• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN FISKAL REGIONAL Tahun 2019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN FISKAL REGIONAL Tahun 2019"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN KEUANGAN

DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

KAJIAN FISKAL REGIONAL

Tahun 2019

(2)

KATA PENGANTAR

Kepala Kantor Wilayah DJPb

Provinsi Sumatera Utara

Tiarta

Sebayang

Puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas rahmat, karunia, serta taufik dan hidayahNya maka Kajian Fiskal Regional (KFR) Tahun Anggaran 2019 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara dapat diselesaikan.

KFR Tahun 2019 ini diharapkan mampu memberikan gambaran kondisi fiskal, yang berasal dari pelaksanaan APBN maupun APBD;

memberikan analisis parsial berdasarkan

kondisi arus kas masuk dan arus kas keluar serta menggambarkan isu strategis atau berita terpilih yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap fiskal daerah Sumatera Utara.

Kajian ini memiliki peran penting dan

diharapkan dapat memberikan informasi

kepada para pemangku kepentingan secara luas, antara lain mengenai :

1. Analisis kebijakan fiskal dan dampaknya terhadap perekonomian regional

2. Analisis ekonomi regional dan

pengaruhnya terhadap efektivitas fiskal pemerintah regional di Sumatera Utara 3. Gambaran kondisi fiskal regional (fiscal

condition), kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) dan risiko fiskal (fiscal risk)

pada Provinsi Sumatera Utara

Pada kesempatan ini kami juga

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu penyediaan data dan informasi yang diperlukan.

Kami menyadari bahwa cakupan serta

kualitas kajian ini masih perlu terus

disempurnakan. Oleh karena itu, kami

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun dari semua pihak yang

berkepentingan, serta mengharapkan kiranya kerjasama yang sangat baik dengan berbagai pihak selama ini dapat ditingkatkan di masa mendatang.

M

Medan, Februari 2020 Kepala Kantor Wilayah,

K

Tiarta Sebayang

(3)

D A S H B O A R D

_________DAK Fisik & Dana Desa__________ ________________Infrastruktur_________________

________________Kesehatan_________________ ______________Pendidikan__________________

output program pembangunan utama tahun 2019

2018

2019

_______________________________________

makro

ek

o

n

o

m

i

Laju Pertumbuhan Ekonomi

Inflasi

Suku Bunga Investasi

Nilai Tukar

5,18 % 5,22 % 1,23 % 2,33 % 10,38 % 9,90 % 14.465 13.901

2018

2019

IN

DI

KA

TO

R

K

ES

EJAHTERAAN__________________________________________

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

IPM

Gini Ratio

Kemiskinan

VS 5,18 % 5,22 % 5,56 % 5,41 % 0,31 % 0,31 % 8,94 % 8,63 %

___

___

___

___

___

___

___

___

___

___

___

___

___

___

___

___

___

___

___

___

___

___ _

_A

P

B

N

S

u

m

a

te

r

a

U

ta

r

a

PAGU REALISASI 27.131 28.081 22.059 21.670 PAGU REALISASI 65.409 67.976 62.590 64.776 PENDAPATAN BELANJA Perlindungan Sosial 97,88 97,47

Ketertiban & Keamanan

107,73 101,18 Pertahanan 96,46 97,60 Agama 96,22 99,54

Pariwisata & Budaya

95,88 60,23 SECURE

dalam miliar Rupiah

A

P

B

d

S

u

m

a

te

r

a

U

ta

r

a

__

__

__

_

___

___

___

___

___

___

___

___

___

___

___

___

___

__

PAGU REALISASI 58.145 61.726 53.758 56.862

dalam miliar Rupiah

PAGU REALISASI 54.744 55.969 46.907 48.214 PENDAPATAN BELANJA 4.631 12.443 Pendidikan Kesehatan 2.289 5.988

Pekerjaan Umum & Penataan Ruang

Perumahan Rakyat & Kawasan Permukiman 1.352 407 Lingkungan Hidup 1.057 192 5.576 2.365

(4)

Executive Summary

Pembangunan Provinsi Sumut pada tahun 2019 difokuskan pada pengurangan kesenjangan, pertumbuhan ekonomi inklusif berkelanjutan, peningkatan pembangunan SDM, pengurangan kemiskinan, peningkatan ketahanan pangan, peningkatan reformasi birokrasi, dan pencegahan korupsi. Dalam mewujudkan fokus pembangunan daerah Sumut tersebut, tantangan yang dihadapi antara lain sumbangan sektor pariwisata yang belum signifikan, dominasi konsumsi rumah tangga dan investasi pada PDRB, isu negatif pada kelapa sawit dan olahannya, ekses pembangunan jalan tol terhadap lingkungan, tingkat kemiskinan, ketenagakerjaan, keamanan dan ketertiban, bentang alam yang beragam, dan bencana alam yang masih sering terjadi.

Pencapaian perekonomian dan pembangunan manusia di Provinsi Sumut pada tahun 2019 tergolong lebih baik dibanding dengan pencapaian tahun 2018. Laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5,22% dibarengi dengan laju inflasi sebesar 2,33%. Kedua indikator tersebut lebih baik dari tingkat laju pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi secara nasional. Pada indikator kesejahteraan, Indeks Pembangunan Manusia meningkat menjadi 71,74 dibarengi dengan tingkat kemiskinan menurun menjadi sebesar 8,63% dan tingkat ketimpangan (Gini Ratio) menurun menjadi sebesar 0,315. Indikator-indikator tersebut lebih baik dari indikator kesejahteraan secara nasional. Menggambarkan perekonomian dan pembangunan manusia di Sumut yang berjalan dengan baik.

Secara umum terdapat tren positif pada indikator pelaksanaan APBN di Provinsi Sumut, kecuali penerimaan perpajakan yang mengalami penurunan. Alokasi pagu belanja APBN di Provinsi Sumut sedikit menurun dibandingkan pagu tahun 2018, dari Rp24,14 triliun menjadi Rp24,10 triliun di tahun 2019. Pada pagu pendapatan, target penerimaan meningkat dari Rp27,13 triliun di tahun 2018 menjadi Rp28,08 triliun di tahun 2019. Realisasi dari belanja adalah sebesar 94,88%, meningkat dari tahun 2018 yang sebesar 92,59% dan realisasi pendapatan menurun dibandingkan tahun 2018 baik secara nominal maupun secara persentase. Persentase realisasi pendapatan pada tahun 2018 adalah sebesar 81,31% turun menjadi 77,17% di tahun 2019. Dengan penerimaan APBN di Provinsi Sumut yang menurun dan besar belanja yang meningkat, maka besar defisit juga meningkat dibandingkan tahun 2018. Pada tahun 2018 besar defisit adalah sebesar Rp40,53 triliun menjadi Rp43,10 triliun pada tahun 2019. Pengaruh belanja Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) di Provinsi Sumut

(5)

Executive Summary

menunjukkan pengaruh positif kepada pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran terbuka, dan inflasi. Tingkat kemandirian daerah belum menggembirakan, tidak terdapat kabupaten/kota dengan rasio PAD dengan total pendapatan lebih dari 50%. Kemandirian BLU di Provinsi Sumut meningkat dari tahun sebelumnya, menjadi 55,24%, sebelumnya 55,21%. Untuk penyaluran KUR, terdapat hubungan positif antara besar penyaluran KUR dengan pertumbuhan sektor unggulan di Sumut, yaitu sektor pertanian dan perkebunan serta sektor potensial yaitu sektor perdagangan besar dan eceran.

Target pendapatan APBD lingkup Provinsi Sumut tahun 2019 sebebsar Rp61,73 triliun, naik 6,17% dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp58,14 triliun. Sedangkan realisasi pendapatan APBD lingkup Provinsi Sumut tahun 2019 sebesar Rp 56,86 triliun, jauh lebih tinggi dari realisasi tahun 2018 sebesar Rp53,76 triliun. Pendapatan transfer dari pemerintah pusat masih menjadi sumber pendapatan utama pemda lingkup Provinsi Sumut, yaitu sebesar Rp42,34 triliun atau sebesar 74,47%. Pagu belanja APBD lingkup Provinsi Sumut sebesar Rp55,97 trilun dengan realisasi sebesar Rp46,91 triliun atau sebesar 86,14%. Realisasi belanja ini menitikberatkan pada pembangunan SDM melalui pendidikan dan kesehatan, serta pembangunan infrastruktur untuk menunjang perekonomian di Provinsi Sumut. Sebaran BLUD di Provinsi Sumut masih didominasi oleh sektor kesehatan dan belum menyeluruh ke semua pemda. Sehingga perlu upaya untuk mendorong pemda meningkatkan layanan publik dengan meningkatkan jumlah BLUD dan memperluas macam layanan BLUD.

Total pendapatan konsolidasian Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV tahun 2019 mencapai Rp78,5 triliun. Sedangkan total belanja konsolidasian mencapai Rp64,9 triliun. Kenaikan pendapatan yang lebih kecil dibandingkan belanja negara mengakibatkan defisit anggaran sebesar 44% atau minus Rp34,6 triliun. Dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, surplus/defisit mengalami penurunan sebesar 4%.

Tantangan fiskal dalam perekonomian Provinsi Sumut adalah bagaimana meningkatkan sektor unggulan dan potensial dalam meningkatkan perekonomian di masa mendatang. Berdasarkan analisis Location Quotient dan Shift Share Sektor unggulan Provinsi Sumut yaitu sektor pertanian, perkebunan dan perikanan, sedangkan sektor potensial Provinsi Sumut yaitu sektor perdagangan besar dan

(6)

Executive Summary

eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Sektor unggulan tersebut sudah menjadi penyumbang terbesar terhadap PDRB Provinsi Sumut namun kesejahteraan petani di Provinsi Sumut masih di bawah rata-rata nasional.

Untuk mengendalikan fluktuasi harga bahan makanan pokok yang secara langsung mempengaruhi laju inflasi di Sumut, perlu untuk memperkuat sinergi dan koordinasi dalam Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dengan fokus pada keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan koordinasi serta komunikasi yang efektif.

BLUD di Provinsi Sumut hanya di sektor kesehatan dan masih ada pemda yang tidak memiliki BLUD. Sebagai rekomendasi utama yang dianggap paling mungkin untuk dilaksanakan adalah memberi pelatihan, bimbingan teknis yang khusus tentang Pengelolaan Keuangan (PK) BLUD kepada pegawai Kanwil DJPb agar memiliki kompetensi dan pengetahuan yang mumpuni mengenai PK BLUD. Diharapkan dengan kompetensi tersebut, Kanwil DJPb dapat mendorong terbentuknya BLUD yang baru dan memberi supervisi untuk perbaikan PK BLUD yang sudah ada.

(7)

TIM PENYUSUN

Kanwil DJPb Prov. Sumut

Gedung Keuangan Negara Lt. III Jl. P. Diponegoro No. 30A

(061) 4148440, 4538600

bidang.ppa2.sumut@gmail.com

Penanggung-jawab:

Kepala Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Utara

Tiarta Sebayang

Ketua:

Kepala Bidang PPA II

Mercy Monika R. Sitompul

Editor:

Yudhistira Kesuma Yofi Habibie Adnan

Albert I. Ginting Miftah Nasution

Elimar Tuty Alawiyah

Desain: Kontributor:

- Hannida Fatmi Nst.

Elimar - Dameria Pandiangan

- Ressinta

(8)

KATA PENGANTAR i

DASHBOARD MAKRO-FISKAL REGIONAL ii

EXECUTIVE SUMMARY iv

TIM PENYUSUN vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GRAFIK xv

DAFTAR GAMBAR xix

BAB I SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH……… 1

1.1 PENDAHULUAN...………... 1

1.2. TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH ………... 2

1.2.1 Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah …………... 2

1.2.2 Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah ………... 2

1.3 TANTANGAN DAERAH 3 1.3.1 Tantangan Ekonomi Daerah ...……….…… 3

1.3.2 Tantangan Sosial Kependudukan ...………..…… 6

1.3.3 Tantangan Geografis Wilayah ...……….……. 7

1.3.3.1 Karakteristik Daerah ……… 7

1.3.3.2 Bencana Alam ………... 8

BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL………. 10

2.1 INDIKATOR EKONOMI MAKRO FUNDAMENTAL ………..………....……… 10

2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto ... 10

2.1.2 Inflasi ...……….……….. 11

2.1.3 Suku Bunga .. ...………...………. 12

2.1.4 Nilai Tukar ……… 14

2.2 INDIKATOR KESEJAHTERAAN ...………... 14

2.2.1 Indeks Pembangunan Manusia . ...……….. 15

2.2.2 Tingkat Kemiskinan ...……… 16

2.2.3 Tingkat Ketimpangan (Rasio Gini) ....……… 17

2.2.4 Kondisi Ketenagakerjaan dan Tingkat Pengangguran ...……….. 18

2.3 EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKRO EKONOMI DAN PEMBANGUNAN REGIONAL 19

(9)

BAB III PERKEMBANGAN ANALISIS DAN PELAKSANAAN APBN TINGKAT

REGIONAL...………... 22

3.1 APBN TINGKAT PROVINSI ...……… 22

3.2 PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT TINGKAT REGIONAL ... 24

3.2.1 Penerimaan Perpajakan .. ...………. 24

3.2.2 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Pemerintah Pusat di Provinsi Sumut ... 27

3.3 BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT REGIONAL ...……… 29

3.4 TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA ...……….. 34

3.4.1 Dana Transfer Umum .. ...………... 39

3.4.2 Dana Transfer Khusus .. ...………... 40

3.4.3 Dana Desa .. ...………... 41

3.4.4 Dana Insentif Daerah (DID)...…… 42

3.5 ANALISIS CASH FLOW APBN TINGKAT REGIONAL .. ...……….. 42

3.6 PENGELOLAAN BLU PUSAT ...……….. 43

3.7 PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI PUSAT...………... 46

3.7.1 Penerusan Pinjaman ...……… 46

3.7.2 Kredit Program ...……… 47

3.7.2.1 Penyaluran KUR 48 3.7.2.2 Penyaluran UMi 50 3.8 PERKEMBANGAN DAN ANALISIS BELANJA WAJIB (MANDATORY SPENDING) DAN BELANJA INFRASTRUKTUR PUSAT DI DAERAH ...………..……… 51

3.8.1 Mandatory Spending di Daerah .……… 51

3.8.2 Belanja Infrastruktur ...……… 53

BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD ...……… 55

4.1 APBD TINGKAT PROVINSI (KONSOLIDASI PEMDA) ...………. 55

4.2 PENDAPATAN DAERAH ...……….. 56

4.2.1 Dana Transfer/Perimbangan ...……….. 56

4.2.2 Pendapatan Asli Daerah ...……… 60

4.2.2.1 Analisis komposisi pendapatan daerah dan perbandingan PAD dengan Dana Transfer atas Total Pendapatan Daerah 60 4.2.2.2 Analisis perbandingan PAD dengan belanja daerah 60 4.2.3 Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah ...……….. 61

4.3 BELANJA DAERAH ...………... 62

4.3.1 Rincian Belanja Daerah Berdasarkan Klasifikasi Urusan 62 4.3.2 Rincian Belanja Daerah Berdasarkan Jenis Belanja (Sifat Ekonomi) 63 4.4 PERKEMBANGAN BLU DAERAH ...……… 64

4.4.1 PROFIL DAN JENIS LAYANAN SATKER BLUD...………... 64

4.4.2 PERKEMBANGAN PENGELOLAAN ASET, PNBP, DAN RM BLU DAERAH ... 65

4.4.3 ANALISIS LEGAL...………... 67

4.5 SURPLUS/DEFISIT APBD ...……… 69

4.5.1 PERKEMBANGAN SURPLUS/DEFISIT APBD ...………... 69

4.5.1.1 Rasio Surplus/Defisit Terhadap Agregat Pendapatan ... 69

4.5.1.2 Rasio Surplus terhadap Realisasi Dana Transfer ... 70

(10)

4.6 PEMBIAYAAN ...………... 71

4.6.1 RASIO SILPA TERHADAP ALOKASI BELANJA...………... 71

4.6.2 PENGELUARAN PEMBIAYAAN (PEMBAYARAN POKOK UTANG DAN PENYERTAAN MODAL)...………... 72

4.7 ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH ...……… 72

4.7.1 Analisis Kapasitas Fiskal Daerah ...……….. 72

4.7.1.1 Analisis Horizontal...………... 72

4.7.1.2 Analisis Vertikal...………... 73

4.7.2 ANALISIS KAPASITAS FISKAL DAERAH 74 4.8 PERKEMBANGAN BELANJA WAJIB DAERAH ...……… 75

4.8.1 Belanja Daerah Sektor Pendidikan ...……….. 75

4.8.2 Belanja Daerah Sektor Kesehatan ...……… 75

4.8.3 Belanja Infrastruktur Daerah ...………. 76

BAB V PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD) ………... 77 5.1 LAPORAN REALISASI ANGGARAN KONSOLIDASIAN ... 77

5.2 PENDAPATAN KONSOLIDASIAN...………. 78

5.3 BELANJA KONSOLIDASIAN ...……….... 80

5.4 SURPLUS/DEFISIT KONSOLIDASIAN ...……….. 83

5.5 ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL AGREGAT ...……… 84

BAB VI KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN FISKAL REGIONAL ...………... 86

6.1 SEKTOR UNGGULAN DAERAH ...……… 91

6.2 SEKTOR POTENSIAL DAERAH ...……… 95

6.3 TANTANGAN FISKAL REGIONAL DALAM MENDORONG POTENSI EKONOMI DAERAH ...………...……… 98

6.3.1 Tantangan Fiskal Pemerintah Pusat 100 6.3.2 Tantangan Fiskal Pemerintah Daerah 101 6.3.3 Sinkronisasi Kebijakan Fiskal Pusat-Daerah 102 BAB VII SINERGI DAN KONVERGENSI PROGRAM PENANGANAN STUNTING DI DAERAH... 103

7.1 PENDAHULUAN...………... 103

7.2 KONVERGENSI PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING...………... 104

7.3 PENANGANAN STUNTING OLEH PEMERINTAH...……….... 106

7.3.1 Belanja Pemerintah Pusat ………. 107

7.3.1.1 Intervensi Gizi Spesifik ………... 107

7.3.1.2 Intervensi Gizi Sensitif ……… 108

7.3.1.3 Pendampingan, Koordinasi, dan Dukungan Teknis ……….. 109

7.3.2 Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) 109 7.3.2.1 Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik………. 110

(11)

7.3.2.2 Dana Alokasi Khusus (DAK) Non-Fisik………

111

7.4 ANALISA DAN PEMBAHASAN...………... 112

BAB VIII PENUTUP ...………...……… 118

8.1 KESIMPULAN...………... 118

8.2 REKOMENDASI...………... 120 DAFTAR PUSTAKA ………

(12)

xii

Tabel 2.1

Persentase Penduduk Miskin, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Menurut Daerah, September 2018 –

September 2019... 16

Tabel 2.2 Penduduk Usis 15 Tahun Keatas menurut Jenis kegiatan Utama, 2018-2019, ribu ... 18

Tabel 2.3 Pencapain RKPD 2019 Pada Indikator Ekonomi Fundamental dan Indikator Kesejahteraan ... 20

Tabel 3.1 Pagu dan Realisasi APBN di Provinsi Sumut s.d. Akhir Triwulan IV Tahun 2018 dan Tahun 2019 (dalam miliar rupiah)... 22

Tabel 3.2 Perkembangan Realisasi PNBP Lainnya ... 28

Tabel 3.3 Perkembangan Belanja APBN di Provinsi Sumut berdasarkan 10 Bagian Anggaran Terbesar (dalam miliar rupiah) ... 30

Tabel 3.4 Rasio PAD dan Dana Transfer Tahun 2019 pada Pemda Lingkup Provinsi Sumut ... 38

Tabel 3.5 Perkembangan BLU di Provinsi Sumut ... 44

Tabel 3.6 Perkembangan Kemandirian BLU Provinsi Sumut ... 45

Tabel 3.7 Perkembangan 10 satker PNBP terbesar di Provinsi Sumut ... 46

Tabel 3.8 Penerusan Pinjaman di Provinsi Sumatera Utara per 31 Desember 2019 ... 47

Tabel 3.9 Penyaluran KUR Tahun 2019 Berdasarkan Sektor pada Provinsi Sumut ... 48

Tabel 3.10 Hasil Analisis Korelasi KUR untuk Sektor Unggulan dan Potensial Provinsi Sumut ... 49

Tabel 3.11 Penyaluran Kredit Program di Provinsi Sumatera ... 50

Tabel 3.12 Alokasi Belanja Berdasarkan Sektor Pendidikan ... 51

Tabel 3.13 Alokasi Belanja Pendidikan yang Termasuk Prioritas Nasional ... 52

Tabel 3.14 Alokasi Belanja Berdasarkan Sektor Kesehatan... 52

Tabel 3.15 Alokasi Belanja yang Termasuk Prioritas Nasional... 53 Tabel 3.16 Analisa Realisasi Belanja dan Output Strategi Sektor Infrastruktur … 54

(13)

xiii

Tabel 4.1 Profil APBD Agregat Provinsi Sumut (dalam miliar rupiah)... 55

Tabel 4.2 Jenis Pendapatan APBD Kab/Kota dan Provinsi di Sumut (dalam miliar rupiah)... 56

Tabel 4.3 Analisis Ruang Fiskal Pemda Se-Sumut Tahun 2019... 58

Tabel 4.4 Analisis Kemandirian Daerah Pemda Se-Sumut Tahun 2019... 59

Tabel 4.5 Analisis Komparatif Alokasi Dana Transfer... 59

Tabel 4.6 Pagu dan Realisasi Belanja APBD per Jenis Belanja (dalam miliar Rupiah)………. 63

Tabel 4.7 Profil dan Jenis Layanan BLUD di Provinsi Sumut Tahun 2019 ... 64

Tabel 4.8 Perkembangan Pengelolaan Aset Satker BLUD di Provinsi Sumut ... 65

Tabel 4.9 Perkembangan Pagu PNBP dan Pagu RM Satker BLUD di Provinsi Sumut ... 66

Tabel 4.10 Dasar Hukum Pembentukan BLU Daerah di Provinsi Sumut ... 67

Tabel 4.11 Rasio Surplus/Defisit Sumut Terhadap Agregat Pendapatan, Total Realisasi Dana Transfer, dan Total Belanja ... 70

Tabel 4.12 Komponen Pengeluaran Pembiayaan Tahun 2019 ... 72

Tabel 4.13 Analisis Horizontal 5 Pemda Tertinggi Realisasi APBD di Sumut TA 2019 ……… 72

Tabel 4.14 Analisis Horizontal 5 Pemda Terendah Realisasi APBD di Sumut TA 2019 ……… 73

Tabel 4.15 Perkembangan Kapasitas Fiskal Provinsi Sumut ... 74

Tabel 4.16 Kategori KFD Kab/Kota di Provinsi Sumut ... 75

Tabel 4.17 Alokasi Belanja Sektor Pendidikan di Provinsi Sumut Tahun 2019 ... 75

Tabel 4.18 Alokasi Belanja Sektor Kesehatan di Provinsi Sumut Tahun 2019 ... 75

Tabel 4.19 Alokasi Belanja Infrastruktur Daerah di Provinsi Sumut Tahun 2019 76 Tabel 5.1 Tabel Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Wilayah Provinsi Sumut Triwulan IV Tahun 2019 (dalam Miliar rupiah) ... 74

(14)

xiv

Tabel 5.3 Laporan Operasional Statistik Keuangan Pemerintah (GFS) Tahun 2018 dan 2019 ... 82

Tabel 6.1 PDRB Per Kapita (juta rupiah) Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2018 ………. 87

Tabel 6.2 Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015-2018 ………. 89

Tabel 6.3 Hasil Analisis Location Quotient dan Shift Share terhadap PDRB Provinsi Sumut Tahun 2017-2019 ... 90

Tabel 6.4 Pengelompokan Basis Sektor Ekonomi ... 91

Tabel 6.5 Produksi Tanaman Perkebunan PTPN II, III, dan IV menurut Jenis Tanaman (ton) Tahun 2015-2018 ... 94

Tabel 7.1 Kerangka Waktu Rencana Aksi Intervensi Stunting ... 104

Tabel 7.2 Realisasi Kegiatan Pencegahan Stunting per Pelaksana Kegiatan Tahun 2019 ... 107

Tabel 7.3 Pagu dan Realisasi Kegiatan Intervensi Gizi Spesifik per Satker/OPD Prov. Sumut Tahun 2019 ... 108

Tabel 7.4 Pagu dan Realisasi Kegiatan Intervensi Gizi Sensitif per Satker/OPD Prov. Sumut Tahun 2019 ... 108

Tabel 7.5 Pagu dan Realisasi Kegiatan Pendampingan, Koordinasi, dan Duktek per Satker/OPD ... 109

Tabel 7.6 Tabel Pagu dan Realisasi DAK Fisik yang Mendukung Pelaksanaan Pencegahan Stunting per Bidang Prov. Sumut Tahun 2019 ……… 110

Tabel 7.7 Realisasi DAK Fisik yang Mendukung Pelaksanaan Pencegahan Stunting per Kabupaten/Kota di Prov. Sumut Tahun 2019 ……….. 110

Tabel 7.8 Pagu dan Realisasi DAK Nonfisik yang Mendukung Pelaksanaan Pencegahan Stunting di Prov. Sumut Tahun 2019 ………... 111

Tabel 7.9 Realisasi Dana Desa Mendukung Pencegahan Stunting per 30 Januari 2020 di 27 Kab/Kota Penerima Dana Desa di Prov. Sumut ... 112

Tabel 7.10 Kumulasi Pembiayaan Pencegahan Stunting di Prov. Sumut ... 116

Tabel 7.11 Kabupaten/Kota dengan Pagu diatas Rata-rata Provinsi... 116

(15)

xv

Grafik 2.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumut dan Nasional ... 11

Grafik 2.2 PRDB per Kapita dan PDB per Kapita ………... 11

Grafik 2.3 Perkembangan Inflasi Sumut dan Nasional Tahun 2019 (persen) ... 12

Grafik 2.4 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Tahun 2019 (persen) ... 13

Grafik 2.5 Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS ... 14

Grafik 2.6 Perkembangan IPM (2014-2019) ... 15

Grafik 2.7 IPM di Pulau Sumatera Menurut Provinsi 2019 ... 16

Grafik 2.8 Perkembangan Gini Ratio Sumut, Maret 2014-September 2019 ... 17

Grafik 2.9 Gini Ratio di Pulau Sumatera Menurut Provinsi, 2019 ... 18

Grafik 2.10 TPAK Menurut Jenis Kelamin, 2018-2019 , persen ... 19

Grafik 2.11 TPT Menurut Pendidikan, 2018-2019 , persen ... 19

Grafik 3.1 Realisasi Penerimaan Perpajakan di Provinsi Sumut Tahun 2019 ... 24

Grafik 3.2 Perkembangan Realisasi Pajak Dalam Negeri Tahun 2018 dan Tahun 2019 di Provinsi Sumut Per Jenis Pajak ... 24

Grafik 3.3 Perkembangan Pajak Perdagangan Internasional di Provinsi Sumut ... 26

Grafik 3.4 Perkembangan Tax Ratio Provinsi Sumut ………... 27

Grafik 3.5 Perkembangan PNBP di Provinsi Sumut ... 27

Grafik 3.6 Perkembangan Pagu dan Jumlah Satker Tahun 2019... 29

Grafik 3.7 Alokasi Pagu DIPA Tahun 2019 tingkat Provinsi Sumut Berdasarkan Fungsi... 31

(16)

xvi

Grafik 3.8 Perkembangan Pagu dan Realisasi APBN di Provinsi Sumut Berdasarkan Fungsi... 32

Grafik 3.9 Perkembangan Pagu dan Realisasi APBN di Provinsi Sumut Berdasarkan Jenis Belanja ... 33

Grafik 3.10 Perkembangan dan Pertumbuhan TKDD Provinsi Sumut ... 34

Grafik 3.11 Perkembangan Indikator Layanan Dasar Provinsi Sumut Periode 2015 dan 2018... 35

Grafik 3.12 Analisis TKDD terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Kemiskinan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Inflasi... 36

Grafik 3.13 Pagu dan Realisasi TKDD Tahun 2019 Provinsi Sumut ... 37

Grafik 3.14 Pagu dan Realisasi Transfer ke Daerah TA 2019 per Kab/Kota ... 37

Grafik 3.15 Perkembangan DAU Provinsi Sumut Tahun 2015-2019 ... 39

Grafik 3.16 Perkembangan DBH Provinsi Sumut Tahun 2015-2019 ... 39

Grafik 3.17 Perbandingan Penyaluran DAK Fisik Regional Sumatera Tahun 2019 40 Grafik 3.18 Perbandingan Penyaluran DAK Nonfisik Regional Sumatera Tahun 2019 ………. 41

Grafik 3.19 Perkembangan Penyaluran Dana Desa Provinsi Sumut Tahun 2016-2019 ………. 41

Grafik 3.20 Perkembangan Penyaluran Dana Insentif Daerah (DID) Provinsi Sumut Tahun 2019... 42

Grafik 3.21 Perkembangan Cash Flow di Provinsi Sumut... 43

Grafik 3.22 Jumlah Satker PNBP Berdasarkan Layanan Tahun 2018... 45

Grafik 3.23 Penyaluran UMi Tahun 2019 pada Provinsi Sumut ……… 50

Grafik 3.24 Kuadran Realisasi Belanja dan Output Strategi Sektor Infrastruktur 54 Grafik 4.1 Komposisi Pendapatan Daerah Provinsi Sumut Tahun 2019 ... 60

(17)

xvii

Grafik 4.3 Lain-lain Pendapatan daerah Yang Sah Provinsi Sumut Tahun 2019 ... 62

Grafik 4.4 Sepuluh Tertinggi Belanja Daerah Berdasarkan Urusan Wajib Tahun 2019... 62

Grafik 4.5 Lima Tertinggi Belanja Daerah Berdasarkan Urusan Pilihan Tahun 2019 ... 63

Grafik 4.6 Rasio Surplus/Defisit Terhadap PDRB di Sumut ... 71

Grafik 4.7 Kontribusi PAD Terhadap Total Pendapatan ... 73

Grafik 4.8 Perbandingan Kontribusi Realisasi per Jenis Belanja ... 74

Grafik 5.1 Perbandingan Komposisi Pendapatan Konsolidasian s.d. Triwulan IV Tahun 2019 dan 2018... 75

Grafik 5.2 Perbandingan Komposisi Pendapatan Konsolidasian di Provinsi Sumut s.d.triwulan IV Daerah dan Pusat... 75

Grafik 5.3 Perbandingan Pendapatan Perpajakan Pempus dan Pemda s.d. Triwulan IV Tahun 2019... 76

Grafik 5.4 Perbandingan Belanja dan Transfer Pemerintah Pusat dan Daerah terhadap Konsolidasian di Provinsi Sumut s.d. triwulan IV Tahun 2019 ……… 78 Grafik 5.5 Perbandingan Komposisi Belanja Konsolidasian Provinsi Sumut... 78

Grafik 5.6 Perkembangan PDRB per kapita Provinsi Sumut dan Indeks Williamson Tahun 2015-2018... 79

Grafik 5.7 Scatter Plot Hubungan Belanja Konsolidasian dengan Indeks Williamson Tahun 2015-2018... 80

Grafik 5.8 Persebaran Surplus/Defisit pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara... 81

(18)

xviii

Grafik 6.2 Persentase Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2018–2019... 93

Grafik 6.3 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sumut Sepanjang Tahun 2018... 93

Grafik 6.4 Perkembangan Produksi Ikan di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Subsektor Tahun 2015-2017... 94

Grafik 6.5 Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Tangkap Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara, 2017... 95

Grafik 6.6 Perkembangan Jumlah Industri Besar dan Sedang di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013-2016... 96

Grafik 6.7 Penyebaran Jumlah Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor... 96

Grafik 6.8 Perkembangan Penduduk Miskin Tahun 2015-2019 di Provinsi Sumatera Utara... 98

Grafik 6.9 Perbandingan Tingkat Kemiskinan Nasional dengan Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2019... 99

Grafik 7.1 Realisasi Pencegahan Stunting per Bagian Anggaran Tahun 2019 ... 107

Grafik 7.2 Tingkat Prevalansi Stunting pada Provinsi Sumut... 112

(19)

xix

Gambar 1.1 Pembagian Wilayah Sumut ……… 7 Gambar 7.1 Kerangka Konseptual Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi ... 105 Gambar 7.2 Sumber Pembiyaan Pemerintah untuk Pencegahan Stunting ... 106

(20)

Langkat |

Rumah Pohon Habitat

SASARAN

PEMBANGUNAN DAN

TANTANGAN DAERAH

(21)

BAB I

Sasaran Pembangunan dan

Tantangan Daerah

Untuk mencapai tujuan dari bernegara dan bermasyarakat yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dibutuhkan proses pembangunan baik di pusat maupun di daerah. Pembangunan di suatu daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah tersebut dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada. Dalam pembangunan daerah juga melibatkan sektor swasta dalam suatu kemitraan dengan pemerintah daerah untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi di daerah tersebut. Dan sasaran yang dituju dari proses pembangunan di Provinsi Sumut adalah mencapat tingkat kemandirian yang tinggi, makmur, berkeadilan dan maju. Hal ini dapat tercapai melalui percepatan pembangunan semua bidang yang didukung struktur ekonomi yang tangguh.

Dalam menjalankan proses pembangunan daerah, pasti di temui tantangan yang perlu ditanggulangi. Tantangan pembangunan daerah merupakan suatu keadaan atau objek yang perlu ditanggulangi atau di ubah untuk dapat menjadi hal yang bermanfaat bagi pembangunan daerah. Tantangan pembangunan daerah dapat berupa keadaan fisik seperti keadaan bentang alam maupun merupakan suatu kondisi seperti kemiskinan maupun pengangguran. Dalam hal mengatasi tantangan tersebut, pemerintah daerah mengaplikasikan berbagai instrumen kebijakan, salah satunya adalah kebijakan pengaturan belanja dan pendapatan daerah yang merupakan bagian dari kebijakan fiskal.

Dengan kebijakan fiskal yang pruden dan akuntabel, pemerintah mengendalikan arah, tujuan, sasaran dan prioritas pembangunan serta pertumbuhan perekonomian dengan cara mengubah atau memperbaharui penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Fokus kebijakan fiskal adalah : (1) mendorong penyehatan fiskal yang ditempuh dengan mendorong penggunaan anggaran negara lebih produktif, efisien, berdaya tahan dan berkelanjutan serta (2) mendorong iklim investasi dan ekspor. Dengan tujuan untuk mengarahkan jalannya perekonomian menuju keadaan yang diinginkan atau ke arah yang lebih baik.

(22)

1.2.1. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Sumut tahun 2019-2023. RPJMD tersebut sebagai acuan dasar dalam menentukan arah kebijakan dan strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan program perangkat daerah. Arah kebijakan dan sasaran pokok RPJMD 2019-2023 Provinsi Sumut per tahun adalah sebagai berikut :

a. Tahun 2019 fokus pada reformasi birokrasi melalui tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Mewujudkan infrastruktur berwawasan lingkungan. Dan meningkatkan daya saing agraris dan pariwisata.

b. Tahun 2020 fokus pada peningkatan kualitas infrastrukur. Meningkatkan kualitas SDM. Memperluas penciptaan kesempatan kerja dan berusaha. Serta meningkatkan peran sektor agraris dan pariwisata.

c. Tahun 2021 ditujukan untuk melanjutkan kesinambungan upaya-upaya yang telah dilaksanakan pada periode sebelumnya.

d. Tahun 2022 difokuskan untuk mengoptimalkan dan mensinergikan serta mempercepat pencapaian pembangunan Provinsi Sumut yang bermartabat.

e. Tahun 2023 ditujukan untuk mengakselerasi pencapaian-pencapaian program-program prioritas untuk mewujudkan Provinsi Sumut yang bermartabat.

1.2.2. Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)

RKPD Pemerintah Daerah Provinsi Sumut tahun 2019 merupakan penjabaran dari RPJMD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) pada tahun berkenaan. Pada dasarnya RKPD merupakan acuan bagi daerah dalam menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD), dengan demikian Kepala daerah dan DPRD dalam menentukan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) serta penentuan Prioritas dan Pagu Anggaran Sementara (PPAS) didasarkan atas dokumen RKPD. KUA dan PPAS yang telah disepakati selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam proses penyusunan APBD.

Pemerintah Daerah Provinsi Sumut telah menetapkan Peraturan Gubernur Nomor 30 Tahun 2018 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2019. Tema RKPD Provinsi Sumut pada tahun 2019 adalah : “Peningkatan Pembangunan Untuk Mendorong Penciptaan Struktur Ekonomi Yang Tangguh Dalam Rangka Mewujudkan Sumut Yang Mandiri, Makmur Dan Berkeadilan”. Adapun yang menjadi fokus pembangunan daerah atau prioritas pembangunan daerah Provinsi Sumut adalah :

(23)

a. Pengurangan kesenjangan antar wilayah melalui peningkatan pembangunan infrastruktur, penguatan konektivitas dan kemaritiman

b. Pertumbuhan ekonomi inklusif berkelanjutan melalui pengembangan Pertanian, industri pengolahan, pariwisata, jasa dan perdagangan

c. Peningkatan pembangunan SDM dan pengurangan kemiskinan melalui pemenuhan pelayanan dasar masyarakat

d. Peningkatan ketahanan pangan, energi dan sumber daya air serta mitigasi bencana

e. Peningkatan reformasi birokrasi, tatakelola pemerintahan, penegakan hukum dan pencegahan korupsi

Dalam perencanaan program pembangunan, diarahkan untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Dalam mencapai sasaran-sasaran tersebut, harus diperhitungkan tantangan-tantangan yang ada, untuk sebagai bahan pengambilan kebijakan atau keputusan. Tantangan yang ada sedapat mungkin diolah dari berupa rintangan menjadi hal yang dapat dimanfaatkan.

1.3.1. Tantangan Ekonomi Daerah a. Sektor Pariwisata

Provinsi Sumut mempunyai modal yang sangat potensial di bidang pariwisata. Danau Toba yang merupakan danau vulkanis terbesar di dunia dan pantai Sorake Nias yang merupakan destinasi peselancar dunia setelah Hawaii, adalah spot pariwisata yang telah dikenal baik dari Sumut. Destinasi lain yang tidak kalah menarik ada di Kabupaten Langkat yaitu objek wisata Tangkahan, objek ekowisata yang mengedepankan wisata alam dari hutan tropis dan Objek wisata Bukit Lawang, daerah konservasi terhadap orang utan. Berastagi yang berada di Kabupaten Karo, merupakan objek wisata yang menawarkan bermacam aktraksi wisata seperti berkemah, pemadian air panas, hingga wisata air terjun. Pulau Samosir di mana terdapat situs-situs tua seperti pemakaman raja-raja Batak, rumah adat dan Pusuk Buhit, puncak bukit di pinggir barat Danau Toba yang dipercaya menjadi panggung legenda lahirnya suku Batak.

Namun sumbangan sektor pariwisata terhadap perekonomian Sumut belum menggembirakan. Lapangan usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum pada Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), merupakan lapangan usaha yang berhubungan erat dengan sektor pariwisata, pada tahun 2019 hanya mempunyai pertumbuhan sebesar 8.88% dan mempunyai porsi sebesar 2,42% dari PDRB Sumut.

(24)

Faktor penyebab belum berkembangnya sektor pariwisata di Sumut adalah : 1) Infrastruktur pendukung seperti fasilitas ibadah, restoran, pusat informasi

pariwisata, toilet bersih, area parkir di setiap objek wisata, penginapan, restoran serta sentra souvenir dan UKM belum tersedia dengan baik dan terstandarisasi.

2) Lingkungan sekitar objek wisata yang masih perlu ditata seperti peningkatan kualitas air danau Toba, pengelolaan sampah dari wisatawan, pengedalian limbah perhotelan dan restoran serta pengendalian kerusakan hutan.

3) Kapasitas dan kuantitas SDM pengelola pariwisata yang masih terbatas. Diperlukan SDM yang mengerti dan ahli dalam sektor pariwisata untuk mengelola objek pariwisata, even kegiatan pariwisata dan sarana pendukung pariwisata seperti hotel dan restoran.

b. Konsumsi Rumah Tangga dan Investasi

Laju pertumbuhan ekonomi di Sumut merupakan yang tinggi di regional pulau Sumatera. Sumber pertumbuhan dari perekonomian didapatkan dari konsumsi rumah tangga dan investasi. Dalam hal konsumsi rumah tangga, dapat menjadi hal positif bila barang yang dikonsumsi tersebut adalah barang yang diproduksi secara domestik, sehingga nilai tambah yang dari barang konsumsi tersebut juga dinikmati secara domestik juga. Menjadi kontraproduktif kalau barang konsumsi tersebut didapatkan dari eksternal, baik dari luar Sumut maupun dari luar negeri. Dan konsumsi rumah tangga juga sensitif terhadap tingkat inflasi. Dengan tingkat inflasi yang fluktuatif di Provinsi Sumut, secara langsung akan mempengaruhi tingkat konsumsi rumah tangga. Bila harga barang meningkat sebagai dampak dari inflasi maka konsumsi rumah tangga akan menurun, begitu juga terjadi sebaliknya. Hal tersebut akan mempengaruhi besaran PDRB.

Arus investasi merupakan hal yang positif bagi suatu daerah. Dengan adanya arus investasi, diharapkan adanya efek langsung seperti peningkatan lapangan pekerjaan dan peningkatan arus modal. Efek yang tidak langsung adalah tumbuhnya pusat perekonomian di daerah tersebut dan meningkatnya kesejahteraan dari trickle-down effcet. Menjadi sebuah pekerjaan rumah bagi Provinsi Sumatera untuk meningkatkan level dari ease of doing business. Dari data Bank Dunia1, untuk Kota Medan khususnya sebagai barometer perekonomian di Sumut, level yang didapatkan tidaklah menggembirakan. Bank Dunia memberikan peringkat 19 dari 20 kota di Indonesia untuk starting a

(25)

business, peringkat 6 dari 20 kota di Indonesia untuk dealing with construction permit dan peringkat 7 dari 20 kota di Indonesia untuk registering property.

c. Kelapa Sawit dan Hasil Olahannya.

Sektor unggulan di Sumut adalah sektor pertanian khususnya perkebunan kelapa sawit. Namun akhir-akhir ini salah satu produk kelapa sawit yaitu crude palm oil (CPO) mendapat kampaye negatif di luar negeri, terutama dari Uni Eropa. Berawal dari Uni Eropa memasukkan minyak sawit dari Indonesia sebagai kategori tidak berkelanjutan sehingga tidak dapat digunakan untuk biodiesel dan akan mulai diberlakukan pada 2024. Uni Eropa menyoroti deforestasi atau perusakan hutan akibat adanya budidaya sawit yang masif. Sehingga pada saat ini, negara-negara Uni Eropa sudah mulai mengurangi permintaan olahan sawit dan membuat kecenderungan menurunnya harga sawit.

Terdapat pemanfaatan lain dari CPO selain menjadi minyak goreng yaitu sebagai bahan bakar. Perkembangan pemanfaatan bahan bakar berbasiskan CPO yang belum masif, mengakibatkan lambatnya permintaan CPO untuk bahan bakar. Kendala lain dari perkebunan sawit adalah peremajaan tanaman tua. Dengan lesunya penjualan produk dari kelapa sawit mengakibatkan lambatnya proses peremajaan tanaman kelapa sawit. Dengan lambatnya peremajaan, tingkat produktivitas tanaman sawit juga tumbuh dengan lambat.

Dalam hal peremajaan perkebunan sawit, ditengarai banyak dilakukan dengan cara pembakaran lahan daripada dengan cara menebang. Hal ini turut menyumbang polusi udara dan menambah isu negatif terkait dengan usaha perkebunan sawit.

d. Dampak Jalan Tol Terhadap Kondisi Ekonomi Lingkunganya

Pembangunan infrastruktur yang tengah dipacu saat ini akan membawa dampak menguntungkan maupun kurang menguntungkan. Manfaat yang dapat dirasakan antara lain transportasi angkutan barang semakin efisien dengan waktu tempuh yang semakin cepat. Dengan adanya jalan tol secara langsung maupun tidak langsung akan mengubah pola perjalanan antar kota dan antar daerah. Yang sebelumnya singgah di suatu kota atau daerah untuk mengisi ulang bahan bakar, mengistirahatkan badan, rehat makan di restoran/warung dan/atau berbelanja oleh-oleh di sentra UMKM setempat. Semenjak adanya jalan tol, maka pola tersebut berubah. Pengendara dapat memilih untuk melanjutkan perjalanannya karena jarak tempuh makin singkat atau singgah di rest area di sepanjang jalan tol.

Dengan perubahan tersebut, berakibat penurunan jumlah konsumen yang singgah ke kota atau daerah tersebut, dan menurunnya omset dari SPBU,

(26)

restoran/warung dan/atau sentra UMKM. Hal ini perlu untuk di mitigasi baik sebelum pembangunan jalan tol maupun setelah jalan tol selesai dibangun. Langkah-langkah yang dapat diambil antara lain:

1) Pemerintah menyiapkan pelatihan dan/atau pendampingan kepada UMKM yang terdampak untuk memasarkan produknya ke kanal penjualan alternatif seperti penjualan secara online.

2) Pemerintah daerah dapat berkerja sama dengan operator jalan tol untuk menyediakan sentra UMKM ataupun pusat kuliner lokal di rest area jalan tol. 1.3.2. Tantangan Sosial Kependudukan

a. Tingkat Kemiskinan

Perkembangan tingkat kemiskinan di Provinsi Sumut cukup menggembirakan. Dari paruh akhir tahun 2015 hingga tahun 2019 menunjukkan penurunan presentase penduduk miskin. Namun data mengenai indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan menunjukan perkembangan yang fluktuatif. Hal tersebut ditengarai dipengaruhi oleh tingkat inflasi. Karena karakteristik fluktuasi tingkat inflasi di Sumut yang dipengaruhi oleh sektor bahan makanan. Sektor bahan makanan tersebut merupakan sektor sangat yang mempengaruhi taraf hidup penduduk.

Berdasarkan tempat, daerah perdesaan mengalami tingkat kemiskinan yang lebih parah dari daerah perkotaan. Dengan kata lain terdapat ketimpangan yang cukup lebar antara daerah perkotaan yang dapat menimbulkan arus urbanisasi. b. Ketenagakerjaan

Kondisi tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Sumut menunjukkan tren yang positif yaitu terus menurun. Namun bila masuk dalam angka angkatan kerja menunjukkan penurunan jumlah angkatan kerja. Penurunan angka angkatan kerja tersebut bersamaan dengan meningkatnya angka bukan angkatan kerja. Sehingga ditengarai terdapat perpindahan dari angkatan kerja menjadi bukan angkatan kerja. Hal ini secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi tingkat pendapatan.

c. Keamanan dan Ketertiban

Seiring dengan otonomi daerah, pemekaran wilayah, informasi makin terbuka dan makin kritisnya masyarakat terhadap perkembangan sosial-ekonomi, turut mempengaruhi kepada status keamanan dan ketertiban pada suatu wilayah. Tingkat kejahatan di Provinsi Sumut pada tahun 20182 cukup variatif dengan tingkat tertinggi di Kota Binjai dengan indeks 4,97 dengan artian bahwa dari

(27)

1.000 orang penduduk Kota Binjai, 4 sampai dengan 5 orang pernah menjadi korban kejahatan.

1.3.3. Tantangan Geografi Wilayah 1.3.3.1. Karakteristik Daerah

Provinsi Sumut mempunyai luas sebesar kurang lebih 182.414,25 km2 yang terdiri dari luas daratan sebesar kurang lebih 72.981,23 km2 dan luas lautan sebesar kurang lebih 110.000 km2. Luas daratan Provinsi Sumut merupakan peringkat kesembilan terluas dari seluruh provinsi di Indonesia dan peringkat ketiga terluas dari seluruh provinsi di pulau Sumatera. Penduduk Provinsi Sumut adalah sebanyak 12.982.204 jiwa, merupakan peringkat ke lima terbanyak dari seluruh provinsi di Indonesia dan merupakan penduduk paling banyak di pulau Sumatera. Topografi wilayah Provinsi

Sumut terdiri dari wilayah pantai, dataran rendah dan dataran tinggi, serta pegunungan Bukit Barisan yang membujur di tengah-tengah dari utara ke selatan. Berdasarkan karakteristik tersebut dapat dibagi menjadi daerah wilayah pantai timur, wilayah pantai barat, wilayah dataran tinggi dan wilayah kepulauan Nias. Wilayah pantai timur adalah wilayah dengan keadaan relatif datar, wilayah pantai barat merupakan dataran bergelombang, wilayah dataran tinggi merupakan wilayah bergelombang sampai berbukit dan kepulauan Nias merupakan wilayah perairan.

a. Wilayah Pantai Timur

Wilayah pantai timur terdiri dari 8 (delapan) Kabupaten dan 4 (empat) Kota, dengan persentase jumlah penduduk 62,38% dari total penduduk Sumutdan dengan persentase luas wilayah 34% dari total luas Sumut. Sehingga memiliki kepadatan penduduk yang paling tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Merupakan wilayah dengan konsentrasi industri dikarenakan mempunyai topografi yang datar dan terletak dengan jalur perdagangan dunia yaitu Selat Malaka. Karenanya menjadi pusat pertumbuhan di Sumut. Karena merupakan wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi dan pusat pertumbuhan maka menjadi magnet urbanisasi di Sumut.

Gambar 1.1. Pembagian Wilayah Sumut

(28)

b. Wilayah Pantai Barat

Wilayah pantai Barat terdiri dari 5 (lima) Kabupaten dan 2 (dua) Kota, dengan persentase jumlah penduduk 13,15% dari total penduduk Sumut dan dengan persentase luas wilayah 30% dari total luas Sumut. Memiliki potensi sumber daya alam yang cukup baik di bidang pertambangan, kelautan, perikanan, pariwisata dan sumber energi panas bumi. Memiliki infrastruktur berupa pelabuhan dan bandara yang menunjang perekonomian. Namun pada saat ini, masih tergantung infrastruktur di wilayah pantai timur untuk logistik dan pemasaran produknya.

c. Wilayah Dataran Tinggi

Wilayah dataran tinggi terdiri dari 8 (delapan) Kabupaten dan 1 (satu) Kota, dengan persentase jumlah penduduk 18,47% dari total penduduk Sumut dan dengan persentase luas wilayah 28% dari total luas Sumut. Merupakan daerah pegunungan pada bentang Bukit Barisan. Memiliki potensi sumber energi baru terbarukan, pertanian dan pariwisata. Terdapat kawasan wisata super prioritas nasional yaitu Danau Toba, sehingga menjadi pusat pertumbuhan untuk sektor pariwisata di Sumut. Untuk saat ini, sektor pariwisata masih perlu peningkatan infrastruktur dan tata kelola lebih baik untuk menjadi sektor andalan.

d. Wilayah Kepulauan Nias

Wilayah kepulauan Nias terdiri dari 4 (empat) Kabupaten dan 1 (satu) Kota, dengan persentase jumlah penduduk 5,70% dari total penduduk Sumut dan dengan persentase luas wilayah 8% dari total luas Sumut. Memiliki potensi sumber daya alam di kelautan, perikanan dan pariwisata. Juga memiliki keanekaragaman budaya dan kearifan lokal. Terdapat destinasi wisata pantai Sorake yang menjadi salah satu destinasi andalan pariwisata Sumut. Karena wilayah perairan, maka hal konektivitas merupakan isu utama di wilayah kepulauan Nias.

1.3.3.2. Bencana Alam

Provinsi Sumut mempunyai potensi kebencanaan yang cukup rawan. Merujuk kepada portal hasil kajian resiko bencana oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BPNB)3, selama tahun 2015, bencana yang paling sering terjadi adalah banjir, sebanyak 299 kali atau 61%, kemudian cuaca ekstrim sebanyak 58 kali atau 12% dan tanah longsor sebanyak 40 kali atau 8%.

a. Tanah Longsor 3

(29)

Kawasan rawan tanah longsor sekitar Bukit Barisan membujur arah Utara – Selatan. Kawasan tersebut pada dasarnya potensial terhadap gerakan tanah, rayapan, longsoran, gelombang pasang dan banjir bandang. Termasuk pada daerah Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Dairi, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Karo.

b. Patahan Aktif

Wilayah pantai barat dan kepulauan Nias merupakan wilayah dengan potensi kegempaan yang tinggi, yang umum terjadi adalah gempa dangkal, dengan kedalaman 7-100 km dengan magnitude antara 3,0-8,3 dalam skala Richter4.

c. Gelombang Pasang/Abrasi/Tsunami

Yang merupakan kawasan rawan gelombang pasang air laut/abrasi/ tsunami meliputi wilayah pantai timur, pantai barat dan wilayah pantai Kepulauan Nias.

d. Banjir Bandang

Sering terjadi pada wilayah dengan kemiringan lereng landai atau dataran. Termasuk pada wilayah pantai timur yaitu pada Kabupaten Simalungun, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Langkat, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai.

e. Letusan Gunung Berapi

Terdapat 6 (enam) gunung berapi yang aktif di wilayah Sumut yakni Gunung Sorik Merapi, Gunung Sinabung, Gunung Dolok Martimbang, Gunung Sibayak, Gunung Pusuk Buhit dan Gunung Sibual-buali.

4

(30)

Medan |

Shri Mariamman Temple

PERKEMBANGAN DAN

ANALISIS EKONOMI

REGIONAL

(31)

BAB II Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Pada tahun 2019, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sumut Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) adalah sebesar Rp801,733 triliun dan PDRB per kapita mencapai Rp55,05 juta. Laju pertumbuhan perekonomian mengalami tren positif dimana mampu tumbuh sebesar 5,22%. Pertumbuhan tersebut dari sisi produksi disumbang oleh Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi yang mencapai pertumbuhan tertinggi sebesar 9,63%. Dan dari sisi pengeluaran disumbang oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga, yang mencapai pertumbuhan tertinggi sebesar 9,95%

Dari indikator-indikator tersebut diatas, menjadi suatu prestasi bagi pembangunan di Sumut dimana mencapai tren yang postif ditengah-tengah ketidakpastian global dan menurunnya komoditas andalan Sumut yaitu Kelapa Sawit. Dengan faktor kredibilitas pemerintahan, bonus demografi dan kebijakan fiskal yang sehat serta terkelola baik, tantangan tersebut dapat diatasi dan menghasilkan suatu tren positif.

2.1.1. Produk Domestik Regional Bruto Perekonomian Sumut pada tahun 2019 tumbuh 5,22%. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan capaian tahun 2018 sebesar 5,18%.

Pencapaian tersebut lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu sebesar 5,02% dan nomor ketiga tertinggi di Pulau Sumatera setelah Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Lampung yang masing-masing tumbuh sebesar 5,71%dan 5,27%. Tren positif ini berkaitan dengan naiknya permintaan domestik yang ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan investasi.

Nominal PDRB berdasarkan Atas Dasar Harga Berlaku mencapai Rp801,73 triliun dan berdasarkan Atas Harga Konstan mencapai Rp1.332,73 triliun. Untuk PDRB perkapita adalah sebesar Rp55,05 juta.

Pertumbuhan pada konsumsi rumah tangga berkaitan dengan kegiatan Pemilihan Umum Presiden serta Pemilihan Umum Anggota Legislatif, dan meningkatnya daya beli masyarakat seiring dengan peningkatan Upah Minimum Provinsi (UMP). Realisasi investasi yang menunjang adalah peningkatan realisasi investasi pada sektor primer (pertanian, pertambangan dan penggalian) dan sektor tersier (industri jasa).

2.1. INDIKATOR EKONOMI MAKRO FUNDAMENTAL

(32)

5,23 5,1 5,18 5,12 5,18 5,22 5,01 4,88 5,03 5,07 5,17 5,02 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Chart Title

Sumut Nasional 37,91 41,02 44,56 48 51,46 55,05 41,92 45,12 47,94 51,88 56 59,1 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Chart Title

PDRB/kapita PDB/kapita Sumber : BPS Sumber : BPS Sumber : BPS Sumber : BPS

Permintaaan eksternal mengalami perbaikan didukung dengan melambatnya impor seiring dengan penguatan nilai tukar yang menguat di semester II tahun 2019. Sementara ekspor Sumut tumbuh melambat sebagai dampak perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi Cina sehingga Cina mengurangi permintaan bahan baku industri.

Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi ditunjang oleh penguatan sektor Pertanian, Perkebunan dan Perikanan serta sektor usaha Perdagangan besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Sektor pertanian merupakan sektor unggulan di Sumatera Utara, dengan produk unggulan seperti Crude Palm Oil (CPO), karet serta kakao dan mempunyai porsi yang besar dalam PDRB yaitu sebesar 20,48%. Sementara pertumbuhan sektor Perdagangan besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor merupakan konsekuensi dari tingkat konsumsi rumah tangga yang tinggi dan mampu dipenuhi secara domestik.

Dalam rentang 6 (enam) tahun terakhir (2014-2019), laju pertumbuhan ekonomi dan juga pendapatan perkapita dari Provinsi Sumut selalu diatas tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Capaian ini menunjukkan keberhasilan pembangunan Sumut. Perekonomian Provinsi Sumut merupakan kontributor terbesar dalam struktur perekonomian di Pulau Sumatera dengan porsi sebesar 23,39%, diikuti oleh Provinsi Riau sebesar 22,33% dan Provinsi Sumatera Selatan sebesar 13,28%. Secara nasional, perekonomian Provinsi Sumut memberikan sumbangan sebesar 4,98%. 2.1.2. Inflasi

Tingkat inflasi di Provinsi Sumut secara kumulatif pada Tahun 2019 adalah sebesar 2,33%. Lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi tahun 2018 sebesar

1,23% dan tingkat nasional tahun 2019 sebesar 2,72%.

Sepanjang tahun 2019, tingkat inflasi Provinsi Sumut mengalami dinamika yang cukup beragam dengan tingkat inflasi yang terus meningkat dari akhir triwulan I

Grafik 2.2PRDB per Kapita dan PDB per Kapita

Grafik 2.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumut danNasional

Grafik 2.1. Laju pertumbuhan Ekonomi Sumut dan Nasional

Grafik 2.2. PDRB per Kapita dan PDB per Kapita

(33)

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Sumut (m-m) 0,2 -0,32 0,3 1,23 1,19 1,63 0,88 0,18 -1,81 -0,28 -0,66 -0,19 Sumut (kumulatif) 0,2 -0,12 0,19 1,42 2,62 4,3 5,21 5,4 3,49 3,21 2,53 2,33 Nasional (kumulatif) 0,32 0,24 0,35 0,8 1,48 2,05 2,36 2,48 2,2 2,22 2,37 2,72

Chart Title

Sumut (m-m) Sumut (kumulatif) Nasional (kumulatif)

Sumber : BPS

hingga pertengahan triwulan III, yang kemudian mengalami deflasi sampai dengan akhir tahun. Sehingga Provinsi Sumut pada tahun 2019, mengalami tekanan inflasi sebesar 5,52% selama 6 (enam) bulan dari bulan Februari hingga bulan Agustus. Pada triwulan I terdapat penurunan tekanan inflasi dikarenakan kelompok Bahan Makanan yang mengalamipeningkatan pasokan sub kelompok bumbu-bumbuan seperti cabai merah seiring dengan panen raya, yang juga terjadi pada provinsi penghasil cabai merah seperti Sumatera Barat dan Aceh. Triwulan II, inflasi mengalami peningkatan yang juga bersumber dari cabai merah seiring dengan

menurunnya pasokan dari sentra-sentra produksi di Sumut sendiri dan di pulau Jawa disebabkan oleh kemarau yang panjang dan intens. Selain itu pula tekanan inflasi disebabkan pula oleh kenaikan harga bawang merah karena terbatasnya pasokan bawang merah dari Brebes, Jawa Tengah, yang menjadi sentra bawang merah nasional. Saat triwulan III, terdapat penurunan tekanan inflasi yang disebabkan oleh kelompok Bahan Makanan terutama sub kelompok bumbu-bumbuan, khususnya cabe merah seiring dengan mulai masuk periode panen raya kedua dari sentra-sentra penghasil cabai merah di Sumut. Sejalan dengan penurunan tekanan inflasi pada triwulan I, kelompok Bahan Makanan menjadi faktor terjadinya deflasi dikarenakan peningkatan pasokan sub kelompok bumbu-bumbuan seperti cabai merah seiring panen raya di sentra penghasil cabai seperti Berastagi dan yang di luar Sumut seperti di Aceh.

Kelompok Bahan Makanan menjadi aktor utama dari meningkatnya dan penurunan tekanan inflasi di Sumut. Fluktuasi dari pasokan bahan makanan terutama pada sub kelompok bumbu-bumbuan seperti cabai merah yang dipengaruhi musim dan merupakan komoditas yang tidak bisa disimpan dalam jangka waktu lama menjadi faktor penentu dari tingkat inflasi.

2.1.3. Suku Bunga

Dengan keberhasilan menjaga tingkat inflasi menjadi yang terendah dalam 7 (tujuh) tahun terakhir, pemerintah menginginkan terdapat penurunan suku bunga pinjaman.

(34)

Hal ini diperlukan agar meningkatkan penyaluran kredit oleh pihak perbankan yang diharapkan dapat mendorong percepatan perekonomian nasional. Sebagai akibat dari isu perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina, maka perekonomian dunia menjadi melambat, maka sebagai langkah antisipasinya diperlukan penggerak perekonomian dengan jalan menurunkan suku bunga pinjaman.

Sepanjang tahun 2019, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan atau 7-Day Reverse Repo Rate sebanyak 4 (empat) kali, dengan total penurunan sebesar 100 basis poin atau 5%. Langkah lain yang diambil oleh Bank Indonesia adalah menurunkan giro wajib minimum sebesar 1%, sehingga untuk bank umum menjadi 5,5% dan bank syariah menjadi 4%. Dengan langkah tersebut, likuiditas perbankan bertambah menjadi Rp26 triliun sehingga penyaluran kredit dapat dipermudah. Namun respon dari perbankan terhadap keadaan tersebut terhitung lambat. Untuk kredit modal kerja, pada bulan Januari sebesar 10,52%, hanya turun menjadi 10,03% pada bulan Desember. Demikian juga untuk kredit investasi, pada bulan Januari sebesar 10,38%, hanya turun menjadi 9,90% pada bulan Desember. Hal yang berbeda pada kredit konsumsi, yang konsisten turun dari bulan Januari sebesar 11,72% sampai dengan bulan November sebesar 11,49%, kemudian pada bulan Desember naik menjadi 11,62%.

Pihak perbankan mengemukakan bahwa penurunan suku bunga kredit butuh waktu1. Karena perbankan juga membutuhkan penurunan cost of fund untuk menurunkan suku bunga kredit. Bila cost of fund turun, maka suku bunga kredit akan turun, dengan kata lain bahwa penurunan suku bunga kredit juga akan mengikuti kondisi pasar. Terhadap kredit konsumsi, dengan kenaikan suku bunga konsumsi, perbankan dapat menggenjot kredit untuk modal kerja dan kredit investasi, maka kenaikan suku bunga konsumsi akan mendorong masyarakat untuk mengurangi konsumsi dan beralih ke simpanan. Maka likuiditas perbankan juga akan meningkat. 1 10,52 10,55 10,51 10,50 10,43 10,39 10,39 10,36 10,29 10,22 10,20 10,03 10,38 10,36 10,34 10,31 10,26 10,24 10,22 10,16 10,11 10,04 10,02 9,90 11,72 11,68 11,64 11,62 11,57 11,57 11,55 11,55 11,53 11,51 11,49 11,62

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

Chart Title

Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Kredit Konsumsi

Grafik 2.4. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Tahun 2019 (persen)

(35)

2.1.4. Nilai Tukar

Pergerakan rupiah terhadap dolar AS di tahun 2019 terletak pada rentang yang lebih sempit dibandingkan pada rentang

pergerakan di tahun 2018. Pergerakan rupiah tersebut tentu saja tidak lepas dari dinamika global dan juga dinamika domestik. Pada awal tahun 2019, rupiah dibuka pada level Rp14.465 per dolar AS, kemudian pada triwulan I terdapat pergerakan apresiasi rupiah terhadap dolar AS disebabkan oleh meredanya isu kenaikan suku bunga AS dan kembali baiknya persepsi investor atas kinerja ekonomi domestik sehingga arus modal masuk kembali ke pasar keuangan domestik. Pada triwulan II, dengan meningkatnya tensi perang dagang antara AS dan Cina, mendorong investor memindahkan aset-asetnya ke safe haven, yang umumnya adalah negara-negara maju. Tercermin dari keluarnya arus modal dari pasar keuangan domestik, sehingga menekan nilai rupiah hingga pada tingkat Rp14.513 per dolar AS. Saat triwulan III, rupiah bergerak stabil dikarenakan belum terdapat tren positif di pasar karena tensi perang dagang antara AS dan Cina yang masih tinggi. Namun pada akhir triwulan III dimana terdapat tren postif yaitu beberapa kesepakatan antara AS dan Cina sehingga membuat rupiah menguat pada level Rp14.000-an per dolar AS. Pada triwulan IV, rupiah kembali menguat dikarenakan terdapat tren positif oleh kesepakatan dagang antara AS dan Cina. Selain itu penurunan suku bunga AS sebagai dampak dari menurunnya prospek pertumbuhan ekonomi AS membawa investor ke pasar negara berkembang, khususnya Indonesia yang dipandang memiliki prospek yang baik. Sehingga pada bulan Desember, rupiah berada pada level Rp13.901 per dolar AS.

Provinsi Sumut dalam pembangunan sumber daya manusia mengalami tren yang juga positif dengan penurunan tingkat kemiskinan menjadi 8,63%, yang setara dengan 1,26 juta jiwa atau berkurang 22 ribu jiwa dalam satu semester terakhir. Seiring dengan

13.800 14.000 14.200 14.400 14.600 Series1

Grafik 2.5 Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS

Sumber : Bank Indonesia

(36)

68,87 69,51 70 70,57 71,18 71,74 0,74 0,93 0,71 0,81 0,86 0,79 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 67 68 69 70 71 72 2014 2015 2016 2017 2018 2019 IPM Pertumbuhan (persen)

Sumber : BPS

peningkatan perekonomian, garis kemiskinan mengalami kenaikan menjadi Rp490.120 per kapita per bulan. Tingkat ketimpangan/kesenjangan pengeluaran penduduk mecapai tren yang juga positif dengan mengalami penurunan menjadi 0,315. Dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM), terus mengalami kemajuan, dengan tumbuh menjadi 71,74. Pada Tingkat Pengangguran Terbuka juga mengalami tren positif dimana mengalami penurunan menjadi 5,41%.

2.2.1. Indeks Pembangunan Manusia

Pencapaian pembangunan manusia di Provinsi Sumut ditandai dengan meningkatnya Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) menjadi 71,74, yang sebelumnya pada tahun 2018 adalah sebesar 71,18 atau meningkat 0,79%. Dengan capaian tersebut, IPM Provinsi Sumut dalam status tinggi, yaitu pada level IPM diantara 80 dan 70. Untuk status sedang berada pada level IPM antara 70 dan 60, sedangkan status rendah berada pada level IPM dibawah 60.

Angka IPM dihitung dari agregrasi 3 (tiga) dimensi, yaitu umur panjang serta hidup sehat, pengetahuan dan standar hidup layak. Umur harapan hidup saat lahir di Sumut mencapai 68,95. Hal tersebut menunjukkan rata-rata bayi yang lahir pada tahun 2019 dapat bertahan hidup hingga usia 68,95 tahun. Pada sisi pendidikan, secara rata-rata penduduk berumur 25 tahun keatas telah menempuh pendidikan hingga 9,45 tahun, atau setara dengan tamat SMP. Di sisi lain, anak usia 7 tahun yang masuk dunia pendidikan diharapkan mampu bersekolah hingga 13,15 tahun atau setara dengan Diploma I. Pada sisi ekonomi, rata-rata pengeluaran adalah sebesar Rp10.649 yang mencerminkan kemampuan masyarakat dalam membelanjakan uangnya dalam bentuk

barang dan jasa.

Pertumbuhan IPM di Sumut dari tahun 2014 hingga tahun 2019 mengalami pertumbuhan rata-rata 0,81% per tahun. Hal ini menunjukkan semakin baiknya pembangunan manusia secara umum di Sumut.

Dibandingkan dengan provinsi lain di

pulau Sumatera, Provinsi Sumut berada pada peringkat 5 (lima) dari 10 (sepuluh) Provinsi. Mayoritas Provinsi pada pulau Sumatera dalam level IPM Tinggi, kecuali Provinsi Lampung dalam level IPM Sedang. Hanya 3 (tiga) provinsi yang mempunyai IPM diatas level IPM Nasional.

(37)

75,48 73,00 72,39 71,90 71,74 71,30 71,26 71,21 70,02 69,57 71,92 Kepulauan Riau Sumatera Barat Sumatera Utara Jambi Sumatera Selatan Nasional Sumber : BPS Sumber : BPS 2.2.2. Tingkat Kemiskinan

Tingkat kemiskinan di Provinsi Sumut berdasarkan hasil terakhir pada September 2019 adalah sebesar 8,63%.

Tingkat tersebut menurun dari hasil Maret 2019 yaitu sebesar 8,83%. Merupakan pencapaian karena berada dibawah tingkat kemiskinan nasional yaitu sebesar 9,22%. Berdasarkan daerah tempat tinggal, persentase penduduk miskin di perkotaan turun menjadi 8,39% dan di perdesaan turun menjadi 8,93%. Garis kemiskinan pada September 2019 di Provinsi Sumut sebesar Rp490.120 per kapita per bulan, naik dari Maret 2019 yaitu sebesar Rp466.122 per kapita per bulan. Faktor yang mempengaruhi penurunan tingkat kemiskinan adalah terjaganya tingkat inflasi sehingga harga eceran komoditas penting relatif stabil dan pertumbuhan ekonomi masih dalam tren positif

walaupun tidak dalam pertumbuhan yang tinggi. Persentase penduduk miskin di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan, salah satu faktor penyebabnya adalah Nilai Tukar Petani (NTP) di Sumut selama beberapa waktu terakhir tidak menunjukkan peningkatan yang berarti. Masih dibawah level 100, dimana NTP Tahun 2019 adalah sebesar 98,08.

Dari tabel tersebut diatas terlihat bahwa indeks kedalaman kemiskinan, yang menggambarkan rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan, di masyarakat perdesaan terus mengalami kenaikan sebagaimana halnya dengan indeks keparahan kemiskinan, yang

Grafik 2.7. IPM di Pulau Sumatera Menurut Provinsi, 2019

Tabel 2.1. Persentase Penduduk Miskin, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Menurut Daerah, September 2018 –

September 2019 Daerah Persentase Penduduk Miskin (%) Indeks Kedalaman Kemiskinan Indeks Keparahan Kemiskinan Perkotaan September 2018 Maret 2019 September 2019 8,84 8,56 8,39 1,395 1,230 1,335 0,309 0,248 0,316 Perdesaan September 2018 Maret 2019 September 2019 9,05 9,14 8,93 1,533 1,538 1,653 0,361 0,384 0,440 Perkotaan+Perdesaan September 2018 Maret 2019 September 2019 8,94 8,83 8,63 1,459 1,371 1,480 0,333 0,310 0,372

(38)

menggambarkan rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin. Berbeda halnya dengan indeks kedalaman kemiskinan masyarakat perkotaan yang sempat mengalami penurunan dari September 2018 ke Maret 2019, kembali mengalami kenaikan pada September 2019 namun secara year-on-year, menurun bila dibandingkan dengan indeks kedalaman kemiskinan masyarakat perkotaan September 2018. Untuk indeks keparahan kemiskinan masyarakat perkotaan, terus mengalami peningkatan. Hal ini memperlihatkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih buruk daripada daerah perkotaan. Penyebabnya adalah lingkungan perdesaan tidak mempunyai keragaman atau pilihan pekerjaan seperti halnya di perkotaan. Masyarakat perdesaan sangat sulit untuk berganti pekerjaan.

2.2.3. Tingkat Ketimpangan (Rasio Gini)

Tingkat ketimpangan di Provinsi Sumut sebagaimana pada September 2019 mengalami penurunan menjadi 0,315,

lebih rendah dibandingkan pada Maret 2019 sebesar 0,317. Tingkat ketimpangan pada daerah perkotaan menurun menjadi 0,337 dan pada daerah perdesaan menurut menjadi 0,262. Tingkat ketimpangan pada Sumut berada dibawah level Nasional yang sebesar 0,380.

Perkembangan Gini Ratio di Sumut terdapat fluktuasi. Pada perkembangan Gini Ratio daerah perkotaan dan gabungan perkotaan dan perdesaaan, setelah mengalami penurunan yang cukup tajam dari September 2017 hingga September 2018. Hal yang berbeda pada perkembangan Gini Ratio pada daerah perdesaan, dimana lebih rendah dan mempunyai rentang fluktuasi yang lebih sempit. Dari penggambaran tersebut, tingkat ketimpangan jauh lebih besar pada daerah

0,346 0,328 0,36 0,332 0,334 0,333 0,342 0,365 0,335 0,33 0,338 0,337 0,274 0,282 0,296 0,285 0,282 0,27 0,256 0,264 0,272 0,257 0,264 0,262 0,321 0,31 0,336 0,326 0,319 0,312 0,315 0,335 0,318 0,311 0,317 0,315 Mar -14 Ju n -14 Sep -14 De s-14 Mar -15 Ju n -15 Sep -15 D es -15 Mar -16 Ju n -16 Sep -16 De s-16 Mar -17 Ju n -17 Sep -17 De s-17 Mar -18 Ju n -18 Sep -18 De s-18 Mar -19 Ju n -19 Sep -19

Chart Title

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

Grafik 2.8. Perkembangan Gini Ratio Sumut, Maret 2014-September 2019

Gambar

Tabel 2.3. Pencapain RKPD 2019 Pada Indikator Ekonomi Fundamental   dan Indikator Kesejahteraan
Tabel 3.1. Pagu dan Realisasi APBN di Provinsi Sumut s.d. Akhir Triwulan IV Tahun 2018 dan  Tahun 2019 (dalam miliar rupiah)
Grafik 3.5. Perkembangan PNBP di Provinsi Sumut
Tabel 3.2. Perkembangan Realisasi PNBP Lainnya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan bahwa variabel yang diteliti yaitu Pemahaman Peraturan Perpajakan, Kesadaran, Tarif Pajak dan Pelayanan Perpajakan berpengaruh sebesar 38,5% terhadap Kepatuhan

Aplikasi Media Pembelajaran diujicobakan kepada 32 siswa yaitu kelas E kemudian diberikan latihan soal yang berisi 30 soal pertanyaan guna mendapatkan data yang

Upami Anjeun keur nransperkeun musik, video, gambar atawa payil media sejenna ka alat Anjeun, leuwih sae pikeun make aplikasi Media Go™ dina komputer Anjeun.. Media Go™ ngarobah

Yudy Rachman dengan judul “Analisis Pengaruh Religiusitas, Kelompok Referensi Dan Motivasi Terhadap Keputusan Menabung Di Bank Syariah (Studi Pada Nasabah Bank Syariah Di Kota

Namun masih terdapat responden yang merasa bahwa promosi iklan produk Sosis Vida yang ditampilkan di modern market berupa poster selembaran dan display produk

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan penulis menemukan berbagai macam hambatan-hambatan yang dapat menghalangi keberhasilan dari pelayanan pembayaran pajak