• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diajukan Oleh. BAY HIKMAH SARAGIH Program Studi Advertising

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Diajukan Oleh. BAY HIKMAH SARAGIH Program Studi Advertising"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

SOSIAL INSTAGRAM

(Analisis Semiotika Representasi Androgini Celebrity Endorser pada akun

@joviadhiguna)

Diajukan Oleh

BAY HIKMAH SARAGIH 140904067

Program Studi Advertising

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKSASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

SOSIAL INSTAGRAM

(Analisis Semiotika Representasi Androgini Celebrity Endorser pada akun

@joviadhiguna)

SKRIPSI

Diajukan sebagai sala satu memperoleh gelar sarjana Program Strata S1 pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara Diajukan Oleh

BAY HIKMAH SARAGIH 140904067

Program Studi Advertising

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKSASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Bay Hikmah Saragih

NIM : 140904067

Judul Skripsi : Representasi Androgini Celebity Endorser Dalam Media Sosial Instagram (Analisis Semiotika Representasi Androgini Celebrity Endorser pada akun @joviadhiguna)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, Ph.D Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, Ph.D NIP.196505241989032001 NIP.196505241989032001

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Dr. Muryanto Amin, S.Sos.,M.Si.

NIP. 197409302005011002

(4)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh:

Nama : Bay Hikmah Saragih

NIM : 140904067

Departemen : Ilmu Komunikasi/Advertising

Judul Skripsi : Representasi Androgini Celebrity Endorser dalam Media Sosial Instagram (Analisis Semiotika Representasi Androgini Celebrity Endorser pada akun @joviadhiguna) Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : ( )

Penguji : ( )

Penguji Utama : ( )

Ditetapkan di : Medan

Tanggal : Februari 2019

(5)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama

: Bay Hikmah Saragih NIM

: 140904067 Departemen

: Ilmu Komunikasi Tanda Tangan

:

Tanggal :

(6)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Bay Hikmah Saragih

NIM : 140904017

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Nonexclusive Royalti-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Representasi Androgini Celebrity Endorser dalam Media Sosial Instagram (Analisis Semiotika Representasi Androgini Celebrity Endorser pada akun

@joviadhiguna). Dengan Hak Bebas Royalti Non Ekslusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih mediakan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis, pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada Tanggal :

Yang menyatakan,

(Bay Hikmah Saragih)

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi yang berjudul Representasi Androgini Celebrity Endorser dalam Media Sosial Instagram. (Analisis Semiotika Representasi Androgini Celebrity Endorser pada akun @joviadhiguna) ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan almamater Universitas Sumatera Utara.

Peneliti menyadari bahwa selama mengerjakan penelitian ini banyak dukungan yang datang guna menyemangati dan memotivasi peneliti dalam mengerjakan skripsi ini dengan baik. Berkat dukungan dan doa mereka, peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan lancar. Maka dari itu peneliti ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada orang-orang yang menjadi motivasi peneliti dalam mengerjakan penelitian ini yaitu Malaikat tanpa sayap yang dikirimkan Allah, Ibu Rosmawati dan Bapak Hamid Piter Saragih selaku orang tua peneliti yang tidak henti-hentinya memberi kasih sayang, semangat, nasihat, dukungan moral dan materi, doa kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi dan telah sangat sabar menunggu kelulusan ini, serta atas dedikasi mimpi indah mereka peneliti sampai di tahap yang mereka nanti. Tidak lupa juga peneliti ucapkan terimakasih kepada kelima saudara peneliti yaitu Ramayuni Saragih, Desi Juwaiyah Saragih, Touni Muhazim Dongdo Saragih, Ibrahim Sodiq Apo Saragih, dan Ahmad Khoir Subekti Saragih yang selalu memberi dukungan semangat, dukungan materi dan nasihat-nasihat serta telah menjadi contoh yang baik dalam dunia pendidikan sehingga membuat peneliti terpacu untuk melakukan hal terbaik di masa perkuliahan.

Rasa terimakasih juga peneliti ucapkan kepada pihak-pihak lain yang ikut serta dalam mendukung peneliti dalam mengerjakan skripsi ini. Maka, dalam kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

(8)

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

2. Ketua Departemen sekaligus dosen pembimbing, Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, Ph.D dan Sekretaris Departemen, Ibu Emilia Ramadhani, S.Sos, M.A

3. Seluruh Dosen dan Pengajar di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU

4. Staf Departemen Kak Maya dan Kak Yanti yang selalu sabar dan baik hati dalam membantu peneliti selama menjadi mahasiswa.

5. Tim penyelamat dan penyemangat di waktu-waktu genting, Fadli Rivai, Amang, Madam, Wulan Menthari Putri Ry, Artilah Lubis, Novita Sari Purba, Fika Saragih, Ahmad Amrin, Robiansyah Saragih dan lainnya karena sudah menjadi tempat untuk melarikan dari sepi.

Selalu menampung air mata kesedihan dan kebahagian.

6. Sahabat satu kontrakan 9A, Sri Rahayu, Hanum Reiza Satipah dan Goku yang sudah seperti saudara selama beberapa tahun ini, selalu senang berbagi apapun dan selalu memberi semangat di saat jenuh serta tidak bosan memberi nasihat. Terimakasih juga untuk segala kisah yang telah terukir di rumah putih kecil itu dengan segala tawa, tangis dan pergaduhan yang telah terlewati.

7. Sahabat peneliti sejak SMA, Doni, Ela, Retno, Rendi, Rizki, Robi dan Lili yang selalu menjadi tempat ternyaman peneliti saat ingin berbagi keluh kesah dan kebahagiaan.

8. Teman-teman seperjuangan peneliti di Ilmu Komunikasi sedari awal masuk dunia perkuliahan 16 Junior, Cahya, Habib, Rini, Een, Ade, Lihul, Arief, Hafidh, Reza, Ari, Mukti, Rozi, Nindi, Kansyah, Lubna yang mewarnai hidup peneliti selama masa perkuliahan. Terimakasih telah membuat masa perkuliahan peneliti begitu indah dan penuh dengan kelucuan dan kekonyolan kalian, dan menjadi teman seperjuangan peneliti sejak mengawali masa perkuliahan.

(9)

9. Teman-teman di Ilmu Komunikasi, Mutia, Dini dan Sahak yang tidak pernah bosan memberi semangat dan menjadi teman curhat atas segala kegelisahan dalam mengerjakan skripsi.

10. Para senior yang selalu rela di tanyai, Khairunnas yang menjadi abang saat masa perkuliahan, Andry Anshari yang selalu memberi edukasi di luar kampus, Ricki Santoso yang selalu menjadi teman diskusi dari awal pengerjaan skripsi, Ampang Sagala dan Rendy Situmeang yang tiada henti memberi semangat serta Hilfani Shaliha yang tiada bosan memberi masukan-masukan terbaik untuk skripsi dan motivasi untuk hidup yang lebih berkembang

11. Saudara-saudari di Temu Ramah HMI FISIP USU, Andi, Adrian, Bosti, Bulek, Aping, Fatma, Teyak, kawan-kawan dari Kessos yang selalu membantu, menemani serta menghibur peneliti dengan tingkah-tingkah lucu dan memberi pengalaman hidup paling berharga selama masa perkuliahan. Tidak pernah sedikitpun meninggalkan di saat-saat susah, membantu dengan senang hati, memberi dengan ikhlas dan menjadi teman bermain paling berkesan dengan sering mengajak berpetualang.

12. Teman-teman seperjuangan dalam Kepengurusan HMI Komisariat FISIP USU, Delila, Arian, Ezy, Fikri,Guntur, Anhar, Midun, Satria, Azhar, Fauziah, Yudha dan terkhusus kepada Nuraini, yang selalu setia menemani di garis perjuangan.

13. Adik-adik di HMI Komisariat FISIP USU, Amik, Andong, Ayu, Irma, Mila, Putri, Fatma, Cipak, Nissa, Yuli, Anggi, Syifa, Bagas, Wira, Sayid, Budi, Beni dan adik-adik lainnya yang tidak bisa saya tulisakan satu persatu.

14. Adik-adik dan teman-teman lainnya di Ilmu Komunikasi USU yang telah menghibur peneliti, yang tidak dapat peneliti sebutkan namanya satu per satu.

Demikianlah skripsi ini peneliti sadari masih memiliki banyak kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang

(10)

membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, peneliti mohon maaf atas segala kesalahan yang terdapat pada skripsi ini dan terima kasih.

Medan, Februari 2019

Bay Hikmah Saragih

(11)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Representasi Androgini Celebrity Endorser dalam Media Sosial Instagram (Analisis Semiotika Representasi Androgini Celebrity Endorser pada akun @joviadhiguna). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Jovi Adhiguna direpresentasikan sebagai objek androgini dalam foto-foto yang di posting di akun Instagram nya berdasarkan denotasi, konotasi dan mitos yang ada.

Dalam hal ini peneliti menggunakan beberapa teori yang relevan dengan penelitian ini seperti komunikasi massa, semiotika, semiotika Roland Barthes, media baru (new media), fashion, Instagram dan Androgini. Penelitian ini menggunakan analisis semiotika dengan perangkat analisis semiologi Roland Barthes berupa signifikasi dua tahap; denotasi dan konotasi, yang kemudian dibagi dalam penanda dan petandan, level denotasi dan konotasi. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Jovi memiliki ciri androgini yang terlihat secara visual.

Jovi sering menampilkan dirinya sebagai sosok yang seksi, luwes dan anggun dari penggunaan pakaian, make up, aksesoris dan elemen-elemen pendukung lainnya.

Gestur tubuh pada pose Jovi dalam foto memperlihatkan gaya yang luwes dan memberi kesan sensual. Jovi juga selalu menampilkan ekspresi yang datar seperti model-model fashion saat berfoto.

Kata kunci: Semiotika, Representasi, Androgini, Foto Jovi Adhiguna, Roland Barthes.

(12)

ABSTRAK

This research is entitled Representation of Androgyny Celebrity Endorser on Instagram Social Media (Semiotic Analysis of Representation of Androgini Celebrity Endorser on account @joviadhiguna). Jovi Adhiguna is represented as an androgynous object in photos posted on his Instagram account based on existing denotations, connotations and myths. In this case the researcher uses several theories relevant to this research such as mass communication, semiotics, Roland Barthes's semiotics, new media (new fashion), fashion, Instagram and Androgyny. This study uses semiotic analysis with the device of semiological analysis Roland Barthes consists of two signs; denotations and connotations, which are then divided into markers and models, denotation and connotation levels. The results of this study found that Jovi has androgynous features that are visually visible. Jovi often presents himself as a sexy, graceful figure from the use of clothing, make up, accessories and other supporting elements. Gesture body on Jovi pose in the photo chose a flexible style and gives a sensual impression. Jovi also always displays flat expressions like fashion models when taking pictures.

Keywords: Semiotics, Representation, Androgyny, Jovi Adhiguna Photos, Roland Barthes.

(13)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... viii

ABSTARCK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Konteks Masalah ... 1

1.2. Fokus Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

2.1. Paradigma Kajian ... 8

2.1.1. Paradigma Kontruktivis ... 9

2.2. Uraian Teoritis ... 10

2.2.1. Komunikasi ... 10

2.2.2. Komunikasi Massa ... 11

2.2.3. Karakteristik Komunikasi Massa ... 14

2.2.4. Fungsi Komunikasi Massa ... 15

2.2.5. New Media ... 16

2.2.6. Instagram ... 20

2.2.7. Semiotika ... 22

2.2.8. Semiotika Roland Barthes ... 28

2.2.9. Representasi... 31

(14)

2.2.10. Celebrity Endorser ... 34

2.2.11. Androgini... 36

2.2.12. Gender ... 38

2.2.13. Fashion ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 43

3.1. Metode Penelitian ... 43

3.2. Objek Penelitian ... 44

3.3. Subjek Penelitian ... 44

3.4. Kerangka Analisis ... 44

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 45

3.6. Teknik Analisis Data ... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1. Hasil Penelitian ... 47

4.1.1. Gambaran Umum ... 48

4.1.2. Penyajian Data... 50

4.1.3. Analisis Semiotika Pada Akun @joviadhiguna ... 51

4.1.3.1. Tataran Denotatif dan Konotatif Pada Foto 1 ... 51

4.1.3.2. Tataran Mitos Pada Foto 1 ... 58

4.1.3.3. Tataran Denotatif dan Konotatif Pada Foto 2 ... 62

4.1.3.4. Tataran Mitos Pada Foto 2 ... 66

4.1.3.5. Tataran Denotatif dan Konotatif Pada Foto 3 ... 68

4.1.3.6. Tataran Mitos Pada Foto 3 ... 73

4.1.3.7. Tataran Denotatif dan Konotatif Pada Foto 4 ... 74

4.1.3.8. Tataran Mitos Pada Foto 4 ... 78

4.1.3.9. Tataran Denotatif dan Konotatif Pada Foto 5 ... 79

4.1.3.10. Tataran Mitos Pada Foto 5 ... 85

4.2 Pembahasan ... 87

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 95

5.1. Simpulan ... 95

(15)

5.2. Saran ... 96 DAFTAR REFERENSI ... 97 LAMPIRAN

(16)

DAFTAR TABEL

II.1 Proses Representasi Fiske ... 33

IV.1 Makna Denotasi dan Konotasi Foto 1 ... 51

IV.2 Makna Denotasi dan Konotasi Foto 2 ... 62

IV.3 Makna Denotasi dan Konotasi Foto 3 ... 69

IV.4 Makna Denotasi dan Konotasi Foto 4 ... 76

IV.5 Makna Denotasi dan Konotasi Foto 5 ... 79

(17)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Unsur Makna Menurut Pierce ... 23

2.2 Elemen-Elemen Makna dari Saussur ... 27

2.3 Peta Tanda Roland Barthes ... 30

4.1 Postingan Tahun Pertama Akun @joviadhiguna ... 48

4.2 Jovi sedang mengikuti sebuah acara ... 51

4.3 Jovi tidak menggunakan pakaian ... 62

4.4 Jovi sedang berada di Pantai ... 68

4.5 Jovi sedang berada di pinggir kolam ... 74

4.6 Jovi berada di acara adat ... 79

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah

Di era modern, segala kebutuhan manusia dalam mendapatkan atau menyebarkan informasi sangat mudah digapai dengan adanya media massa. Media massa adalah alat-alat komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan heterogen. Kelebihan media massa dibanding dengan jenis komunikasi lain adalah ia bisa mengatasi hambatan ruang dan waktu.

Bahkan media massa mampu menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang tidak terbatas (Nurudin, 2007).

Berbagai media massa telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi hidup manusia seperti televisi, radio, majalah, surat kabar dan yang sedang popular saat ini ialah penggunaan media sosial melalui situs-situs jejaring sosial. Pada dasarnya, media sosial dapat dengan cepat mengambil peran penting dalam mengaktualisasikan komunikasi yang begitu luas dan membangun komunikasi dua arah tanpa batasan waktu dengan adanya komunikator dan komunikan yang dapat bertukar ide, pengetahuan, saran dan komentar pada kolom publik yang telah di sediakan oleh aplikasi berbasis jaringan internet (interconnection-networking) tersebut.

Menurut sumber (KOMPAS.com) yang telah peneliti rangkum, penelitian yang dilakukan oleh We Are Social, perusahaan media asal Inggris yang bekerja sama dengan Hootsuite, rata-rata orang Indonesia menghabiskan tiga jam 23 menit sehari untuk mengakses media sosial. Dari laporan berjudul “Essential Insights Into Internet, Social Media, Mobile, and E-Commerce Use Around The World” yang diterbitkan tanggal 30 Januari 2018, dari total populasi Indonesia sebanyak 265,4 juta jiwa, pengguna aktif media sosialnya mencapai 130 juta dengan penetrasi 49 persen.

Berdasarkan aplikasi yang paling banyak diunduh, perusahaan media sosial di bawah Mark Zuckerberg mendominasi di tiga teratas. Secara berurutan dari posisi pertama

(19)

adalah Facebook, WhatsApp, Instagram dan baru diikuti media sosial buatan Korea Selatan, Line. Dirangkum KompasTekno dari We Are Social, Youtube menempati posisi pertama dengan presentase 43 persen, Facebook sebanyak 41 persen dan pengguna media sosial Indonesia mengaku sering menggunakan Facebook, 40 persen sering menggunakan WhatsApp, 38 persen mengaku sering mengakses Instagram, dan 33 persen mengaku sering mengakses Line yang menempatkannya di posisi kelima.

Dalam beberapa tahun belakangan ini, dengan adanya berbagai bisnis di Indonesia maupun dunia seperti usaha kuliner, pariwisata, fashion, produk kecantikan, bahkan bisnis startup (Lazada, Shoope, Gojek, Uber, Bukalapak, Blibli.com, Treveloka, Tiket.com dan lain-lain) menjadikan media sosial sebagai media promosi baru untuk memasarkan barang atau jasa tersebut. Pemanfaatan baru ini dapat dilihat dengan jelas ketika mengakses salah satu situs jejaring sosial misalnya, Instagram. Salah satu jejaring sosial ini telah menyediakan iklan berbayar yang secara resmi dibuat untuk pengguna aktif Instagram di sekuruh dunia. Ketika mengakses dan login pada Instagram, terdapat tempat khusus iklan berbayar yang disediakan oleh Instagram secara resmi. Terletak pada “Beranda” atau “Home” yang biasanya iklan akan muncul pada pertengahan feed following, iklan muncul lebih dari satu dengan brand dan produk/jasa yang berbeda. “Instagram Stories” sebagai fitur baru beberapa tahun ini yang ada pada Instagram ternyata juga menyediakan lokasi cerita untuk iklan. Iklan tersebut dapat dilihat ketika membuka salah satu cerita orang lain, biasanya iklan muncul setelah kita melewati beberapa cerita. Instagram juga digunakan sebagai wadah bagi para pembisnis dalam berbagai aspek untuk mempromosikan barang/jasa secara online dengan menggunakan sosok yang terkenal di media tersebut. Biasanya sosok yang terkenal ini memiliki banyak followers dan memiliki konten yang menarik yang disebut sebagai “Selebgram” atau “Celebrity Endorser”.

Shimp berpendapat bahwa celebrity endorser adalah menggunakan artis sebagai bintang iklan di media-media, mulai dari media cetak, media sosial, maupun media telivisi. Selain itu selebriti digunakan karena atribut kesohorannya termasuk

(20)

ketampanan, keberanian, talenta, keanggunan, kekuatan, dan daya tarik seksualnya yang sering mewakili daya tarik yang diinginkan oleh merek yang mereka iklankan (Shimp, 2003: 460).

Shimp menyatakan bahwa sekarang ini banyak konsumen yang mudah mengidentifikasi diri dengan para bintang ini, seringkali dengan memandang mereka sebagai pahlawan atas prestasi, kepribadian, dan daya tarik fisik mereka.

Kemungkinan sebanyak 1/4 dari semua iklan menggunakan selebriti (Shimp, 2003:

460). Namun dengan banyaknya persaingan bisnis online di Instagram, pemilihan bintang iklan yang akan mempromosikan produk/jasa dipilih sesuai dengan kebutuhan dan segmentasinya. Tetapi tidak menutup kemungkinan jika bintang iklan yang dipilih memiliki keunikan yang tidak biasa di pandang oleh masyarakat pada umumnya. Misalnya, seorang laki-laki yang dilipih sebagai bintang iklan untuk produk kecantikan dan fashion perempuan. Fenomena pada sosok ini disebut sebagai Selebgram Androgini.

Menurut pendapat ahli, androgini merupakan kombinasi dari karakteristik nilai sosial maskulin dan feminin dalam satu individu. Salah satu orientasi gender yang disebutkan oleh Sandra Bem adalah sebuah orientasi gender androgini. Pada Psikoterapis.com, dijelaskan juga bahwa kata Androgini berasal dari bahasa Yunani yang artinya “andros-” berarti laki-laki dan “gyné-“ berarti perempuan. Gender androgini sendiri adalah istilah dalam identitas gender dimana seseorang tidak termasuk dengan jelas ke dalam peran maskulin dan feminin yang ada di masyarakat.

Gender androgini juga bisa dikatakan bagi mereka yang memiliki orientasi gender androgini dapat menampilkan kedua sifat tersebut secara bersamaan dalam satu tubuhnya (Bem, 1981 dalam Mussen, 1990:633).

Fenomena androgini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat di Indonesia masih menganut segala peraturan yang mengikat hak dan kewajiban seseorang yang diatur berdasarkan seks biologisnya. Mengingat hal ini, tidak mungkin untuk tidak menghubungkan androgini dengan keragaman orientasi seksual, masyarakat keliru menyamakan androgini dengan homoseksualitas dan transgender (Goenawan, 2007).

(21)

Salah seorang Selebgram Androgini bernama Jovi Adhiguna Hunter yang biasa dipanggil dengan sebutan Jovi ini telah menjadi sorotan publik. Sosok mulai dikenal beberapa tahun belakangan ini. Awalnya terlihat oleh publik dengan tidak sengaja dari sebuah video adiknya, Sarah Ayu, seorang selebgram dan beauty vlogger. Pada saat itu Jovi memiliki rambut berwarna biru dan sepanjang pantat yang membuat publik bertanya-tanya tentang sosok tersebut. Setelah itu, Jovi dan sang adik membuat beberapa video, walaupun mereka menganggap bahwa itu bukanlah sesuatu yang mudah karena Jovi mengatakan bahwa ia sosok yang pemalu dan selalu bermain di belakang layar. Setelah membuat video bersama adiknya, Jovi merasa banyak yang melihat video yang ia buat. Jovi semakin bersemangat dan optimis untuk melanjutkannya (https://woop.id).

Jovi mengaku kesukaannya terhadap barang-barang perempuan sudah ada sejak kecil. Setelah di periksa seorang psikiater, barulah Jovie mengetahui bahwa kromosom Y pada dirinya lebih dominan dibandingkan dengan kromosom X-nya dan hal ini membentuk sebuah keanehan. Pada tubuh manusia, seharusnya kromosom X lima kali lebih besar dibanding dengan kromosom Y. Jumlah gen yang ditanggung oleh kromosom X berkali-kali jumlah gen yang lahir oleh kromosom Y. Oleh sebab itu, keadaan kromosom pada diri Jovi Adhiguna cenderung mencerminkan prilaku pada gender perempuan (https://woop.id).

Perwujudan konsep gender sebagai sifat yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan budaya, misalnya jika dikatakan bahwa seorang laki-laki itu lebih kuat, gagah, keras, disiplin, lebih pintar, lebih cocok untuk bekerja di luar rumah dan bahwa seorang perempuan itu lemah lembut, keibuan, halus, cantik, lebih cocok untuk bekerja di dalam rumah (mengurus anak, memasak dan membersihkan rumah) maka itulah gender dan itu bukanlah kodrat karena itu dibentuk oleh manusia. Perbedaan gender sesungguhnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequality).

Namun timbul persoalan dimana perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, walaupun laki-laki tidak menutup kemungkinan akan menjadi korban

(22)

ketidakadilan gender tetapi perempuan masih tetap menduduki posisi tertinggi sebagai korban ketidakadilan gender (Fakih, 1996:12).

Awal mula Jovi Adhiguna muncul sebagai Youtubers yang menyebarkan konten video positif dan memberikan edukasi toleransi antar sesama. Jovi Adhiguna terpilih sebagai wakil Indonesia dalam Program “YouTube Creators For Change Summit” yang diadakan di London 24 Januari 2018 lalu. YouTube meluncurkan program tersebut untuk memperbanyak edukasi kepada milenial yang menganggap YouTube sebagai budaya dan konten persebaran video yang positif. Jovi sendiri dikenal sebagai fashion stylist yang memiliki karya-karya unik. Jovi memilih gaya fashion androgini yang masih jarang ditemui di Indonesia dan ia mengatakan bahwa sudah menyukai fashion sejak kelas 6 Sekolah Dasar. Dengan berbagai usaha yang dilakukan, Jovi mengaku senang dengan gaya fashion androgini yang akhirnya bisa membuatnya mengubah cara pandang masyarakat terkhusus di kalangan anak muda terhadap fashion tersebut (https://www.brilio.net).

Sebuah video yang ia unggah pada media sosial Youtube dengan vlog (video blog) pertamanya “Story Time with Jovi” pada tahun 2015, Jovi Adhiguna menceritakan bagaimana publik memberi komentar pedas pada dirinya, beberapa komentar mengatakan Jovi Adhiguna sebagai laki-laki yang tidak normal dengan melontarkan kata-kata seperti banci, bencong, homo dan sebagainya. Pada tahun yang sama Jovi Adhiguna menggunggah foto pertama pada akun Instagram nya yaitu

“@joviadhiguna”. Akun Jovi Adhiguna dianggap antimainstream karena ia memiliki selera berbeda dari kebanyakan orang yang mengenakan pakaian yang sesuai dengan jenis kelamin dan gendernya. Dari sudut pandang budaya Indonesia sosok Jovi dengan penampilan dan karakternya merupakan sosok yang dianggap menyimpang.

Ia sering menggunakan pakaian perempuan dan terkadang menggunakan make up, seperti eyeliner, bedak, lipstick dan bahkan menggunakan sepatu heels.

Penampilan Jovi selama ini yang di tunjukkan dalam akun Instagram nya sebagai androgini merupakan ekspresi dan presentasi dirinya. Jovi yang berprofesi sebagai fashion stylist membuat dirinya sadar akan perkembangan gaya fashion yang unik. Pada akun tersebut Jovi berhasil menarik perhatian publik dengan tampilan nya

(23)

yang nyentrik dari ujung kaki hingga ujung kepala. Hingga sampai saat ini akun tersebut telah mencapai 345 ribu pengikut (dan masih akan bertambah) yang didominasi dengan akun perempuan. Jovi Adhiguna berhasil memvisualisasikan dirinya sebagai androgini yang konsisten dalam berpenampilan. Meskipun masyarakat Indonesia awan dengan kehadiran figur androgini, tetapi Jovi percaya diri untuk tampil di depan publik dengan keadaan yang berbeda.

Beberapa orang mulai menduga apakah Jovi seorang transgender atau transeksual. Berbeda dengan transgender yang ingin mengubah identitas biologisnya.

Jovi Adhiguna justru menikmati hidupnya dengan tingkat kromosom Y yang lebih dominan didalam tubuhnya.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan Semiotika untuk melihat lebih dalam upaya untuk menggambarkan berbagai pilihan makna yang tersedia melalui tanda-tanda yang digunakan, serta mencari makna androgini pada akun Instagram Jovi. Untuk menunjukkan berbagai tanda dan makna yang ada, peneliti telah mengumpulkan keseluruhan gambar, kemudian akan memilih gambar- gambar yang memiliki relevansi dan potensi cukup kuat untuk dijadikan objek penelitian, pada akhirnya gambar yang memiliki kekuatan makna akan dijadikan sebagai objek penelitian tetap untuk merepresentasikan sistem signifikasi gambar yang bersangkutan dengan menggunakan pendekatan Semiologi Barthes.

1.2 Fokus Masalah

Berdasarkan uraian diatas, fokus malasah pada penelitian ini adalah:

“Bagaimanakah representasi androgini celebrity endorser dalam Media Sosial Instagram pada akun @joviadhiguna”.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui representasi androgini celebrity endorser dalam Media Sosial Instagram pada akun @joviadhiguna.

(24)

2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna denotasi dan konotasi pada Media Sosial lewat akun.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah:

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta memperkaya bahan penelitian dan sumber bacaan bagi mahasiswa FISIP USU khususnya Departemen Ilmu Komunikasi.

2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi di bidang Ilmu Komunikasi, khususnya tentang analisis semiotika dalam media sosial Instagram.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca agar lebih kritis dan dapat memahami makna dan tanda yang disampaikan dalam sebuah

(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma

Lincoln dan Guba mendefinisikan paradigma sebagai serangkaian keyakinan-keyakinan dasar (basic beliefs) atau metafisika yang berhubungan dengan prinsip-prinsip pokok. Paradigma ini menggambarkan suatu pandangan dunia (world view) yang menentukan. Bagi penganutnya, sifat dari “dunia”

sebagai tempat individu dan kemungkinan hubungan dengan dunia tersebut beserta bagian-bagiannya (Sunarto dan Hermawan, 2011: 4).

Paradigma merupakan suatu model dari teori ilmu pengetahuan dan kerangka berfikir. Menurut Guba dalam Wibowo (2011), paradigma adalah seperangkat kepercayaan dasar yang menjadi prinsip utama dalam menentukan pandangan tentang dunia dan menjelaskan pada penganutnya tentang alam dunia.

Artinya, paradigma bisa dikatakan sebagai suatu kepercayaan, cara pandang, atau prinsip dasar yang ada dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan membentuk cara pandangnya terhadap dunia (Wibowo, 2011:27).

Secara filosofis Creswell menggambarkan, peneliti membuat pernyataan tentang apa itu pengetahuan (ontologi), bagaimana kita mengetahui itu (epistemologi), dan nilai apa yang terkandung didalamnya (aksiologi), bagaimana kita menuliskan tentang itu (retorik) dan proses mempelajarinya (metodologi).

Paradigma memberikan cara pandang umum mengenai komunikasi antarmanusia, sementara teori memberikan penjelasan yang lebih spesifik terhadap aspek tertentu dari perilaku komunikasi (West dan Turner, 2009:55).

Perkembangan terakhir dunia komunikasi di Indonesia saat ini dipengaruhi oleh tiga paradigma besar. Pertama, paradigma teori konvensional, yaitu paradigma teori yang dianut oleh para ilmuwan komunikasi yang secara keilmuannya mengembangkan teorinya secara linier. Para ilmuwan ini memiliki kecenderungan memandang teori komunikasi secara tradisional, mereka sejak semula telah mempelajari bidang komunikasi sejak jenjang pendidikan S1 dan

(26)

tidak memalingkan pandangannya terhadap teori-teori lain di sekitar objek komunikasi. Kedua, paradigma kritis dan perspektif komunikasi, yaitu paradigma komunikasi yang dianut oleh para sarjana yang awalnya (terutama S1) belum mempelajari teori komunikasi, kemudian secara serius mempelajari komunikasi secara kritis dan menurut perspektif komunikasi yang dilihatnya. Semiotika komunikasi termasuk dalam paradigma ini. Ketiga, paradigma teknologi media.

Paradigma ini lahir dari para peminat teknologi telematika, terutama oleh para sarjana teknologi informasi. Walaupun paradigma ini tidak terlalu berpengaruh dalam kancah teori komunikasi bila dibandingkan dengan dua paradigma terdahulu, namun teori-teori komunikasi menggunakan perkembangan teknologi media ini untuk merevisi berbagai teori komunikasi yang ada hubungannya dengan media dan komunikasi (Bungin, 2006 : 234).

2.1.1 Paradigma Konstruktivisme

Paradigma konstruktivisme atau sering disebut konstruktivis berpandangan bahwa pengetahuan bukanlah potret langsung dari realitas, namun ada konstruksi didalamnya. Paradigma ini berkeyakinan bahwa semesta adalah suatu konstruksi, yang berarti semesta tidak dipahami sebagai semesta yang otonom, namun dikonstruksi secara sosial (Ardianto dan Q-Anees, 2007:152).

Menurut Wibowo konstruktivisme adalah suatu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri, oleh karenanya pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas) (Wibowo, 2011: 162). Paradigma dalam penelitian semiotika banyak mengacu pada paradigma konstruktivis, meski sejumlah penelitian lainnya menggunakan paradigma kritis namun paradigma konstruktivis lebih relevan jika digunakan untuk melihat realitas signifikannya objek yang diteliti. Dari paradigma konstruktivis dapat dijelaskan melalui empat dimensi seperti diutarakan oleh Hidayat (dalam Wibowo, 2011: 28) sebagai berikut:

1. Ontologis: relativism, realitas merupakan konstruksi sosial. Kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.

(27)

2. Epistemologis: transactionalist/subjectivist, pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti.

3. Axiologis: Nilai, etika dan pilihan moral merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu penelitian. Peneliti sebagai passionate participant, fasilitator yang menjembatani keragaman subjektivitas pelaku sosial.

Tujuan penelitian lebih kepada rekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti.

4. Metodologis: menekankan empati dan interaksi dialektis antara peneliti dengan responden untuk merekonstruksi yang diteliti, melalui metode- metode kualitatif seperti participant observasion. Kriteria kualitas penelitian authenticity dan reflectivity: sejuh mana temuan merupakan refleksi otentik dari realitas yang dihayati oleh para pelaku sosial.

Weber menerangkan bahwa substansi bentuk masyarakat tidak hanya dilihat dari penilaian objektif saja, melinkan dilihat dari tindakan perorangan yang timbul dari alasan-alasan subjektif. Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. Realitas sosial itu memiliki makna manakala realitas sosial tersebut dikonstruksikan dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain, sehingga memantapkan realitas itu secara objektif. Littlejohn mengatakan bahwa paradigma konstruktivis berlandaskan pada ide bahwa realitas bukanlah bentukan yang objektif, tetapi dikonstruksi melalui proses interaksi dalam kelompok, masyarakat, dan budaya (Wibowo, 2011: 27).

2.2 Uraian Teoritis 2.2.1 Komunikasi

Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communication, yang bersumber dari kata communis yang artinya “sama” dan communico, communication, atau communicare yang berarti “membuat sama”. Istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata komunikasi yang merupakan akar dari kata Latin adalah Communis.

(28)

Hovland mendefenisikan proses komunikasi sebagai proses yang memungkinkan seseorang menyampaikan rangsangan untuk mengubah prilaku orang lain (Mulyana, 2002:62). Menurut Everet M. Rogers seorang pakar sosiologi pedesaan amerika yang telah banyak meberikan studi riset komunikasi, khususnya dalam penyebaran inovasi yang membuat defenisi bahwa komuniksi adalah satu proses, dimana suatu ide dialihkan dari satu sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

Rogers mencoba menspesifikasikan hakikat suatu hubungan dengan adanya perubahan sikap dan tingkah laku dalam menciptakan saling pengertian dari orang-orang yang ikut serta dalam proses komunikasi. (Canggara 2004: 19)

Sedangakan menurut Shannon dan Weaver komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya sengaja ataupun tidak sengaja. Tidak terbatas pada komunikasi menggunakan komunikasi 28 Universitas Sumatera Utara bahasa verbal. Tetapi dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi (Cangara 2004 :20).

Jika kita berada dalam situasi komunikasi, maka kita memiliki bebrapa kesamaan dengan orang kain, seperti kesamaan bahasa atau kesamaan arti dalam simbil –simbol yang digunakan dalam berkomunikasi. Seperti yang di namakan Wilbur Schramm yaitu frame of reference atau dapat diartikan sebagai kerangka acuan, yaitu paduan pengalaman dan pengertian selain itu Schramm juga menyatakan bahwa field of experience atau bidang pengalaman merupakan faktor yang amat penting untuk terjadinya komunikasi. Apabila bidang pengalaman komunikator tidak sama dengan bidang pengalaman komunikan maka akan timbul kesukaran untuk mengerti satu dengan yang lain dan situasi akan menjadi tidak komunikatif (Effendy, 2003:30-31).

2.2.2 Komunikasi Massa

Komunikasi Massa dapat diartikan sebagai proses komunikasi yang berlangsung dimana pesan dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya misal melalui alat-alat yang bersifat mekanis seperti radio, televisi,

(29)

dan film (Cangara, 2006:36). Pengertian Saverin dan Tankard menyatakan bahwa komunikasi massa adalah sebagian keterampilan (skill), sebagian seni (art), dan sebagian ilmu (science). Maksudnya, tanpa adanya dimensi menata pesan tidak mungkin media massa memikat khalayak yang pada akhirnya pesan tersebut dapat mengubah sikap, pandangan, dan perilaku komunikan (Effendi, 2005:210).

Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai proses penggunaan sebuah media massa untuk mengirim pesan kepada audiens yang luas untuk tujuan memberi informasi menghibur atau membujuk (Vivian, 2008: 450). Menurut Tan dan Wright, komunikasi massa merupakan komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu (Ardianto, 2004: 3).

Massa dalam media massa lebih menunjuk pada penerima pesan yang berkaitan dengan media massa. Dengan kata lain massa yang dalam sikap dan perilakunya berkaitan dengan peran media massa seperti televisi atau koran, maka massa di sini dimaksudkan kepada khalayak, audience atau pemirsa.

Definisi komunikasi massa yang lebih rinci dikemukakan oleh Gerbner.

Gerbner mengemukakan bahwa komunikasi massa itu menghasilkan suatu produk berupa pesan-pesan komunikasi. Produk tersebut disebarkan, didistribusikan kepada khalayak luas secara terus menerus dalam jarak waktu yang tetap, misalnya harian, mingguan atau bulanan (Ardianto, 2004: 4).

Sekian banyak definisi komunikasi massa yang telah dikemukakan oleh para ahli, Rakhmat merangkum definisi tersebut yaitu komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Rakhmat dalam Ardianto, 2004: 7).

Definisi-definisi komunikasi massa yang telah dipaparkan secara prinsip mengandung makna yang sama, bahkan antara definisi yang satu dan definisi yang lain saling melengkapi. Melalui definisi-definisi tersebut, dapat diketahui karakteristik komunikasi massa sebagai berikut (Ardianto, 2004: 7):

(30)

1. Komunikator Terlembagakan Ciri komunikasi massa yang pertama adalah komunikatornya. Komunikasi massa itu mengunakan media massa, baik media cetak maupun elektronik.

2. Pesan Bersifat Umum Komunikasi massa itu bersifat terbuka, artinya komunikasi massa ditujukkan untuk semua orang dan tidak ditujukkan untuk sekelompok orang saja.

3. Komunikannya Anonim dan Heterogen Dalam komunikasi massa, komunikator tidak mengenal komunikan (anonim), karena cara berkomunikasinya menggunakan media sehingga tidak bertatap muka secara langsung. Selain anonim, komunikan komunikasi massa juga bersifat heterogen karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda dan berada di mana saja.

4. Media Massa Menimbulkan Keserempakan Jumlah sasaran khalayak atau komunikan dalam komunikasi massa relatif dalam jumlah banyak dan tak terbatas. Komunikan yang banyak tersebut secara serempak pada waktu yang bersamaan memperoleh pesan yang sama pula.

5. Komunikasi Mengutamakan Isi Ketimbang Hubungan Dalam komunikasi massa, isi harus disusun sedemikian rupa dan disesuaikan dengan karakteristik media massa yang akan digunakan.

6. Komunikasi Massa bersifat Satu Arah Universitas Sumatera Utara Komunikasi massa adalah komunikasi dengan atau melalui media massa.

Karena melalui media massa, maka komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung. Dengan demikian, komunikasi massa bersifat satu arah.

7. Stimulasi Alat Indra Terbatas Stimulasi alat indra bergantung pada jenis media massa yang digunakan. Pada suratkabar dan majalah pembaca hanya melihat, radio dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar, sedangkan pada media televisi dan film, menggunakan indra penglihatan dan pendengaran.

8. Umpan Balik Tertunda Umpan balik dalam komunikasi massa tidak terjadi secara langsung karena komunikator tidak dapat melihat reaksi atau tanggapan dari komunikan secara langsung.

(31)

2.2.3 Karakteristik Komunikasi Massa

Definisi-definisi komunikasi massa secara prinsip mengandung suatu makna yang sama, bahkan antara satu definisi dengan definisi lainnya dapat saling melengkapi. Melalui definisi-definisi tersebut, dapat diketahui karakteristik komunikasi massa sebagai berikut (Ardianto, 2004: 7).

1. Komunikator Terlembagakan Ciri komunikasi massa yang pertama adalah komunikatornya. Kita sudah memahami bahwa komunikasi massa itu menggunakan media massa, baik media cetak maupun elektronik.

2. Pesan Bersifat Umum Komunikasi massa itu bersifat terbuka, artinya komunikasi massa itu ditujukan untuk semua orang dan tidak ditujukan untuk sekelompok orang tertentu. Oleh karenanya, pesan komunikasi massa bersifat umum.

3. Komunikannya Anonim dan Heterogen Dalam komunikasi massa, komunikator tidak mengenal komunikan (anonim), karena komunikasinya menggunakan media dan tidak berlangsung tatap muka. Di samping anonim, komunikan komunikasi massa adalah heterogen, karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda.

4. Media Massa Menimbulkan Keserempakan Kelebihan komunikasi massa dibandingkan dengan komunikasi lainnya, adalah jumlah sasaran khalayak atau komunikan yang dicapainya relatif banyak dan tidak terbatas.

Komunikan yang banyak tersebut secara serempak pada waktu yang bersamaan memperoleh pesan yang sama pula.

5. Komunikasi Mengutamakan Isi Ketimbang Hubungan Pada komunikasi massa, yang penting adalah unsur isi. Dalam komunikasi massa, pesan harus disusun sedemikian rupa berdasarkan sistem tertentu dan disesuaikan dengan karakteristik media massa yang akan digunakan.

6. Komunikasi Massa Bersifat Satu Arah Komunikasi massa adalah komunikasi dengan menggunakan atau melalui media massa. Karena melalui media massa maka komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung. Komunikator aktif menyampaikan pesan, dan komunikan aktif

(32)

menerima pesan, namun di antara keduanya tidak dapat melakukan dialog.

Dengan demikian, komunikasi massa itu bersifat satu arah.

7. Stimulasi Alat Indra Terbatas Pada komunikasi massa, stimulasi alat indra bergantung pada jenis media massa yang digunakan. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat. Pada radio siaran dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar, sedangkan pada media televisi dan film, menggunakan indra penglihatan dan pendengaran.

8. Umpan Balik Tertunda Komponen umpan balik atau feedback merupakan faktor penting dalam bentuk komunikasi apa pun. Efektivitas komunikasi seringkali dapat dilihat dari feedback yang disampaikan oleh komunikan.

Umpan balik dalam komunikasi massa tidak terjadi secara langsung karena komunikator tidak dapat melihat reaksi atau tanggapan dari komunikan secara langsung.

2.2.4 Fungsi Komunikasi Massa

Komunikasi massa memiliki fungsi-fungsi penting terhadap masyarakat.

Dominick (2001) membagi fungsi komunikasi massa sebagai berikut (Ardianto, 2004: 15):

1. Surveillance (Pengawasan) Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi dalam bentuk utama, yaitu:

a. Fungsi pengawasan peringatan yaitu jenis pengawasan yang dilakukan oleh media massa untuk menginformasikan berbagai hal terutama tentang ancaman kepada khalayak.

b. Fungsi pengawasan instrumental yaitu penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari.

2. Interpretation (Penafsiran) Media massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting. Organisasi atau industri media memilih dan memutuskan peristiwa-peristiwa yang dimuat atau ditayangkan.

(33)

3. Linkage (Pertalian) Media massa mampu menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk suatu pertalian berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang.

4. Transmission of values (Penyebaran nilai-nilai) Media massa yang mewakili gambaran masyarakat dengan model peran yang diamati dan harapan untuk menirunya. Dalam hal ini, media massa memberikan nilai- nilai kepada masyarakat dan nilai-nilai ini yang suatu saat bisa diadopsi oleh masyarakat.

5. Entertainment (Hiburan) Hampir semua media massa menjalankan fungsi hiburan. Walaupun ada beberapa media yang tidak memberikan fungsi tersebut tetapi memberikan fungsi informasi kepada masyarakat seperti majalah Tempo, Gatra dan lainnya. Fungsi dari media massa sebagai fungsi menghibur adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak.

2.2.5 New Media

Pakar komunkasi Denis McQuail dalam buku Teori Komunikasi Massa (2011: 43) menjelaskan, ciri utama new media antara lain adanya saling keterhubungan (interkonektivitas), aksesnya terhadap khalayak individu sebagai penerima maupun pengirim pesan, interaktivitasnya (interaksi dengan khalayaknya seakan-akan melakukan percakapan langsung), kegunaan yang beragam sebagai karakter yang terbuka serta sifatnya yang ada di mana-mana.

Jenis new media dapat dinilai dari dua aspek, yaitu berbasis internet atau berupa digital. new media yang berbasis internet, misalnya adalah website, sedangkan yang berwujud digital, misalnya adalah CD-ROM atau DVD. Namun demikian, 11 dalam penelitian ini new media difokuskan ke arah media yang berbasis internet, baik yang diakses melalui komputer maupun telepon selular.

Internet adalah salah satu bentuk dari media baru (new media). Internet dinilai sebagai alat informasi paling penting untuk dikembangkan kedepannya.

Internet memiliki kemampuan untuk mengkode, menyimpan, memanipulasi dan menerima pesan (Ruben, 1998: 110). Internet merupakan sebuah media dengan segala karakteristiknya. Internet memiliki teknologi, cara penggunaan, lingkup

(34)

layanan, isi dan image sendiri. Internet tidak dimiliki, dikendalikan atau dikelola oleh sebuah badan tunggal tetapi merupakan sebuah jaringan komputer yang terhubung secara intensional dan beroperasi berdasarkan protokol yang disepakati bersama. Sejumlah organisasi khususnya provider dan badan telekomunikasi berperan dalam operasi internet (McQuail, 2009: 28-29).

Internet berasal dari jaringan computer Departemen Pertahanan AS yang diciptakan pada 1969 yang disebut ARPAnet, singkatan dari Advanced Research Project Agency Network yang hanya menautkan empat komputer, di Universitas California di Los Angeles (UCLA), Universitas California di Santa Barbara, Universitas Utah dan Lembaga Penelitian Stanford (Stanford Research Institute/SRI). Pesan Internet pertama, antara UCLA dan SRI, juga merupakan pesan pertama yang gagal. Selama lebih dari dua dasawarsa setelah itu, hanya seidkit akademikus dan ahli komputer yang melakukan online. Melakukan log masuk (log on), mengirim e-mail, dan menggali informasi mengharuskan pemakai mengetik rangkaian panjang perintah-perintah yang rumit. Kemudian pada tahun 1991, sebuah tim di European Particle Physics Laboratory (CERN) yang dipimpin oleh Tim Berners Lee mengembangkan sistem komputer yang berhubungan melalui pranala (hyperlink) yang mereka sebut World Wide Web. Dua tahun kemudian, Mosaic yang merupakan peramban (browser) pertama dengan grafik antarmuka (graphic interface), dibuat menggunakan web semudah menunjuk dan mengklik. Itu adalah permulaan revolusi komunikasi (Hernandez. 2007:34).

Creeber dan Martin dalam Mondry (2008: 13), mendefenisikan media baru atau new media atau media online sebagai produk dari komunikasi yang termediasi teknologi yang terdapat bersama dengan komputer digital. New media terdiri dari gabungan berbagai elemen. Itu artinya terdapat konvergensi media di dalamnya, di mana beberapa media dijadikan satu. Selain itu, new media merupakan media yang menggunakan internet, media online berbasis teknologi, berkarakter fleksibel, berpotensi interaktif dan dapat berfungsi secara privat maupun secara publik.

Tahun 1990 merupakan tahun paling bersejarah, saat itu Tim Berners Lee menemukan program editor dan browser yang dapat menjelajah antara satu

(35)

komputer dengan komputer lainnya, hingga akhirnya membentuk jaringan.

Program tersebut akhirnya diberi nama www atau World Wide Web. Di tahun 1992, komputer yang saling terhubung dan membentuk jaringan sudah lebih dari satu juta komputer dan muncul istilah baru, yaitu Surfing The Internet (eswete.com).

Dunia berubah di tahun 1994 ketika situs internet tumbuh menjadi 3000 alamat halaman serta untuk pertama kalinya virtual-shopping atau e-retail muncul di internet. Yahoo! resmi didirikan pada tahun ini yang sekaligus menjadi kelahiran Netscape Navigator 1.0 yang sampai saat ini digunakan untuk perangkat komputer.Sejarah perkembangan internet kemudian menumbuhkan suatu alat komunikasi yang hingga saat ini tidak bisa terlepas dari masyarakat, khususnya masyarakat modern. Sudah hampir semua perangkat yang digunakan memanfaatkan jaringan internet sebagai media untuk kebutuhan komunikasi dan keperluan lainnya (detiktechno.com).

Pentagon membangun jaringan untuk bertukar informasi dengan kontraktor militer dan universitas yang melakukan riset militer. Pada 1983, National Science Foundation, yang diberi tugas mempromosikan sains, mengambil alih proyek ini. Jaringan National Science Foundation ini menarik lebih banyak pengguna, banyak diantaranya yang punya jaringan internal sendiri.

Misalnya, kebanyakan universitas yang bergabung dengan jaringan NSF punya jaringan komputer intrakampus. Jaringan NSF kemudian menjadi konektor untuk ribuan jaringan lainnya. Untuk sistem backbone yang menghubungkan jaringan – jaringan, Internet adalah nama yang tepat. Pada 1996, Internet telah tumbuh dengan lalu lintas data yang padat. Para teknisi 19 jaringan universitas mendesain backbone berkecepatan tinggi untuk menghubungkan jaringan-jaringan riset.

Jaringan ini dinamakan Internet dan mulai dijalankan pada 1999, membawa data dengan kecepatan 2,4 gigabits per detik – empat kali lebih cepat ketimbang pendahulunya. Konsorsium yang memiliki internet mencakup 203 universitas riset, 526 akademi, dan 551 komunitas universitas. Penggunaannya tak lagi sekadar berbagi informasi tetapi juga pembelajaran jarak jauh. Bahkan dengan

(36)

upgrade sampai 10 gigabits per detik pada 2003, tetap terjadi kepadatan arus data (Vivian, 2008:266).

Sekitar tahun 1995 itulah anak-anak muda mulai melakukan online dalam jumlah besar. Gallup survei pada tahun 1995 menemukan 9 persen remaja mengatakan bahwa mereka telah menggunakan Internet sebelumnya,dibandingkan 94 persen yang telah mendengarkan radio, dan 93 persen yang telah menonton televisi. Pada tahun 1997, 55 persen remaja mengatakan mereka pernah menggunakan Internet dalam hidupnya, meskipun hanya 29 persen yang memiliki akses di rumah. Saat ini , Internet berdiri dengan kokoh sebagai bentuk baru media massa, bergabung dengan televisi, radio dan media cetak. (Hernandez, 2007:34).

Perbedaan yang tampak antara media baru dan media lama yang jelas mencuat adalah dari segi penggunaannya secara individual yang diungkapkan oleh McQuail (2011:157) yaitu sebagai berikut:

1. Interaktif (interactivity): sebagaimana ditunjukkan oleh rasio respons atau inisiatif dari sudut pandang pengguna terhadap penawaran sumber atau pengirim.

2. Kehadiran sosial (atau sosiabilitas) (social presence or sociability):

dialami oleh pengguna, berarti kontak personal dengan orang lain dapat dimunculkan oleh penggunaan media .

3. Kekayaan media (media richness): jangkauan dimana media dapat menjembatani kerangka referensi yang berbeda, mengurangi ambiguitas, memberikan lebih banyak petunjuk, melibatkan lebih banyak indra dan lebih personal.

4. Otonomi (autonomy): derajat di mana seorang pengguna merasakan kendali atas konten dan penggunaan, mandiri dari sumber.

5. Unsur bermian-main (playfulness): kegunaan untuk liburan dan kesenangan sebagai lawan dari fungsi dan alat.

6. Privasi (privacy): berhubungan dengan kegunaan media dan/atau konten tertentu.

(37)

7. Personalisasi (personalization): derajat dimana konten dan penggunaan menjadi personal dan unik.

2.2.6 Instagram

Instagram adalah sebuah aplikasi untuk berbagi foto yang memungkinkan pengguna mengambil foto, menerapkan filter digital, dan membagikannya ke berbagai layanan jejaring sosial, termasuk milik Instagram sendiri (Dan Frommer:

2010). Aplikasi ini diciptakan oleh Burbn, Inc., yang merupakan sebuah perusahaan berbasis teknologi start up dan hanya berfokus pada pengembangan aplikasi untuk telepon genggam.

Sejarah Instagram dimulai dari perusahaan Burbn, Inc. yang berdiri pada tahun 2010. Burbn, Inc. merupakan sebuah teknologi startup yang hanya berfokus kepada pengembangan aplikasi untuk telepon genggam. Pada awalnya, Burbn, Inc. sendiri memiliki fokus yang terlalu banyak di dalam HTML5 mobile. Namun, kedua CEO, Kevin Systrom dan juga Mike Krieger memutuskan untuk lebih fokus pada satu hal saja. Setelah satu minggu mereka mencoba untuk membuat sebuah ide yang bagus, pada akhirnya mereka membuat sebuah versi pertama dari Burbn, namun di dalamnya masih ada beberapa hal yang belum sempurna. Versi Burbn yang sudah final, aplikasi yang sudah dapat digunakan di dalam iPhone, yang di mana isinya terlalu banyak dengan fitur-fitur. Sulit bagi Kevin Systrom dan Mike Krieger untuk mengurangi fitur-fitur yang ada dan memulai lagi dari awal. Namun akhirnya, mereka hanya memfokuskan pada bagian foto, komentar dan juga kemampuan untuk menyukai sebuah foto. Itulah yang akhirnya menjadi Instagram.

Nama Instagram berasal dari pengertian dari keseluruhan fungsi aplikasi ini. Kata “insta” berasal dari kata “instan”, seperti kamera polaroid yang pada masanya lebih dikenal dengan sebutan “foto instan”. Instagram juga dapat menampilkan foto-foto secara instan, seperti polaroid di dalam tampilannya.

Sedangkan untuk kata “gram” berasal dari kata “telegram”, di mana cara kerja 15 telegram sendiri adalah untuk mengirimkan informasi kepada orang lain dengan cepat. Sama halnya dengan Instagram yang dapat mengunggah foto dengan

(38)

menggunakan jaringan internet, sehingga informasi yang ingin disampaikan dapat diterima dengan cepat. Oleh karena itu, Instagram berasal dari instan-telegram.

Instagram telah menjadi tempat untuk menggunggah foto. Apapun kamera dan aplikasi pengelola fotonya, mengunggahnya di Instagram. Adapun filter-filter yang terdapat di dalam Instagram adalah sebagai berikut (Atmoko, 2012: 41):

A. Pengambilan gambar:

Langkah pertama yang harus dilakukan ketika akan sharing foto tertentu saja adalah mengambil gambar terlebih dahulu.

B. Olah digital sederhana:

Langkah berikutnya yaitu dengan memberikan efek sederhana kepada foto yang akan di unggah ke dalam Istagram dengan berbagai nuansa efek yang telah disediakan. Efek-efek tersebut memiliki nama dan fungsi tersendiri diantaranya adalah: Tilt-shift, Lux, Filter, Normal, X-Pro 11, Earlybird, Lomo-fi, Sutro, Toaster, Brannan, Valencia, Inkwell, Walden, Hafe, Nashville, 1997, Kelvindan yang terakhir adalah Sierra.

C. Deskripsi foto:

Setelah selesai memberikan efek yang pas pada foto lalu melakukan berbagai langkah sebelum melakukan sharing yaitu dengan member nama judul foto, hashtas, lokasi, kemudian mengirim ke jejaring sosial lainnya bila diperlukan.

D. Aktivitas jejaring sosial:

Meskipun menyebutkan dirinya sebagai layanan photo sharing, tetapi Instagram juga merupakan jejaring sosial karena bisa berinteraksi dengan sesame pengguna. Ciri khas jejaring sosial yang paling mencolok disini adalah kemampuannya untuk saling follow sesama pengguna, kemudian berkomentar dan memberikan tanda suka (like).

Namun, pada tahun 2016 dan 2017 Instagra, juga membuat beberapa fitur- fitur terbaru yaitu (www.jagoangadget.com):

1) Stories

Fitur ini memungkinkan setiap pengguna Instagram untuk melakukan posting foto atau video yang akan hilang dengan sendirinya dalam waktu 24 jam, sama persis seperti fitur stories yang ada ada Snapchat.

(39)

2) Live Video

Instagram sebagai media sosial yang berada di bawah naungan Facebook mengimplementasikan fitur live video juga, dimana pengguna bisa melakukan live video dan menyimpan hasil live video tersebut untuk di-share jika pengguna menginginkannya.

3) Business Tools

Fitur ini semakin memanjakan para pelaku bisnis Instagram yaitu dengan menambahkan profil bisnis, analytics serta kemampuan untuk membuat iklan secara langsung melalui aplikasi Instagram pada smartphone.

2.2.7 Semoitika

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.

Manusia dengan perantara tanda-tanda, dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Pada dasarnya, suatu tanda memiliki hubungan antara tanda dengan makna yang terkandung di dalam tanda tersebut. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things) (Barthes dalam Sobur, 2004: 15). Semiotika berusaha menjelaskan tentang tanda, secara sistematik, menjelaskan esensi, ciri-ciri dan bentuk suatu tanda, serta proses signifikasi yang menyertainya.

Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata yunani Semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefenisikan sebagai suatu dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Secara terminologis, semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Semiotika lahir untuk memisahkan secara tajam antara medium dan isinya. Bagi para ahli semiotika, isi merupakan perkara yang penting dan isi tergantung pada bacaan yang ada pada isi tersebut yang di dapat oleh khalayak.

(40)

Semiotika atau semiotik muncul pada akhir abad ke-19 oleh filsuf aliran pragmatik Amerika yaitu Chareles Sanders Peirce, merujuk pada doktrin formal tentang tanda-tanda. Yang menjadi dasar dari semiotika adalah konsep tentang tanda dimana semiotika memfokuskan pada cara-cara produsen menciptakan tanda-tanda dan cara-cara yang dimengerti khalayak mengenai tanda-tanda.

Semiotika tidak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda- tanda melainkan dunia itu sendiri yang terkait dengan pikiran manusia karena jika tidak begitu manusia tidak akan menjalin hubungannya dengan realitas.

Menurut Eco (1979), secara terminologis semiotika dapat didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, dan seluruh kebudayaan sebagai tanda. Van Zoest (1996) mengartikan semiotik sebagai “ilmu tanda (sign) dan segala yang berhubungan dengannya; cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya.” (Sobur, 2004: 96)

Dalam teori semiotika, pokok studinya adalah tanda atau bagaiman cara tanda-tanda itu bekerja juga dapat disebut semiologi. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti pada dirinya sendiri, dengan kata lain jika diterapkan pada tanda- tanda bahasa, maka huruf, kata, dan kalimat, tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti (significant) dalam kaitan dengan pembacanya, pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan (signifie) sebagai konvensi dalam sistem bahasa yang bersangkutan.

Segala sesuatu yang memiliki sistem tanda, dapat dianggap teks, contohnya di dalam film, majalah, televisi, iklan, koran, brosur, novel, bahkan di surat cinta sekalipun.

Tiga bidang studi utama dalam semiotika adalah (Fiske, 2004: 60):

1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara-cara tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara-cara tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda 59 adalah kontruksi manusia dan hanya bias dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya.

(41)

2. Sistem atau kode yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode yang dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu mas yarakat atau budaya atau mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentrasmisikannya.

3. Kebudayaan dan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri.

Melihat pada penggunaan katanya, ada yang menyebut studi mengenai tanda ini dengan semiologi, ada pula yang menggunakan kata semiotika.

Sebenarnya hal ini menunjuk pada pendirinya. Semiotika identik dengan Peirce dan istilah semiologi identik dengan Saussure. Menurut Masinambow, perbedaan kedua istilah itu menunjukkan perbedaan orientasi, semiologi mengacu pada tradisi Eropa yang bermula dari Ferdinand de Saussure dan semiotika pada tradisi Amerika yang bermula pada Charles Sanders Peirce (Sobur, 2004: 12).

Saussure mendefinisikan semiologi dengan „‟sebuah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di tengah masyarakat‟‟, dimana terkait dengan tujuan untuk menunjukkan bagaimana terbentuknya tanda-tanda beserta kaidah-kaidah yang mengaturnya (Sobur, 2004: 12). Istilah Semiotika yang dimunculkan oleh Charles Sanders Peirce memuat bahwa yang menjadi dasar dari semiotika adalah konsep tentang tanda-tanda: tidak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda, melainkan dunia itu sendiri – sejauh terkait dengan pikiran manusia – seluruhnya terdiri dari tanda-tanda (Sobur, 2004: 13).

Teori yang dikemukakan Peirce menjadi teori utama dalam semiotik.

Gagasannya bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penanda.

Peirce berkeinginan untuk mengidentifikasi partikel dasar tanda dan menggabungkan kembali semua komponen tersebut dalam satu struktur tunggal.

Peirce ingin membongkar bahasa secara keseluruhan (Sobur, 2004: 97). Peirce berkeyakinan bahwa tanda tidak pernah merupakan suatu entitas yang sendirian, namun memiliki tiga aspek didalamnya. Peirce membuat contoh adanya kepertamaan, yaitu tanda itu sendiri. Kekeduaan adalah objeknya, dan penafsirnya –unsur pengantara – adalah contoh keketigaan. Keketigaan dalam konteks

(42)

berdiri sebagai suatu tanda, maka tanda harus ditafsirkan artinya harus ada penafsir (Sobur, 2004: 41).

Ikon

Indeks Objek

Gambar 2.1 Unsur Makna Menurut Peirce Sumber: Bungin, 2007: 168

Panah dua arah dalam gambar tipe tanda dari Peirce di atas digunakan untuk menekankan setiap istilah hanya dapat dipahami dalam relasinya dengan unsur yang lain. Hasil interaksi ketiganya dalam pikiran seseoranglah yang memunculkan makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda. Bagi Pierce, tanda

“is something whichstands to somebody for something in some respect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Peirce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretant. Atas dasar hubungan ini, Pierce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground baginya menjadi qualisgn, sinsign dan lesign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar, lemah, lembut, merdu. Sinsign adalah eksitensi aktual atau benda atau peristiwa yang ada pada tanda; misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Lesign adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia (Sobur, 2004:41).

Sebuah tanda menurut Pierce adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas. Sesuatu yang lain itu, dinamakan sebagai interpretan dari tanda yang pertama, pada gilirannya akan mengacu pada objek tertentu. Berdasarkan objeknya, Pierce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks) dan symbol (simbol). Ikon adalah sesuatu yang

Gambar

Gambar 2.3 Peta Tanda Roland Barthes
Tabel II.1
Gambar 4.1 Postingan Tahun Pertama Akun @joviadhiguna  (sumber: https://www.instagram.com/joviadhiguna/?hl=id)
Gambar 4.2 Jovi sedang mengikuti sebuah acara  (sumber: https://www.instagram.com/joviadhiguna/?hl=id)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui kemampuan menulis permulaan siswa tunagrahita ringan kelas I SDLB BC Kepanjen Kabupaten Malang sebelum

Informasi yang digali dari narasumber tersebut diantaranya adalah tentang proses pelaksanaan program pemberdayaan yang dilakukan Komunitas Difabel Desa Sidomulyo, strategi

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui total biaya perencanaan bahan dan upah kerja serta total biaya pelaksanaan bahan dan upah pada rangkaian pekerjaan

www.rb.lapan.go.id | 10 2011 2014 2019 2025 Seluruh Kementerian dan lembaga (K/L) serta pemda ditargetkan telah memiliki komitmen dalam melaksanakan proses

Untuk melakukan konfigurasi lebih jauh terhadap bootloader, seperti letak boot loader bila anda menggunakan GRUB atau LILO, dimana bootloader tersebut diinstal, serta bila anda

Oleh karena itu, lahirnya UU No 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dilengkapi dengan lahirnya UU No 25/1999 tentang Central dan Proporsi Keuangan Daerah, dan update dari UU No

sudah menjalani operasi katarak di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang periode Januari 2017 – April 2018. Sampel pada penelitian ini berjumlah 31 orang. Hasil penelitian

Pola panen padi tahun 2015 diperkirakan sama dengan pola panen tahun 2014 dimana puncak panen terjadi pada subround I (Januari-April), kemudian pada subround II