• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggapan Informan Terhadap Frekuensi Pelanggaran Hukum Syari’at Islam Setelah Penerapan Syari’at Islam Islam Setelah Penerapan Syari’at Islam

TEMUAN DATA DAN ANALISIS DATA 4.1. Karakteristik Responden

4.6. Tanggapan Informan Terhadap Frekuensi Pelanggaran Hukum Syari’at Islam Setelah Penerapan Syari’at Islam Islam Setelah Penerapan Syari’at Islam

Syari’at Islam pada umumnya telah menjadi darah daging pada masyarakat Aceh dan masyarakat Peureulak pada khususnya, penerapan Syari’at Islam diamalkan dalam berbagai aspek baik dalam berbusana, pergaulan hidup, maupun perbuatan lain yang menjadi larangan dan kewajiban terhadap masyarakat.

Berbusana yang Islami, Shalat Jum’at merupakan kewajiban. perbuatan khalwat, berjudi, minuman keras, merupakan larangan bagi masyarakat. Maka untuk mematuhi ajaran Islam dibentuklah pelaksanaan Syari’at Islam oleh Pemerintah secara formal yang bertujuan untuk:

1. Tujuan yang ingin dicapai karena alasan agama (teologis). Bagi umat Islam melaksanakan Syari’at Islam secara Kaffah dalam hidup keseharian, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan kemasyarakatan adalah perintah Allah dan kewajiban suci yang harus di upayakan dan diperjuangkan.

2. Secara psikologis masyarakat akan merasa aman dan tentram, bahwa yang mereka anut dan amalkan, kegiatan yang mereka jalani dalam pendidikan, kehidupan sehari-hari dan seterusnya sesuai dan sejalan dengan kesadaran dan kata hati mereka sendiri.

3. Dalam bidang hukum, masyarakat akan hidup dalam tata aturan yang lebih sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat.

4. Dalam bidang ekonomi dan kesejahteraan sosial, bahwa kesetiakawanan sosial akan lebih mudah terbentuk dan lebih solit, masyarakat diharapkan akan lebih rajin bekerja, lebih hemat dan juga bertanggung jawab.(AbuBakar, 2004: 66-67)

Dari penjelasan diatas, sebelum pelaksanaan Syari’at Islam secara formal dari pemerintah, tujuan yang ingin dicapai belumlah diperoleh. masyarakat yang melaksanakan perintah dan larangan Syari’at Islam hanya orang-orang yang memiliki kesadaran untuk melakukaan “amar ma’ruf nahi

mungkar” (melaksanakan kewajiban dan menjauhi larangan ). Sehingga banyak terjadinya pelanggaran-pelanggaran bagi orang yang tidak menghiraukan Syari’at Islam sebelum penerapan Syari’at Islam diterapkan. Namun setelah diberlakukan Syari’at Islam pelanggaran sudah mulai berkurang dan relatif membaik.

4.6.1.Kepatuhan Berbusana Islami.

Menutup aurat adalah kewajiban bagi muslim dan muslimah, sebagaimana Syari’at yang dianjurkan, namun sebelum penerapan Syari’at Islam secara formal masyarakat terpengaruh oleh budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya Islami, hal ini pengaruh dari Globalisasi dan modern baik berupa media maupun pergaulan bebas yang kurang terkontrol dari pihak yang berwewenang (keluarga, masyarakat, pemerintah), namun setelah penerapan Syari’at Islam pelanggaran mulai berkurang hal ini adanya pengawasan yang intensif dari pihak pemerintah (Wilayatul Hisbah), masyarakat (tokoh agama, tokoh pemuda/perempuan), dan keluarga (orang tua). Sebagaimana yang si ungkapkan oleh informan sibawah ini:

“ Menutup aurat baik secara lahir maupun bathin itu wajib hukumnya, dan apabila ada masyarakat yang melanggarnya maka keluarga, tetangga, ustadz, wilayatul hisbah, wajib menasehatinya agar jauh dari perbuatan Khalwat. (Wawancara dengan Tgk.Yusbi, 2010).

Ancaman hukuman/sanksi bagi masyarakat yang melanggar perintah berbusana Islami (memakai Jilbab bagi perempuan dan minimal memakai celana dibawah lutut bagi laki-laki), merupakan suatu bentuk

pengawasan/kontrol bagi masyarakat desa Leuge. Selain itu seruan memakai busana Islami juga di informasikan melalui spanduk, dan selebaran yang di pasang dan ditempelkan ditempat khalayak ramai. Sebagaimana ungkapan salah satu informan:

“ Setelah diberlakukan Syari’at Islam masyarakat semakin meningkat memakai busana Islami karena banyak spanduk dan selebaran seruan untuk bebusana Islami” ( Wawancara dengan Bapak Usman AB. 2010).

4.6.2.Pelanggaran Perbuatan Khalwat.

Perbuatan khalwat merupakan jenis pelanggaran yang sangat dibenci oleh masyarakat, karena masyarakat desa Leuge beranggapan bahwa apabila ada anggota masyarakat yang melakukan perbuatan khalwat sampai terjadi perzinaan, dapat membawa bala dan jauh dari keberkatan. Perbuatan ini pernah terjadi pada waktu sebelum penerapan Syari’at Islam. Tindakan masyarakat bagi pelaku pelanggaran tersebut di usir dari desa Leuge sebagai hukuman/sanksi. Sedangkan setelah Penerapan Syari’at Islam diberlakukan hukuman cambuk dan denda. Sehingga masyarakat akan merasa takut dan waspada terhadap pebuatan tersebut, dan khususnya di desa Leuge belum ada ditemukan perbuatan khalwat setelah penerapan Syari’at Islam. Sebagaimana Ungkapan salah satu informan:

“ Kalau wilayah desa Leuge belum ada kasus khalwat dan ini belum kita temukan di daerah ini semenjak diberlakukannya Syari’at Islam, dan apabila ada orang/masyarakat yang terbukti melakukannya kami tidak segan-segan menangkapnya, sesuai dengan qanun No.14 tahun 2003, Pasal 22 ayat 1 yaitu: Melakukan perbuatan khalwat (mesum). Hukuman cambuk maksimal 9 (sembilan), kali, minimal 3(kali) dan atau denda maksimal Rp.10.000.000 (sepuluh juta rupiah), minimal Rp.2.500.000 (Dua juta lima ratus ribu rupiah). (wawancara dengan Bapak M.Adam. 2010).

Pada masyarakat desa Leuge pengawasan khalwat juga dilakukan oleh tokoh agama, aparat desa, tokoh pemuda, santri dan wilatul hisbah, mereka tidak menginginkan desa mereka dipermalukan dengan berbagai cemoohan warga desa lain, hal ini berarti pengawasan dilakukan dengan saling bekerja sama antar elemen masyarakat sehingga pelanggaran khalwat diharapkan tidak ada lagi. Sebagaimana ungkapan salah satu informan:

“ Didesa kami ada pemuda yang memantau orang yang ingin melakukan perbuatan khalwat, apabila ada yang mencurigakan langsung ditanyakan, untuk menghindari hal tesebut. ( Wawancara dengan Irfan, S.Pd.I.2010).

“ Dengan adanya larangan untuk menutup aurat, ( memakai pakaian Islami), di tambah pengawasan dari masyarakat dan patroli dari WH, maka khalwat jauh daru desa kita ini, masyarakat tidak berani melakukannya. ( Wawancara dengan Mahlil. 2010).

‘’karena dengan adanya penerapan Syari’at Islam masyarakat bisa bekerja sama dengan Polisi Syari’at (WH) untuk menerapkan norma-norma agama dan memberantas manusia yang melanggarnya.(Wawancara dengan ibu fatimah, 2009).

4.6.3.Pelanggaran Perbuatan Judi ( Maisir)

Perbuatan judi (Maisir) sering dilakukan oleh anak muda pada saat bernain bola kaki/volli, dalam bentuk taruhan uang, namun pada saat sekarang ini taruhan tersebut sudah berkurang semenjak adanya larangan dari WH, yaitu qanun No.13 Tahun 2003 Pasal 23 ayat 1, dengan ancaman cambuk 12 (dua belas) kali, minimal 6 (enam) kali.

Pelanggaran ini sering dihimbaukan oleh WH kepada masyarakat, agar tidak melakukannya. Dengan demikian pelanggaran semakin berkurang dan masyarakat pun menghormati larangan dan himbauan tersebut. Sebagaimana ungkapan informan:

“ kami terus memburu dan melakukan himbauan bagi masyarakat bahwa pernuatan judi itu merupakan pelanggaran dengan ancaman canbuk

12 (dua belas ) kali, minimal 6 (enam) kali ( Qanun No.13 tahun 2003 Pasal 1 ayat 1), termasuk orang yang menyediakan fasilitas judi ( ayat 2). (Wawancara dengan Nurma S.pd.I. 2010)

“ perbuatan ini sering dilakukan anak muda yag bermain sepak bola. Mereka bermain taruhan uang tetapi hanya mentraktir minum kepada yang menang “.

( Wawancara dengan Siti Aminah 2010 ).

4.6.4.Pelanggaran Mengkonsumsi Minuman Keras ( Khamer )

Pada masyarakat desa Leuge pada umumnya tidak terdapat minuman keras, hal ini karena minuman keras sukar diperoleh dan tidak ada yang memperjual belikan, minuman keras juga merupakan najis yang haram di kosumsi serta tidak sah shalat seseorang setelah mengkonsumsi minuman khamer lalu ia shalat. Informasi ini sering diberitahukan oleh Tengku baik pada acara Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), Khutbah (ceramah) Jum’at, maupun pengajian rutin. Namun daun ganja yang juga memabukkan sangat sering ditemukan dimasyarakat, para pemuda sering menjadikan daun ganja kering sebagai rokok, yang bisa menenangkan pikiran, akan tetapi itu hanya sementara. Efeknya akan merusak kesehatan dan menimbulkan kelainan pada saraf. Hal ini terjadi karena Tengku ada yang berpendapat haram dan makruh ( di lakukan tidak berdosa ditinggalkan berpahala), sehingga masyarakat berani melakukannya.

Setelah adanya penerapan Syari’at Islam, minuman karas juga tidak ada lagi masyarakat yang mengkonsumsinya, apalagi larangan dan ancaman terhadap peminum minuman keras terus di sosialisasikan oleh WH kepada masyarakat. Sehingga masyarakat tidak berani mencobanya, sedangkan ganja

juga semakin berkurang, karena dari pihak kepolisian terus memonitor bagi masyarakat yang menanam, menjual dan menghisap.

Ganja merupakan salah satu jenis narkoba, jadi jika ada masyarakat yang menanam, menjual dan menghisap diluar wewenang Wilayatul Hisbah namun apabila ditemukan WH hanya melaporkan kepada yang berwewenag. Sebagaimana ungkapan Informan dibawah ini:

“ Belum ada laporan pelanggaran minuman keras di desa Leuge selama saya betugas di Pos II Peureulak. Walaupun demikian kita terus melakukan pengawasan agar masyarakat sadar bahwa perbuatan tersebut dilarang, dan apabila kedapatan kita tindak lanjutin dan diproses.” (Wawancara dengan Bapak Zaini Amd.2010).

“ Karena minuman keras haram bagi orang yang meminumnya dan masyarakat disini tidak pernah saya lihat orang yang mengkonsumsi minuman haram tersebut ” ( Wawancara dengan Ibu Hj.Maimunah.2010) .

“ Karena masyarakat desa Leuge tidak pernah kelihatan minum minuman keras dan bahkan orang yang menjualnya pun belum pernah saya dengar, kalau daun ganja ada, biasanya pemuda daun ganja kering dijadikan rokok, tapi sekarang sudah berkurang karena polisi sering melakukan patroli kedesa apabila ada informasi dari masyarakat “. (Wawancara dengan Mursyid Alawi 2010)

4.6.5.Kepatuhan Shalat Jum’at

Shalat jum’at merupakan kewajiban bagi setiap umat muslim laki-laki yang sudah baliq (dewasa), pada masyarakat desa Leuge setiap hari jum’at laki-laki sangat sering melakukan shalat jum’at baik sebelum maupun setelah pemberlakuan Syari’at Islam, hal ini terlihat pada setiap hari jum’at suasana di Masjid terlihat ramai sedangkan di jalan raya dan pasar-pasar sepi. Pada setiap hari jum’at sebagian toko maupun kios-kios ditutup untuk sementara selama berlangsungnya shalat jum’at. Setelah selesai shalat jum’at toko maupun kios-kios dibuka kembali, begitu juga dengan

kendaraan umum yang berhenti beroperasi selama shalat jum’at berlangsung.

Setelah diberlakukan penerapan Syari’at Islam masyarakat juga masih melakukan shalat jum’at dan suasana masih juga terlihat sepi. Bagi setiap otang Instansi, pemerintahan, badan usaha, dan instansi masyarakat wajib menghentikan kegiatan yang dapat menghalangi/mengganggu pelaksanaan shalat jum’at.

Sebelum pelaksanaan shalat jum’at wilayatul hisbah hampir setiap jum’at melakukan patroli dan menyerukan untuk melaksanakan kewajiban shalat jum’at. Namun bagi orang yang uzur (orang yang sakit, musafir, sedang melakukan tugas darurat seperti perawat, dokter diperbolehkan tidak melaksanakan shalat jum’at). Apabila seseorang diketahui tanpa usur meninggalkan shalat jum’at, akan dicemoohkan oleh masyarakat, dan kaum ibu-ibu akan melaporkan ke WH, hal ini pernah terjadi karena kaum ibu pernah mengejar para laki-laki untuk melaksanakan shalat Jum’at. Hal ini berarti pemberlakuan Syari’at Islam semakin relatif baik karena siapapun si pelanggar tidak hanya wilayatul hisbah yang menegur dan memberitahukannya walaupun sekarang sudah ada WH perempuan yang melakukan partoli shalat jum’at tetapi kaum ibu-ibu juga sangat mendukung pemberlakuan Syari’at Islam. Seperti ungkapan informan dibawah ini:

“ Masyarakat tidak ada lagi yang meninggalkan kewajiban shalat jum’at karena dicemoohkan oleh masyarakat dan ditangkap oleh Whperempuan, apalagi sekarang ibu-ibu setuju dengan penagkapan orang yang tidak meakukan shalat jum’at tampa uzur. (Wawancara dengan Mursyid Alawi.2010)

“ Masyarakat ada yang didak melaksanakan shalat jum’at tetapi tidak selalu karena dalam keadaan musfir, sehingga tidak melakukan shalat jum’at. Hal ini dimaafkan karena uzur “ (Wawancara dengan Ira Yusnita.2010)

4.7. Tanggapan Wilayatul Hisbah (Polisi Syari’at) Sebagai Putugas Aparat