• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mata Pencaharian Petani Desa Hutajulu, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan (Studi Etnografi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Mata Pencaharian Petani Desa Hutajulu, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan (Studi Etnografi)"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

Mata Pencaharian Petani Desa Hutajulu, Kecamatan Pollung, Kabupaten

Humbang Hasundutan (Studi Etnografi)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gerar Sarjana Sosial

Dalam Bidang Antropologi Sosial

Oleh

NOPI PUTRI SINAGA 110905046

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

Mata Pencaharian Petani Desa Hutajulu, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan (Studi Etnografi)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan disini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, Agustus 2015

Nopi Putri Sinaga

(3)

ABSTRAK

Nopi Putri Sinaga, 2015. Judul Skripsi: Mata Pencaharian Petani Desa Hutajulu, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan (Studi Etnografi). Skripsi ini terdiri dari 6 (enam) bab, 105 halaman, 4 tabel, dan 23 gambar.

Tulisan ini mengkaji tentang mata pencaharian petani yang dimiliki masyarakat Indonesia, khususnya pada mata pencaharian petani di Desa Hutajulu. Mata pencaharian campuran yang diterapkan masyarakat Hutajulu mampu memenuhi kebutuhan dan mengkuti kemajuan zaman.

Penelitian ini dilakukan di Desa Hutajulu, yang berada di Kecematan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara. Masyarakat Hutajulu penghasilan utamanya berasal pertanian. Sistem pertanian mereka adalah sistem pertanian campuran. Pertanian campuran menjadi mata sumber mata pencaharian petani dalam pemenuhan kebutuhan hidup petani.

Metode etnografi secara Holistik yang bersifat kualitatif dilakukan dalam penelitian ini. Berdasarkan informasi dan penjelasan dari pengetahuan masyarakat yang mereka terima melalui proses pembelajaran, pengalaman, dan yang diwariskan secara turun temurun. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah melalui wawancara partisipasi kepada para petani dan observasi pada lahan pertanian di Desa Hutajulu yang terkait dengan masalah penelitian.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah masalah sistem mata pencaharian yang mana berhubungan dengan pertanian dan bagaimana petani mengelola pertaniannya, meliputi kemenyan, kopi, sawah, mata pencaharian lainnya. Hasil dari mata pencahariannya ini menjadi sumber pendapatan ekonomi rumah tangga petani dalam pemenuhan sejumlah kebutuhan hidup dan keperluan lainnya.

Mata pencaharian utama petani desa Hutajulu dihasilkan dari kemenyan, kopi, sawah, tananam palawija dan mata pencaharian lainnya, namun diantara hasil pertanian tersebut yang pendapatannya lebih tinggi diperoleh dari hasil penjualan getah kemenyan sedangkan hasil dari mata pencaharian lainnya digunakan petani sebagai penambah pendapatan petani dalam memenuhi kebutuhan petani.

(4)

UCAPAN TERIMAH KASIH

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat serta kasih dan karuniaNya saya dapat menyelesaikan skripsi saya yang berjudul “Mata

Pencaharian Petani Desa Hutajulu, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan (Studi Etnografi)”

Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan terima kasih dengan tulus dan sebesar-besarnya kepada bapak Fikarwin Zuska selaku ketua jurusan ANTROPOLOGI FISIP USU dan sekaligus dosen pembimbing skripsi saya yang telah banyak memberikan ilmu, waktu dan perhatian serta bimbingannya kepada saya mulai dari awal penyusunan proposal sampai akhir penyelesaian skripsi ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada dosen penguji saya bapak Drs. Lister berutu, M.A. yang selalu memberikan saran serta motivasi selama penyelesaian skripsi dan masa perkuliahan saya dan demikian kepada para dosen dan staf pengawai Antropologi FISIP USU saya ucapakan terimakasih.

Pada kesempatan ini juga, saya ingin berterimakasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua yang saya yang sayangi, Ayahanda Parungkilan Sinaga dan Ibunda Nurhaida Lumban Gaol yang sangat saya kagumi sepanjang hidup saya. Terima kasih atas kesabaran, kasih sayang, support dan masukan serta materi. Terima kasih seluruh keluarga yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada saya untuk menyelesaikan perkuliahan. Terima kasih buat Kak Ernesto, Bang Fahdel, Bang Ather, Bang Rudolf, Kak Lina, Dek Astrid yang selalu hadir dan memberikan berbagai bentuk dukungan kepada saya dalam menjalani kehidupan ini.

Kepada sahabat-sahabat saya Grace Sianturi, Medi Harianja, Deswita Sari, Citra Hareva, Onyx Simangunsong, Rama Sitha, Sri Mauliani, Richa, Jayanti, Martha Purba, Nurhasanah, Indra Sianipar, Candra Tobing, Asrul Saragih, Rini rejeki utami, Novricona, Putri B, Kak Deni Sitinjak, Kak Damai Purba, Kak Yohana dan Bang Donal dan keluarga besar YIPC dan lainnya yang tidak bisa saya tuliskan satu per satu. Saya ucapkan terimah kasih banyak, semoga Tuhan membalas semua kebaikan kalian.

(5)

saya mengenai berbagai kegiatan pertanian yang menjadi mata pencaharian petani dan

beserta kegiatan yang lainnya yang boleh saya amati dan lihat selama penelitian berlangsung. Akhir kata saya mengucapkan banyak terimah kasih kepada semua orang yang telah membantu saya dalam mengerjakan skripsi ini. Saya telah banyak belajar mengenai arti kehidupan dari orang-orang yang membantu saya selama ini. Semoga skripsi ini memberikan sumbangan pikiran yang bermanfaat bagi yang membacanya.

Medan, Agustus 2015

Penulis

(6)

RIWAYAT HIDUP

Nopi Putri Sinaga, lahir pada tanggal 02 November 1992 di Desa Hutajulu Kabupaten Humbang Hasundutan, anak ke 6 dari 7 bersaudara dari pasangan Parungkilan Sinaga dan Nurhaida Lumban Gaol. Menyelesaikan pendidikan sekolah dasar negeri (SDN) di desa Hutajulu pada tahun 2004 dan menempuh sekolah lanjutan tingkat pertama negeri 1 (SLTP) di desa Pollung, kecamatan Pollung pada tahun 2010. Kemudian melanjutkan pendidikan dasar di SMA negeri 1 Hutapaung kecamatan Pollung dan lulus pada tahun 2010. Setelah tamat SMA saya melanjutkan pendidikan S1 program studi Antropologi Sosial angkatan 2011 tepatnya di Universitas Sumatera Utara fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Berbagai kegiatan yang dilakukan selama masa studi, antara lain :

1. Mengikuti Kegiatan Training Of Fasilitator (TOF) Tingkat Angkatan Ke IV Departemen Antropologi FISIP USU Medan 2013

2. Mengikuti Seminar Dan Lokakarya “Implementasi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Di Provinsi Sumatera Utara, Dalam Rangka, Mengurangi Kemiskinan Dan Disparitas Antara Daerah di Sumatera Utara” Medan 2013

3. Mengikuti Seminar Universal Peace Federation Universitas Sumatera Utara “Young People Of Character The Hope Of The Futere” Medan 2014

4. Mengikuti Seminar “Meneguhkan Komitmen Pemenuhan Hak-Hak Konstitusional Perempuan Korban Kekerasan Atas Kebenaran,Keadilan Dan Perempuan” Medan

2012

(7)

6. Mengikuti Seminar “Kepemimpinan Yang Ideal Dalam Rangka Pencapaian Dan Peningkatan Taraf Hidup Dan Kesejahteraan Masyarakat. Medan 2014

7. Mengikuti Seminar Dan Diskusi “ Mendorong Sumatera Utara Menjadi Provinsi Inklusif Bagi Korban Pelanggaran Ham Berat” Medan 2014

8. Mengikuti Survei Dalam Pemilihan Bupati Kabupaten Simalungun 2014

9. Mengikuti Seminar “Young Interfaith Peacemaker National Conference” Yogyakarta 2014

10.Mengikuti National Student Interfaith Peace Camp, Yogyakarta 2014 11.Panitia Student Interfaith Peace Camp Medan 2014

12.Koordinator Konsumsi Natal Antropologi FISIP USU 2012

13.Research Etnografi “ Hari Deepavali Bagi Orang Tamil Di Kota Medan” Antropologi FISIP USU 2013

14.Research Etnografi “ Transaksi Jual-Beli di pasar Seikambing,Medan” Antropologi FISIP USU 2014

15.Research Etnografi “ Budidaya Tanaman Kopi di Desa Sumbul, Dairi” 2013 16.Anggota Komunitas Pemuda Hijau Regional Medan (Kophi)

17.Magang Selam 2 Bulan di Pusat Kajian Dan Perlindungan Anak (PKPA)

(8)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan Studi di Departemen Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Untuk menulis persyaratan tersebut saya telah menyusun sebuah skripsi dengan judul “Mata Pencaharian Petani Desa Hutajulu, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan (Studi Etnografi)”.

Ketertarikan untuk menulis tentang sumber mata pencaharian petani di desa Hutajulu karena penulis melihat bahwa untuk memenuhi kebutuhan dan pendapatan setia p rumah tangga petani, petani harus menerapkan sistem mata pencaharian berupa mata pencaharian campuran (agroforestri) dan ditambah dengan melakukan pekerjaan lain sebagai penambah penghasilan petani. Hal lain yang membuat ketertarikan penulis, bawah dala m sistem pertanian campuran tersebut petani masih menerapkan pengetahuan lokal dalam pengerjaannya.

Pengetahuan yang mereka memiliki saat ini adalah warisan yang di turun-temurunkan oleh generasi sebelumnya. Pengetahuan tersebut juga mereka terapkan dalam sistem mata pencaharian mereka khususnya pada sistem pertanian campuran. Karena sistem mata pencaharian ini sudah lama dilakukan petani dalam pemenuhan kebutuhan hidup petani di desa Hutajulu.

Dengan demikian skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang sistem mata pencaharian petani khususnya di mata pencaharian pertanian seperti kemenyan, sawah, kopi, tanaman palawija dan mata pencaharian lainnya sebagai mata pencaharian tambahan dan bagaimana petani mengelola mata pencaharian. Serta menambah wawasan pembaca mengenai sistem mata pencaharian yang mendukung perekonomian suatu masyarakat desa.

Akhir kata saya berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan, materi dan pengalaman saya. Oleh karena itu dengan rendah hati, penulis menerima segala saran-saran, masukan dan kritikan yang membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan.

Medan, Agustus 2015 Penulis

(9)
(10)

BAB V. SUMBER MATA PENCAHARIAN LAINNYA ... 92

5.1. Peternakan Dan Perunggasan ... 92

5.2. Membuka Warung (berjualan) ... 96

5.3. Menjalankan Angkutan Umum (Angkot)... 99

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 101

6.1. Kesimpulan... 101

6.2. Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 105

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Luas wilayah (ha) menurut jenis penggunaanya di desa Hutajulu... 19

Tabel 2. Penjualan getah kemenyan ... 46

Tabel 3. Pembelian pupuk dan manfaat pupuk kimia ... 72

(12)

DAFTAR FOTO

Foto 1. Tempat peristirahatan petani ... 25

Foto 2. Tempat penyimpanan kendaraan di dalam hutan... 25

Foto 3. Lata haminjon (anakan alam kemenyan) ... 31

Foto 4. Buah biji kemenyan ... 31

Foto 5. Pembersihan lahan kemenyan dari tumbuh-tumbuhan ... 35

Foto 6. Pembersihan pohon kemenyan dari tumbuhan paku ... 35

Foto 7. Penggambilan getah kemnyan... 42

Foto 8. Penggambilan getah menggunakan tali polang ... 42

Foto 9. Gota sidukkapai (getah nomor satu) ... 45

Foto 10. Gota barbar (getah kemenyan nomor dua sedikit abunya) ... 45

Foto 11. Tahir (getah kemenyan nomor tiga banyak abunya ... 45

Foto 12. Kopi ateng yang pucuknya berwarna hijau muda ... 56

Foto 13. Kopi ateng yang pucuknya berwarna merah ... 56

Foto 14. Bibit kopi ateng yang diambil dari bawah batang kopi ... 57

Foto 15. Kebun kopi petani ... 59

Foto 16. Kebun kopi petani yang ditumpang sarikan ... 59

Foto 17. Batang kopi sudah siap untuk dipanen ... 63

Foto 18. Buah biji kopi ... 63

Foto 19. Buah biji kopi selesai penggilingan ... 65

Foto 20. Biji kopi dalam penjemuran ... 65

Foto 21. Penjualan biji kopi ... 69

Foto 22. Bibit padi dalam penyamaian ... 80

Foto 23. Bibit padi hasil penyamaian yang sudah ditanam dilahan sawah ... 83

(13)

ABSTRAK

Nopi Putri Sinaga, 2015. Judul Skripsi: Mata Pencaharian Petani Desa Hutajulu, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan (Studi Etnografi). Skripsi ini terdiri dari 6 (enam) bab, 105 halaman, 4 tabel, dan 23 gambar.

Tulisan ini mengkaji tentang mata pencaharian petani yang dimiliki masyarakat Indonesia, khususnya pada mata pencaharian petani di Desa Hutajulu. Mata pencaharian campuran yang diterapkan masyarakat Hutajulu mampu memenuhi kebutuhan dan mengkuti kemajuan zaman.

Penelitian ini dilakukan di Desa Hutajulu, yang berada di Kecematan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara. Masyarakat Hutajulu penghasilan utamanya berasal pertanian. Sistem pertanian mereka adalah sistem pertanian campuran. Pertanian campuran menjadi mata sumber mata pencaharian petani dalam pemenuhan kebutuhan hidup petani.

Metode etnografi secara Holistik yang bersifat kualitatif dilakukan dalam penelitian ini. Berdasarkan informasi dan penjelasan dari pengetahuan masyarakat yang mereka terima melalui proses pembelajaran, pengalaman, dan yang diwariskan secara turun temurun. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah melalui wawancara partisipasi kepada para petani dan observasi pada lahan pertanian di Desa Hutajulu yang terkait dengan masalah penelitian.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah masalah sistem mata pencaharian yang mana berhubungan dengan pertanian dan bagaimana petani mengelola pertaniannya, meliputi kemenyan, kopi, sawah, mata pencaharian lainnya. Hasil dari mata pencahariannya ini menjadi sumber pendapatan ekonomi rumah tangga petani dalam pemenuhan sejumlah kebutuhan hidup dan keperluan lainnya.

Mata pencaharian utama petani desa Hutajulu dihasilkan dari kemenyan, kopi, sawah, tananam palawija dan mata pencaharian lainnya, namun diantara hasil pertanian tersebut yang pendapatannya lebih tinggi diperoleh dari hasil penjualan getah kemenyan sedangkan hasil dari mata pencaharian lainnya digunakan petani sebagai penambah pendapatan petani dalam memenuhi kebutuhan petani.

(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pertanian sebagai mata pencaharian utama dalam kehidupan manusia, di beberapa bagian wilayah dimuka bumi ini telah mengalami suatu proses perkembangan yang cukup panjang dalam sejarah umat manusia. Proses perkembangan tersebut dapat dikemukakan, bahwa pada masa pertama usaha manusia untuk mempertahankan dan memenuhi kebutuhan kehidupannya di dunia ini, yaitu dengan berusaha mengumpulkan hasil bumi dan berburu binatang disekitar tempat hidup mereka. Kegiatan manusia pada masa lalu dalam bentuk mengumpulkan hasil bumi atau meramu dan berburu itu, disebut dengan istilah sistem mata pencaharian berburu dan meramu.

Selanjutnya, dikalangan para ahli sistem mata pencaharian hidup meramu dan berburu, termasuk kegiatan menangkap ikan, biasa disebut dengan istilalah ekonomi pengumpulan pangan atau Food Gathering Economics, dimana sistem mata pencaharian ini dilakukan bukan untuk sekedar mencari tambahan pangan tetapi sebaliknya.

Kegiatan manusia dalam bidang meramu dan berburu semakin hari semakin tidak tampaknya dari muka bumi, sejalan dengan itu muncul suatu tingkat perkembangan yang lain dari usaha manusia untuk mempertahankan hidupnya, yaitu mata pencaharian hidup manusia dengan sistem bercocok tanam. Koentjaraningrat (1984:166) mengatakan perkembangan sistem dari kebiasaan meramu dan berburu ke arah bentuk pekerjaan bercocok tanam, merupakan suatu peristiwa besar dalam proses perkembangan kebudayaan manusia. Peristiwa itu seringkali disebut sebagai suatu revolusi dalam peradaban umat manusia.

(15)

tumbuh karena revolusi kebudayaan yang merubah ke pola hidup. Revolusi kebudayaan tersebut adalah timbulnya kepandaian bercocok tanam yang terus berangsur-ansur diberbagai tempat di dunia.

Usaha bercocok tanam yang pertama dimuka bumi ini ialah mempertahankan tumbuh-tumbuhan di tempat-tempat tertentu terhadap serangan dari binatang, burung atau membersihkan tumbuhan-tumbuhan untuk makanan terhadap rumput-rumputan yang merusak. Dalam pekerjaan ini manusia tentu muda dapat mengobservasi bagaimana misalnya biji yang jatuh dapat tumbuh lagi, atau bagaimana potongan batang singkong misalnya kalau ditancapkan dapat menjadi tumbuh-tumbuhan baru dan yang lainnya (Koentjarningrat 1984:166-167). Demikanlah dapat dibuat berbagai teori yang mencoba menjawab soal bagaimanakah manusia itu pertama kalinya dapat mulai bercocok tanam tanpa dapat dibuktikan.

Sejalan dengan pendapat diatas, maka dapat dilihat bahwa pertanian bercocok tanam selalu disesuaikan sekelompok masyarakat dengan pengaruh lingkungan hidupnya dan sosial. Seperti yang dijelaskan di atas tentang kelompok masyarakat yang sudah bergerak ke pertanian bercocok tanam maka pertanian mereka akan cenderung ke bercocok tanam yang tinggal dalam lingkungan alam yang memiliki curah hujan yang cukup banyak, tanahnya basah, tanahnya kering dan memiliki area hutan yang lebat agar dapat menjamin pertumbuhan tanaman terus hidup.

(16)

lainnya mereka tanam sebagaimana bisa disaksikan sampai sekarang sesuai dengan hasil penelitian penulis.

Usaha tani kemenyan, kopi dan padi sawah sebagai praktek pertanian ini telah berkembang secara turun-temurun dari generasi ke generasi yang kemudian membentuk sistem pengetahuan dan tardisi bertani sendiri, seperti menjaga keberagaman jenis benih, persiapan lahan, penanaman, perawatan, pemanenan, sampai pada pola konsumsi. Melakukan pertanian seperti ini merupakan sistem pengetahuan yang hidup dan menghidupi pemiliknya.

Disamping itu masyarakat Hutajulu dalam mempertahankan hidupnya disamping bercocok tanam juga memelihara ternak dengan memanfaatkan hasil-hasil alam yang mereka dapatkan disekitar lingkungan mereka.

Menurut Adiwilaga dalam Edi S. Ekadjati pola pertanian yang menetap, dapatlah digambarkan bahwa setiap keluarga sudah terbiasa pagi-pagi mengerjakan suatu bidang tanah berulangkali sepanjang hidup mereka bahkan dilanjutkan pula oleh generasi berikutnya.

Dalam perkembangan selanjutnya, kelompok masyarakat desa Hutajulu yang dahulunya hanya memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam artian “bisa makan “ namun pada saat ini masyarakat melakukan kegiatan pertanian, peternakan dan usaha lainnya tidak hanya mencukupi kebutuhan “cukup makan” namun memenuhi tuntutan zaman dan harus

meningkatkan pendapatan dimana sekarang ini pendidikan sangatlah penting sehingga harus menyekolahkan anaknya yang membutuhkan biaya dan membeli barang-barang lainnya, misalnya elektronik untuk mengetahui berita dan komunikasi. Masyarakat juga harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin karena ada istilah yang mengatakan bahwa “waktu

adalah uang” oleh karena itu saat ini di Hutajulu dapat ditemukan kendaraan-kendaraan yang

bahkan dipakai ke ladang dan ke hutan untuk mempersingkat waktu.

(17)

maka tabungan tersebut akan dipakai sebagai biaya berobat. Mayarakat Hutajulu merupakan masyarakat batak Toba dimana batak Toba masih kental dengan adat-istiadat sehingga pendapatan juga bermanfaat bagi kelangsungan adat yakni untuk pesta (pernikahan, kelahiran, kematian), pendapatan juga dimanfaatkan untuk keperluan lainnya.

Gambaran sietem mata pencaharian campuran masyarakat di desa Hutajulu yang telah diuraikan peneliti sebelummnya, menjadi tertarik karena masyarakat Hutajulu mampu memenuhi kebutuhan dan mengkuti kemajuan zaman sekarang ini dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang mereka terapkan. Hal itu tidak semata-mata hanya memenuhi keperluan keluarga namun masyarakat ini telah ikut pembagunan ekonomi dan kesejahteraan Indonesia tanpa harus menggantung kepada pemerintah atau belas kasihan yang lainnya namun masyarakat Hutajulu mandiri dalam pemenuhan kebutuhan pangan mereka dan mampu mengikuti perkembagan zaman.

1.2. Tinjuan Pustaka

Manusia dalam kehidupannya memiliki kebutuhan yang berkaitan dengan ekonomi (pendapatan). Seperti yang kita ketahui masalah ekonomi merupakan masalah yang sulit karena menyangkut pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan badaniah yang merupakan kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Seperti yang diungkapkan Wolf (1983:23) bahwa masalah kaum tani adalah masalah mencari keseimbangan antara tuntutan-tuntutan dari dunia luar dan kebudayaan petani untuk menghidupi keluargannya.

(18)

sedangkan pendapatan tidak langsung merupakan tingkat pendapatan yang diterima melalui perantara (Bambang, S. 1994:121).

Boediono (1992:32) mengemukakan bahwa hasil pendapatan dari masyarakat adalah hasil penjualan dari faktor-faktor yang dimiliki kepada faktor produksi. Jadi pendapatan adalah hasil penjualan faktor produksi atau hasil lahan yang dimilikinya. Disamping itu jumlah pendapatan mempunyai fungsi untuk memenuhi keperluan sehari-hari dan memberikan kepuasan kepada petani agar dapat melanjutkan produksinya.

Selanjutnya pendapatan usaha tani dikenal pula dengan istilah pendapatan kotor (gross farm income). Pendapatan kotor usaha tani adalah nilai produk usaha tani dalam jangka

waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual.

Soekartawi (1996:82) oleh karena itu mengatakan pendapatan usaha tani adalah mencakup semua hasil produksi. Pengertian pendapatan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pendapatan adalah nilai perolehan yang diterima pekerja secara langsung sebagai imbalan atas jasa dalam menyelesaikan suatu pekerjaan oleh petani.

Petani adalah orang yang pekerjaannya bercocok tanam pada tanah pertanian. Menurut Anwas (1992 : 34) bahwa petani adalah orang yang melakukan cocok tanam dari lahan pertaniannya atau memelihara ternak dengan tujuan untuk memperoleh kehidupan dari kegiatan itu. Pengertian petani yang dikemukakan di atas tidak terlepas dari pengertian pertanian. Anwas (1992 : 34) mengemukakan bahwa pertanian adalah kegiatan manusia yang mengusahakan secara terus-menerus dengan maksud memperoleh hasil-hasil tanaman ataupun hasil hewan, tanpa mengakibatkan kerusakan alam.

(19)

Oleh karena sektor dan sistem pertanian harus menempatkan subjek petani sebagai pelaku sektor pertanian secara utuh, tidak saja petani sebagai homo economicus1, melainkan juga sebagai homo socius2 dan homo religius 3. Konsekuensi pandangan ini adalah dikaitkannya unsur-unsur nilai sosial-budaya lokal, yang memuat aturan dan pola hubungan sosial, politik, ekonomi, dan budaya ke dalam kerangka paradigma pembangunan sistem pertanian secara menyeluruh (Simatupang, 2003:14 - 15).

Budaya lokal yang menjadi kebiasaan dipakai petani dalam kehidupanya untuk mengelola mata pencaharian dan memperkuat kepribadian, Spradley (1987) mengatakan bahwa budaya sebagai sistem pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar, yang mereka gunakan untuk menginterprestasikan dunia sekeliling mereka dan sekaligus untuk menyusun strategi prilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka4.

Dalam Muhamat Noor, Jhonson menjelaskan (2008:3), pengetahuan indegenous adalah sekumpulan pengetahuan yang diciptakan oleh sekolompok masyarakat dari generasi yang hidup menyatu dan selaras dengan alam. Pengetahuan seperti ini berkembang dalam lingkup lokal. Menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat. Pengetahuan ini juga merupakan hasil kreativitas dan inovasi atau uji coba secara terus menerus dengan melibatkan masukan internal dan pengaruh eksternal dalam usaha untuk menyesuaikan dengan kondisi setempat. Oleh karena itu pengetahuan indigenous ini tidak dapat diartikan sebagai pengetahuan kuno, terbelakang, statis atau tak berubah5. Karena pengetahuan dapat menghadapi dunia sekeliling.

Pemenuhan ekonomi melalui usaha tani merupakan startegi petani dalam menghadapi dunia mereka dan kegiatan ekonomi dapat menghasilkan barang dan jasa disebut berproduksi,

1

Homo economicus adalah mahluk yang sudah mampu melepaskan diri dari keprimitifan

2

Homo sosius adalah mahluk sosial yang saling tolong menolong

3

Homo religius adalah mahluk yang sudah memiliki suatu kepercayaan.

4

Lihat James P.Spradley dan David W.Mccurdy (Penyunting) Comfirmity And Conflict: Reading In Cultural Antropology,

Edisi Ke 6, Little Brown And Company, 1987. 5

(20)

selain itu petani juga pengkomsumsi dan melakukan distribusi. Begitu pula dalam kegiatan usaha tani yang meliputi sub sektor kegiatan ekonomi pertanian tanaman pangan, perkebunan tanaman karas, perikanan dan peternakan .

Menurut Shanner (1982) Usaha tani adalah suatu penataan usaha tani yang stabil secara unik dan beralasan dimana suatu rumah tangga petani mengelola usaha taninya secara tepat berdasarkan tanggapannya terhadap faktor faktor lingkungannya fisik, biologis dan sosial ekonomi yang berdasarkan tujuan rumah tangga petani, dengan ketersediaan sumberdaya dan pilihan petani.

Usaha tani merupakan salah satu usaha yang menghasilkan produksi. Untuk lebih menjelaskan pengertian usaha tani dapat diikuti dari definisi yang dikemukakan oleh Moebyarto (1997:41) yaitu usaha tani adalah himpunan sumber-sumber alam yang terdapat pada sektor pertanian itu diperlukan untuk produksi pertanian, tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan di atas tanah dan sebagainya, atau dapat dikatakan bahwa pemanfaatan tanah untuk kebutuhan hidup.

Menurut Soekartawi (1996:39) mendefinisikan usaha tani sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dimana Usaha tani adalah kesatuan organisasi antara faktor produksi berupa lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen yang bertujuan untuk memproduksi komoditas pertanian. Usaha tani sendiri pada dasarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dan alam di mana terjadi saling mempengaruhi antara manusia dan alam sekitarnya (Djamali, 2000 : 104).

(21)

keluarga atau rumah tangga merupakan bagian dari keseluruhan pengelolaan sumber daya keluarga atau rumah tangga.

Menurut Senoaji (2012 :1) Pertanian campuran (agroforestri) adalah suatu sistem pengelolaan lahan yang merupakan kombinasi antara produksi pertanian, termasuk pohon, buah-buahan dan peternakan dengan tanamam kehutanan. (Hairiah, dkk) mengatakan agroforestri merupakan sistem pengelolaan sumber daya alam yang dinamis dan berbasis ekologi dengan memadukan berbagai pohon pada tingkat lahan lansekap6 Senoaji (2012:1).

Agroforestri sebagai usaha tani dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu agroforestri sederhana dan agroforestri kompleks. Agroforestri sederhana (De Foresta et al,1997) adalah menanam pepohonan secara tumpang-sari dengan satu atau beberapa jenis tanaman semusim. Jenis-jenis pohon yang ditanam bisa bernilai ekonomi tinggi misalnya kelapa, karet, cengkeh, pinus dan jati atau bernilai ekonomi rendah seperti dadap, dan lain-lainya. Sedangkan jenis tanaman semusim misalnya padi, jagung, palawija, sayur-mayur dan rerumputan atau jenis tanaman lain seperti pisang, kopi dll. Sedangkan agroforestri kompleks ( De foresta et al, 1997) merupakan suatu sistem pertanian menetap yang berisi banyak jenis tanaman (berbasis pohon) yang ditanam dan dirawat dengan pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan. Di dalam sistem ini tercakup beraneka jenis komponen seperti pepohonan, perdu, tanaman musim dan rerumputan dalam jumlah banyak.

Setelah melihat beberapa uraian pengertian pendapatan, usaha tani, pertanian campuran (agroforestri) yang diatas tulisan ini ingin melihat pertanian campuran desa Hutajulu yang dikelola petani Hutajulu dalam memperoleh pendapatan rumah tangga petani berupa produk yang dihasilkan dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal dalam pembangunan ekonomi daerah.

6

(22)

1.3. Rumusan Masalah

Penulis memfokuskan penelitian untuk menggambarkan sumber-sumber mata pencaharian petani di desa Hutajulu dan pengelolaanya. Lingkup pembahasannya difokuskan pada masalah sosial ekonomi rumah tangga petani yaitu “mata pencaharian pertanian campuran” yang berkaitan dengan pemenuhan sejumlah kebutuhan hidup dan keperluan lainnya dalam keluarga petani. Meliputi kemenyan, kopi, sawah, mata pencaharian lainnya. 1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini ialah untuk memberikan gambaran tentang sistem mata pencaharian petani yang ada di desa Hutajulu, dalam usaha tani pertanian campuran (agroforestri ) sebagai usaha tani yang diterapkan petani dalam pertaniannya di dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi petani. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik untuk masyarakat luas, peneliti maupun warga masyarakat setempat. Tersedianya data-data penelitian mengenai penelitian diharapkan mampu memberikan gambaran dan masukan dalam pertanian di daerah setempat dan di Indonesia pada umumnya masyarakat yang berada pada daerah sekitar penelitian.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah petani di desa Hutajulu tetap menjaga sistem mata pencaharian ini yaitu pertanian campuran yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup petani. Terbentuknya kesadaran pemerintah yang lebih besar mengenai kehidupan ekonomi petani sehingga dapat mengembangkan potensi daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang hidup pada pertanian sehingga untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan dapat tercapai. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan penelitian-penelitian selanjutnya.

1.5. Metode Penelitian

(23)

untuk membangun pandangan mereka yang diteliti secara rinci dibentuk dengan kata-kata, gambarannya holistik dan rumit. Pencarian data juga dilakukan dengan observasi dan wawancara.

Observasi adalah pengamatan yang dilakukan peneliti dengan cara turun langsung ke lapangan. Observasi yang dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang masyarakat yang sebenar-benarnya baik tindakan melalui percakapan, tingkah laku dan keterlibatan langsung peneliti secara langsung dalam kehidupan masyarakat yang diteliti seperti kegiatan, percakapan dalam pekerjaan petani. Bentuk observasi tersebut adalah observasi partisipasi.

Mengamati kegiatan masyarakat setempat misalnya, mengamati semua aktifitas petani dalam mengelola pertaniannya baik di dalam hutan kemenyan, di kebun kopi dan di sawah. Sampai kepada penjualan hasil pertanian petani. Penulis juga bertanya kemana saja hasil pertanian dipergunakan petani dan penulis juga melihat sistem mata pencaharian petani lainnya yang dikerjakan petani dalam mendukung pendapatan petani.

Sedangkan wawancara untuk pertama sekali peneliti lakukan pada bulan Desember 2014 tepatnya di kantor kepala desa. Di kantor kepala desa penulis melakukan penggambilan data tentang data-data yang berhubungan dengan masalah penelitian penulis misalnya tentang luas desa Hutajulu, luas hutan dan yang lainnya. Setelah urusan penulis selesai dari kantor kepala desa, penulis melakukan penelitian ke lahan pertanian petani. Penulis juga melakukan wawancara dan ikut di dalam hutan. Dari awal ketika penulis melakukan wawancara baik ketika di kantor kepala desa dan ketika bertemu langsung dengan para petani rasa cangung tidak ada, hanya saja penulis merasa kaget, karena memasuki area hutan kemenyan, baru pertama dirasakan penulis walapun penulis merupakan anak di desa ini yang sudah lama mengetahui tentang hutan kemenyan.

(24)

bersama dengan petani di dalam hutan dan hal ini membuat penulis merasa kaget tetapi juga menambah pengalaman penulis. Hampir seluruh masyarakat desa Hutajulu memanfaatkan hutan kemenyan sebagai mata pencaharian mereka walapun mereka juga melakukan pertanian kopi, pertanian sawah (padi) dan mengerjakan hal yang lainnya sebagai mata pencaharian tambahan dan petani juga menggemukakan bahwa ketiga mata pencaharian inilah yang paling banyak menyumbangkan pendapatan petani. Hal inilah mendorong penulis untuk tidak merasa heran lagi jika masyarakat di desa ini akan lebih banyak bekerja diluar rumah daripada di dalam rumah .

Di desa Hutajulu penduduknya beragam dari segi usia, ada yang sudah lanjut usia, ada anak muda/mudi dan para bapak/ibu yang masih berumur 40 sampai 50 tahun dan ada juga anak-anak dan balita. Informan penulis juga lebih banyak yang berusia 50 tahun sampai berumur 60 tahun lebih yang masih aktif mengerjakan hutan kemenyan dan pertanian lainnya. Walapun di bawah umur 50 tetap penulis wawancarai sebagai informan penelitian ini.

Selama 3 minggu penulis ikut ke dalam hutan untuk mengetahui bagaimana petani mengelola kemenyaan dan apa saja yang mereka kerjakan selama berada di dalam hutan. Di dalam waktu 3 minggu ini penulis juga melakukan wawancara ke beberapa informan. Para informan yang penulis temui di lapangan sangat ramah dan terbuka bahkan mereka tidak segan-segan memberikan penulis informasi walapun penulis tidak bertanya mungkin karena penulis sudah dikenal sebelumnya yang membuat mereka tidak takut lagi memberikan informasi, selain hal itu petani desa ini jika diwawancarai tentang pertanian atau pekerjaan mereka setiap harinya. Para petani sangat terbuka untuk memberikan informasi.

(25)

pekerjaan mereka selain bertani kepada penulis. Sekali seminggu penulis bertemu dengan informan baru yang membuat pengalaman dan pengetahuan yang baru terus bertambah untuk penulis ketahui.

Ketika penulis melakukan penelitian di dalam hutan penulis harus menginap bersama dengan para petani, makan dan minum bersama. Selama melakukan penelitian di dalam hutan penulis juga jarang mandi karena tidak adanya tempat mandi disekitar tempat tinggal petani di dalam hutan. Biasanya petani hanya menyiapkan sebuah tong tempat air dan air yang ada di tong tersebutlah yang dipakai petani untuk cuci muka dan sikat gigi dan jika para petani mengingikan mandi biasanya petani akan pergi ke mata air dekat hutan. Selama penulis melakukan penelitian di dalam hutan penulis biasanya sedikit bertanya karena dari pertanyaan tersebut akan muncul informasi-informasi yang masih terus mengalir berdasarkan argumentasi yang diberitahukan petani apalagi ketika penulis melakukan wawancara dengan 2-3 informan.

(26)

Penulis juga melakukan penelitian dan wawancara di hutan kemenyan milik pak Dimpos Situmorang (56 tahun), beliau adalah petani kemenyan dan petani kopi, sawah dan pemelihara beberapa ternak. Wawancara berlangsung ketika penulis ikut juga melihat dan mengikuti kegiatan beliau selama di dalam hutan. Pertanyaan yang penulis ajukan hampir sama dengan pertanyaan kepada Pak Irma Sinaga hanya saja ada yang bertambah ketika kami berbicara tanpa disengaja. Hal yang berkesan ketika saya ikut dengan pak Dimpos Situmorang adalah ketika kami harus berjalan kaki dari rumah sampai ke dalam hutan mencapai 3-2 jam karena beliau tidak bisa membawa motor/kereta. Beliau selalu berjalan kaki ke dalam hutan kemenyannya jika petani lainnya yang naik motor tidak ada yang mengajak beliau tetapi ketika ada yang memberikan beliau tumpangan beliau akan naik motor/kereta ke dalam hutan.

(27)

Selain di dalam hutan kemenyan penulis juga melakukan penelitian di lahan pertanian petani lainnya misalnya di lahan persawahan. Dimana penulis ikut melakukan pekerjaan di sawah seperti pembersihan padi dari rumput-rumput yang menganggu tanaman padi dan ikut menanam padi. Melakukan pekerjaan di sawah, mengelola kebun kopi dan memanfaatkan hutan akan selalu dilakukan petani karena pekerjaan tersebut merupakan mata pencaharian utama petani di desa ini. Penulis juga melakukan penelitian sampai ketika petani melakukan penjualan hasil biji kopi, baik petani yang menjual ke penggumpul desa atau langsung membawa ke pasar (onan). Dan peneliti juga melihat dan bertanya apa saja usaha yang dilakukan petani untuk pertaniannya agar dapat menghasilkan hasil ya ng baik terus-menerus.

Penulis juga melakukan wawancara kepada petani tentang pendapatan yang mereka peroleh setiap bulan dan setiap tahunnya dan kemana saja biasanya mereka mengeluarkan biaya paling banyak, tetapi ada yang menarik ketika penulis bertanya tentang pendapatan kepada informan. Menurut infoman mereka tidak bisa menjumlahkan seberapa banyak pendapatan yang mereka terima setiap bulan dan dan setiap tahunnya karena bisa saja pendapatan mereka bisa berubah. Tidak menentunya harga dan kebutuhan mereka setiap bulan dan tahun sehingga membuat pendapatan petani tidak menentu dan ditambah lagi bagaimana hasil mata pencaharian mereka kelola.

(28)

mereka, mereka hanya menjawab “sedikit saja”. Hal yang sama dikatakan Ompung

Lunamayan Sitohang (59) berupa:

Adong do kiriman ni kakakmu tu ahu, alai dang pola godang, halak kakakmi ma asal mangan diparangtoani ungga las roha nami. Molo makirim pe halak hi asal ma boi parsigulam uma inna do to ahu, pokokna saotik dona dikirim dang berharap hami angka orang tuana di huta. (Ada memang dikirim kakakmu dari perantauan sama kami, tapi ngak banyak, dan kami para orangtuanya tidaknya terlalu berharap. Kalaupun ada hanya untuk bisa beli gula kami dirumahnya,sedikitnya dan kami para orangtuanya sangat bahagia kalau orang kakakmu di sana sudah makan itu sudah cukup buat kami). Jawaban yang sama akan selalu di katakan masyarakat lainnya, jika penulis melakukan wawancara dengan menanyakan pertanyaan yang sama. Tentang seberapa besarnya mereka mendapatkan pendapatan dari keluarga dan anak-anaknya di perantuan.

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Hutajulu. Desa Hutajulu merupakan desa yang masuk dalam wilayah Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan provinsi Sumatera Utara yang berjarak + 7 Km arah Utara dari Kantor Camat Hutapaung, dengan batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatas dengan : Kabupaten Samosir

Sebelah Selatan berbatas dengan : Desa Hutapaung Utara

Sebelah Timur berbatas dengan : Desa Ria-Ria

Sebelah Barat berbatas dengan : Kecamatan Parlilitan

(29)

penduduknya rata rata berprofesi di bidang pertanian termasuk petani yang mengelola hutan. Tanaman utamanya adalah tanaman holtikultura, tanaman sawah (padi), kopi, kemenyan dan tanaman palawija. Hal ini juga didukung oleh kondisi tanah yang sangat subur sehingga sangat cocok untuk usaha tani agraris.

Sebagian besar lahan yang ada di Desa Hutajulu dimanfaatkan oleh penduduk untuk kegiatan pemanfaatan hutan, pertanian dan pemukiman. Secara rinci pemanfaatan lahan di Desa Hutajulu dapat terlihat pada tabel 1.dibawah ini.

Tabel .1. Luas Wilayah (ha) Menurut Jenis Penggunaanya di Desa Hutajulu

No Peruntukan Lahan Luas Presentase

1 Persawahan 300 ha 6.96 %

2 Tegalan/perladangan 400 ha 9.28 %

3 Perkebunan/kehutanan 2674 ha 62.08 %

4 Perumahan/pemukiman 20 ha 0.46 %

5 Kolam/perikanan 5 ha 0.11 %

6 Lahan tidur 890 ha 20.66 %

7 Perkantoran/sarana 18 ha 0.41%

Jumlah 4307 ha 100 %

Sumber : Monografi desa Hutajulu tahun 2014

(30)

BAB II KEMENYAN 2.1. Sejarah Kemenyan di desa Hutajulu.

Petani desa Hutajulu mempercayai bahwa awal mulanya pohon kemenyan ini adalah jelmaan seorang perempuan. Perempuan tersebut selalu dimarahi oleh orang tuanya karena sangat malas bekerja di ladang dan di rumah, maka suatu hari ibunya mengajak anak perempuan tersebut ke hutan (tombak). Hal yang sama juga terjadi ketika di dalam hutan anak perempuan tersebut sangat malas bekerja sehingga membuat orang tuanya marah dan meninggalkan anak perempuan mereka dengan sengaja di dalam hutan sendiri didekat gubuk (sopo).

Selama ditinggalkan di hutan perempuan tersebut terus menagis tanpa berhenti sehingga, lama kelamaan anak perempuan tersebut berubah menjadi sebuah pohon. Pada keesokan harinya orang tua perempuan tersebut kembali ke hutan. Kemudian mereka melihat terdapat sebuah pohon tumbuh di dekat gubuk (sopo) tersebut, dan mereka belum pernah melihat pohon seperti itu sebelumnya. Dengan perasaan heran dan panik, orang tua tersebut langsung mencari-cari anak perempuannya. Setelah lama mencari mereka tidak menemukannya juga, kemudian orangtuanya teringat bahwa mereka meninggalkan anak perempuannya di dekat gubuk/sopo tepat dimana pohon tersebut tumbuh. Orang tua dari anak perempuan merasa sangat sedih, menyesal dan sudah sangat lama waktunya mereka juga tidak menemukan hingga akhirnya mereka menyerah. Sementara pohon tersebut tumbuh semakin besar dan mengeluarkan banyak getah, orangtua itu tersadar bahwa pohon itu adalah putrinya yang hilang.

Mereka beranggapan bahwa getah itu adalah air mata putri mereka yang memang sangat sedih saat mereka tinggal. Kemudian mereka menamai pohon tersebut “Haminjon”7

.

7

(31)

Pohon tersebut terus mengeluarkan getah, dan pada akhirnya orang tua tersebut menampungnya dan mulai berpikir bagaimana mempergunakan atau mengelolanya . Sejak saat itu, orang tua tersebut mempergunakan dan mengelola getah tersebut untuk kemudian dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, dan sebagian juga dapat dijual. Sehingga, orang tua tersebut mulai mengembangkannya dan menjual sebagian.

Itulah cerita peristiwa awal ditemukannya pohon kemenyan. Sejak saat itu masyarakat desa tersebut (Hutajulu) mulai mengembangkan dan membudidayakannya hingga terus berkembang sampai saat ini. Hasil tani kemenyan menjadi sumber mata pencaharian di desa Hutajulu.

2.2. Budidaya Kemenyan

Pohon kemenyan merupakan pohon yang dimanfaatkan masyarakat Hutajulu sebagai sumber mata pencaharian. Di Sumatera Utara banyak daerah yang membudidayakan pohon kemenyan yaitu Pak-Pak Barat, Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan (Jayusman 2014:2). Seperti yang dijelaskan di atas, Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan salah satu kabupaten yang masih aktif dalam mengelola pohon kemenyan hingga saat ini. Hampir disetiap desa di Kabupaten ini bisa ditemukan pohon kemenyan yang ditanam petani kecuali di Lintong Nihuta. Lintong Nihuta adalah salah kecamatan yang terdapat di Humbang Hasundutan yang tidak mengelola pohon kemenyan, penduduk desa Lintong Nihuta ini lebih banyak bekerja dibidang pertanian seperti kopi dan sawah dan tanaman palawija.

(32)

dikerjakan petani sampai sekarang. Dimana setiap rumah tangga petani di desa Hutajulu memiliki luas kemenyan 4,28(Ha)8, sehingga petani banyak menggantungkan hidupnya ke tanaman hutan ini. Walapun sebenarnya mereka masih melakukan pertanian lainnya.

Dalam membudidayakan kemenyan penduduk desa Hutajulu membudidayakannya di dalam hutan, dimana petani menggatakan hutan kemenyan dengan sebutan “Tombak Haminjon”.9 Kemenyan dapat tumbuh pada habitat yang bervariasi yaitu mulai dari dataran rendah sampai hutan pengunungan dengan ketinggian 1600 m diatas permukaan laut (dpl) dan dapat tumbuh pada hutan primer campuran, umumnya pada tanah subur. Kemenyan juga dapat tumbuh pada tanah daratan tinggi yang berpasir maupun lempeng rendah, dihutan alam, tetapi secara umum kemenyan menghendaki tanah yang memiliki kesuburan yang baik.

Petani desa Hutajulu mengenal dua jenis kemenyan yaitu Sytrax sumatra atau dikenal dengan sebutan kemenyan Batak Toba dimana petani di Desa Hutajulu sering mengatakan Haminjon Dolok (kemenyan gunung). Dinamakan haminjon dolok (kemenyan gunung) karena kemenyan ini tumbuh dan memiliki getah yang deras di gunung atau dataran tinggi dengan cuaca yang dingin. Dan jenis kemenyan gunung ini yang ditanam dan diusahakan petani saat ini. Kemenyan toba (haminjon dolok) ini menghasilkan getah kualitas pertama dengan memiliki aroma yang lebih wangi, berwarna putih dan tidak lengket.

Petani desa Hutajulu juga mengenal Styrax Benzoin Dryand (kemenyan jerami) yang sering disebut petani dengan haminjon durame. Kemenyan ini jarang ditanam petani di desa Hutajulu karena jenis kemenyan ini tidak cocock ditanam didaerah seperti Humbanag hasundutan yang memiliki cuaca yang dingin dan pengunungan, hanya daerah tertentu saja yang dapat menanam jenis kemenyan ini. Jenis kemenyan ini dapat menghasilkan getah kemenyan berkualitas rendah dengan ciri-ciri berwarna hitam kecoklatan dan getahnya encer dan agak lengket.

8

Dokumentasi desa.

9

(33)

Selain dari getah yang dihasilkan, kedua kemenyan ini dapat dibedakan pada sebelum pohon kemenyan menghasilkan getah, dimana petani dapat melihat daun dari pohon-pohon kemenyan tersebut. Daun Kemenyan Jerami memiliki daun lebar dan agak runcing, sementara kemenyan batak toba daunnya lebih kecil dan keras. Pertumbuhan kemenyan jerami lebih cepat, dimana pohonnya sudah menghasilkan getah pada umur lima sampai enam tahun.

Kemenyan yang dikelola petani di desa Hutajulu adalah kemenyan batak toba (haminjon dolok). Kemenyan ini akan menghasilkan getah saat pohon berusia sepuluh tahun (10) ke atas. Selain dari beberapa perbedaan di atas petani juga bisa membedakan ketiga jenis kemenyan tersebut dari aroma getah yang dihasilkan pohon kemenyan.

Membudidayakan kemenyan membutuhkan proses yang panjang dan sangat diperlukan kesabaran yang tinggi, mulai dari proses menanam kemenyaan, perawatan kemenyan, pengambilan getah kemenyan, dan juga penjualan getah.

2.2.1. Menanam Kemenyan

Tombak (hutan) merupakan tempat masyarakat Hutajulu mengembangkan budidaya

kemenyan, disanalah petani menanam kemenyan. Tombak ini terletak jauh dari kediaman penduduk, dengan berjalan kaki petani harus menempuh jarak selama 2-3 jam. Sehingga untuk mengefektifkan waktu, petani harus menginap di hutan selama beberapa hari.

(34)

Foto 1 dan 2 : Tempat peristirahatan petani dan tempat penyimpanan motor/kereta petani dan sopo (gubuk) petani didalam hutan.

Sumber : dokumentasi pribadi

Kemenyan merupakan tanaman hutan yang dibudidayakan dengan memanfaatkan getahnya sebagai hasil akhir. Berdasarkan informasi dari petani pertumbuhan tanaman kemenyan sangat berkaitan dengan tanaman yang tumbuh disekitarnya, dimana tumbuhan atau pohon alam yang terdapat disekitar tanaman kemenyan berfungsi sebagai pelindung dari terpaan angin yang dalam hal ini juga berfungsi untuk menguragi penguapan yang dilakukan kemenyan yang dapat mengurangi hasil getah kemenyan. Hal ini juga berhubungan dengan sifat tumbuh tanaman kemenyan yang dapat tumbuh dengan baik jika ada naungan, sehingga tanaman kemenyan sering disebut sebagai tanaman polikultura10.

Meskipun tanaman kemenyan merupakan jenis tanaman hutan, tanaman ini tetap membutuhkan perawatan (pembersihan sekitar pokok tanaman kemenyan), yaitu dengan menyingkirkan atau menebang tanaman/pohon pengganggu di sekitar kemenyan. Kayu yang ditebang petani akan dimanfaatkan petani sebagai bahan bakar ketika bekerja didalam hutan.

Tombak Haminjon dikelola dan diusahakan oleh petani dengan sebaik mungkin agar hasil

yang diperoleh dapat maksimal sesuai dengan harapan petani. Selama Pengelolaan kemenyan

10

(35)

ini, petani mengakui tidak terlalu mengalami kesulitan baik itu dari segi biaya maupun tenaga, akan tetapi diperlukan kesabaran serta keuletan yang tinggi.

Berbeda dengan pertanian padi, sawah dan tanaman palawija yang petani akui harus membutuhkan banyak tenaga selama melakukan budidaya dan bahkan petani harus mengeluarkan biaya. Biaya yang dikeluarkan biasanya diperuntukkan untuk membeli pupuk, obat pencegah hama dan keperluan lainnya yang bersangkutan dengan tanaman tersebut.

Dalam penanaman pohon kemenyan, petani kemenyan desa Hutajulu tidak mengenal istilah membeli bibit pohon kemenyan. Petani biasanya memanfaatkan bibit pohon kemenyan yang tumbuh sendiri disekitar pohon. Bibit tersebut sering dikatakan petani dengan istilah lata haminjon11 atau petani bisa juga memanfaatkan buah biji kemenyan dan mengolahnya menjadi bibit kemenyan yang baru. Pak Irma Sinaga (61) mengatakan berupa:

Dihuta on dang adong na manuhor bibit laho disuan ditombak na, hami biasana mambuat lata-lata haminjon natubu sadiri ditombak on do manang sian tombak ini angka petani lainna. Molo dang adong lata ni haminjon nami di tombak nami sandiri. Manang molo adong waktu nami boido dibahen hami sian boras ni haminjon on baru imadibahen hami gabe tammapak na, ale molo sian boras na paleleng hu asa boi suanon hu, makana dipilit hami angka latana ma sian angka bonana ni haminjoni asa boi langsung disuan hami disadari i. (Petani di desa ini tidak ada istilah beli bibit pohon kemenyan karena bibit kemenyan jarang ada yang jual, kami memanfaatkan bibit kemenyan yang tumbuh di sekitar pohon kemenyan. Tapi kalau tidak ada bibit kemenyan di hutan kami ini, kami bisa mengambil bibit kemenyan petani lainnya. Dan jika kami ada waktu kami bisa memanfaatkan buah bijinya untuk jadi bibit kemenyan yang baru, tapi jika kami memanfaatkan bijinya sangat lama untuk bisa ditanam, sehingga kami lebih memilih bibit kemenyan yang sudah tumbuh disekitar pohon saja biar langsung ditanam pada hari itu juga).

Jika petani menggunakan lata haminjon sebagai bibit baru, maka petani biasanya hanya tinggal memindahkan lata haminjon yang tumbuh disekitar pohon kemenyan ke lahan yang kosong. Dan bisa langsung melakukan penanaman pada waktu itu juga. Lata haminjon yang dipindahkan petani sudah harus cukup besar dan sudah memiliki beberapa daun bahkan mungkin sudah mencapai ketinggian 30 cm. Karena ketika lata haminjon yang sudah

11

(36)

berdaun ditanam tidak ada mempunyai resiko, asalkan pada saat memindahkan bibit yang harus petani perhatikan adalah pucuk daunnya apakah masih muda dan masih tertutup atau sudah terpisah.

Penanaman bibit kemenyan yang berdaun muda dan masih tertutup tidak baik karena yang berdaun muda cepat layu dan mati. Tetapi apabila daunnya sudah keras maka tanaman kemenyan yang baru ditanam akan cepat berkembang dan akan bertahan jika ada yang menganggu seperti hama dan cuaca kurang bagus. Pak Irma Sinaga (61) mengatakan berupa:

lata haminjon nabagak biasana ungga aning adong tolupuluh sentimeter alana molo nungga sinasai biasa ungga gogo batang na dohot ungga gogo manahan angka udan dohot ari nalain dohot angka binatang namanggagu. (Anakan alam yang dipindahkan petani paling bagus setelah lata haminjon tersebut sudah memiliki ukuran hampir lebih tiga puluh cm, karena dengan tinggi seperti itu, maka anakan alam kemenyan tersebut sudah kuat dan bertahan jika banyak yang menggangu mulai dari hama seperti binatang dan cuaca yang selalu berganti).

Dalam penanaman lata haminjon yang sudah diambil, petani cukup membuat lubang kecil dengan mengali tanah dengan alat seperti parang/pisau atau bisa menggunakan tongkat yang terbuat dari kayu yang sudah diruncingkan petani. Sebelum melakukan penggalian lubang, petani terlebih dahulu akan menyisihkan dedaunan yang telah membusuk dan melanjutkan penggalian ke tanah. Setelah hal ini dilakukan maka petani akan melanjutkan dengan membuat lubang sedalam 15-25 cm.

Setelah pembuatan lubang maka lata haminjon tersebut akan dimasukkan petani ke dalam lubang yang sudah disediakan. Lubang yang sudah ditanam lata haminjon akan ditutupi kembali dengan tanah bekas galian dan juga dengan daun-daunan yang ada disekitar tanaman kemenyan yang baru ditanam. Petani kemenyan Hutajulu mengangap bahwa dengan memakai tanah bekas galian akan meningkatkan kesuburan pertumbuhan tanaman. Pak Lisdui Sinaga (58) tahun mengatakan berupa :

(37)

sudah kami buat sebelumnya maka bbit kemenyan tersebut akan kembali kami tutup dengan tanah hasil galiannya).

Ungkapan di atas menjelaskan bahwa memang semenjak dahulu dalam penanaman lata haminjon, petani akan selalu memakai tanah hasil galian awal, ditambah lagi dengan dedauanan pohon yang sudah membusuk atau dedaunan yang kering disekitar penanaman. Karena menjadi penyubur (pupuk) bagi Lata Haminjon dan ketika penanaman lata haminjon dilakukan maka lata haminjon tersebut terlebih dahulu akan disambilhon (dilengkungkannya pucuk bibit kemenyan). Hal ini dilakukan petani supaya bibit tersebut cepat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Petani yang tidak melakukan penanaman langsung pada saat itu bisa menyimpan lata haminjon untuk ditanam diesok harinya, petani akan menyimpan lata haminjon tersebut di

bawah pohon kemenyan atau pohon lain yang tumbuh di hutan tersebut. Hal itu dilakukan petani untuk menghindari lata haminjon dari teriknya matahari. Akar lata haminjon tersebut biasanya akan dibungkus petani kededaunan yang cukup lebar, atau memasukkan lata haminjon tersebut ke dalam polibek jika petani membawanya dari rumah. Sehingga untuk

penanaman ke esokan harinya pohon masih tetap segar dan tidak layu.

Untuk menandakan bahwa lata haminjon telah ditanam pada lobang, biasanya petani menancapkan satu atau dua tongkat yang panjang disamping tanaman yang baru ditanam. Tongkat tersebut ditancapkan petani untuk menandakan adanya pohon kemenyan yang baru ditanam, karena disekitar pohon kemenyan akan banyak tumbuh-tumbuhan yang berkembang dan tumbuh yang mungkin melampaui tingginya lata haminjon yang baru ditanam.

(38)

keliling, hal ini dipercaya dapat mempercepat merobohkan pohon kemenyan tanpa melakukan penebangan.

Penanaman lata haminjon tidak menggunakan jarak/ukuran tertentu yang ditetapkan, namun lata haminjon harus terhindar dari akar pohon yang tumbuh disekitarnya supaya perkembangan lata haminjon lebih cepat dan bertumbuh subur tanpa ada ganguan pohon lainnya.

Petani yang memilih cara kedua dari pemilihan biji pohon yang terbaik. Pohon kemenyan terbaik yaitu pohon yang memiliki getah yang sangat deras atau menghasikan getah lebih banyak dari pohon kemenyan lainnya. Setelah biji dipilih maka akan dilanjutkan dengan membuang kulit luar biji, setelah kulit luarnya dibuang maka biji kemenyan akan dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan ditempat yang kering atau di dekat perapian. Pak Dimpos Situmorang (56) mengatakan, berupa:

Molo anning mandapot bibit nabagak sebenarna ikkon nasian bijina do langsung, alana petani ido namamilit sian diado dibuat borasnai, alana pas namamilliti dibereng petani ido boha do batangna, bagak do manang pargota do. (Bibit kemenyan yang dihasilkan dari biji kemenyan secara langsung oleh petani lebih bagus sebenarnya, karena petani sudah memilihnya bibitnya secara langsung dari biji kemenyan. Dimana Petani sudah melihat langsung hasil pohonnya apakah pohon kemenyan tersebut memiliki getah yang banyak atau tidak, sehingga ketika petani sudah melihat batang kemenyannya, maka petani sudah bisa menjadikan darimana saja biji kemenyan yang bisa dibuat menjadi bibit kemenyan selanjutnya.)

(39)

foto 3 dan 4 : Lata haminjon dan biji haminjon Sumber : Dokumentasi pribadi

2.2.2. Merawat Pohon Kemenyan

Dalam merawat pohon kemenyan petani desa Hutajulu masih bersifat tradisional. Misalnya dalam merawat pohon kemenyan petani tidak pernah melakukan sistem pemupukan hingga sampai saat ini untuk mendapatkan hasil yang berlimpah atau untuk mencegah tanaman ini dari berbagai macam penyakit tumbuhan. Hal itu disebabkan karena tanah di dalam hutan sangat baik dan subur untuk pertumbuhan kemenyan.

Pertumbuhan pohon kemenyan tergantung pada alam lingkungan dan kondisi tanah. Petani kemenyan mengatakan bahwa pohon kemenyan yang mereka miliki saat ini kadang mengalami penyakit seperti adanya ulat yang memakan getah kemenyan, sehingga membuat getah kemenyan membusuk, hal serupa juga dikatakan Pak Irma sinaga (61) mengatakan berupa :

(40)

dibolongkkon hami gota nasegai asa unang gabe tambah tu haminjon nalain na.

(Pohon kemenyan kami ini ada juga yang diserang hama seperti ulat yang memakan getah kemenyan atau membuat getah kemenyan tersebut membusuk di kulit kemenyan, tetapi petani disini tidak ada yang tahu cara membasmi penyakit ini, bahkan ketika kami mencari obat di toko obat pertanian kami tidak menemukannya dan tidak ada yang menjual, sehingga cara kami adalah membuang getah yang membusuk yang lengket di pohon kemenyan setiap kami menemukannya).

Dalam Perawatan kemenyan petani cukup melakukan pembersihan pohon kemenyan dari tanaman-tanaman yang menggangu yang disekitar pohon, dengan cara menebas (manggarambas). Manggarambas merupakan salah satu cara yang dilakukan petani untuk

merawat pohon kemenyan biar tetap tumbuh dengan baik. Tumbuhan-tumbuhan yang ditebas petani akan dibiarkan petani di tempat yang mereka tebas semula karena dedaunan dan ranting-ranting tumbuhan tersebut akan membusuk dan menjadi kompos bagi kemenyan dan pohon lainnya yang di sekitarnya.

Selain penebasan petani juga akan melanjutkan pembersihan pohon kemenyan itu sendiri dari lumut-lumut yang lengket dibatang pohon seperti tumbuhan lumut, paku-pakuan (sarindan). Paku-pakuan ini akan dikikis petani dengan pabbuat/pangarit. Pabbuat/panggrit

adalah alat yang dipakai petani dalam mengerjakan pembersihan pohon kemenyan. Pembersihan pohon dari lumut dan paku-pakuan (sarindan) adalah pekerjaan mangguris. Mangguris adalah kegiatan untuk membersihkan batang kemenyan dengan menggunakan guris. Guris adalah besi dengan ujungnya berbentuk setengah lingkaran sedangkan

(41)

foto 5 dan 6 : pembersihan dengan cara manggarambas tumbuh-tumbuhan yang mengangu pohon dan membersihan sarindan ( paku-pakuan) yang lengket di pohon kemenyan.

Sumber : Dokumentasi pribadi

Pengerjaan dan perawatan kemenyan pada desa Hutajulu biasanya akan dilakukan oleh kaum pria. Karena dari sekian banyak petani kemenyan jarang ditemukan perempuan atau kaum ibu yang mengerjakan pertanian kemenyaan ini. Hanya saja ketika getah kemenyan tersebut sudah dibawah petani laki-laki ke rumah baru maka bisa diurusi kaum perempuan dengan menemani kaum pria melakukan penjualan atau pembersihan getah kemenyan yang baru saja diambil dari hutan. Jika memang getah yang diambil masih ada kulit getahnya yang terikut ke dalam tempat penggambilan getah.

Op Mery Lumban Gaol (90) mengatakan: “Molo pas dohot boru-boru makarejohon pohon haminjon on, bagak-bagak hian dona haminjon i. Alana boro-boru biasana puhut jala

teliti dohot ias pas makarejohon. Molo dohot boru-boru makarejohon haminjon on di tombak

godang do gota,bah olo unggo dang sian nanisige ni angka bawa.” (ketika perempuan ikut mengerjakan perawatan pohon kemenyan di hutan sangat baik, karena ketika perempuan ikut mengerjakan kemenyan maka pohon akan menghasilkan getah lebih deras dari pada yang dikerjakan oleh kaum pria).

(42)

melakukan perawatan pohon kemenyan di hutan mereka sendiri. Menurut para informan mengapa laki-laki yang lebih sering kehutan untuk mengerjakan pohon kemenyan, padahal jika kaum perempuan ikut mengerjakan jauh lebih banyak menghasilkan getah dibandingkan dengan kaum petani laki-laki. Hal itu disebabkan pekerjaan di hutan merupakan pekerjaan pria karena selain jarak dari kampung ke hutan sangat jauh, para kaum ibu harus merawat anak-anaknya mereka yang masih kecil dan bersekolah. Selain itu kaum ibu di kampung juga harus mengerjakan sawah dan ladangnya serta memelihara ternak babi, kerbau, ayam dan lain-lainya.

2.2.3. Manige Haminjon (Proses Mengelola Pohon Kemenyan)

Cara-cara yang digunakan petani dalam memproduksi kemenyan mulai dari penanaman sampai penggambilan getah masih tergolong tradisional, kerena belum adanya pengaruh-pengaruh dari kemajuan zaman (teknologi), misalnya dari pemerintah atau masyarakat lain. Pada saat ini dalam mengerjakan lahan kemenyan. Pola yang digunakan petani masih berasal dari nenek moyang yang diwariskan secara turun-temurun yang menjadi modal petani dalam melakukan pekerjaan ini.

Hal itu tercermin dari peralatan yang digunakan petani dalam mengerjakan lahan yang masih sangat sederhana, serta belum ada dilakukannya upaya-upaya untuk meningkatkan produksi seperti pemupukan, penyempropatan, pengendalian hama, penyakit lainya dan sebagainya. Pertumbuhan tanaman kemenyan masih bergantung kepada kesuburan alamiah tanah dan perawatan kemenyan itu sendiri seperti kegiatan manggarambas (menggunakan parang) dan lain-lain.

(43)

lebih tiga inci supaya batang kemenyan dapat mengeluarkan getah. Alat yang digunakan adalah sugi yang terbuat dari besi. Ciri-ciri pohon kemenyan yang sudah dapat disugi adalah daunnya keras, tua, berwarna hijau tua, ujung daun harus runcing dan bisa menusuk daun yang muda. Selain ciri di atas yang dapat diperhatikan petani adalah Kulit batang pohonnya harus tebal karena apabila kulit pohon masih tipis disige maka batang kemenyan akan mengalami kerusakan, dan bisa mengakibatkan pertumbuhan batang kemenyan akan terlambat mengeluarkan getah. Pekerjaan manige akan dilaksanakan jika tanda-tanda yang dijelaskan di atas sudah terlihat dipohon kemenyan.

Pengikisan kulit dengan guris dilakukan perlahan-lahan supaya batang kemenyan tidak terluka. Selain kegiatan mengguris barulah dilakukan kegiatan manige, setelah manige kegiatan selanjutnya adalah kegiatan mengetuk (manuktuk) yang fungsinya adalah untuk menutup kulit yang disige dengan cara menggetuk kulit sebanyak tiga kali ketukan, cara mengetuk dengan kuat membuat kulit pohon kemenyan bisa rusak dan terpisah dari batang sehingga getah pohon kemenyan tidak keluar dari batang. Batang kemenyan sebelum disige berwarna coklat dan menjadi warna kemerah-merahan bila sudah disige.

Menurut petani dalam melakukan panigean tidak bagus jika satu musim saja misalnya hujan berkepanjangan akan mengakibatkan getah lama kering dan kemarau berkepanjagan akan mengakibatkan getah menjadi encer. Oleh karena itu waktu yang baik harus berselang-seling antara musim hujan dan musim kemarau.

Manige pohon kemenyan tidak dilakukan petani secara menyeluruh namun jika petani memiliki 500 batang pokok pohon kemenyan maka yang dapat di sige adalah setengah dari 500 pokok pohon milik petani. Sisa yang setengahnya lagi dikerjakan untuk tahun berikutnya karena panigean harus dilakukan hanya sekali dalam setahun saja secara berotasi.

(44)

petani sering diberangkatkan para istrinya dengan makanan itak natata (tepung beras yang dicampur gula dan kelapa tanpa dimasak), dali (susu kerbau), dan jagal (daging baik itu daging kerbau, babi, ayam). Makanan yang disediakan petani akan di bawa ke dalam hutan. Pertani akan berdoa pada Tuhan Yang Maha Esa untuk meminta berkat agar hutan kemenyan yang dikerjakan mereka dapat menghasilkan getah yang banyak.

Makanan yang telah disediakan petani tersebut merupakan suatu alat petani untuk mengucap rasa syukur pada Tuhan. Selain itu makanan yang dihidangkan oleh petani tersebut memiliki makna. Makanan itak natata dimaknai petani sebagai makanan yang menjadikan kemenyan mengeluarkan getah yang lebih banyak seperti itak natata ( makanan yang dibentuk petani, dali dimaknai petani menjadi getah yang menghasilkan getahnya putih tebal dan besar–besar seperti, bentuk dali makanan yang telah disajikan ini dimanai hottas. Jagal akan dimaknai sebagai makanan yang akan membuat kemenyan tersebut tetap sehat.

Getah kemenyan biar dapat berkesinambungan maka harus diberi jarak panigean yang satu dengan yang lain. Jarak yang ditentukan petani kira-kira tiga puluh centi meter. Apabila tidak diberi jarak maka pohon kemenyan akan rusak karena terlalu banyak lubang yang terluka pada batang kemenyan. Jumlah baris panigean dalam satu batang pohon ditentukan oleh besar kecilnya pohon kemenyan. Menurut pengalaman petani apabila pohon masih kecil (berumur 10 tahun) maka cukup membuat satu baris panigean dan apabila pohon sudah besar akan dibuat tiga sampai empat baris panigean dalam satu batang.

Panigean yang dilakukan oleh petani adalah pada bulan Juli sampai bulan Oktober,

dan musim panen dilakukan setelah tiga bulan sampai empat bulan kemudian, misalnya disige bulan juli maka panennya dilakukan pada bulan Oktober sampai November yaitu

(45)

Selain ciri-ciri yang disebut di atas, masih ada ciri lainya yang harus diperhatikan oleh petani sebelum melakukan kegiatan manige yang terutama dapat dilihat dari daun (bulung) kemenyan. Bulung merupakan bahasa lokal dari daun seperti berikut:

1. Marbulung Gadong (Berdaun Seperti Daun Ubi )

Pada saat ini daun kemenyan masih muda-muda akan tetapi sudah bisa untuk disige. Getahnya masih lembek dan lama menggumpul dan kering. Hasil getah yang disige pada saat marbulung gadong kurang bagus. Sehingga petani jarang melakukan panigean pada saai itu juga.

2. Marbulung Topung ( Berdaun Tepung)

Ketika daun kemenyan seperti ini maka daunnya sudah keras dari jenis yang pertama yang sudah bisa disegi. Daunnya berwarna agak putih dan getahnya tidak begitu deras dan lama menggumpal.

3. Marbulung Ni Oma (Berdaun Seperti Daun Ilalang)

Ketika kemenyan berdauan ilalang maka daun kemenyan sudah lebih keras dan di ujung daunnya sudah runcing, bisa menusuk daun lainya dan sudah mengeluarkan bunga tetapi petani belum bisa disige.

4. Marbunga Sattung

(46)

5. Marbulung Sarsar (Daun Udah Terpisah-Pisah dan Keras)

Apabila pohon kemenyan sedang marbunga sarsar, dimana daunnya berwarna hijau tua dan keras dan kuningnya tebal, pada masa inilah pohon kemenyan paling bagus untuk disige dan nantinya akan lebih banyak mengeluarkan getah. Pada saat inilah petani akan melakukan panigean dengan berhati-hati karena pada saat pohon kemenyan berdauang terpisah maka petani sudah bisa mendapatkan getah yang banyak.

6. Maringgir-Inggir ( kemenyan berbuah kecil-kecil)

Pohon kemenyan yang lagi berbuah kecil-kecil sebesar biji jagung oleh para petani disebut dengan maringgir-inggir. Pada saat ini bunga kemenyan sudah menjadi buah dan masih bisa disige karena kulit masih tebal, namun ditentukan juga oleh kekebalan daripada pohon kemenyan, jangan sampai ketika petani salah melakukan penusukkan maka membuat pohon kemenyan sedikit mengeluarkan getah.

7. Marbulung Gantung ( Daun Sudah Berguguran Tapi Belum Semua)

Pada saat ini buah pohon kemenyan sudah sebesar kelereng dan daun sudah mulai beguguran. Dan pada saat ini kegiatan panigean tidak dapat dikerjakan oleh petani.

8. Marurus Bulung (Daun Sudah Berguguran)

Daun kemenyan pada saat ini sudah berguguran semua dan tidak bisa di sige, kulitnya sudah menempel ke batang karena sudah menipis. Dan pada beberapa minggu petani akan melihat pergantian daun pada kemenyan.

9. Marulam (Berganti Daun)

(47)

setelah mencapai umur lima-sampai enam tahun. Jika lubang sudah tutup secara utuh maka akan disige lagi pada tempat yang sama

2.2.4. Mangaluak (Mengambil Getah/Panen Getah Kemenyan)

Masyarakat petani kemenyan desa Hutajulu dalam mengelola kemenyan mengenal istilah mangaluak. Mangaluak adalah kegiatan pengambilan getah kemenyan setelah petani selesai melakukan panigean pada kulit kemenyan. Magaluak sering disebut petani menggambil hasil atau panen.

Pengambilan getah kemenyan dilakukan dengan menggunakan alat pabbuat (pangarit). Alat yang sama ketika penusukan pada kulit pohon kemenyan. Pabbuait

(pangarit) menyerupai parang yang terbuat dari besi sedangkan tangkainya terbuat dari kayu,

yang mana ukuranya 10 centi meter. Pabbuat (pangarit) akan mencongkel getah yang menempel dikulit pohon. Setelah kulit yang bergetah tercongkel dan terlepas dari batang maka petani akan memasukkannya ke dalam bakul.

Gambar

Tabel .1. Luas Wilayah (ha) Menurut Jenis Penggunaanya di Desa Hutajulu
Tabel 2:  Penjualan Ketiga Jenis Getah
Tabel 3. Pembelian pupuk dan manfaat pupuk kimia.
Tabel. 4. Jenis Padi yang Masih di Pertahankan petani Desa Hutajulu

Referensi

Dokumen terkait

Diperoleh bahwasannya kepemilikan hutan kemenyan secara perorangan dan dikuasai sepenuhnya oleh negara, bersifat subsisten, bentuk produknya berupa hasil hutan bukan kayu

3 Saluran penjualan yang dilakukan oleh bapak/ibu dalam menjual kemenyan Sudah sangat baik. 4 Sistem Pembayaran yang dilakukan bapak/ibu selama ini dalam penjualan kemenyan

Masyarakat Desa Hutajulu juga bermata pencaharian dari mencari rotan dan mengergaji di hutan dan sebelum tahun 1960 telah ada yang menanam kemenyan tetapi hanya beberapa

Hal ini menjadi masalah yang besar karena masyarakat Desa Pandumaan sudah bergantung pada kemenyan yang merupakan mata pencaharian utama mereka serta kebudayaan

Masyarakat Desa Hutajulu juga bermata pencaharian dari mencari rotan dan mengergaji di hutan dan sebelum tahun 1960 telah ada yang menanam kemenyan tetapi hanya beberapa

Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan pestisida nabati yang dilakukan oleh petani di sekitar PPLH Seloliman dengan cara memanfaatkan tumbuh- tumbuhan yang ada di

kurang memiliki modal yang cukup.Dan peneliti menelusuri masih banyak para usaha tani di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan yang belum memiliki alat teknologi, bibit unggul

kurang memiliki modal yang cukup.Dan peneliti menelusuri masih banyak para usaha tani di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan yang belum memiliki alat teknologi, bibit unggul