• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tataran Mitos Pada Foto 1

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.2 Penyajian Data

4.1.3.2. Tataran Mitos Pada Foto 1

Berbadan langsing, tinggi dan berambut panjang menjadi bagian terpenting sebagai standarisasi kecantikan pada perempuan. Kontruksi media sangat berpengaruh terhadap persepsi masyarakat terhadap standar cantik ini. Menurut akademisi Muzayin Nazarudin, cantik menurut media adalah kurus, langsng, putih, berambut lurus hitam panjang, modis, dan selalu menjaga penampilan, serta rutin melakukan perawatan tubuh agar awet muda. Standar kecantikan memang beragam dan selalu berubah tergantung konteks zaman. Melliana (2006), menuturkan, pada tahun 1950, masyarakat Eropa menjadikan Marlyn Monroe sebagai standar kecantikan dengan berat badan 67 kg dan tinggi 163 cm. Hal ini membuktikan

perempuan sedikit gemuk dianggap cantik. (https://www.brilio.net/cewek/ini-asal-mula-standar-kecantikan-bagi-wanita-indonesia-170731i.html)

Karena hal inilah mengapa pera perempuan ingin memiliki tubuh tinggi dan langsing agar dapat mencapai parameter kecantikan tersebut. Postur tubuh yang seperti ini biasa dimiliki oleh seseorang yang berprofesi sebagai model. Seseorang model juga dikenal dengan ekspresi kaku. Pada masyarakat muncul stigma bahwa seorang model tidak pernah ekspresif. Dikarenakan dalam sebuah foto majalah atau diatas catwalk seorang model selalu memasang tatapan dan wajah datar tanpa senyuman . Ternyata gaya seperti ini sudah sangat popular sejak abad ke-19. Tatapan angkuh ketika dipotret merupakan simbol status dan kelas mereka. Tampilan tegas dan percaya diri, menunjukkan bahwa mereka tidak mencari persetujuan dari siapapun dan menjadikan apapun yang mereka kenakan terkesan flamboyan.

(https://www.brilio.net/creator/alasan-mengapa-model-di-atas-catwalk-tidak-pernah-tersenyum-120550.html)

Penampilan menjadi sesuatu yang esensial bagi banyak khalangan. Masyarakat yang tinggal di kota metropolitan dengan gaya hidup borjuis menganggap bahwa fashion adalah simbol dari kelas sosial. Semakin rumit pakaian yang digunakan maka semakin tinggi kelas sosialnya. Fashion yang dipilih seseorang bisa menunjukkan bagaimana seseorang tersebut memilih gaya hidup yang dilakukan. Seseorang yang sangat fashionable, secara tidak langsung mengkonstruksi dirinya sebagai seseorang dengan gaya hidup modern dan selalu mengikuti tren yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa dalam dunia modern, gaya hidup membantu menentukan sikap dan nilai-nilai serta menunjukkan status sosial. Dalam konteks ini, fashion sebagai penanda identitas diri secara biologis maupun sosial. (https://id.wikipedia.org /wiki/Mode)

Make up merupakan salah satu unsur kecantikan bagi perempuan. Standarisasi kecantikan yang di kontruksi oleh media berupa kulit putih, hidung mancung, kelopak mata besar, bibir tipis dan sebagainya. Tidak semua perempuan memiliki

hal-hal tersebut. Maka untuk mencapai standar cantik para perempuan menggunakan kosmetik atau make up untuk merias wajah seperti yang diinginkan. Banyak yang beranggapan bahwa menggunakan make up dapat menambah kecantikan dan membuat seseorang lebih percaya diri.

Salah satu jenis kosmetik yang paling popular adalah bedak. Bedak menjadi bagian oleh semua bangsa di dunia selama berabad-abad lamanya. Pada mulanya, bedak bukan untuk keindahan tapi lebih ke spiritual. Membalur seluruh tubuh dengan bedak dianggap bisa menjauhkan diri dari roh-roh halus. Orang-orang Timur menggunakan bedak untuk acara pernikahan atau pertemuan penting lainnya. Ketika Ratu Cleopatra menggunakan bedak sebagai lapisan dasar kosmetik, fungsi estetis bedak lebih menonjol. Penggunaan bedak menentukan strata masyarakat, status social dan warna kulit. Di Asia, kulit putih dijadikan tanda kebangsawanan, anggota golongan elit, dan warna putih merupakan simbol murni kecantikan diri dan keningratan.

Seratus tahun kemudian, beras dan terigu jadi inti penampilan dan gaya hidup di Prancis, Spanyol, dan Inggris. Para perempuan ningrat menaburkan banyak bedak ke wajah, tangan, kaki dan bahu untuk menutupi cacat di kulit atau membuat wajah terlihat muda. Campur tangan penguasa membuat pamor bedak meredup pada akhir abad ke-18. Penguasa Prancis dan pemimpin negara Eropa lainnya, melarang pembuatan bedak untuk menghemat terigu atau beras. Ratu Victoria juga sempat melarang karena menganggap make up adalah hal vulgar. Sebab saat itu bedak merupakan aksesori utama pelacur.

Selain bedak, kosmetik yang telah ada sejak masa sebelum masehi (sekitar 5000 tahun yang lalu) adalah lipstik. Bangsa-bangsa kuno menghias bibirnya sebagai bagian dari ritual atau upacara keagamaan. Bahkan juga untuk pengobatan, sebab lipstik dapat melindungi bibir. Dahulu lipstik tidak hanya digunakan oleh perempuan tetapi juga laki-laki. Lipstik mulai muncul dalam peradaban Timur Tengah, Afrika Utara, dan India. Perempuan Mesopotamia yang pertama kali memperkenalkan

lipstik untuk menghias bibir dari glitter serbuk hasil pengilingan batu permata. Cara ini menunjukkan status sosial dan kekayaan perempuan. Lipstik populer pada masa pemerintahan Ratu Elizabeth I (1558 – 1603), tetapi hanya untuk sementara waktu.

Barulah pada akhir abad ke-19 lipstik menjadi popular ketika industri kecantikan Perancis mulai memproduksi lipstik untuk penjualan komersial.

Era Victoria, wanita yang banyak menghabiskan waktu untuk berdandan disebut sebagai pekerja seksual. Rutinitas kecantikan pun dibuat ringkas dengan tampilan alis alami tanpa digambar dan diberi pewarna. Tren ini kembali terkenal dua tahun belakangan di Indonesia yang disebut dengan tampilan Korean Look. Tahun 1920an, artis film Clara Bow mempopulerkan bentuk alis amat sangat tipis yang digambar dengan pensil. Kaum wanita era ini pun mengoleskan petroleum jelly untuk kesan alis berkilau nan rapi. (http://parasayu.net)

Berbagai spekulasi hadir dari berbagai pihak yang menyatakan make up sebagai sebuah seni melukis wajah karena membutuhkan skil dalam prosesnya. Dalam konteks lain, make up dianggap sebagai sesuatu untuk membedakan manusia secara biologis maupun gender.

Selain make up, aksesoris mempunyai peran sendiri untuk memparcantik penampilan.

Bangsa Yunani mengenal penggunaan anting pada 2.000 SM. Mereka mengenal anting sebagai aksesoris untuk menambah kecantikan kaum hawa. Para pria di Yunani tidak mengenal penggunaan anting, dan menganggap hal itu sebagai simbol kelemahan.

Sepatu boots berjenis high heels hampir sama dimaknai dengan anting-anting.

Sekarang sepatu boots sudah menjadi pesaing kuat bagi jenis-jenis sepatu lainnya dalam dunia fashion. Seperti kita ketahui bahwa fashion mengenal sepatu high heels sebagai sepatu yang paling berhubungan erat dengan dunia mode. Dalam dunia fashion sendiri, boots mulai mencuat sekitar abad ke-19. Dan kebanyakan sepatu boots tersebut diperuntukkan untuk wanita. Pada tahun 1913, Denis Poiret istri dari perancang mode Perancis Paul Poiret, membuat heboh di Paris dan New York karena

ia memakai sepatu boots dengan tinggi selutut yang dibuat dari kulit marokko. Sepatu boots tersebut di desain oleh suaminya sendiri dan dibuat oleh Bottier Favereau dengan tumit pendek dan kaki persegi. Dan mulai saat itu, sepatu boots benar-benar terkenal dalam dunia fashion sekitar tahun 1960-1970-an.