strategi dalam pengembangan pendidikan karakter pada program Rebo Nyunda dalam

pembelajaran IPS, peserta didik diakomodasi untuk selalu diberikan pembiasaan dalam proses pewarisan nilai kearifan lokal budaya sunda seperti bahasa sunda dan pakaian adat sunda. Sehingga peserta didik dapat terpengaruh dan melalukan penyesuaian diri untuk menerapkan budaya sunda tersebut.

Kedua Proses asimilasi. Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf kelanjutan dari akomodasi yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia. Melalui proses pewarisan nilai kearifan lokal budaya sunda seperti bahasa sunda dan pakaian adat sunda yang konsisten diterapkan disekolah diharapkan terjadi pengurangan dampak negatif dari budaya asing yang masuk keindonesia, sehingga para peserta didik dapat melakukan proses asimilasi dengan lebih memilih kearifan lokal budaya sunda untuk dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari.

Ketiga proses akulturasi, menurut Kaplan dan Manners (2002) konsep akulturasi yaitu, pada akulturasi terjadi proses pertemuan unsur-unsur dari berbagai kebudayaan yang berbeda, yang diikuti dengan percampuran unsur-unsur kebudayaan tersebut. Pada proses ini terjadi percampuran antara kearifan lokal budaya sunda yang terintegrasi dengan budaya bangsa Indonesia. Sehingga tujuan pembelajaran IPS dapat tercapai yaitu membentuk siswa yang berkarakter menjadi warga Negara yang baik yang dapat memposisikan dirinya ditingkat lokal, nasional serta internasional dan juga dapat mengembangkan bekerterampilan sosial serta mempersiapkan generasi muda untuk menjadi seorang humanis, rasional, berpartisipasi dalam kehidupan lokal, nasional dan dunia.

Selanjutnya pewarisan nilai budaya ini dapat dianalisis berdasarkan dua cara implementasinya terhadap pengembangan pendidikan karakter pada program Rebo Nyunda yakni enkulturasi dan sosialisasi. Menurut Koentjaraningrat (1992:233) proses enkulturasi adalah proses belajar dan menyesuaikan alam pikiran serta sikap terhadap adat istiadat, system norma dan semua peraturan yang terdapat dalam kebudayaan seseorang. Enkulturasi disini mengacu pada suatu proses yang di mana culture budaya sunda seperti bahasa sunda dan pakaian adat sunda ditransmisikan atau diiwariskan dari guru ke peserta didik disekolah melalui program Rebo Nyunda disekolah. Para peserta didik dalam mempelajari mempelajari budaya sunda, bukan mewarisinya seperti melalui gen akan tetapi melalui pewarisan nilai yang diturunkan dari proses belajar orang tua, kelompok, teman dan lembaga disekolah. Pada proses ini para peserta didik di sekolah ditunjukkan nilai-nilai dan pola-pola perilaku masyarakat. Peserta didik dapat mempelajari norma-norma masyarakat melalui guru, keluarga dan teman-teman bermain. Guru sebagai pendidik dapat mendorong peserta

didiknya supaya berperilaku sesuai dengan budaya sunda (bahasa sunda dan pakaian adat sunda) disekolah.

Kedua melalui upaya sosialisasi atau pengenalan potensi lokal tersebut melalui proses pendidikan atau media lainnya sehingga peserta didik menjadi terdorong untuk melaksanakan kearifan lokal tersebut. Menurut Adiwikarta (1988:70) melalui sosialisasi nilai-nilai budaya masyarakat diubah menjadi nilai yang dihayati atau diinternalisasi oleh anggota masyarakat secara individual. Merujuk pada apa yang telah dikemukakan diatas maka proses pewarisan kearifan lokal budaya sunda sangatlah penting disosialisasikan dan diterapkan oleh sekolah-sekolah yang berfungsi sebagai lembaga pendidikan, salah satunya dapat dilakukan melalui proses pengintegrasian kearifan budaya lokal dalam setiap pembelajaran di sekolah, termasuk dalam pendidikan IPS.

Proses sosialisasi ini dilakukan untuk mentransmisikan atau mewariskan dalam membangun kompetensi siswa dalam memahami dan mengembangkan nilai-nilai kearifan lokal yang ada pada lingkungan masyarakat sunda. Hal ini seperti pada hasil penelitian oleh Mufti (2015) berjudul Sosialisasi Program Rebo Nyunda Oleh

Ridwan Kamil (Studi Kasus Di Kalangan Pelajar Kota Bandung). Dalam hasil

penelitian, diketahui bahwa media yang digunakan oleh Walikota Bandung,Ridwan Kamil untuk mensosialisasikan program Rebo Nyunda diantaranya adalahTwitter,

Radio, Koran dan Majalah, Televisi, Media Online, Komik, serta melaluihimbauan menggunakan surat edaran ke sekolah-sekolah yang ada di Kota Bandung, serta mengadakan pertemuan khusus di BalaiKota dengan mengumpulkan seluruh Kepala Sekolah yang ada di Kota Bandung untukmemberikan pengarahan secara langsung tentang program ini. Dibalik Program Rebo Nyunda, pesan yang ingin disampaikan

Walikota Bandung adalahkebudayaan dan ciri khas daerah Sunda yang harus selalu

dilestarikan, terutama oleh generasimuda yang masih penuh dengan semangat agar nantinya tidak hilang dan tercampurdengan budaya lain yang lebih modem sehingga melupakan asal usulnya. Selain itu RidwanKamil ingin menyampaikan kepada pelajar Kota Bandung bahwa kebanggaan terhadap kebudayaan daerah sendiri itu merupakan modal untuk bersaing dalam pergaulanintemasional.