• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Gota Tahir ( Getah Nomor Tiga Kasar )

2.6. Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang yang sering dipakai petani dalam melakukan budidaya pohon kemenyan ini adalah tenaga keluarga inti. Tenaga keluarga inti merupakan tombak yang paling besar yang dimanfaatkan petani sebagai sumber tenaga. Tenaga yang paling banyak didapatkan dari kepala rumah tangga yaitu sang ayah karena jarangnya petani perempuan ke hutan dalam mengelola kemenyan maka yang akan menjadi menanggung pekerjaan di dalam hutan adalah sang ayah atau petani laki-laki.

Petani laki-laki akan ditolong anaknya ketika anaknya laki-laki sedang libur sekolah atau ketika ada anaknya tidak bersekolah lagi atau sudah tamat dari sekolah menegah atas (SMA) yang tidak melanjutkan keperguruan tinggi atau tidak pergi merantau. Para Petani di desa Hutajulu telah mengajari anak-anaknya saat berusia 6 tahun ke atas untuk bekerja di dalam hutan, sehingga petani bisa memanfaatkan tenaga anaknya.

Anak-anak petani yang masih sekolah turut menyumbangkan tenaga hanya pada saat liburan sekolah karena waktu bekerja di hutan tidak bisa dilakukan dalam satu dua hari saja.

Tetapi jika anak petani tidak bersekolah maka tenaganya akan terlihat setiap minggunya. Petani yang tidak cukup tenaga biasanya akan membayar orang untuk melakukan pekerjaan di hutan. Pekerja yang disewa tenaganya adalah petani yang memiliki kemenyan dan petani di desa yang sama. Selain sistem upah tenaga petani sebagian petani lainya masih melakukan kegiatan marsirimpak (Marsirimpak adalah sistem kerja tolong menolong), dimana petani akan bergantian bekerja di lahan sesama petani.

BAB III KOPI 3.1. Sejarah Masuknya Kopi Ateng di Desa Hutajulu

Pada Awalnya petani di desa Hutajulu ini adalah petani yang menanam kopi jenis Robusta. Kopi robusta merupakan kopi yang banyak di tanam oleh nenek moyang petani di desa ini. Kopi robusta diwariskan oleh orang tua para petani dahulu ke generasi-generasinya. Kopi Robusta adalah jenis kopi yang memiliki batang yang tinggi, daun-daunnya besar dan kopi robusta ini harus memiliki area luas dalam pertumbuhannya.

Dalam membudidayakan Kopi Robusta masyarakat desa Hutajulu tidak bertahan lama, banyak petani meninggalkan jenis kopi Robusta ini sekarang. Petani banyak mengalami kesulitan dalam pengurusan kopi robusta, karena batang kopinya yang terlalu tinggi yang bisa mencapai 4 meter lebih sehingga sangat sulit dijangkau oleh tangan petani. Biji kopi robusta juga menjadi alasan petani untuk tidak membudidayakan jenis kopi ini. Ibu Rotua Sinaga (58) mengatakan berupa:

Kopi robusta ungga godang ditinggalhon angka hami petani di huta on, alana bolang inganan, baru borasna nagelengan muse maol mangiling hami, dohot muse dang parboras. Makana godang angka petani manadikkon kopi robusta on. (Kopi robusta sudah banyak di tinggalkan petani karena jenis kopi ini membutuhkan perawatan yang banyak, karena kopi robusta adalah kopi yang harus memiliki area yang luas sehingga harus dirawat rutin dan biji yang kecil yang susah di giling dan kopi robusta ini tidak kopi yang suka berbuah. Hal itu yang membuat petani tidak suka menanamnya lagi di ladangnya.)

Penggantian kopi Robusta sangat cepat dilakukan petani di desa ini, petani mengganti kopi robusta dengan kopi arabika (ateng). Kopi ateng pertama kali didapatkan petani dari pemerintah pada tahun 1980. Sehingga banyak petani mengatakan bahwa kopi arabika (ateng ) sebagai kopi pamarettah12. Ibu Rotua Sinaga (58) mengatakan berupa:

Molo kopi ateng alak tambah do torus di huta on alana, godang muse angka petani desa on mamboan sian huta ni halak, mungkin pas marpesta manang mardalani aroa halak hi tu hutai, misalna tu sidikalang, lintong hi huta.(Kopi

12

ateng semakin tambah dan banyak ditanam petani di desa ini,dimana tanaman ini banyak di bawa petani dari luar kota ketika petani melakukan acara pesta di daerah di luar desa, misalnya bibit kopi ateng bisa dibawa dari sidikalang ketika saya melakukan pesta di sana yang mana sidikalangdan lintong ni huta.).

Pada saat ini jumlah yang menanan kopi ateng berkisar 90 % dari jumlah petani keseluruhan, hal itu disebabkan semakin banyak yang membudidayakan kopi. Bibit kopi juga bertambah bukan cuma dari pemerintah tetapi petani juga mendapatkan dari berbagai daerah lain yang sama-sama penanam kopi ateng.

Kopi ateng yang diberikan pemerintah kepada petani ada dua (2) jenis yaitu kopi ateng yang puncuknya berwarna merah dan kopi ateng yang puncuknya berwarna hijau mudah. Kopi arabika (ateng) ditanam petani di kebun (ordang). Menanam kopi merupakan salah sumber mata pencaharian masyarakat Hutajulu. Di kebun kopi petani biasanya juga menanam cabai, tomat, dan tanaman muda lainnya. Kebun kopi tidak jauh dari kediaman petani bisa dijangkau dengan berjalan kaki berbeda dengan tombak yang jauh dari kediaman penduduk.

Kedua jenis kopi arabika (ateng) yang diberikan pemerintah kepada petani, pertama sekali ditanam petani secara serentak bahkan terjadi dalam beberapa tahun.Tetapi sekarang banyak petani di desa Hutajulu ini sudah meninggalkan jenis kopi ateng yang puncuknya berwarna hijau muda karena dedaunan yang dimiliki jenis kopi ini yang tidak lebat, biji kopi sering mengalami kegosongan dan bijinya yang menghitam, sehingga membuat petani tidak menginginkan kembali penanaman jenis kopi arabika yang pucuknya hijau muda ini.

foto 12 dan 13 : Kopi ateng yang berpucuk hijau muda (kiri) dan kopi ateng yang berpucuk merah (kanan)

Sumber : Dokumentasi pribadi

Petani di desa Hutajulu lebih banyak menanam kopi ateng yang pucuknya berwarna merah dibandingkan dengan kopi ateng yang pucuknya hijau muda. Untuk bibit kopi ateng yang pucukk nya merah biasanya didapatkan petani dari kopi mereka tanam sebelumnya. Di desa ini tidak ada istilah membeli bibit kopi untuk ditanam, karena petani tidak ada yang menjualnya. Jika salah seorang petani tidak mempunyai bibit kopi yang mungkin saja batang kopinya masih kecil atau petani tersebut baru membuka lahan, maka petani tersebut dapat meminta bibit kopi ke petani lainnya.

Dokumen terkait