• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tantangan Fiskal Pemerintah Pusat 100

Dalam dokumen KAJIAN FISKAL REGIONAL Tahun 2019 (Halaman 125-130)

BAB VI KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN FISKAL

6.3 TANTANGAN FISKAL REGIONAL DALAM MENDORONG POTENSI EKONOMI

6.3.1 Tantangan Fiskal Pemerintah Pusat 100

Salah satu program pemerintah pusat dalam rangka mengurangi kemiskinan adalah dengan adanya Program Dana Desa. Sejak Tahun 2015, pemerintah memberikan Dana Desa kepada desa yang bersumber dari APBN yang ditransfer melalui APBD Kabupaten/Kota. Desa mempunyai hak untuk mengelola kewenangan dan pendanaannya. Salah satu tujuan Alokasi Dana Desa (ADD) adalah sebagai pengentasan kemiskinan dan kesenjangan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berkenaan dengan dikucurkannya dana desa dan alokasi dana desa diharapkan proses pembangunan daerah secara keseluruhan akan dapat ditingkatkan dan secara bersama ketimpangan pembangunan antar wilayah akan pula dapat dikurangi. Pertanyaannya adalah apakah alokasi dana desa di Provinsi Sumut telah efektif mengurangi kemiskinan? Oleh karena itu dilakukan analisis pengaruh alokasi dana desa menggunakan metode uji regresi sederhana. Dihasilkan bahwa dana desa berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumut, dengan setiap

peningkatan dana desa sebesar 1 juta rupiah akan menyebabkan penurunan tingkat kemiskinan sebesar 0,056%. Tentunya penurunan tingkat kemiskinan di Provinsi Sumut tidak hanya dipengaruhi oleh aliran dana desa namun juga variabel lainnya seperti pada analisis Subbab 6.2. Alokasi dana desa dapat menjelaskan tingkat kemiskinan sebesar 68,3%, sisanya dipengaruhi oleh variabel lain. Tingkat keeratan hubungan antara tingkat kemiskinan dan alokasi dana desa sangat kuat yaitu sebesar 82,69%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penggunaan dana desa dalam mengurangi kemiskinan di Provinsi Sumut berjalan efektif dan berhasil. Tantangan pemerintah pusat dalam menanggulangi tingkat kemiskinan khususnya menggunakan dana desa adalah formulasi yang diterapkan saat ini apakah sudah sesuai dengan tujuan utama program dana desa, belum optimalnya koordinasi internal antara Pemerintah Daerah dan Perangkat Desa, dan apakah penggunaan dana desa dipergunakan sesuai dengan prioritas.

Rekomendasi yang dapat diberikan untuk menjawab tantangan adalah

- Melakukan evaluasi terus menerus atas formulasi dana desa yang saat ini digunakan.

- Melakukan monitoring dan evaluasi bukan hanya dengan pemda sebagai media menyaluran dana desa ke desa tapi langsung menuju desa penerima dana desa, pemilihan desa bisa dipilih secara sampling, untuk melihat apakah dana desa digunakan sebagaimana semestinya.

- Melakukan check and balance dengan pemda terkait desa penerima dana desa, apakah desa tersebut masih ada sesuai dengan data, untuk menghindari penerima dana desa fiktif dalam rangka memperhatikan asas pemerataan dan keadilan antardesa.

Oleh karena itu, diharapkan alokasi dana desa digunakan untuk pembangunan infrastruktur secara maksimal, agar dapat mempercepat pencapaian pembangunan pada setiap desa serta peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Khususnya infrastruktur yang mendukung sektor unggulan di setiap daerah, seperti Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan di Provinsi Sumut.

6.3.2. Tantangan Fiskal Pemerintah Daerah

Jika pemerintah pusat memberikan infrastruktur dalam pengentasan kemiskinan di daerah, pemerintah daerah tentunya memanfaatkan infrastruktur tersebut untuk mengembangan sektor unggulan yang dimiliki. Sektor unggulan Provinsi Sumut saat ini adalah Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Pertanian. Besarnya peran sektor ini terhadap PDRB, ternyata memberikan peran terbesar juga terhadap deflasi yang

pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan adalah peningkatan kualitas infrastruktur yang mendukung pengembangan Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan. Peningkatan infrastruktur yang dilakukan adalah Infrastruktur strategis sistem jaringan jalan pada jalan Tol Binjai -Langsa untuk menghubungkan Binjai dengan Langkat, Jalan Tol Kisaran - Tebing Tinggi menghubungkan Asahan dan Tebing Tinggi, dan Jalan Tol Dumai - Simpang Sigambal Rantau Prapat menghubungkan Tebing TinggiSerdang Bedagai Simalungun Pematang Siantar Toba Samosir Tapanuli Utara Tapanuli Tengah -Sibolga. Infrastruktur jaringan jalan ini mendukung pengembangan kawasan strategis kepentingan pertumbuhan ekonomi.

6.3.3. Sinkronisasi Kebijakan Fiskal Pusat-Daerah

Dalam rangka mendukung pembangunan dan pengembangan Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan di Provinsi Sumut, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus bekerjasama dalam membangun infrastruktur yang mendukung. Terutama dalam rangka peningkatan hasil panen serta pengendalian inflasi komoditi cabe. Pemerintah pusat mengembangkan jaringan jalan strategis provinsi dari Jalan Rawasaring (Tanjungmorawa – Saribu Dolok – Tongging), Jalan Susur Pantai Timur, Jalan Akses Batu Bara – Serdang Bedagai, Jalan Lingkar Luar Danau Toba, Jalan Bebas Hambatan Medan – Berastagi, Jalan Lingkar Pada Wilayah Perkotaan, Jalan Alternatif Akses Medan – Kualanamu, Jalan Panyabungan – Pagur – Sibuhuan, Salak – Hutatinggi – Batas Tapteng, Sidikalang – Parongil (Batas Aceh) Dan Tanjung Beringin Kec. Sumbul – Pangiringan Kec. Parbuluan. Pengembangan ini mendukung Kabupaten Asahan sebagai sentra produksi kelapa sawit dan kelapa, Kabupaten Serdang Bedagai sebagai sentra industri pengolahan perkebunan dan sentra produksi pangan, dan titik-titik pusat kegiatan ekonomi khususnya Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan lainnya. Dalam rangka mengembangkan daerah-daerah tersebut pemerintah daerah melakukan pengembangan Industri Pasca Panen Komoditi Cabe dan Integrasi kegiatan perkebunan dan peternakan terpadu karena belum terpenuhinya kebutuhan konsumsi daging untuk ketahanan pangan. Pengembangan-pengembangan Industri Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan yang dilakukan oleh pemerintah daerah tentunya akan didukung oleh infrastruktur yang disediakan oleh pemerintah pusat.

Padang Sidempuan | Wisata Sibio-bio

ANALISIS TEMATIK

BAB VII Sinergi dan Konvergensi Program

Penanganan Stunting di Daerah

Penurunan prevalensi balita pendek menjadi salah satu prioritas nasional yang tercantum di dalam sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2015-2019. Pengertian pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur atau Tinggi Badan menurut Umur yang merupakan padanan istilah stunted, menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak (Kemenkes). Stunting dikaitkan dengan kurang berkembangnya otak, dengan konsekuensi berbahaya dalam jangka panjang, termasuk berkurangnya kemampuan mental dan kapasitas belajar, kinerja di sekolah yang buruk pada masa kanak-kanak, berkurangnya pendapatan dimasa depan, dan meningkatnya risiko penyakit kronis yang berkaitan dengan gizi, seperti diabetes, hipertensi, dan obesitas di masa depan (Unicef). Dari sisi perekonomian, berdasarkan penelitian dari Bank Dunia1, bila stunting tidak ditanggulangi pada waktu masa balita dari para pekerja saat ini, maka terdapat penurunan 2-3% dari pendapatan per kapita. Oleh karenanya penanggulangan stunting sangatlah penting untuk menjaga kualitas SDM Indonesia dari masa kanak-kanak hingga dewasa.

Menurut WHO2, prevalansi status gizi berdasarkan indikator Tinggi Badan menurut Umur, untuk stunting berkisar 30-39% adalah tergolong prevalansi tinggi dan sama dengan atau diatas 40% adalah prevalansi sangat tinggi. Penyusunan kebijakan pencegahan stunting didasarkan padadata Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 20133. Di Indonesia ada sekitar 37,2% anak balita mengalami stunting yang terdiri dari 18% sangat pendek dan 19,2% pendek. Ini berarti tingkatan prevalansi stunting Indonesia pada 2013 adalah pada prevalansi tinggi. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, Provinsi Sumut memiliki tingkat prevalansi diatas prevalansi nasional, yaitu sebesar 42,5% yang terdiri dari 22,7% sangat pendek dan 19,8% pendek, sehingga bila menggunakan pengukuran WHO, maka prevalansi stunting di Provinsi Sumut pada tahun 2013 termasuk sangat tinggi.

Pada Rapat Terbatas tentang Intervensi Stunting pada tanggal 12 Juli 2017, yang dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, selaku Ketua Tim Nasional Percepatan

1Reducing Childhood Stunting with a New Adaptive Approach, The World Bank

2WHO 2010. Nutrition Landscape Information System (NLIS) Country Profile Indicators: Interpretation Guide

3

Penanggulangan Kemiskinan, ditetapkan kerangka waktu untuk rencana aksi intervensi stunting sebagai berikut :

Tabel 7.1 Kerangka Waktu Rencana Aksi Intervensi Stunting

Sumber : TNP2K (2017)

Pada tahun 2019, terdapat 5 (lima) daerah di Provinsi Sumut yang menjadi Kabupaten/Kota prioritas penanganan stunting yaitu :

1. Kab. Langkat 2. Kab. Padang Lawas 3. Kab. Nias Utara 4. Kota Gunungsitoli 5. Kab. Simalungun

Sebelumnya pada tahun 2018, daerah prioritas penanganan stunting sebanyak 4 (empat) Kabupaten/Kota, yaitu sesuai daftar diatas kecuali Kab. Simalungun.

Dalam mewujudkan pembiayaan yang efektif dan efisien dalam upaya mencegah stunting, pelaksanaan konvergensi pembiayaan baik untuk tingkat pusat maupun daerah perlu dilakukan secara terkoordinasi. Kegiatan pembiayaan konvergensi akan menunjukkan bahwa setiap pembiayaan untuk program/kegiatan sesuai dengan kewenangan masing-masing tingkat pemerintahan, dan telah tepat kelompok sasarannya serta lokasi desa sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.

Secara umum penyebab stunting adalah akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama, terjadinya infeksi pada ibu, hipertensi, kehamilan remaja, gangguan mental pada ibu dan jarak kelahiran yang pendek. Strategi penurunan stunting berfokus pada penanganan penyebab masalah gizi, yaitu faktor yang berhubungan dengan ketahanan pangan khususnya akses terhadap pangan yang bergizi, lingkungan sosial yang terkait dengan praktik pemberian makanan bayi dan anak, akses terhadap pelayanan kesehatan untuk

Dalam dokumen KAJIAN FISKAL REGIONAL Tahun 2019 (Halaman 125-130)