• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : LANDASAN TEORITIK

2.2. Teori Keadilan

Pengkajian terhadap permasalahan pertama yakni wewenang pengaturan pemungutan retribusi daerah Provinsi Bali digunakan teori keadilan sebagaimana dikemukakan oleh Ulpianus dalam bukunya Peter Mahmud Marzuki yakni "Justitia

est perpetua et constants voluntas Jus suum cuique tribuendi"dalam terjemahan

bebasnya yaitu keadilan adalah suatu keinginan yang terus menerus dan tetap untuk memberikan kepada orang apa yang menjadi haknya.82 Maksudnya, bagi masyarakat diberikan perlindungan hukum sebesar hak-hak yang diberikan hukum, yakni masyarakat diberi hak untuk setuju atau tidak setuju dalam proses pemungutan retribusi, hak untuk mengajukan keberatan terhadap pemungutan retribusi, hak untuk mengajukan banding sampai pada hak upaya hukum peninjauan kembali. Selain itu, menurut Aristoteles bahwa adil artinya memberikan kepada orang lain mengenai apa yang menjadi haknya, maka adil dalam kaitan ini yakni agar dalam penyelesaian sengketa Hakim memutus sesuai rasa keadilan masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang tepat, sehingga masyarakat dapat memperoleh kepastian hukum. Lebih lanjut, Aristoteles membedakan keadilan menjadi dua macam antara lain keadilan distributif dan keadilan commutatief. "Keadilan distributif yaitu keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah menurut jasanya. Sedangkan keadilan commutatief adalah keadilan yang

131

memberikan pada setiap orang sama banyaknya dengan tidak mengingat jasa-jasa perorangan".83 Istilah adil yang diberlakukan dalam pemungutan retribusi daerah sangat berkaitan dengan budaya di Provinsi Bali. Dengan demikian, dapat dirujuk pandangan dari Sudikno Mertokusumo yang dikutip oleh Suhariningsih bahwa :

"....hakekat keadilan adalah penilaian terhadap suatu perlakuan atau tindakan dengan mengkajinya dengan suatu norma yang menurut pandang subjektif (untuk kepentingan kelompoknya) melebihi norma-norma lain. Dalam hal ini ada dua pihak yang terlibat yaitu pihak yang memperlakukan dan pihak yang menerima perlakuan".84

Esensi dari perlakuan terhadap kedua belah pihak (antara Pemerintah Daerah Provinsi Bali dengan masyarakat), dalam konteks ini mengharuskan keadilan itu bisa terwujud dalam penilaian yang menjunjung tinggi kepentingan bersama melalui rechtsidee yaitu mensejahterakan rakyat melalui peningkatan pendapatan daerah.

Selaras dengan beberapa pandangan tentang keadilan diatas, apabila dalam pelaksanaan pemungutan retribusi tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah akan menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat atau swasta. Retribusi memegang peranan penting dan sangat strategis dalam penerimaan daerah.

Pandangan tersebut diatas menekankan tentang pentingnya masalah kepastian hukum, keadilan dan efisiensi dalam pemungutan retribusi daerah. Hal ini sesuai dengan tujuan hukum yang pada dasarnya ingin mewujudkan kepastian dan keadilan bagi masyarakat. Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang

83L.J. Van Apeldorn, 1982, Pengantar llmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, h. 13.

84Suhariningsih, 2009, Tanah Terlantar Asas Dan Pembaruan Konsep MenujuPenertiban, Prestasi Pustaka, Jakarta, h. 43.

132

sekaligus merupakan bagian yang sering dibahas dalam filsafat hukum. Berkaitan dengan tujuan hukum, memang tidak hanya keadilan saja tetapi juga kepastian hukum. Pada hakekatnya, retribusi daerah bertujuan untuk mewujudkan keadilan dalam soal pemungutan. Asas keadilan harus senantiasa dipegang teguh, baik dalam prinsip mengenai perundang-undangan maupun dalam praktek sehari-hari. Atas dasar itu, syarat mutlak bagi pembuat Undang-Undang Pajak dan Retribusi, juga bagi aparatur pemerintah yang melaksanakannya adalah pertimbangan-pertimbangan dan perubahan yang adil pula.

Berhubungan dengan penerapan asas keadilan ini, maka dapat dipahami bahwa setiap orang harus membayar retribusi sesuai dengan kepentingannya. Apabila setiap orang telah membayar retribusi yang didasarkan pada kepentingannya, maka itu merupakan perwujudan dari keadilan. Demikian pula,menjadi hak setiap orang untuk diperlakukan secara adil dalam pengenaan retribusi kepada dirinya.

Bertolak dari pandangan tersebut, disamping mengutamakan hak masyarakat untuk mewujudkan keadilan, dalam hal ini pemerintah juga wajib mewujudkan keadilan melalui regulasinya, baik regulasi dalam bentuk Undang-Undang maupun ditingkat daerah berupa peraturan daerah. Menurut John Rawls keadilan sosial sebagai "the difference principle dan the principle of fair equality of opportunity. Inti dari the difference principle adalah bahwa perbedaan sosial dan ekonomi harus diatur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntung".85 Lebih lanjut, John Rawls menjelaskan tentang situasi ketidaksamaan

133

tersebut harus diberikan aturan yang sedemikian rupa sehingga paling menguntungkan golongan masyarakat yang paling lemah. Hal tersebut dapat terjadi apabila dua syarat terpenuhi.

Pertama, "situasi ketidaksamaan menjamin maksimum minimum bagi golongan orang yang-paling lemah. artinya situasi masyarakat harus sedemikian rupa sehingga dihasilkan untung yang paling tinggi yang mungkin dihasilkan bagi golongan orang-orang kecil. Kedua, ketidaksamaan diikat pada jabatan-jabatan yang terbuka bagi semua orang. Maksudnya, supaya semua orang diberikan peluang yang sama besar dalam hidup".86

Berdasarkan pandangan tersebut, semua perbedaan antara orang berdasarkan ras, golongan, kulit, agama, dan perbedaan lain yang bersifat primordial harus ditolak. Dalam hubungannya dengan retribusi daerah, dimana Pemerintah Daerah harus dapat menjamin keuntungan bagi masyarakat lemah.

Dalam hal ini, Pemerintah Daerah harus mampu memberikan jaminan kepada masyarakat lemah sebagai subjek retribusi dalam memberikan retribusi. Sedangkan yang kedua, Pemerintah Daerah Provinsi Bali memberikan kesempatan yang sama kepada semua orang ataupun badan sebagai subjek retribusi untuk memperoleh objek retribusi. Dalam pandangan yang kedua ini, Pemerintah Daerah Provinsi Bali memberikan peluang kepada masyarakat maupun badan hukum untuk menikmati objek retribusi di Daerah Provinsi Bali.

Senada dengan situasi ketidaksamaan tersebut, John Rawls menegaskan bahwa penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan harus memperhatikan dua prinsip keadilan yakni:

"pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. Sedangkan

134

yang kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik bagi setiap orang, baik mereka yang berasal dari kelompok beruntung maupun tidak beruntung".87

Dengan demikian terdapat perbedaan ekonomi didalam kehidupan masyarakat. Prinsip perbedaan ini mengharuskan diaturnya struktur dasar masyarakat yang sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek mendapat hal-hal utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas diperuntukkan bagi keuntungan orang-orang yang paling kurang beruntung. Dalam kaitannya dengan pemungutan retribusi daerah bahwa Pemerintah Daerah Provinsi Bali harus memberikan hak dan kesempatan yang sama dalam menikmati objek retribusi agar tidak terjadi kesenjangan sosial ekonomi antar masyarakat maupun pihak swasta. Disamping itu pula, dari pihak Pemerintah juga harus mampu mengatur kesenjangan sosial ekonomi tersebut melalui kebijakan pemerintah daerah. Sehingga diperoleh keuntungan dari pemungutan retribusi secara timbal balik antara pihak masyarakat, swasta (sebagai subjek dari pemungutan retribusi) dan Pemerintah Daerah Provinsi Bali.